tag:blogger.com,1999:blog-28013554319342486082024-02-21T09:23:23.161+07:00penelitian agamablog ini akan memuat hasil penelitian dan tulisan dibidang agama, yang menjadi perhatian saya selama ini. Semoga tulisan-tulisan dalam blog ini dapat bermanfaat bagi para pembaca lainnya.Irfanhttp://www.blogger.com/profile/11124897184131221658noreply@blogger.comBlogger12125tag:blogger.com,1999:blog-2801355431934248608.post-10265973230595731682009-06-28T11:04:00.001+07:002009-06-28T11:07:13.130+07:00RUMUSAN HASIL DIALOG <br />PENGEMBANGAN WAWASAN MULTIKULTURAL <br />ANTARA PEMUKA AGAMA PUSAT DAN PEMUKA AGAMA DAERAH <br />DI PROVINSI MALUKU UTARA<br />Tanggal 27 - 30 Mei 2009<br /><br /><br />I. Pendahuluan<br />Pengembangan wawasan multikultural antara pemuka agama pusat dengan pemuka agama daerah melalui dialog merupakan salah satu kegiatan penting bagi terciptanya kehidupan yang lebih rukun antar umat beragama di masa sekarang maupun yang akan datang. Dalam Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 pada Bab 31 huruf C nomor 2 disebutkan tentang arah kebijakan peningkatan kualitas kehidupan beragama yaitu melalui Peningkatan Kerukunan Intern dan Antar Umat Beragama. Hal ini mengindikasikan bahwa kerukunan umat beragama merupakan aspek penting yang perlu diupayakan. <br />Seperti diketahui masyarakat Indonesia yang majemuk memang rentan terhadap kemungkinan timbulnya kesalahpahaman yang menjurus kearah terjadinya konflik. Melalui kegiatan ini selain diupayakan dapat terjalin hubungan yang lebih harmonis antara para pemimpin agama dari agama yang berbeda, juga dilakukan pengembangan temu wawasan sehingga diharapkan dapat memperluas wawasan multikultural serta meningkatkan keterbukaan, saling pengertian serta saling menghargai di antara pemimpin agama pusat dan daerah, membangun visi dan misi bersama tentang pemeliharaan kerukunan umat beragama ke depan, serta menginventarisir kearifan-kearifan lokal yang dapat mendukung kerukunan umat beragama. Dengan kegiatan ini pula, berbagai sekat perbedaan baik vertikal maupun horizontal yang ada dalam masyarakat, diharapkan dapat terjembatani.<br />Pentingnya acara dialog ini setidaknya karena tiga alasan. Pertama, yang melakukan dialog adalah para pemuka agama, yaitu pemuka-pemuka agama dari majelis-majelis agama dari pusat (Jakarta) dan pemuka-pemuka agama dari daerah khususnya dari Halmahera Barat. Kedua, dialog ini berkaitan dengan upaya untuk mengembangkan wawasan multikultural, dalam rangka mencari cara efektif mengelola kemajemukan dan keragaman masyarakat Indonesia. Ketiga, dialog kali ini dilakukan di sebuah wilayah yang memiliki karakter khusus yaitu wilayah kepulauan. Dalam wilayah kepulauan seperti di Provinsi Maluku Utara ini tantangan kerukunan umat beragama menjadi semakin dinamis, karena sarana transportasi dan komunikasi yang masih terus harus dibangun.<br />Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural telah dilaksanakan sejak tahun 2002. sampai dengan tahun 2008 telah dilaksanakan di 22 (dua puluh dua) provinsi. Dialog di Provinsi Maluku Utara yang merupakan provinsi ke 23 (dua puluh tiga) berlangsung tanggal 27 – 30 Mei 2009. dialog ini memiliki makna penting bagi pemeliharaan kerukunan umat beragama di wilayah tersebut yang selama ini terlihat telah kondusif. <br /><br />II. Tujuan<br />Kegiatan Pengembangan Wawasan Multikultural Antar Pemuka Agama Pusat dan Daerah ini bertujuan:<br />A. Memperlancar komunikasi antar pemuka agama, baik pemuka agama pusat maupun antar sesama pemuka agama daerah.<br />B. Menumbuhkan wawasan multikultural serta sikap saling menghargai dan mempercayai di antara pemimpin/pemuka agama pusat dan daerah.<br />C. Mengembangkan visi dan misi bersama para pemimpin/pemuka agama pusat dan daerah tentang pembinaan kerukunan hidup beragama yang lebih dinamis di masa depan, khususnya peningkatan kerjasama nyata dalam menanggulangi masalah-masalah hubungan antar umat beragama dan kerawanan sosial.<br />D. Menginventarisir kearifan-kearifan lokal yang dapat mendukung kerukunan umat beragama dan mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mendorong atau mungkin kurang mendorong kerukunan umat beragama.<br /><br />III. Bentuk Kegiatan dan Proses Dialog<br />A. Penelitian tentang Potensi Konflik dan Integrasi dalam Kerangka Pengembangan dan Peningkatan Wawasan Multikultural Antara Pemuka Agama Pusat dan Daerah. Sebelum peserta Dialog berangkat ke Maluku Utara, 2 (dua) orang peneliti melakukan penelitian lapangan yang hasilnya dijadikan bahan masukan bagi para peserta Dialog untuk memperoleh gambaran tentang kehidupan keagamaan di Provinsi Maluku Utara;<br />B. Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural antara Pemuka Agama Pusat dan Daerah yang dilaksanakan di Provinsi Maluku Utara dalam bentuk audiensi dengan Wakil Gubernur Maluku Utara di Aula Kantor Gubernur Provinsi Maluku Utara pada tanggal 27 Mei 2009 dengan jumlah peserta sebanyak 35 orang dari daerah, dan 30 orang dari pusat. Dialog diawali pidato pembukaan oleh Wakil Gubernur Maluku Utara. <br />C. Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural antara Pemuka Agama Pusat dan Daerah yang dilaksanakan di Kabupaten Halmahera Barat dilaksanakan di Aula Kantor Bupati Kabupaten Halmahera Barat pada tanggal 28 Mei 2009. Dengan jumlah peserta sebanyak 100 orang dari daerah, dan 30 orang dari pusat. Dialog diawali pidato pembukan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Halmahera Barat.<br />D. Kunjungan silaturrahim ke rumah-rumah ibadat (Pura Siwa Jagat Karana di Kota Ternate; Gereja Efrata di Kabupaten Halmahera Barat; Gereja Katolik St Fransiskus Xaverius di Kabupaten Halmahera Barat; Masjid Muhajirin di Kabupaten Halmahera Barat; dan Klenteng Thian Ho Kiang di Kota Ternate), sekaligus menyampaikan cendera mata (bantuan) untuk rumah ibadat yang dikunjungi masing-masing sebesar Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah). Untuk umat Budha, karena belum memiliki rumah ibadat, kunjungan dilakukan di Pura Siwa Jagat Karana sekaligus silaturrahim dengan umat Hindu.<br />E. Dialog diakhiri dengan ramah tamah dan perpisahan dengan Kepala Kanwil Departemen Agama dan unsur Pejabat Kanwil Departemen Agama serta Ketua FKUB Kota Ternate pada malam Sabtu, tanggal 29 Mei 2009 yang dilakukan di rumah makan ”Floridas“. <br /><br />IV. Peserta <br />Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural antara Pemuka Agama Pusat dan Daerah yang dilaksanakan di Provinsi Maluku Utara pada tanggal 27 – 30 Mei 2009 dilakukan di dua tempat yaitu tingkat Provinsi Maluku Utara dan tingkat Kabupaten Halmahera Barat. Pada tingkat Provinsi dilaksanakan dalam bentuk audiensi dengan pihak Wakil Gubernur Maluku Utara di Aula Kantor Gubernur Provinsi Maluku Utara pada tanggal 27 Mei 2009 dengan jumlah peserta sebanyak 35 orang dari daerah, dan 30 orang dari pusat. Pada tingkat Kabupaten dilaksanakan di Aula Kantor Bupati Kabupaten Halmahera Barat pada tanggal 28 Mei 2009, dengan jumlah peserta sebanyak 100 orang dari daerah, dan 30 orang dari pusat. Rincian peserta adalah sebagai berikut: <br />A. Peserta Audiensi Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pemuka Agama Pusat dan Pemuka Agama Daerah dengan Wakil Gubernur Provinsi Maluku Utara, terdiri dari unsur-unsur:<br />1. Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dan Daerah ( Provinsi Maluku Utara dan Kota Ternate);<br />2. Pimpinan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pusat dan Gereja Masehi Injili di Halmahera (GMIH);<br />3. Pimpinan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), dan Paroki St Willy Boordus, Ternate;<br />4. Pimpinan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat dan Daerah (Provinsi Maluku Utara dan Kota Ternate);<br />5. Pimpinan Perwakilan Umat Budha Indonesia (WALUBI) Pusat dan Majelis Pandita Budha Mayteriya (MAPANBUMI) Provinsi Maluku Utara;<br />6. Pimpinan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) dan Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Provinsi Maluku Utara;<br />7. Anggota Komisi VIII DPR RI;<br />8. Staf Ahli Menag Bidang Pemikiran dan Paham Keagamaan Departemen Agama;<br />9. Staf Ahli Menteri Koordinator Kesra;<br />10. Kasubdit pada Ditjen Kesbangpol Departemen Dalam Negeri;<br />11. Pimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Pusat dan wilayah, dan cabang (Provinsi Maluku Utara dan Kota Ternate);<br />12. Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Wilayah dan Daerah;<br />13. Dewan Penasehat dan Sekretaris FKUB Provinsi Maluku Utara, tokoh agama dan masyarakat Provinsi Maluku Utara;<br />14. Ketua FKUB Kota Ternate, tokoh agama dan masyarakat Kota Ternate;<br />15. Pejabat Kantor Gubernur Provinsi Maluku Utara;<br />16. Pejabat Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Maluku Utara;<br />17. Pejabat Eselon I, II, dan III Departemen Agama Pusat; <br />18. Peneliti Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI. <br />B. Peserta Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pemuka Agama Pusat dan Pemuka Agama di Kabupaten Halmahera Barat yang terdiri dari unsur-unsur:<br />1. Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dan MUI Kabupaten Halmahera Barat;<br />2. Pimpinan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pusat dan Gereja Masehi Injili di Halmahera (GMIH);<br />3. Pimpinan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), dan Paroki Santo Fransiskus Xaverius, Tedeng Halmahera Barat;<br />4. Pimpinan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat;<br />5. Pimpinan Perwakilan Umat Budha Indonesia (WALUBI) Pusat;<br />6. Pimpinan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN);<br />7. Anggota Komisi VIII DPR RI;<br />8. Staf Ahli Menag Bidang Pemikiran dan Paham Keagamaan Departemen Agama;<br />9. Staf Ahli Menteri Koordinator Kesra;<br />10. Kasubdit pada Ditjen Kesbangpol Departemen Dalam Negeri;<br />11. Pimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Pusat dan cabang Halmahera Barat;<br />12. Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Daerah;<br />13. Pengurus dan Dewan Penasehat FKUB Kabupaten Halmehera Barat, Tokoh agama dan masyarakat Kabupaten Halmahera Barat;<br />14. Sekretaris Daerah Kabupaten Halmahera Barat dan pejabat Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Barat;<br />15. Pejabat Kantor Departemen Agama Kabupaten Halmahera Barat;<br />16. Pejabat Eselon I, II, dan III Departemen Agama Pusat; <br />17. Peneliti Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI. <br /><br /><br />V. Pengarahan –Pengarahan <br />A. Menteri Agama RI<br />Menteri agama dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Staf Ahli Menteri Agama Bidang Pemikiran dan Paham Keagamaan antara lain menyampaikan:<br />Kondisi kehidupan keagamaan di Indonesia saat ini diwarnai oleh adanya perbedaan-perbedaan dalam pemelukan agama. Kita sudah terbiasa menerimanya dengan hidup berdampingan secara damai dalam balutan semangat kesatuan bangsa. Namun penerimaan perbedaan saja tanpa pemahaman yang mendalam akan arti dan hakikat yang sesungguhnya dari perbedaan tersebut ternyata masih sangat rentan terhadap godaan kepentingan primordialisme dan egosentrisme individu maupun kelompok, terutama bila hal itu terkait dengan aspek politik (kekuasaan) maupun ekonomi (sumber daya). Ketika godaan itu muncul, tidak jarang kedamaian menjadi terganggu. <br />Gangguan kedamaian itu akan mudah meluas manakala sentimen dan simbol-simbol keagamaan dipakai sebagai sumbu atau pemicu. Ini bisa kita mengerti karena sentimen keagamaan berakar jauh menghunjam ke dalam jiwa dan sanubari setiap insan. Para pakar ilmu sosial berpendapat bahwa memang inilah yang sesungguhnya terjadi dan kita kenal sebagai konflik sosial yang bernuansa agama yang pernah ada dan terjadi di sekitar kita selama ini. Seringkali konflik sosial yang bernuansa agama itu pada awalnya hanya merupakan konflik ekonomi atau politik, kemudian dibalut dengan agama.<br />Untuk itu, dialog pengembangan wawasan multikultural oleh para pemuka agama menjadi sangat penting artinya. Tujuannya sudah barang tentu adalah untuk mencari model baru dalam merajut kembali dan memperkuat kerukunan umat beragama dan berbangsa yang dulu pernah mantap namun juga pernah terusik. Mudah-mudahan dialog ini mampu membantu memelihara dan meningkatkan kerukunan yang mantap, dinamis dan lestari.<br />B. Wakil Gubernur Provinsi Maluku Utara<br /><br />C. Bupati Kabupaten Halmahera Barat<br /><br />D. Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Maluku Utara (waktu penutupan/ramah tamah di rumah makan Floridas)<br /><br /><br />VI. Potensi Kerukunan.<br />Berdasarkan hasil penelitian, paparan dari para pemakalah dan tanggapan dari peserta maka diperoleh beberapa hal yang dipandang positif bagi upaya menciptakan suasana dan kondisi kerukunan yaitu:<br />A. Peranan Kesultanan<br />Di Maluku Utara dulu terdapat 4 kerajaan yaitu, Kerajaan Ternate, Kerajaan Tidore, Kerajaan Jailolo dan Kerajaan Bacan. Keempat kerajaan ini kemudian bersatu dengan bentuk konfederasi, yang kemudian dikenal dengan sebutan ”Moloku Kie Raha. Kesatuan Moloku Kie Raha dilandasi oleh falsafah : ”Jou Se Ngofa Ngare”. Yang secara letterlijk berarti : ” Engkau” (penguasa) dan ”Aku” (rakyat); apa yang ada pada engkau, ada pada aku dan sebaliknya apa yang ada pada aku, ada juga pada engkau. Inilah falsafah hukum adat di Makuku Utara, yang merupakan sebuah kesatuan kultural yang majemuk yang terbentuk sejak konfederasi Moti (Moti Staten Verbond) pada tahun 1322. (Mudaffarsyah, Memahami Maluk Utara, dalam Amas Diensi, Ternate, Sejarah, Kebudayaan dan Pembangunan Perdamaian Maluku Utara, hal X111-XV111).Dibawah payung Maloku Kie Raha dengan konsep Jou Se Ngofa Ngare semua suku dan agama dilindungi dan diayomi sehingga sejak dulu sebenarnya Maluku Utara telah menghargai pluralisme budaya dan agama yang sampai sekarang masih berlaku terutama dalam masyarakat adat. <br />Empat kerajaan yang ada di Maluku Utara semuanya kerajaan Islam, tetapi para rajanya sangat toleran sehingga mereka tidak mau memaksa orang Kristen, harus masuk Islam. Oleh sebab itu Islam berkembang hanya di daerah pesisir, sedangkan di pedalaman banyak penganut agama Kristen.<br />Hal itu tampak pula di Kabupaten Halmahera Barat yang merupakan bekas kerajaan Jailolo, dimana umat Kristiani lebih banyak dari umat Islam tetapi mendapat perlindungan dari Sultan Jailolo yang notabene merupakan kerajaan Islam.<br />B. Faktor Geografis<br /> Situasi dan kondisi Maluku Utara yang terdiri dari kepulauan dan bergunung-gunung memungkinkan masyarakatnya untuk hidup saling membutuhkan dan saling membantu. Umat Kristen yang ada dipedalaman, dan umat Islam yang sebagian besar berada di pesisir sudah barang tentu kedua komunitas ini saling membutuhkan.(MUI Halmahera Barat).<br />C. Faktor Pemerintah<br />Pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur Maluku Utara dan Bupati Halmahera Barat memberikan bantuan dana dan pengayoman pada semua agama. Pasca kerusuhan semua tempat ibadah diberi bantuan untuk dibangun kembali. Begitu pula rumah-rumah penduduk yang berasal dari berbagai agama, yang rusak akibat kerusuhan diberi bantuan walaupun hanya sebagai stimulus. <br />Bupati Halmahera Barat, juga memberikan perhatian pada semua agama. Setiap tahun pemerintah daerah memberikan bantuan pada setiap rumah ibadah, dan setiap tahun melalui anggaran APBD diberangkatkan para imam, pimpinan majelis ta’lim, guru ngaji sebanyak 20 orang untuk menunaikan ibadah haji, dan bantuan bea siswa S.2 untuk melanjutkan studi di bidang teologi bagi umat kristen.<br />D. Perayaan Bersama Hari-Hari Besar Keagamaan<br />Pada perayaan dan peringatan hari-hari besar keagamaan pemerintah daerah selalu mengadakannya dengan melibatkan semua umat beragama. Kepanitiaannya dibentuk secara silang, kalau kegiatan kegamaan Islam panitianya dari umat Krsitiani, sedangkan kalau kegiatan keagamaan Kristen panitianya dari umat Islam. Pada kegiatan semacam itu dihadiri oleh pemeluk dan pemuka agama lainnya.<br />E. Budaya Silaturrahim<br />Pada hari-hari raya keagamaan seperti Idul Fitri dan Natal (Tahun Baru), para pemuka agama dan umat saling mengunjungi. Mereka merasa bersalah kalau pada hari raya keagamaan tidak saling kunjung mengunjungi. <br />F. Pembangunan Tempat Ibadah<br />Dalam pembangunan tempat ibadah di beberapa daerah terdapat budaya saling membantu, karena dalam beberapa keluarga terdapat mereka yang bebeda agama. <br />G. Hubungan Sosial dan Kekerabatan<br />Terjalinnya hubungan yang harmonis diantara mereka yang berbeda agama disebabkan adanya ikatan persaudaraan diantara mereka yang berbeda agama. Ikatan kekerabatan itu terjalin karena faktor keturunan maupun berdasarkan perkawinan. <br />Hubungan kekerabatan itu tampak ketika terjadi upacara perkawinan dan kematian. Begitu juga dalam kegiatan sosial seperti gotong royong dan kerjabakti masyarakat yang berbeda agama dapat bekerja bersama-sama. Dalam budaya Moloku Kie Raha terdapat istilah Maku Gawene (gotong royong) dan Giop (kerjasama menangkap ikan). Budaya seperti ini masih berlaku dibeberapa daerah terutama didaerah pedesaan. Dalam hubungan sosial kegamaan, dalam upacara-upacara tertentu mereka saling menghadiri dan menyumbang kesenian (paduan suara dan qasidahan). <br />H. Bahasa Melayu Ternate Sebagai Bahasa Persatuan.<br />Bahasa Melayu Ternate merupakan bahasa yang oleh F.S.A de Cierq (Leiden: 1890) disebut sebagai lingua franca, bahasa persatuan yang menjembatani dari berbagai macam bahasa yang terdapat di Maluku Utara. Oleh faktor-faktor sosiologis dan antropologis, bahasa Ternate menjadi bahasa pergaulan dalam kehidupan bermasyarakat.Dengan demikian bahasa Melayu Ternate dapat disejajarkan fungsinya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan untuk daerah Maluku Utara. <br />I. Ikrar Bersama<br />Setelah terjadi kerusuhan timbul kesadaran bersama diantara pemuka agama bahwa konflik mengakibatkan kerugian bagi semua pihak. Berdasarkan kesadaran itu maka para pemuka agama membuat ikrar bersama, bahwa siapapun yang mencoba menciptakan kerusuhan ditengah masyarakat, dianggap sebagai musuh bersama. <br /><br /><br />J. Peran FKUB<br />FKUB mempunyai peranan yang besar dalam menciptakan kerukunan umat beragama di Maluku Utara. Melalui FKUB para pemuka agama dapat bertemu secara berkala untuk membicarakan berbagai persoalan yang dihadapi oleh umat. Dengan saling bertemu, berdialog dapat meningkatkan saling pengertian diantara para pemuka agama. <br />K. Kearifan Lokal<br />Di daerah Maluku Utara sebagai daerah bekas kerajaan meninggalkan nilai-nilai filosofis, budaya, dan beberapa ajaran dasar yang melandasi tingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat.<br />Soa (kampung) menurut disertasi Christian Frans Van Frassen (Ternate, de Malukken en de Indonesische Archipel, Leiden, 1987) sebagai sebuah tatanan sosial yang demokratis, karena sangat egaliter dan akomodatif terhadap berbagai aliran dan keyakinan keagamaan di Maluku Utara. Keseluruhan tatanan ini bertumpu pada falsafah “Jou Se Ngofa Ngare” sebagai dasarnya, yang merupakan Common Platform yang akomodatif terhadap kemajemukan yang ada ( Mudaffarsyah: hal XV-XVI).<br />Legu Gam, merupakan pesta rakyat untuk memperingati hari ulang tahun Sultan. Pada event ini ditampilkan pentas seni budaya berupa tarian-tarian tradisional, pembacaan puisi, pameran kerajinan lokal, hingga kegiatan seminar nasional yang menghadirkan pembicara dari kalangan akademisi, politisi dan budayawan tingkat nasional. Dalam kegiatan ini melibatkan semua unsur masyarakat tanpa melihat suku dan agama yang disandang seseorang. (Amas Dinsie; ibid, 2008, hal 47).<br />Adat Se Atorang (Adat dan Aturan) dapat dikatakan sebagai prinsip kebersamaan, persatuan dan persaudaraan dalam bingkai ”Morimoi Ngone Futuru (bersatu kita teguh). Adat Se Atorang ini masih fungsional dalam perilaku dan tindak tanduk kehidupan bermasyarakat. (Amas Dinsie: Ibid, hal 62).<br />Falsafah ”Jou Se Ngofa Ngare” yang disimbolkan dalam ”Goheba depolo romdidi”, (dua kepala burung garuda), dan satu hati, mengandung arti bahwa masyarakat Ternate sangat menghargai keanekaragaman kultural. Simbol itu juga melambangkan bahwa penguasa dan rakyat memiliki kesamaan derajat dan kesamaan tujuan demi tercapainya kesejahteraan bersama. (Amas Dinsie, ibid:hal 64).<br />Kie Se Gam magogugu ma titi rara (enam sila dasar yang menjadi pegangan bagi Sultan,pembantunya dan masyarakat):<br />1. Adat se Atorang, merupakan hukum dasar yang dipatuhi dan disusun menurut kebiasaan yang dapat diterima masyarakat;<br />2. Istiadat se Kabasang; Lembaga adat dan kekuasaannya menurut ketentuan;<br />3. Galib se Lakudi; kebiasaan lama yang menjadi pegangan suku bangsa diatur menurut sendi ketentuan;<br />4. Ngale se Dulu; bentuk budaya masing-masing suku bangsa dapat digunakan secara bersaama sesuai dengan keinginan;<br />5. Sere se Diniru; tata kehidupan seni budaya dan kebiasaan yang timbul dalam pergaulan masyarakat yang diterima secara bersama;<br />6. Cing se Cingare; pasangan wanita dan pria merupakan kesatuan yang utuh dengan hak dan kewajiban masing-masing perlu dibina dan dijaga kelestariannya.<br />Keenam sila dasar ini menjadi ikatan yang menyatukan sistem kekerabatan dalam pergaulan masyarakat adat Moloku Kie Raha khususnya Ternate. Kalau terjadi sengketa atau perselisihan dalam masyarakat maka sandaran penyelesaiannya dikembalikan kepada hukum dasar tersebut. ( Amas Dinsie, ibid: 77-78). <br />Sistem Norma dan Aturan Yang Berlaku Dalam Masyarakat:<br />Sistem norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat didasarkan pada: a) Adat se Atorang, b) Cara se-Ngale, c).Galep se Lukudi, d) Cing se Cingare, e) Baso se Hormat f) Baso se Rasai, dan g) Duka se Cinta. Dalam kaitan menciptakan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat perlu dijelaskan tentang Cing se Cingare, Baso se Hormat, Baso se Rasa dan Duka se Cinta.<br />Cing se Cingare; Manusia sebagai mahluk sosial antara yang satu dengan yang lain mempunyai ketergantungan sosial. Oleh karena itu jika ingin disenangi orang lain maka sangat tergantung dengan prilaku kita, kita dapat dihormati manakala kita menghormati orang lain, kita dapat dihargai kalau kita menghargai orang lain. Budaya ini mencerminkan semangat gotong royong, penuh persaudaraan dan semangat kebersamaan yang didasari atas sifat tolong menolong. Sifat ini tertuang dalam puisi rakyat (dalil Moro) yang berbunyi:<br />Ino fo Makati nyinga Mari kita bertimbang kasih<br />Doka gosora se bua lawa Seperti pala dengan fulinya<br />Om doro foma momote Jatuh bangun kita bersama<br />Foma gogoru foma dodora Berkasih mesralah diantara kita.( Amas Dinsie, Ibid, hal 85-86).<br />Baso se Hormat; penghormatan atau sapaan. Masyarakat Ternate dalam pergaulan hidup sehari-hari lebih banyak menggunakan bahasa sapaan pada seseorang. Ini dimaksudkan agar terjadi keharmonisan dan keakraban, baik dilingkunan keluarga, dalam lingkungan pergaulan antara sesama anggota masyarakat. Sifat ini tertuang dalam syair pantun (Dolo Bololo):<br />Dara tolefo mampila Burung merpati kuberi tanda<br />Soro gudu to nonako Terbang jauh aku kenali<br />Gudu moju si to suba Masih jauh sudah kuberi hormat<br />Ri jou si to nonako Tuanku maka kukenali. (Amas Dinsie, Ibid, hal 86-88)<br />Baso se Rasai; mengandungg makna toleransi spiritual yaitu sikap manusia yang manusiawi. Prinsip ini memberikan motivasi batin untuk lebih merasa prihatin kepada orang lain dalam rangka membangun dan membina hubungan baik di kalangan masyarakat. Sifat ini tertuang dalam puisi rakyat:<br />Ngone doka dai lako Kita bagaikan kembang<br />Ahu mafara fara Tumbuh hidup berpencar<br />Si rubu rubu yo mamoi-moi Terhimpun dalam satu genggaman<br />Doka saya rako moi Bagaikan serangkai kembang (Amas Dinsie, Ibid: hal 88-9)<br />Duka se Cinta, mengandung arti mengenang atau turut merasakan penderitaan yang dialami seseorang. Ungkapan perasaan ini lahir dari lubuk hati yang dalam dan bukan semata-mata ungkapan belaka. Sifat ini diungkapkan dalam syair pantun:<br />Fira mo si saya gam Gadis adalah kembang negeri<br />Adat yo mahisa hira Adatnya, abang pelindungnya<br />Fira mina mi gogola Sakitnya si gadis itu<br />Marurano hira i nyinga Kasih si abang saja obatnya.<br />Dari ungkapan ini telah tergambar secara jelas bahwa masyarakat adat Ternate memandang nilai cinta kasih sesama manusia adalah diatas segala-galanya, yang tak ubahnya seperti jasad manusia, manakala salah satu dari anggota tubuh itu dicubit, maka semua bagian tubuh akan merasakan sakit, ( Amas Dinsie, ibid, 89-90). <br />Di daerah Jailolo Halmahera Barat ada filosofi Adili, Palihara, dan Diayi. Adili artinya perlakuan yang adil terhadap semua pihak. Palihara artinya memelihara satu dengan yang lain, membagi apa yang dimiliki, tanpa membedakan agama dan suku; Diayi artinya menjaga hubungan yang rukun, tanpa melihat agama mereka. <br />Rumah adat Sasadu. Sasadu merupakan wujud kongkrit dari budaya adat Sahu yang merupakan lambang kekuatan desa (Kagunga Tege-tege) berfungsi juga sebagai tempat pertemuan masyarakat desa pada waktu pesta adat dan pertemuan-pertemuan lainnya. Dalam pesta adat orang Sahu tergambar jelas kerukunan antar umat beragama. Dikatakan demikian karena dalam rumah adat ada sebuah meja khusus untuk orang luar/undangan dari segala macam suku dan agama. Keteraturan tempat duduk yang selalu dijaga, dimana setiap orang ada tempat duduknya sesuai dengan marga asalnya,umurnya dan fungsinya dalam masyarakat desa. <br />Dalam kehidupan bermasyarakat Sahu terdapat warisan tata krama sosial masyarakat berupa, Sere ie re gogasa : artinya cara membawa diri terhadap orang lain. Ede re bahasa : artinya berbahasa yang enak didengar. Ruku re cingari artinya berperangai yang santun.<br />Dalam prilaku sosial ada yang disebut dengan “bopapo” artinya tempat sandaran. Hal ini terjadi karena seseorang yang dalam pergaulan sehari-hari dipandang baik untuk dijadikan penopang hidup, maka orang tersebut dapat diajdikan bopapo.<br />Saudara "rasai" (saudara mengaku). Hal ini bisa terjadi karena orang tersebut dipandang baik dalam hidup sehari-hari maka kepadanya diperlakukan sebagai saudara kandung sendiri. (Lihat Makalah Charolis Djaawa: hal 2-3).<br />Adat ma toto agama. Artinya nilai-nilai adat yang diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari, memiliki substansi ajaran agama yang sangat kuat, sehingga nilai-nilai adat tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama.(Makalah Bupati Halmahera Barat).<br /><br />a. Potensi Konflik<br />Dari hasil dialog baik ditingkat provinsi maupun kabupaten dapat di identifikasi beberapa hal yang dapat menjadi potensi konflik yang muncul dalam kehidupan masyarakat di Maluku Utara, antara lain:<br />A. Masih ada luka-luka lama (trauma) dan sisa-sisa bangunan yang rusak akibat konflik yang pernah terjadi pada tahun 2000.<br />B. Fanatisme suku (sukuisme) yang sangat fanatik dan bersifat eksklusif, sangat membahayakan hubungan antar masyarakat, apalagi diantara suku-suku tersebut memeluk agama yang berbeda dengan suku-suku lainnya. <br />C. Kecemburuan Sosial akibat adanya penguasaan birokrasi oleh suku tertentu. Dalam kenyataan pejabat birokrasi di kantor pemerintahan didominasi oleh suku tertentu. <br />D. Kecemburuan juga muncul dibidang ekonomi, karena umumnya kegiatan di bidang ekonomi di dominasi oleh para pendatang.<br />E. Perkelahian anak-anak muda akibat mabuk-mabukan juga berpotensi memunculkan konflik, apalagi bila mereka yang berkelahi itu berbeda agama. <br />F. Fanatisme keagamaan yang sempit seperti mencap seseorang dengan istilah kafir, sesat bisa memunculkan konflik.<br />G. Kecurigaan antar kelompok, akibat tidak adanya trust (rasa saling percaya) bisa memunculkan konflik ( muncul istilah kristenisasi atau Islamisasi). <br />H. Pendirian tempat ibadah ditengah-tengah kelompok mayoritas sering menimbulkan protes dari masyarakat <br />I. Persaingan dalam memperebutkan jabatan di pemerintahan (Gubernur, Bupati, Walikota), apabila memanfaatkan komunitas agama dan suku dapat memunculkan konflik. Parahnya konflik tersebut terus berlangsung setelah selesainya pemilihan, dimana hal tersebut berimbas pula kepada para pendukungnya, dan dalam kegiatan keagamaan. <br />J. Beredarnya kaset yang berisikan hujatan terhadap agama tertentu bisa menimbulkan konflik antar agama. <br />K. Bantuan keagamaan yang tidak merata kepada semua agama dapat menimbulkan hubungan yang tidak harmonis antara umat beragama tertentu dengan pemerintah.<br />L. Pengangkatan pegawai negeri terutama guru agama yang tidak memperhatikan keterwakilan agama dan suku dapat memicu munculnya konflik.<br />M. Kesejahteraan masyarakat yang masih rendah, rentan terhadap munculnya konflik.<br />N. Tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, memungkinkan mudahnya dapat diprovokasi untuk berbuat anarkis.<br />O. Belum terwakilinya semua agama dalam kepengurusan FKUB, baik jumlah, komposisi dan keanggotaan, ditingkat provinsi maupun kabupaten.<br /><br />b. Rekomendasi<br />A. Perlu ada upaya bersama untuk mempercepat pemulihan (recovery) rasa/pengalaman traumatis akibat konflik pada tahun 2000.<br />B. Pemuka- pemuka agama harus memberikan contoh bagaimana menerapkan kehidupan yang harmonis diantara mereka yang berbeda agama, mengingat masyarakat Indonesia masih bersifat paternalistis. <br />C. Diharapkan agar para pemuka agama sering melakukan dialog dan mengkampanyekan hidup yang rukun ditengah-tengah masyarakat, dengan menyampaikan ajaran-ajaran agama yang bersifat kemanusiaan, persaudaraan, kesetaraan dan aksi sosial.<br />D. Kegiatan keagamaan tertentu diadakan diluar tempat ibadat dengan melibatkan masyarakat sekitar. Sebagai misal dalam memperingati hari ulang tahun tempat ibadat agama tertentu, diadakan pertandingan olahraga dengan melibatkan masyarakat setempat yang berbeda agama, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat membaurkan masyarakat. <br />E. Sering mengadakan silaturrahim diantara pemuka agama yang ada di Malauku Utara. Para pemuka agama mengadakan kunjungan ke desa-desa secara bersama-sama, disertai dengan program aksi<br />F. Agar kerukunan dapat terpelihara dengan baik diharapkan agar pemerintah derah memberikan perhatian dan bantuan yang sama kepada semua penganut agama sehingga tidak ada yang merasa dianak tirikan. <br />G. Bantuan keagamaan lebih diutamakan berupa dana beasiswa untuk meningkatkan kualitas SDM masyarakat setempat.<br />H. Agar FKUB dapat menjalankan tugas dan fungsinyanya dengan baik, perlu disediakan dana yang memadai melalui APBD maupun APBN.<br />I. Dalam mengangkat pejabat pemerintahan dan pegawai negeri perlu memperhatikan keterwakilan suku dan agama, dengan tetap memperhatikan profesionalitas dan prosedur yang berlaku, sehingga tidak ada kesan hanya didominasi oleh suku dan agama tertentu. <br />J. Dalam upacara-upacara keagamaan yang diadakan oleh pemerintah sebaiknya mengundang semua pemuka agama. <br />K. Diharapkan pemerintah mengadakan berbagai kegiatan yang melibatkan semua suku dan agama, seperti dalam peringatan HUT Kemerdekaan RI, HUT Provinsi, dan HUT Kabupaten dan Kota.<br />L. Supaya diadakan dialog antar pemuda yang berbeda agama untuk membangun rasa saling percaya (trust). <br />M. Ada program bacarita/ngobrol-ngobrol dengan masyarakat desa/ akar rumput (grassroote) tentang kerukunan umat beragama. <br />N. Mengadakan sosialisasi PBM dan pemelihraan kerukunan hidup beragama ke titik-titik daerah yang dianggap rawan.<br />O. Membangun visi dan missi bersama dalam membangun daerah. <br />P. Kantor Wilayah Departemen Agama perlu menindak lanjuti model dialog pengembangan wawasan multikultural ketingkat kabupaten, kecamatan dan desa, dengan mengikutsertakan semua potensi yang ada.<br />Q. Pemerintah daerah diharapkan mengeluarkan Perda tentang pelestarian nilai-nilai budaya lokal, dan merevitalisasinya dengan menyesuaikan dengan kondisi sekarang yang sedang berkembang.<br />R. Perlu diangkat perangkat bimas dan penyelenggara di tingkat provinsi dan kabupaten, bagi agama yang belum mempunyai aparat pelaksananya, dengan tetap memperhatiknan ketentuan dan peraturan yang berlaku.<br /><br /> Ternate, 30 Mei 2009Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2801355431934248608.post-8064643959345479392009-06-28T10:51:00.002+07:002009-06-28T10:54:44.312+07:00KERJASAMA ANTARUMAT BERAGAMA DI BERBAGAI DAERAH INDONESIAOleh<br />Nuhrison M.Nuh<br />Kustini<br /><br />I<br />PENDAHULUAN<br /><br />Kerjasama antarumat beragama di Indonesia selama ini telah terjalin relatif cukup baik, terutama dalam bidang-bidang di luar masalah agama, seperti dibidang politik, sosial, dan ekonomi. Sekelom¬pok orang dalam suatu partai politik berjuang dan bekerjasama untuk kemajuan partainya, meski mereka berbeda suku, ras, dan agama. Sekelom¬pok pemuda dalam Karang Taruna bekerjasama mensukseskan kegiatan Peringatan HUT Kemerdekaan RI tanpa mengindahkan perbedaan agama yang mereka anut. Demikian halnya di bidang ekonomi, kerjasama antar penganut agama yang berbeda seakan tak pernah menjadi penghalang. Hiruk pikuk pasar adalah bukti nyata hal ini, hampir dipastikan segala proses transaksi perdagangan dan proses take and give di sana sama sekali tidak memperhatikan faktor agama.<br />Dalam bidang agama, dibeberapa daerah, kerjasama semacam itu, pada umumnya berjalan baik. Di Manado, misalnya, ketika di suatu kampung sedang dibangun suatu gereja, maka umat Islampun turut membantu baik berupa tenaga maupun dana. Demikian sebaliknya, umat Kristianipun biasa memberikan bantuan bila ada pembangunan mesjid di lingkungan mereka. Di Jawa Timur, dalam malam perayaan Natal terdapat sejumlah pasukan Banser NU turut menjaga keamanan di sekitar gereja, dalam pelaksa¬naan hari raya umat Kristiani tersebut. Yang relatif baru dan lebih maju, sejak dikeluarkannya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006, kerjasama antarumat beragama bahkan dapat terwujud lebih nyata. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) menjadi wadah kerjasama antarumat beragama untuk bersama-sama memelihara keru¬kunan umat beragama dan menyelesaikan masalah-masalah intern dan antarumat beragama yang terjadi di lingkungan mereka, serta memberdayakan masyarakat.<br />Namun demikian di daerah-daerah lain kerjasama antarumat beragama tersebut belum bisa diwujudkan, bahkan terjadi hubungan yang kurang harmonis dan konflik. Menurut Nurcholish Madjid konflik yang terjadi diberbagai daerah di Indonesia, tingkat kekejamannya sulit diterima oleh akal sehat. Sekarang ini hubungan intern dan antarumat beragama di daerah tertentu diwarnai berbagai ketegangan, kecurigaan bahkan kebencian, karena persaingan tidak sehat, terbawa arus ephoria politik serta perebutan harta dan tahta. <br />Selama lima tahun (1996-2001) kerusuhan sosial dan keagamaan semakin menjadi gejala yang umum bagi perjalanan kehidupan bangsa Indonesia. Pada tahun 1996 tercatat beberapa kerusuhan besar dan berdimensi agama maupun sosial. Unsur pemicunya adalah masalah agama, seperti terjadi di Situbondo, Tasikmalaya, Pekalongan dan Purwakarta. Pada tahun berikutnya kerusuhan terjadi di Kerawang, kemudian terjadi di Ketapang dengan modus yang hampir sama, menggunakan isu agama sebagai cara untuk membuat kerusuhan. Pola mempertentangkan dan menggunakan agama ini kemudian muncul di Kupang. Pada bulan Januari 1999, menjelang hari raya Idul Fitri, perkelahian di desa Batu Merah Bawah dengan warga Batu Merah Atas, akhirnya memicu pergolakan hampir diseluruh Ambon yang kemudian terus berlanjut dan menyebar ke seluruh Provinsi Maluku. <br />Berdasarkan hasil penelitian Wahid Institute yang dilakukan dari bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juni 2008, sedikitnya telah terjadi 109 kasus keagamaan di Indonesia yang terbagi dalam enam kategori. Keenam kategori itu adalah (1) kasus-kasus terkait kekerasan berbasis agama 39 kasus, (2) kebebasan beragama dan berkeyakinan 28 kasus, (3) kebebasan menjalankan agama dan keyakinan 9 kasus, (4) isu hak sipil warga negara 8 kasus, (5) kebebasan berpikir dan berekspresi 11 kasus, dan (6) terkait isu-isu moralitas 14 kasus. <br />Kondisi ini menimbulkan pertanyaan, mengapa meskipun lembaga-lembaga interfaith dialog menjamur di mana-mana, hubungan antaragama dan kepercayaan di negeri ini masih diselimuti ketegangan, kecurigaan dan kekerasan. Adakah yang salah dalam mendesain dialog agama selama ini? Menurut Sumanto selama ini dialog dibangun hanya membicarakan persamaan-persamaan keagamaan karena hal ini dianggap bisa menjadi perekat, dasar, dan fondasi untuk membangun hubungan antarumat beragama yang harmonis dan peaceful. Menjadikan persamaan dan communalities sebagai basis dialog agama adalah perlu tetapi membicarakan perbedaan, sekali lagi dengan sikap elegan, saling menghargai, dan komitmen yang tulus untuk mencari “pemahaman dari dalam”, juga sangat vital dalam desain dialog agama. Selama ini memang telah dilakukan upaya penyingkapan perbedaan-perbedaan keagamaan dan keberagamaaan itu. Akan tetapi hal itu dilakukan dalam format monolog atau, kalau tidak, “debat kusir” yang diringi sikap sinisme dan semangat penuh kebencian untuk menjatuhkan kelompok keagamaan lain disatu sisi dan meneguhkan kebenaran dan superioritas kelompok keagamaannya sendiri dipihak lain. Model dialog semacam ini tentu saja kontra produktif dengan spirit dialog agama itu sendiri.<br />Defenisi dialog agama bukan terbatas pada perkataan melainkan juga perbuatan, misalnya tindakan antarkelompok agama untuk melakukan aksi-aksi kemanusiaan seperti kolaborasi lintas agama untuk menangani kemiskinan, konflik kekerasan, kelaparan, bencana alam, pengungsian dan lain sebagainya. Model dialog agama ini oleh Mohamed Abu-Nimer, Direktur Salaam Institute of Peace di washington DC, disebut sebagai humanity model sementara Leo Swider seorang sarjana dan praktisi dialog agama menyebutnya sebagai practice model (selanjutnya lihat David Smock, ed, Interfaith Dialogue and Peacebuilding).<br />Menurut Sumanto dialog agama jenis ini mampu mentransformasi para pengikut agama yang semula sangat keras, fanatik, konservatif, inward-looking, close-minded, ethnocentric, dan militan kemudian menjadi lunak, terbuka, open-minded, outward-looking, toleran dan berwatak pluralis. Mereka yang semula saling membenci, mencurigai, dan antipati bisa berubah saling menghargai, mencintai dan empati satu sama lain. Mereka sadar bahwa jalan kekerasan dan watak konservatisme yang mereka tempuh hanyalah membuahkan sikap permusuhan, malapetaka, dan bencana kemanusiaan belaka. <br />Uraian di atas menunjukkan, kerjasama boleh saja terjadi, namun belum seutuhnya dilandasi oleh kesadaran dan keikhlasan untuk bekerjasama. Kesediaan bekerjasama yang sejati memang meniscayakan adanya sikap keberagamaan yang kondusif dan tingkat keper¬cayaan (trust) yang tinggi terhadap ‘pihak lain’ yang berbeda. Sikap keberagamaan tersebut merupakan hal yang bersifat internal-bathini yang kemudian terwujud secara nyata dalam sikap. Sedangkan tingkat kepercayaan/trust lebih merupakan kepercayaan penuh kepada pihak lain dan tanpa melandaskan pada pengalaman masa lalu. Dalam konteks kerjasama antarumat beragama, sikap keberagamaan seseorang akan mempengaruhi tindakannya terhadap pihak lain yang berbeda agama, sedangkan trust akan mengukur sejauhmana pihak lain yang berbeda agama itu dapat dipercayai, sehingga dapat dilakukan kerjasama diantara mereka yang berbeda agama tersebut. Selain itu kerjasama antar umat beragama juga dipengaruhi oleh karakteristik individu dan status sosial ekonomi seseorang. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa karakteristik individu, status sosial ekonomi, sikap keberagamaan dan tingkat keper¬cayaan (trust) seseorang terhadap ‘pihak lain’ ditengarai dapat mempengaruhi kerjasama antarumat beragama.<br />Melihat fenomena sosial seperti diuraikan di atas, maka perlu diadakan penelitian untuk mengetahui sejauhmana Karakteristik individu, status sosial ekonomi, sikap keber¬aga¬maan dan kepercayaan (trust) dapat mempengaruhi kerja¬sama antarumat beragama. Kajian seperti ini sangat penting dilakukan, dalam upaya untuk meningkatkan kerukunan hidup umat beragama dari hanya sekedar bersifat pasif (toleran), menjadi kerukunan yang berwajah dinamis (mampu bekerjasama). Selain itu penelitian ini dilakukan dalam upaya mencari solusi terhadap berbagai konflik yang muncul diberbagai daerah, berupa langkah-langkah pencegahan dan pemeliharaan demi terciptanya kerukunan umat beragama yang sesungguhnya. <br />Berdasarkan uraian diatas dapat diidentifikasi masalah yang berpengaruh terhadap kerjasama antarumat beragama. Secara umum faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kerjasama antarumat beragama tersebut. Hal ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: (1). Apakah karakteristik seseorang memiliki hubungan dengan kerjasama antarumat beragama?, (2). Apakah penguasaan informasi berpengaruh terhadap kerjasama antarumat beragama?, (3). Apakah status sosial ekonomi seseorang berpengaruh terhadap kerjasama antarumat beragama?, (4). Apakah sikap keberagamaan seseorang berpengaruh terhadap kerjasama antarumat beragama?, (5). Apakah tingkat kepercayaan (trust) seseorang berpengaruh terhadap kerjasama antarumat beragama?,(6). Apakah kondisi geografis berpengaruh terhadap kerjasama antarumat beragama?, (7). Apakah kultur masayarakat berpengaruh terhadap kerjasama antarumat beragama?, (8). Apakah transformasi budaya seseorang berpengaruh terhadap kerjasama antarumat beragama?, (9). Apakah akses informasi dan keadaan sosial ekonomi berpengaruh terhadap eksklusifitas?, (10). Apakah akses informasi dan keadaan sosial ekonomi berpengaruh terhadap Inklusifitas?, (11). Apakah akses informasi dan keadaan sosial ekonomi berpengaruh terhadap trust berdimensi ekspektasi?, (12). Pengaruh akses informasi dan keadaan sosial ekonomi terhadap trust berdimensi hubungan sosial?, (13). Apakah akses informasi, keadaan sosial ekonomi, sikap keberagamaan, dan trust berpengaruh terhadap kerjasama antarumat beragama?<br />Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, maka penelitian ini dibatasi pada masalah-masalah hubungan antara karakteristik individu dengan sikap keberagamaan, karakteristik individu dengan tingkat kepercayaan (Trust). Selanjutnya, pengaruh akses informasi dan keadaan sosial ekonomi terhadap eksklusifitas, akses informasi dan keadaan sosial ekonomi terhadap Inklusifitas, akses informasi dan keadaan sosial ekonomi terhadap trust berdimensi ekspektasi, akses informasi dan keadaan sosial ekonomi terhadap Trust berdimensi hubungan sosial, akses informasi, keadaan sosial ekonomi, sikap keberagamaan, dan trust terhadap kerjasama antarumat beragama<br />Berdasarkan identifikasi masalah diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: (1). Apakah karakteristik individu mempunyai hubungan dengan sikap keberagamaan, (2). Apakah karakteristik individu berhubungan dengan tingkat kepercayaan (Trust), (3). Apakah akses informasi dan status sosial ekonomi berpengaruh terhadap eksklusifitas, (4). Apakah akses informasi dan status sosial ekonomi berpengaruh terhadap Inklusifitas, (5). Apakah akses informasi dan status sosial ekonomi berpengaruh terhadap trust berdimensi ekspektasi, (6). Apakah akses informasi dan status sosial ekonomi berpengaruh terhadap Trust berdimensi hubungan sosial, (7). Apakah akses informasi, status sosial ekonomi, sikap keberagamaan, dan trust berpengaruh terhadap kerjasama antarumat beragama?<br /> Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh insformasi tentang karakteristik individu, status sosial ekonomi, sikap keberagamaan, tingkat kepercayaan (trust) dalam kaitannya dengan kerjasama antar umat beragama. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:<br />1. Hubungan karakteristik individu dengan sikap keberagamaan<br />2. Hubungan karakteristik Individu dengan tingkat kepercayaan (Trust)<br />3. Pengaruh akses informasi dan status sosial ekonomi terhadap eksklusifitas<br />4. Pengaruh akses informasi dan status sosial ekonomi terhadap Inklusifitas<br />5. Pengaruh akses informasi dan status sosial ekonomi terhadap trust berdimensi ekspektasi<br />6. Pengaruh akses informasi dan status sosial ekonomi terhadap Trust berdimensi hubungan sosial<br />7. Pengaruh akses informasi, status sosial ekonomi, sikap keberagamaan, dan trust terhadap kerjasama Antarumat Beragama. <br />Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna, antara lain: secara teoritis akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memper¬kaya khazanah kepustakaan kerukunan umat beragama, khususnya mengenai pengaruh karakteristik individu, status sosial ekonomi, sikap keber¬agamaan dan tingkat kepercayaan (trust) seseorang terhadap kerjasama antarumat beragama. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi referensi bagi penelitian lebih lanjut tentang kerjasama antarumat beragama.<br />Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pimpinan Departemen Agama, khususnya Pusat Keru¬kunan Umat Beragama dan Puslitbang Kehidupan Keagamaan dalam upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama, khususnya dalam meningkatkan kerjasama antarumat beragama.<br /> <br /><br />II<br />KERANGKA TEORITIS<br />A. Deskripsi Teoritis<br />1. Tingkat Kerjasama<br />Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kerjasama adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang untuk mencapai tujuan bersama.Kerjasama merupakan suatu bentuk proses sosial yang didalamnya terdapat persekutuan antara orang per orang atau kelompok manusia untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama dapat juga terjadi karena orientasi individu terhadap kelompoknya sendiri atau kelompok lain. Menurut C.H. Cooly, kerjasama akan timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian diri sendiri untuk memenuhi kepentingan itu. <br />Kerjasama akan menimbulkan asimilasi yaitu suatu proses yang ditandai dengan adanya usaha mengurangi perbedaan yang terdapat pada perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga berusaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama. <br />Dalam masyarakat yang plural dari segi identitas agama, maka kerjasama, seperti halnya konflik, menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari. Kerjasama sehari-hari terjadi dalam bentuk interaksi yang sederhana dan rutin antar anggota kedua kelompok. Kerjasama ini terjadi dalam bentuk kunjungan antar tetangga, makan bersama, pesta bersama, mengizinkan anak-anak untuk bermain, saling membantu antar tetangga dan lain-lain. Sementara kerjasama asosiasional terjadi dalam kelompok-kelompok yang lebih terorganisir seperti asosiasi bisnis, organisasi profesional, perkumpulan olah raga, atau perkumpulan antar anggota partai politik tertentu. Seiring dengan dinamika masyarakat, Varshney mengindikasikan bahwa pada masyarakat modern atau masyarakat perkotaan, kerjasama sehari-hari semakin sulit dilakukan. Oleh karena itu, kerjasama asosiasional menjadi pilihan untuk lebih mendekatkan hubungan antar kelompok masyarakat termasuk antar agama. <br />Secara sosiologis, seseorang akan melakukan berbagai tindakan, termasuk tindakan dalam bentuk kerjasama, dengan mengarah kepada suatu tujuan tertentu dan tujuan itu ditentukan oleh nilai atau pilihan (preferensi). Dengan menganalogikan kepada teori ekonomi, Coleman (dalam Ritzer dan Goodman, 2003, 427) seorang aktor hampir selalu berperilaku rasional dalam arti memilih tindakan yang dapat memaksimalkan kegunaan atau yang memuaskan keinginan dan kebutuhannya. Melalui teori pilihan rasional (rational choice theory) Coleman melihat ada dua unsur utama dalam setiap pilihan tindakan manusia yaitu aktor dan sumber daya. Sumber daya adalah sesuatu yang menarik perhatian dan yang dapat di kontrol oleh aktor. Interaksi minimal antara dua actor dan sumber daya pada akhirnya dapat membentuk system sosial. <br />2. Karakteristik Individu dan Status Sosial Ekonomi<br />Pemikiran Weber mengenai struktur sosial, atau lebih khususnya sistem stratifkasi sosial memiliki kesamaan dengan Marx. Hanya saja, Weber menambahkan aspek status dan power dalam menganalisis kelas sosial dalam struktur masyarakat, disamping faktor ekonomi yang disebutnya sebagai privelese. (Bendix dan Lipset, 1968:21-27). Kelompok status merupakan penggolongan individu dalam lapisan sosial berdasarkan penghormatan atau prestise (prestige), seperti yang dinyatakan dalam gaya hidup mereka. Sedangkan dimensi kekuasaan dicerminkan dari kesempatan seseorang untuk melakukan keinginannya dalam tindakan komunal. Dengan kata lain susunan lapisan sosial yang berdasarkan dimensi kekuasaan dipandang dari segi adanya kesempatan untuk memperoleh atau mewujudkan keinginan, yang tidak sama bagi setiap individu. Lebih lanjut, beberapa pendapat dan hasil penelitian mengkaitkan ketiga aspek struktural tersebut di atas, ternyata berhubungan secara signifikan dengan karakteristik individu anggota sistem sosial itu. Oleh sebab itu karakteristik individu dan status sosial ekonomi seseorang berpengaruh terhadap kerjasama.<br />2. Sikap Keberagamaan<br />Raimundo Panikkar (1994), sosiolog-teolog asal India, menggo¬long¬kan tiga macam sikap keber¬¬agamaan yaitu:(1) Eksklusivisme. Sikap ini cenderung memutlakkan kebenaran penda¬patnya (dalam hal ini agamanya) sendiri, dengan meniadakan sama sekali akan kebenaran di luar agamanya. Sikap seperti ini tentu saja tidak menguntungkan bagi kerukunan dan kerjasama antarumat beragama. (2) Inklusivisme. Sikap ini cenderung untuk menginterpretasikan kem¬bali teks-teks keagamaan, sehingga interpretasi tersebut tidak hanya cocok tetapi juga dapat diterima. Tegasnya, ia meyakini agamanya yang paling benar, tetapi dalam waktu bersamaan ia mengakui agama-agama uga boleh jadi memiliki kebenaran, dan ia tidak memper¬masalahkan adanya agama-agama lain tersebut.(3) Paralelisme/pluralisme. Sikap ini memandang agama sebagai sesuatu yang jauh dari sempurna, namun juga agama dipahami sebagai simbol dari jalan yang benar. Tegasnya, sikap ini memandang agama yang dipeluknya adalah benar dan agama lainnya juga memiliki kebenarannya masing-masing. <br />Sementara itu, Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menyebut ada lima tipologi sikap keberagamaan, yakni: eks¬klusivisme, inklusivisme, pluralisme, eklektivisme, dan univer¬salisme. Kelima tipologi ini tidak berarti masing-masing lepas dan terputus dari yang lain dan tidak pula permanen, tetapi lebih tepat dikatakan sebagai sebuah kecenderungan menonjol, mengingat setiap agama maupun sikap keberagamaan senantiasa memiliki potensi untuk melahirkan kelima sikap di atas. Kelima sikap keberagamaan itu ialah: (1) Eksklusivisme. Sikap ini akan melahirkan pandangan bahwa ajaran yang paling benar hanyalah agama yang dipeluknya, sedangkan agama lain sesat dan wajib dikikis, atau pemeluknya dikonversi, sebab agama dan penganutnya terkutuk dalam pandangan Tuhan. (2) Inklusivisme. Sikap ini berpandangan bahwa di luar agama yang dipeluknya juga terdapat kebenaran, meskipun tidak seutuh atau sesempurna agama yang dianutnya. Di sini masih didapatkan toleransi teologis dan iman. (3) Pluralisme atau Paralelisme. Sikap teologis paralelisme bisa ter¬ekspresi dalam macam-macam rumusan, misalnya: agama-agama lain adalah jalan yang sama-sama sah untuk mencapai kebenaran yang sama; agama-agama lain berbicara secara berbeda, tetapi merupakan kebenaran-kebenaran yang sama sah; atau, setiap agama mengekspre¬sikan bagian penting sebuah kebenaran. (4) Eklektivisme. Yakni sikap keberagamaan yang berusaha memilih dan mempertemukan berbagai segi ajaran agama yang dipandang baik dan cocok untuk dirinya sehingga format akhir dari sebuah agama menjadi semacam mozaik yang bersifat eklektik. (5) Universalisme. Sikap ini beranggapan bahwa pada dasarnya semua agama adalah satu dan sama. Hanya saja, karena faktor historis-antropologis, agama lalu tampil dalam format plural. <br />Dari berbagai teori yang dikemukakan diatas dalam penelitian ini hanya digunakan dua saja sikap keberagamaan dari Raimundo Panikkar, yaitu sikap keberagamaan yang eksklusif dan sikap keberagamaan yang inklusif. Hal ini dengan pertimbangan bahwa sikap keberagamaan pluralisme atau paralelisme hampir sama dengan sikap keberagamaan yang inklusif.<br />3. Tingkat Kepercayaan (Trust)<br />Konsep trust merujuk kepada pendapat Lawang (2005:45-61), yang mengemukakan inti kepercayaan ataupun rasa saling percaya antar manusia senyatanya terdiri dari tiga hal yang saling terkait yaitu menyangkut hubungan sosial antara dua orang atau lebih. Selain itu kepercayaan mengandung adanya harapan menunjuk pada suatu yang akan terjadi di masa datang, dan hal ini berhubungan dengan sesuatu yang menjadi cita-cita untuk dicapai. Terakhir, inti rasa saling percaya itu adalah adanya tindakan sosial atau interaksi sosial sebagai buah dari rasa saling percaya. Dengan demikian maka tingkat kepercayaan yang dimaksudkan adalah hubungan antara dua pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial.<br />Lebih lanjut dikemukakan, bahwa tingkat kepercayaan mengandung hubungan timbal balik. Hal ini senada dengan yang diutarakan oleh Fukuyama (1995), bahwa sepanjang ada rasa saling percaya dalam perilaku hubungan kekerabatan maka akan terbangun prinsip-prinsip pertukaran atau resiprositas. Menurutnya, rasa percaya merupakan landasan bagi perilaku moral dimana kapital sosial dibangun. Sementara, membangun rasa saling percaya adalah suatu proses yang sejak awal sudah ada dalam suatu keluarga. Kemudian rasa percaya itu berkembang menjadi suatu landasan berperilaku dalam hubungan kekeluargaan yang akan memunculkan prinsip-prinsip resiprositas (Fukuyama, 1995). Lebih lanjut, rasa percaya akan memudahkan terbangun dan terjalinnya kerja sama.<br />A. Review Studi-Studi Terdahulu <br />Studi tentang kerjasama antarumat umat beragama melalui pendekatan kuantitatif sejauh ini belum banyak dilakukan. Diantara sedikit penelitian yang pernah dilakukan antara lain bisa disebut Fu Xie, Asuthos Varshney, Tim dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS dan Kusumadewi.<br />Dalam rangka menyusun disertasinya, Fu Xie (2006) melakukan penelitian tentang Hubungan Antara Orang Kristen dan Islam dalam Masyarakat Sipil: Studi di Kota Sukabumi dan Kota Bandung. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Variabel dependen dalam penelitian adalah: perilaku inklusif, sikap inklusif, dan trust terhadap orang dari agama lain. Sedangkan variabel independen dikelompokkan ke dalam tiga tingkat yaitu: (1) identitas dan interaksi sehari-hari yang termasuk dalam tingkat mikro, (2) interaksi asosiasional yang mewakili tingkat meso, dan (3) pengaruh negara (state) yang merupakan tingkat makro. <br />Temuan penelitian antara lain menyatakan bahwa: (1) Orang Kristen sebagai kelompok minoritas di kedua kota yang diteliti, lebih berperilaku inklusif dibandingkan dengan orang Islam. (2) di kota kecil (Sukabumi) semakin tinggi perilaku inklusif seseorang maka semakin tinggi sikap inklusif maupun tingkat trust terhadap agama lain; namun demikian hal itu tidak berlaku di kota besar seperti Bandung. (3) di kota besar, seorang yang aktif di organisasi non-agama akan mempunyai trust terhadap agama lain yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak. (4) di kota besar seperti Bandung anggota dari kelompok minoritas (seperti Kristen) akan kurang menonjolkan identitas kekristenannya dan lebih menonjolkan identitas yang lain. (5) di kota besar seperti Bandung seseorang yang memiliki identitas yang kuat akan lebih inklusif dibandingkan dengan yang lain. Namun hal ini tidak berlaku di kota kecil seperti Sukabumi. (6) Untuk orang Islam, semakin tinggi mobilitas seseorang maka semakin tinggi juga perilaku maupun sikap inklusifnya, namun hal ini tidaklah berlaku untuk orang Kristen. <br />Lucia Ratih Kusumadewi (1999) dalam rangka penulisan skripsinya telah melakukan penelitian dengan judul: “Sikap Toleransi Beragama di Kalangan Mahasiswa”: Studi di Tiga Perguruan Tinggi di Jakarta. Tujuan penelitian tersebut adalah: (1) mendeskripsikan kecenderungan sikap keberagamaan dan tolerasni beragama di kalangan mahasiswa; (2) menganalisis dan mendiskusikan hubungan antara toleransi beragama dengan sikap keberagamaan; (3) menganalisis dan mendiskusikan hubungan antara sikap keberagamaan dengan komunitas kampus; dan (4) menganalisis dan mendiskusikan hubungan antara sikap keberagamaan dengan agama.<br />Dengan menggunakan metode kuantitatif, dan pengumpulan data melalui survey, Kusumadewi menyimpulkan bahwa mahasiswa yang termasuk kalangan terdidik memiliki kecenderungan sikap keberagamaan yang pluralis dalam arti menghargai kebenaran-kebenaran lain di luar kebenaran agamanya. Berbagai faktor turut mempengaruhi terjadinya kondisi ini antara lain faktor agama dan komunitas kampus. Agama merupakan faktor dominan yang memiliki andil besar dalam pembentukan sikap keberagamaan yang pada gilirannya sikap ini kemudian mempengaruhi terciptanya toleransi pada tingkat tertentu. Sedangkan faktor komunitas kampus disimpulkan tidak memiliki pengaruh yang signifikan. <br />Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, melalui Direktorat Agama dan Pendidikan, Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan, melakukan Kajian dengan judul: ”Peran Lembaga Sosial Keagamaan Dalam Pengembangan Wawasan Multikulturalisme”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab sejumlah pertanyaan penting tentang Pemikiran, Sikap, dan Prilaku Elit Keagamaan Yang Mewakili Lembaga Sosial Keagamaan Menyangkut Isu-Isu Sekitar Multikiulturalisme. Multikulturalisme dirumuskan ke dalam sejumlah konsep operasional, yakni toleransi, demokrasi, pendidikan, kesetaraan gender dan sejumlah isu penting lainnya. Diantara hasil kajian tersebut, yang berkaitan dengan Toleransi Sosial dan Keagamaaan diperoleh hasil sebagai berikut: 100% responden tidak keberatan bertetangga dengan orang yang berbeda suku atau ras. 91,67% responden tidak keberatan bila tetangga berbeda agama mengadakan acara keagamaan mereka. 100% responden tidak keberatan jika mereka yang berbeda agama memberi bantuan ke lembaga-lembaga Islam (madrasah, Mesjid dsb) atau sebaliknya jika orang Muslim membantu lembaga-lembaga non Islam (Gereja, Pura dll). Sebagian besar responden (86,67%) tidak setuju dengan tindakan seseorang/sekelompok orang menutup atau merusak rumah ibadah kelompok lain dengan alasan apapun. 100 % responden tidak setuju dengan tindakan seseorang/sekelompok orang untuk menyerang kelompok agama lain (seperti Kasus Ahmadiyah) dengan alasan apapun. Dan 100% responden tidak setuju dengan tindakan seseorang/sekelompok orang untuk melakukan pemboman terhadap orang-orang asing (Bom Bali) atau fasilitas yang diyakini sebagai bentuk kepentingan asing (Bom Mariot atau Kedubes Australia) dengan alasan apapun. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa tingkat toleransi warga masyarakat sudah tergolong tinggi dan sangat kondusif untuk terciptanya kerukunan. <br />Studi di luar negeri yang patut dicermati telah dilakukan oleh Ashutosh Varshney di India terhadap hubungan yang terjadi antara orang Hindu dan Islam. Penelitian yang dilakukan di 68 kota di India, kemudian mengkaji pengaruh dari interaksi sehari-hari (everyday interaction) dan interaksi asosiasional (associational interaction) dalam masyarakat sipil (civil society). Melalui survey, studi dokumen, dan wawancara mendalam, Varshney menunjukkan bahwa pada masyarakat perkotaan interaksi asosiasional lebih efektif dibandingkan dengan interaksi sehari-hari. <br />C.Kerangka Berpikir.<br />Faktor-faktor yang ditengarai mempengaruhi seseorang bersedia atau tidak bersedia untuk melakukan kerjasama adalah karakteristik individu, status sosial ekonomi, sikap keberagamaan dan tingkat kepercayaan/trust terhadap umat beragama lain.<br />1. Hubungan Karakteristik Individu dengan Sikap Keberagamaan,<br />Karakteristik individu merupakan ciri khas dari seorang individu. Karakter individu ditentukan oleh berbagai faktor antara lain tingkat pendidikan yang dia capai, pengetahuan agama yang dia peroleh, lokasi dimana dia tinggal, dan latar belakang pekerjaan. Sedangkan sikap keberagamaan adalah sikap seseorang terhadap orang lain dalam hal yang berkaitan dengan agama. Sikap keberagamaan itu bisa terwujud berupa dapat menerima keberadaan orang yang beragama lain (inklusif), atau dia menolak keberadaan penganut agama lain (ekslusif). Sikap keberagamaan seseorang dapat dipengaruhi oleh karakteristik individu. Bagi seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang cukup tinggi, pengetahuan agama yang mendalam, tinggal dalam budaya yang terbuka, dan mempunyai pekerjaan yang memadai, diperkirakan akan memiliki hubungan dengan sikap keberagamaannya terhadap orang lain, demikian pula sebaliknya, mereka yang berpendidikan rendah, memiliki pengetahuan agama yang sempit, berasal dari budaya yang tertutup, dan tidak memiliki pekerjaan yang tetap akan mempunyai hubungan yang berbeda nyata dalam masalah sikap keberagamaan. Oleh sebab itu dalam penelitian ini diasumsikan bahwa karakteristik individu mempunyai hubungan dengan sikap keberagamaan.<br />2. Hubungan Karakteristik Individu dengan Tingkat Kepercayaan (Trust).<br />Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa karakteristik individu ditentukan oleh berbagai faktor seperti tingkat pendidikan yang diperoleh, pengetahuan agama yang dimiliki, lokasi dimana mereka tinggal (setting budaya), dan latar belakang pekerjaan. Sedangkan tingkat kepercayaan adalah sejauh mana seseorang yang berbeda agama itu dapat dipercaya. Seseorang yang mempunyai pendidkan yang tinggi, akan selalu menggunakan rasionya dalam mengadakan kontak dengan orang lain, oleh sebab itu mereka yang berpendidikan tinggi akan selalu berpikir positif thingking terhadap orang lain, sehingga tidak gampang curiga terhadap orang lain. Demkian pula seseorang yang memiliki pengetahuan agama yang luas, tidak mudah curiga terhadap penganut agama lain, sehingga mudah untuk memiliki trust terhadap orang yang berbeda agama. Faktor budaya dan pekerjaan juga mempunyai hubungan dengan trust. Di Manado umpamanya karena adanya budaya yang terbuka dan semboyan Torang Samua Basudara sangat mudah memunculkan trust diantara mereka yang berbeda agama. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa karakteristik individu mempunyai hubungan dengan tingkat kepercayaan (Trust).<br />3. Pengaruh Akses Informasi dan Status Sosial Ekonomi Terhadap Eksklusivitas dan Inklusivitas.<br /> Akses informasi adalah kemudahan/ kemampuan seseorang untuk menyerap informasi dari berbagai sumber, seperti surat kabar, majalah, radio dan televisi. Bagi mereka yang mempunyai kemudahan untuk menyerap informasi maka mereka akan kaya terhadap berbagai informasi yang diperolehnya dari berbagai sumber tersebut. Kekayaan informasi yang dimilikinya tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat eksklusivitas sikap keberagamaannya. Diperkirakan mereka yang sangat sedikit menyerap informasi akan mempunyai sikap keberagamaan yang eksklusive, sebab mereka kurang mengenal akan keberadaan kelompok lain. Demikian pula mereka yang mempunyai status sosial ekonomi yang tergolong menengah keatas, akan banyak bergaul dengan orang dari berbagai suku dan agama yang berbeda, dengan demikian diharapkan mereka dapat menerima keberadaan orang lain yang berbeda. Tetapi sebaliknya bagi mereka yang tingkat status sosial ekonominya tergolong rendah, pergaulannya terbatas pada kelompok yang berada disekitarnya, sehingga cendrung untuk bersikap hati-hati terhadap keberadaan kelompok lain, sehingga sikap keberagamaannya cendrung bersifak eksklusive.<br />5. Pengaruh Akses Informasi dan Status Sosial Ekonomi Terhadap Trust Berdimensi Ekspektasi.<br />Akses informasi dan status sosial ekonomi diasumsikan mempunyai pengaruh terhadap trust berdimensi ekspektasi. Setiap orang akan mempunyai kepercayaan terhadap orang lain bila orang tersebut diperkirakan akan memberikan keuntungan baginya atau kedua belah pihak, Harapan akan keberuntungan itu akan muncul melalui informasi yang diperolehnya, dan status sosial ekonomi orang yang berinteraksi dengannya. Dengan status sosial ekonomi yang memadai dimiliki oleh seseorang, ia akan dengan mudah dipercaya bila ia ingin meminjam sesuatu barang yang berharga, karena dengan harapan kalau terjadi sesuatu terhadap barang yang dipinjamnya dia akan mampu untuk menggantinya. Lain halnya terhadap mereka yang eknominya tergolong rendah, seseorang akan merasa ragu-ragu untuk meminjamkan barang berharga milikinya,sebab kalau terjadi sesuatu, orang tersebut tidak mampu untukmenggantinya.<br />6. Pengaruh Akses Informasi dan Status Sosial Ekonomi Terhadap Trust Berdimensi Hubungan Sosial.<br />Akses informasi dan status sosial ekonomi diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap trust berdimensi hubungan sosial. Hubungan sosial dalam masyarakat yang semakin maju, sulit untuk dihindari. Oleh sebab itu perlu ditumbuhkan trust yang berdimensi hubungan sosial. Untuk dapat menumbuhkan trust yang berdimensi hubungan sosial, maka akses informasi terhadap berbagai kelompok perlu dibuka dengan lebar. Demikian pula kesenjangan ekonomi diantara penduduk perlu dibatasi, agar tidak muncul kecemburuan sosial. Kecemburuan sosial akan menghilangkan trust terhadap kelompok lain.<br />7. Pengaruh Akses Informasi, Status Sosial Ekonomi, Sikap Keberagamaan, Dan Trust Terhadap Kerjasama Antarumat Beragama.<br />Variabel inti dari penelitian ini adalah Kerjasama antarumat beragama. Kerjasama antarumat beragama tersebut dipengaruhi oleh tingkat akses informasi, keadaan sosial ekonomi, sikap keberagamaan dan trust, Akses informasi diasumsikan mempunyai pengaruh terhadap kerjasama. Informasi yang kurang memadai terhadap kelompok lain yang berbeda agama, sering menimbulkan kecurigaan dan issu-issu yang kurang menguntungkan. Dikalangan umat Islam umpamanya, dengan munculnya banyak gereja disuatu daerah sering dimunculkan issu Kristenisasi, hal itu disebabkan kurangnya informasi tentang keberadaan aliran-aliran keagamaan didalam agama Kristen. Dimana diantara aliran-aliran tersebut tidak dapat menggunakan gereja yang sama untuk beribadah, berbeda dengan umat Islam bisa beribadah di masjid mana saja dia mau. Kurangnya informasi tersebut antara lain berpengaruh terhadap kerjasama antarumat beragama.<br />Status sosial ekonomi seseorang diperkirakan berpengaruh terhadap kerjasama antarumat beragama. Seseorang yang mempunyai status sosial ekonomi yang memadai, dalam menjalankan roda perekonomiannya, cendrung untuk berhubungan dengan orang lain yang berbeda baik suku maupun agama. Begitu pula seseorang yang memiliki usaha tertentu, biasanya merekrut pegawai yang profesional dengan tanpa melihat latar belakang agamanya. Oleh sebab itu diperkirakan status sosial ekonomi seseorang berpengaruh terhadap kerjasama antar umat beragama.<br />Sikap keberagamaan diasumsikan mempunyai pengaruh terhadap kerjasama antarumat beragama. Seseorang untuk dapat bekerjasama dengan orang lain, didorong oleh sikapnya terhadap orang atau kelompok tersebut. Kalau sikapnya tidak menghargai orang atau kelompok lain, maka sudah barang tentu akan sulit untuk menciptakan kerjasama diantara mereka. Sebaliknya bila seseorang mempunyai sikap terbuka, tolerans dan menghargai orang atau kelompok lain, maka sangat terbuka untuk membangun kerjasama diantara mereka yang berbeda agama. Maka kerjasama tersebut dapat diwujudkan, tergantung pada sikap keberagamaan seseorang.<br />Kerjasama antarumat beragama dapat tercipta bila diantara mereka terdapat rasa saling percaya. Bila rasa saling percaya itu belum tumbuh pada masing-masing kelompok agama, sangat sukar untuk menciptakan kerjasama antar umat beragama. Untuk menumbuhkan rasa saling percaya tersebut, perlu dilakukan semacam dialog, seminar, temu karya, untuk membicarakan hal-hal yang kemungkinan dapat dikerjasamakan. Dalam kerjasama rasa saling percaya itu sangat diperlukan. Oleh sebab itu diasumsikan bahwa trust mempunyai pengaruh terhadap kerjasama antarumat beragama. Dengan demikian, kerangka peneltian dapat digambarkan seperti berikut:<br /><br /><br /><br /><br /> <br />Gambar 1. Kerangkan Pikir Penelitian<br /><br />B. Hipotesis Penelitian<br />Hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:<br />1. Terdapat hubungan karakteristik Individu dengan sikap keberagamaan, <br />2. Terdapat hubungan karakteristik Individu dengan tingkat kepercayaan (Trust) <br />3. Terdapat pengaruh akses informasi dan status sosial ekonomi terhadap eksklusivitas <br />4. Terdapat pengaruh akses informasi dan status sosial ekonomi terhadap Inklusivitas <br />5. Terdapat pengaruh akses informasi dan status sosial ekonomi terhadap trust berdimensi ekspektasi<br />6. Terdapat pengaruh akses informasi dan status sosial ekonomi terhadap Trust berdimensi hubungan sosial<br />7. Terdapat pengaruh akses informasi, status sosial ekonomi, sikap keberagamaan, dan trust terhadap kerjasama antarumat beragama<br /> <br /><br />III<br />METODOLOGI<br />A. Metode dan Pendekatan Penelitian<br />Penelitian ini berpegang kepada asumsi ontologis bahwa realitas sosial yang diteliti dipandang tunggal yakni memfokuskan topik penelitian kepada kerjasama antarumat beragama. Sementara secara epistimologi, penelitian ini memandang subyek dan realitas sosial yang diteliti secara obyektif dengan menggunakan metode kuantitatif dan didekati dengan melakukan survai.<br />B. Tempat dan Waktu Penelitian <br />Penelitian ini dilaksanakan di 6 lokasi, yaitu: 1. Medan, Sumatera Utara; 2. Palu, Sulawesi Tengah; 3. Bandung, Jawa Barat; 4. Semarang, Jawa Tengah; 5. Bandar Lampung, Lampung; dan 6. Singkawang, Kalimantan Barat. Pemilihan 6 lokasi ini dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut pernah terjadi konflik ( Kalimantan Barat dan Sulawesi Tengah) dan daerah yang belum pernah terjadi konflik, selain itu juga didasari pertimbangan bahwa daerah tersebut memiliki komposisi jumlah penganut agama yang beragam, sehingga dimung¬kinkan terjadi interaksi dan kerjasama antarumat beragama. Untuk menyamakan pemahaman terhadap materi kuesioner, enumerator diberikan pembekalan (coaching) dilanjutkan dengan uji coba kuesioner (try-out) di Purwakarta, Jawa Barat. Uji coba (try-out ) instrumen dilksanakan pada akhir bulan September 2008. Sedangkan penelitian di berbagai tempat tersebut dilaksanakan pada bulan Oktober 2008. <br />C. Teknik Pengambilan Sampel<br /> Populasi penelitian ini adalah anggota masyarakat berbeda agama di enam provinsi terpilih secara purposive, yang selanjutnya dari enam propinsi itu dipilih masimng-masing satu kabupaten atau kota yang memiliki heterogenitas agama yang tinggi. Jumlah sampel ditetapkan sebanyak 330 orang, dengan perincian setiap lokasi sebanyak 55 orang responden, yang terdiri dari penganut agama berbeda. Dari 330 orang responden yang ditetapkan masuk sebanyak 328 orang, missing 9 orang, kuesioner yang dipakai ada yang 328 ada yang 319 kuesioner. Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan komposisi jumlah pemeluk agama di tingkat kecamatan, dengan proporsi jumlah pemeluk agama kelompok mayoritas sebesar 50% - 70% dan sisanya dari kelompok agama lainnya. Penentuan sampel penelitian ini dilakukan secara proporsional accidental sampling. Proporsi sampel didasarkan atas komposisi jumlah pemeluk agama di masing-masing lokasi penelitian.<br /><br />D. Instrumen Penelitian.<br />1. Definisi Konseptual Variabel Kerjasama Antar Umat Beragama, Karakteristik Individu, Status Sosial Ekonomi, Sikap Keberagamaan, dan Tingkat Kepercayaan (Trust).<br />Kerjasama adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang untuk mencapai tujuan bersama. Dalam konteks ini, adalah kegiatan bersama di antara umat yang berbeda agama, dalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan terkait agama. Umat beragama sendiri diartikan sebagai kelompok masyarakat yang memeluk suatu agama, dalam hal ini agama-agama yang banyak dianut di Indonesia, yakni: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu<br />Thurstone memandang sikap sebagai suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan obyek-obyek psikologis (Edwards, 1957: 2). Selanjutnya Walgito (2003: 110) menegaskan bahwa sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai obyek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada seseorang untuk membuat respon dalam cara tertentu yang dipilihnya. <br />Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku tertentu, namun demikian sikap mempunyai segi-segi perbedaan dengan pendorong-pendorong lain yang ada dalam diri manusia itu. Oleh karenanya untuk membedakan sikap dengan pendorong yang lain, perlu dipahami beberapa ciri atau sifat dari sikap. Adapun ciri-ciri sikap adalah: (a) sikap tidak dibawa sejak lahir, (b) sikap selalu berhubungan dengan obyek, (c) sikap dapat tertuju pada satu obyek saja, namun juga dapat tertuju pada sekumpulan obyek, (d) sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar, dan (e) sikap mengan¬dung faktor perasaan dan motivasi.<br />Gordon W. Allport, seorang psikolog sosial, mengartikan sikap sebagai “keadaan mental dan syaraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya”. Dalam kerangka ini, sikap keberagamaan berarti “keadaan mental dan syaraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek kehidupan beragama.” Kehidupan beragama itu sendiri mencakup pandangan-pandangan terhadap sesama pemeluk agama dan pemeluk agama lain yang sangat dipengaruhi oleh penge¬tahuan dan pengalaman terhadapnya. <br />Pemikiran Weber mengenai struktur sosial, khususnya mengenai sistem stratifkasi sosial memiliki kesamaan dengan Marx. Hanya saja, Weber menambahkan aspek status dan power dalam menganalisis kelas sosial dalam struktur masyarakat, disamping faktor ekonomi yang disebutnya sebagai privelese. (Bendix dan Lipset, 1968:21-27). Kelompok status merupakan penggolongan individu dalam lapisan sosial berdasarkan penghormatan atau prestise (prestige), seperti yang dinyatakan dalam gaya hidup mereka. Sedangkan dimensi kekuasaan dicerminkan dari kesempatan seseorang untuk melakukan keinginannya dalam tindakan komunal. Dengan kata lain susunan lapisan sosial yang berdasarkan dimensi kekuasaan dipandang dari segi adanya kesempatan untuk memperoleh atau mewujudkan keinginan, yang tidak sama bagi setiap individu. Lebih lanjut, beberapa pendapat dan hasil penelitian mengkaitkan ketiga aspek struktural tersebut di atas, ternyata berhubungan secara signifikan dengan karakteristik individu anggota sistem sosial itu. Oleh sebab itu karakteristik individu dan status sosial ekonomi seseorang berpengaruh terhadap kerjasama.<br /><br /><br />Trust berbeda dengan percaya (believe). Seorang percaya kepada orang lain karena orang itu sudah membuktikan diri di masa lampau dan believer sudah mengetahuinya dengan pasti. Manaruh trust terhadap seseorang lebih dari sekedar percaya. Truster percaya kepada trustee walaupun ada ketidakpastian. Trust bukan mengacu pada masa lampau namun pada masa yang akan datang. Truster menaruh trust bahwa trustee akan bisa melakukannya pada masa yang akan datang. Trust selalu melibatkan unsur resiko. <br /><br />2. Definisi Operasional Variabel Kerjasama Antar Umat Beragama, Karakteristik Individu, Status Sosial Ekonomi, Sikap Keberagamaan, dan Tingkat Kepercayaan (Trust)<br />Definisi operasional masing-masing Variabel dan Indikator yang Diukur<br />Seperti ditulis pada tabel berikut:<br /><br /><br />Variabel <br />Indikator yang Diukur <br />Keterangan<br /><br />Karakteriritik/ Ragam Ciri Individu:<br /><br /> • Umur<br />• Jenis Kelamin<br />• Agama<br />• Suku Bangsa<br />• Lama Pendidikan<br />• Lama Tinggal<br />• Jumlah organisasi yang diikuti Indikator yang digunakan adalah hasil dari beberapa studi dan dikembangkan berdasarkan pemikiran tim peneliti<br />Penguasaan informasi dan Keadaan Sosial Ekonomi • Akses Informasi<br />• Status Sosial/prestise<br />• Power<br />• Priviles Indikator yang digunakan merupakan hasil pengembangan dari tim peneliti <br />Sikap Keberagamaan <br />• Inklusivitas<br />• Eksklusivitas Dimodifikasi dari hasil studi Fu Xie<br />Rasa Saling Percaya (Trust) • Hubungan Sosial<br />• Ekspektasi Indikator yang digunakan disarikan dari Vipriyanti dan hasil pengembangan pemikiran tim peneliti<br /> Kerjasama • Interaksi sehari-hari:<br /> Jumlah relasi (orang) yang sudah dijalin<br /> Jumlah teman dekat<br /> Jenis atas ragam kerjasama<br />• Interaksi asosiasional:<br /> Keikutsertaan dalam berbagai organisasi<br /> Partisipasi dalam organisasi (kehadiran dalam pertemuan dan jumlah pengeluaran untuk organisai)<br /> Jenis kegiatan bersama yang pernah diikuti<br /> Motivasi atau Semangat bekerja sama dalam kelompok atau organisasi<br /> Status dalam organisasi<br /> Jumlah organisasi formal yang diketahui<br /> Organisasi informal yang diketahui Indikator yang digunakan disarikan dari Vipriyanti ) dan Varshney dan hasil pengembangan pemikiran peneliti<br /><br />C. Teknik Analisis Data<br />Beberapa teknik analisis data dilakukan untuk mendukung hasil penelitian secara deskriptif dan inferensia. Untuk deskripsi data hasil survai dilakukan melalui tabulasi data. Sementara untuk keperluan statistic inferensia digunakan antara lain tekni uji statistic seperti: t-test, korelasi (Pearson), One-way ANOVA, regresi linear berganda, yang dilanjutkan dengan melakukan analisis jalur (path analysis) sesuai dengan model hipotetik dari studi ini. Tahap pengolahan data dimulai dari editing, tabulasi, kompilasi, dan data entry yang memanfaatkan software Exel 2003 dan selanjutnya dianalisis dengan bantuan software SPSS (Statistical Package for Sosial Sciences).<br />1. Data dan Instrumentasi<br />Data penelitian ini dibedakan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dari kepala keluarga sebagai sampel. Jenis data yang dikumpulkan beragam dari data nominal untuk: agama; data interval untuk: kedudukan dalam organisasi keagamaan. Data rasio untuk usia, lama sekolah (tingkat pendidikan), dan jumlah pendapatan. Data primer juga dilengkapi dari pengamatan langsung yang didapatkan peneliti selama melaksanakan pengumpulan data primer, namun tidak tercantum dalam kuesioner. Data ini diharapkan dapat melengkapi data dan gambaran umum tentang sampel dan wilayah penelitian. Data sekunder dikumpulkan dari lembaga atau dinas instansi yang terkait dengan penelitian ini.<br />Instrumentasi merupakan upaya menyusun alat ukur atau menentukan parameter terhadap variabel yang diteliti. Instrumentasi yang berupa kuesioner dikembangkan melalui penentuan batasan operasional dari variabel, menetapkan indikator-indikator variabel, dan menentukan parameter dari setiap indikator variabel. Kuesioner yang telah disusun, sebelum digunakan untuk mengumpulkan data penelitian terlebih dulu diuji validitas dan reliabilitasnya.<br />2. Reliabilitas dan Validitas Instrumen Penelitian<br />Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur didalam mengukur gejala yang sama. Sedangkan validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner, maka kuesioner yang digunakan harus mengukur apa yang ingin diukur. <br />Uji reliabilitas instrument yang digunakan dalam peneltian ini dilakukan baik terhadap data uji coba (pretest) yang diujicobakan di Purwakarta, maupun terhadap data hasil survai lapangan. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil uji reliablitas instrument pendahuluan (pretest) yang dilakukan di Purwakarta, dengan data hasil survai. Secara umum hasil uji reliabilitas sudah memadai, meskipun untuk beberapa variabel mengandung item-item yang reliabilitasnya memiliki alpha Cronbach dibawah 0,6. <br />Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS dengan melihat Nilai Total Alpha Cronbach, yakni minimal 6,0. Selanjutnya setiap variabel ataupun indikator diuji item-item yang menjadi komponen kuesioner. Jika nilai total alpha Cronbach lebih besar dari 0,6 maka item-item tersebut dipertahakan dalam kuesioner, dengan catatan Cronbach's Alpha if Item Deleted bernilai lebih dari 0,756 (nilai alpha Cronbach hasil uji) sebagai ambang batas minimal dari nilai total, dan juga didasari dari hasil Corrected Item-Total Correlation adalah berkorelasi positif dalam uji reliabilitas. Berdasarkan uji realibiitas dan validitas yang dilakukan maka ternyata instrumen yang digunakan sangat valid untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan.<br /><br />IV<br />HASIL PENELITIAN<br /><br />A. Diskripsi Responden dan Data Penelitian<br />Berikut ini akan disajikan profil responden yang terdiri dari (1) jenis kelamin, (2) agama, (3) pekerjaan, (4) umur (5) lama domisili (6) pendidikan (7) jumlah pengeluaran, dan (8) suku.<br />1. Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin<br />Berdasarkan jenis kelamin sebagian besar responden terdiri dari laki-laki sebanyak 219 orang (68,7%) dan perempuan sebanyak 100 orang (31,3%). Mengapa responden laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan responden perempuan karena berdasarkan pertimbangan yang banyak mengadakan interaksi dengan orang lain di luar rumah adalah laki-laki. Selengkapnya gambaran responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 3.<br /><br /><br />Tabel 1<br />Responden Berdasarkan Jenis Kelamin<br /> Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent<br />Valid perempuan 100 30.5 31.3 31.3<br /> Laki-laki 219 66.8 68.7 100.0<br /> Total 319 97.3 100.0 <br />Missing System 9 2.7 <br />Total 328 100.0 <br /><br />2. Profil Responden Berdasarkan Agama<br />Profil responden bila dilihat dari jumlah pemeluk agama, mayoritas responden beragama Islam, dengan jumlah respoden sebanyak 182 orang (57,1%), beragama Kristen sebanyak 55 orang (17,2%), beragama Katolik sebanyak 28 orang (8,8%), beragama Buddha sebanyak 28 orang (8,8%), beragama Khonghucu 17 orang (5,3%) dan yang beragama Hindu berjumlah 9 orang (2,8%). Jumlah responden dari masing-masing agama berdasarkan proporsi jumlah pemeluk agama di wilayah tingkat kecamatan sasaran penelitian. Bukan menggambarkan jumlah pemeluk agama pada tingkat nasional maupun provinsi. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel 4.<br /> <br />Tabel 2<br />Responden Berdasarkan Agama<br /> Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent<br />Valid Islam 182 55.5 57.1 57.1<br /> Kristen 55 16.8 17.2 74.3<br /> Katholik 28 8.5 8.8 83.1<br /> Hindu 9 2.7 2.8 85.9<br /> Buddha 28 8.5 8.8 94.7<br /> Konghuchu 17 5.2 5.3 100.0<br /> Total 319 97.3 100.0 <br />Missing System 9 2.7 <br />Total 328 100.0 <br /><br />3. Profil Responden Berdasarkan Pekerjaan<br />Profil responden bila dilihat dari aspek pekerjaan, mayoritas bekerja sebagai nelayan/petani/buruh, sebanyak 103 orang (32,3 %), bekerja yang dikelompokkan dalam lain-lain (ibu RT, wiraswasta, tukang) sebanyak 99 orang (31%), bekerja sebagai PNS sebanyak 74 orang (23,2%), bekerja sebagai karyawan swasta sebanyak 36 orang (11,3%), bekerja sebagai pedagang besar/pengusaha 4 orang (1,3%) dan sebagai anggota TNI/Polri sebanyak 3 orang (9%). Data ini memang menggambarkan karakteristik penduduk Indonesia yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani dan nelayan. Lebih lanjut lihat tabel 5.<br /><br />Tabel 3<br />Responden Berdasarkan Pekerjaan<br /> Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent<br />Valid Nelayan, Petani, Buruh 103 31.4 32.3 32.3<br /> PNS 74 22.6 23.2 55.5<br /> Karyawan Swasta 36 11.0 11.3 66.8<br /> TNI/Polri 3 .9 .9 67.7<br /> Pedagang Besar/Pengusaha 4 1.2 1.3 69.0<br /> Lainnya 99 30.2 31.0 100.0<br /> Total 319 97.3 100.0 <br />Missing System 9 2.7 <br />Total 328 100.0 <br /><br />4. Profil Responden Berdasarkan Umur<br />Profil responden bila dilihat dari umur maka diperoleh data sebagai berikut: mereka yang berumur 40-49 tahun berjumlah 96 orang (29,3%), yang berumur 50 tahun keatas 85 orang (25,9%), yang berumur 30–39 tahun 83 orang ( 25,3%), yang berumur 20-29 tahun 51 orang (15,5 %) dan yang berumur 0-19 tahun 4 orang (1,2%), dan yang tidak menjawab 9 orang (2,7%). Dengan demikian sebagian besar responden berumur 40 tahun keatas (55,2%), dan sebagian lainnya berumur 0-39 tahun (42%). Umur 40 tahun, merupakan umur dimana seseorang mulai matang dalam berpikir dan bertindak. Karir seseorangpun biasanya mulai berkembang pada umur tersebut. Nabi Muhammad diangkat sebagai nabi tatkala ia berumur 40 tahun. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 6 dibawah ini.<br /><br /><br />Tabel 4<br />Responden Berdasarkan Umur<br /> Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent<br />Valid 9 2.7 2.7 2.7<br /> 0-19 4 1.2 1.2 4.0<br /> 20-29 51 15.5 15.5 19.5<br /> 30-39 83 25.3 25.3 44.8<br /> 40-49 96 29.3 29.3 74.1<br /> 50+ 85 25.9 25.9 100.0<br /> Total 328 100.0 100.0 <br /><br /><br />5. Profil Responden Berdasarkan Lama Tinggal<br />Profil responden dilihat dari lamanya dia tinggal ditempatnya yang sekarang diperoleh data sebagai berikut: Mereka yang lama tinggal 25 tahun keatas sebanyak 107 orang (32,6%), yang lama tinggal 0-9 tahun 93 orang (28,4%), yang lama tinggal 10-14 tahun 41 orang (12,5%), yang lama tinggal 15-19 tahun 39 orang (11,9%), yang lama tinggal 20-14 tahun 32 orang (9,8%) dan yang tidak tahu 16 orang (4,9%). Dari data ini terlihat bahwa mereka yang lama tinggal 0-9 tahun cukup banyak yaitu 93 orang (28,4%), mereka ini diperkirakan adalah para pendatang yang datang dari luar Sulawesi Tengah. Para pendatang umumnya agar dapat berintegrasi dengan masyarakat setempat, cendrung menempatkan diri untuk mengikuti budaya setempat. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel 7 dibawah ini.<br />Tabel 5<br />Responden Berdasarkan Lama Tinggal<br /> Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent<br />Valid 16 4.9 4.9 4.9<br /> 0-9 93 28.4 28.4 33.2<br /> 10-14 41 12.5 12.5 45.7<br /> 15-19 39 11.9 11.9 57.6<br /> 20-24 32 9.8 9.8 67.4<br /> 25+ 107 32.6 32.6 100.0<br /> Total 328 100.0 100.0 <br /><br /><br /><br />6. Profil Responden Berdasarkan Pendidikan<br />Profil responden bila dilihat dari tingkat pendidikan diperoleh data sebagai berikut: mereka yang lama pendidikannya 16 tahun keatas berjumlah 88 orang (26,8%), lama pendidikan 10-12 tahun 84 orang (25,6%), lama pendidikan 13-15 tahun 56 orang (17,1%), lama pendidikan 7-9 tahun 50 orang (15,2%), dan lama pendidikan 0-6 tahun 37 orang (11,3%) dan yang tidak menjawab 13 orang (4%). Data ini menunjukkan tingkat pendidikan responden tergolong tinggi, dimana 43,9 % berpendidikan diatas sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA), bahkan mereka yang berpendidikan S 1 mencapai 26,8%.<br /><br />Tabel 6<br />Responden Berdasarkan Pendidikan<br /> Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent<br />Valid 13 4.0 4.0 4.0<br /> 0-6 37 11.3 11.3 15.2<br /> 7-9 50 15.2 15.2 30.5<br /> 10-12 84 25.6 25.6 56.1<br /> 13-15 56 17.1 17.1 73.2<br /> 16+ 88 26.8 26.8 100.0<br /> Total 328 100.0 100.0 <br /><br /><br />7. Profil Responden Berdasarkan Jumlah Pengeluaran<br />Profil responden bila dilihat dari jumlah pengeluaran perbulan mayoritas responden terdiri dari mereka yang jumlah pengeluarannya dibawah satu juta 131 orang (41,1% ), yang pengeluarannya 1 juta- 1,5 juta sebanyak 78 orang (24,5%), yang pengeluarannya 1,5 juta – 2 juta sebanyak 46 orang (14,4%), yang pengeluaran 2 juta – 2,5 juta 31 orang (9,7%), dan yang pengeluarannya lebih dari 2,5 juta sebanyak 33 orang (10,3%). Berdasarkan data tersebut ternyata sebagian besar responden bila dilihat dari jumlah pengeluaran terdiri dari mereka yang berasal dari kalangan menengah ke bawah. Dengah demikian ketergantungan mereka dengan pihak lain masih cukup tinggi. Dengan kondisi demikian mereka akan bersedia bekerjasama dengan siapa saja demi untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Untuk lebih detailnya lihat tabel 9.<br /><br /><br />Tabel 7<br />Responden Berdasarkan Jumlah Pengeluaran<br /> Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent<br />Valid dibawah1jt 131 39.9 41.1 41.1<br /> 1jt_1,5jt 78 23.8 24.5 65.5<br /> 1,5jt_2jt 46 14.0 14.4 79.9<br /> 2jt_2,5jt 31 9.5 9.7 89.7<br /> Lebih2,5jt 33 10.1 10.3 100.0<br /> Total 319 97.3 100.0 <br />Missing System 9 2.7 <br />Total 328 100.0 <br /><br />8. Profil Responden Berdasarkan Suku<br />Profil responden bila dilihat dari suku bangsa mayoritas responden berasal dari suku Jawa sebanyak 130 orang (40,8%), yang berasal dari suku yang dikelompokkan lain-lain (Tionghoa, Da’a, Dayak) sebanyak 110 orang (34,5%), yang berasal dari suku Sunda 33 orang (10,3%), yang berasal dari suku Batak sebanyak 27 orang (8,5%) dan yang berasal dari suku Melayu sebanyak 19 orang (6,0%). Data ini menunjukkan bahwa sebagia besar responden berasal dari suku jawa, dalam masyarakat jawa dikenal dengan budaya harmonis. Data ini juga menunjukkan bahwa suku Jawa telah tersebar di berbagai daerah penelitian. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 10.<br /><br />Tabel 8<br />Responden Berdasarkan Suku<br /> Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent<br />Valid Jawa 130 39.6 40.8 40.8<br /> Sunda 33 10.1 10.3 51.1<br /> Batak 27 8.2 8.5 59.6<br /> Melayu 19 5.8 6.0 65.5<br /> Lainnya 110 33.5 34.5 100.0<br /> Total 319 97.3 100.0 <br />Missing System 9 2.7 <br />Total 328 100.0 <br /><br />9. Sikap Keberagamaan, Kepercayaan, dan Kerjasama Responden<br />Sikap keberagamaan yang dikaji dari aspek inklusivitas dan eksklusivitas responden di masing-masing provinsi menurut agama menunjukkan perbedaan rata-rata tingkat keberagamaan, seperti tampak pada tabel 3. Di setiap lokasi penelitian, ternyata responden yang beragama Islam memiliki rata-rata sikap keberagamaan yang relative rendah (2,78) dibandingkan dengan responden dari agama lainnya. Angka tersebut merupakan angka terendah dari skala pengukuran yang ditetapkan, yakni 1 – 5. Skala pengukuran itu menunjukkan bahwa semakin kecil rata-rata sikap keberagamaan, maka semakin eksklusive, sebaliknya semakin besar nilai rata-rata sikap keberagamaan maka semakin inklusive. Dengan demikian responden yang beragama Konghucu memiliki tingkat inklusivitas tertinggi dibandingkan dengan responden beragama lain.<br /><br /><br />Tabel 9 .<br />Sikap Keberagamaan Responden (Inklusif & Eksklusif)<br />No. Provinsi Islam Kristen Katolik Hindu Budha Konghucu Rata-2<br />1 Sulteng 2.89 3.55 4.36 3.57 3.95 - 3.66<br />2 Kalbar 2.70 3.59 3.67 3.87 3.86 3.54<br />3 Jateng 2.94 3.62 4.00 3.76 3.67 3.90 3.65<br />4 Jabar 2.60 3.53 3.30 3.62 3.25 3.87 3.36<br />5 Lampung 2.72 3.93 3.95 3.64 3.73 - 3.59<br />6 Sumut 2.83 3.53 3.51 3.95 3.45 3.86 3.52<br />Rata-2 2.78 3.63 3.80 3.71 3.65 3.87 3.55<br /><br /> Tingkat kepercayaan responden berdasarkan dimensi ekspektasi maupun hubungan sosial menurut agama di masing-masing provinsi, dapat dilihat pada tabel 12. Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata tingkat kepercayaan, ternyata responden yang beragama Islam relatif rendah dibandingkan dengan responden beragama lainnya. Sementara, responden beragama Katolik memiliki rata-rata tingkat kepercayaan yang tinggi dibandingkan dengan agama lainnya. Lebih lanjut, terdapat data yang cukup menggembirakan bahwa di Sulteng yang diketahui relatif baru saja terguncang masalah konflik sosial, ternyata menunjukkan angka rata-rata tingkat kepercayaan yang tinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya, meskipun secara umum rata-rata tingkat kepercayaan di seluruh provinsi lokasi penelitian memperlihatkan angka yang relatif tinggi (3,55) dari skala 1 – 5.<br />Tabel 10. <br />Tingkat Kepercayaan Responden<br />No. Provinsi Islam Kristen Katolik Hindu Budha Konghucu Rata-2<br />1 Sulteng 3.49 3.80 4.62 3.88 4.24 - 4.01<br />2 Kalbar 3.04 3.75 3.82 3.91 3.95 3.69<br />3 Jateng 3.27 4.08 4.24 4.06 4.29 3.82 3.96<br />4 Jabar 3.31 3.86 3.59 3.86 3.62 4.06 3.72<br />5 Lampung 3.35 4.19 4.15 3.97 3.61 - 3.85<br />6 Sumut 3.35 3.71 3.90 4.03 3.68 3.76 3.74<br />Rata-2 3.30 3.90 4.05 3.96 3.89 3.90 3.83<br /> Adapun tingkat kerjasama responden di masing-masing provinsi menurut agama yang dipeluknya, menunjukkan adanya kecenderungan bahwa di Sulteng relatif memiliki rata-rata tingkat kerja sama yang tinggi dibandingkan dengan responden di provinsi lainnya, dan yang terendah adalah di Jabar. Jika dilihat dari agama yang dipeluknya, maka rata-rata tingkat kerjasama yang paling tiinggi adalah responden beragama Hindu (3,58) , dan yang terendah adalah responden yang beragama Islam (2,39) yang diukur pada skala 1 – 5.<br /><br /><br /><br />Tabel 11 <br /> Tingkat Kerjasama Responden<br />No. Provinsi Islam Kristen Katolik Hindu Budha Konghucu Rata-2<br />1 Sulteng 2.73 3.38 3.65 3.74 3.48 3.40<br />2 Kalbar 2.02 3.53 3.38 2.73 2.86 2.90<br />3 Jateng 2.28 2.73 3.12 3.78 2.41 2.96 2.88<br />4 Jabar 2.36 2.28 2.19 3.85 2.15 3.21 2.67<br />5 Lampung 2.31 3.44 3.11 2.63 2.46 2.79<br />6 Sumut 2.65 3.00 3.40 3.89 3.57 2.93 3.24<br />Rata-2 2.39 3.06 3.14 3.58 2.80 2.99 2.98<br /><br />B. Pengujian Hipotesis.<br />1. Hubungan Karakteristik Individu dan Sikap Keberagamaan<br />Beberapa analisis statistik telah dilakukan untuk melihat adanya perbedaan pandangan antara laki-laki dan perempuan atau berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama domisili, dan umur terhadap kerjasama antarumat beragama diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan antara jenis kelamin pria dan wanita, mereka yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi dan rendah, antara yang lama berdomisili dengan mereka yang sebentar, dan antara mereka yang berumur muda dengan mereka yang berumur tua, terhadap kerjasama antarumat <br />Mengenai agama dikaitkan dengan tingkat inklusivitas, berdasarkan uji statistik One-Way ANOVA didapatkan p-value signifikan (0,000) < dari α 0,05, dengan demikian ada perbedaan tingkat inklusivitas antara agama tertentu dengan agama lainnya. Berdasarkan hasil Multiple Comparison ternyata agama Islam (1) sangat berbeda nyata tingkat inklusiitasnya dengan agama lain (*) atau agama non Islam tidak memiliki perbedaan nyata dalam hal tingkat inklusivitasnya. Uji homogenous Subset juga memperlihatkan bahwa sampel terbagi dalam dua subset yang artinya agama Islam memiliki tingkat inklusivitas yang berbeda dengan lima agama lainnya.<br />Ketika agama dikaitkan dengan tingkat eksklusivitas, berdasarkan uji ANOVA diperoleh p-value sifgnifikan (0,000) < dari α 0,05, hal ini berarti ada perbedaan tingkat eksklusivitas antara agama tertentu dengan agama lainnya. Berdasarkan hasil Multiple Comparison ternyata agama Islam (1) sangat berbeda nyata tingkat eksklusivitasnya dengan agama lain (*) atau agama non Islam tidak memiliki perbedaan yang nyata dalam hal tingkat eksklusivitasnya, kecuali ada juga perbedaan yang sangat nyata antara Kristen (2) dan Budha (5). Uji homogenous Subset juga memperlihatkan bahwa sampel terbagi dalam dua subset yang artinya agama Islam memiliki tingkat eksklusivitas yang berbeda dengan lima agama lainnya. <br />2. Hubungan Karakteristik Individu dengan Trust<br />Melalui analisis statistik antara jenis kelamin, tingkat pendidikan, umur, lama nya domisili dengan tingkat kepercayaan/trust, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan, tingkat pendidikan yang rendah dengan yang tinggi, mereka yang berumur tua dengan mereka yang berumur tua, dan antara mereka yang lama berdomisili dengan mereka yang berdomisili tidak terlalu lama bila dikaitkan dengan tingkat kepercayaan/trust. <br />Sedangkan melalui analisis Korelasi Pearson diperoleh hasil p-value 0,692 > dari α 0,05, dengan demikian tidak terdapat hubungan antara umur dengan tingkat kepercayaan, sementara nilai p (r Pearson) < 0,5 yang artinya korelasinya lemah. Nilai r adalah -0,22 yang berarti semakin tua umur seseorang semakin rendah tingkat kepercayaannya (notasi -).<br />Bila dilihat dari sisi lamanya seseorang menetap ditempat tinggalnya sekarang dikaitkan dengan tingkat kepercayaan, berdasarkan analisis independent t-tes (dua sampel) diperoleh hasil: p-value 0,233> dari α 0,05, hal ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan antara orang yang lama berdomisili dengan yang baru berdomisili dalam hal tingkat kepercayaan/trust, jadi lama domisili tidak mempunyai pengaruh terhadap tingkat kepercayaan/trust.<br />Bila dihubungkan antara lama pendidikan dengan tingkat kepercayaan, berdasarkan análisis statistik korelasi Pearson diperoleh hasil p-value=0,741> dari ά 0,05, sehingga dapat diartikan tidak ada korelasi antara lama pendidikan dengan tingkat kepercayaan<br />Bila dilihat dari aspek agama dikaitkan dengan tingkat kepercayaan, berdasarkan analisis statistik test homogenitasnya menunjukkan hasil p-value 0,377 > dari α 0,05 sehingga keenam populasi agama adalah identik dan dilanjutkan uji ANOVA yang juga didapatkan p-value signifikan (0,000) < dari α 0,05, sehingga terdapat perbedaan antara agama tertentu dengan agama lainnya dalam hal tingkat kepercayaan/trust. Berdasarkan hasil Multiple Comparison ternyata agama islam (1) sangat berbeda nyata tingkat kepercayaannya dibandingkan dengan agama lainnya (*) atau agama non Islam tidak memiliki perbedaan yang nyata dalam hal tingkat kepercayaannya. <br />2. Hubungan Karakteristik Individu dengan Kerjasama Antarumat Beragama<br />Hasil uji analisis statistik antara Karakteristik Individu dengan kerjasama diperoleh hasil sebagaimana diuraikan dibawah ini.<br />Berdasarkan hasil analisis statistik independent t-tes (dua sampel) antara jenis kelamin dengan kerjasama antarumat beragama, diperoleh hasil p-value 0,052 > dari α 0,05, data ini menunjukkan bahwa jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan tidak mempunyai pengaruh terhadap kerjasama antarumat beragama.<br />Mengenai umur bila dikaitkan dengan tingkat kepercayaan, berdasarkan analisis independent t-tes (dua sampel) diperoleh hasil: p-value 0,601 > dari α 0,05, dengan demikian umur baik yang tua ataupun muda tidak mempunyai pengaruh terhadap kerjasama antarumat beragama.<br />Tingkat pendidikan apabila dikaitkan dengan tingkat kerjasama, berdasarkan análisis independent t-tes diperoleh hasil p-value=0,076> dari ά 0,05, hal ini berarti tidak ada perbedaan yang nyata mengenai tingkat kerjasama antara pendidikan menengah atas dengan pendidikan rendah.<br />Bila dilihat korelasi antara umur dengan kerjasama antarumat beragama, berdasarkan analisis Korelasi Pearson diperoleh hasil: p-value 0,146 > dari α 0,05, dengan demikian tidak ada hubungan antara umur dengan tingkat kerjasama antarumat beragama. Sementara nilai p (r Pearson) < 0,5 yang artinya korelasinya lemah.<br />Sementara itu bila dikaitkan antara lama domisili dengan tingkat kerjasama, berdasarkan analisis statistik independent t-tes (dua sampel) diperoleh hasil p-value 0,019 < dari α 0,05, hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kerjasama dinatara mereka yang lama berdomisili dengan mereka yang baru berdomisili. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin lama seseorang berdomisili disuatu tempat maka akan semkain tinggi tingkat kerjasamanya.<br />Bila tingkat pendidikan dihubungkan dengan tingkat kerjasama, berdasarkan uji statistik korelasi Pearson diperoleh hasil p-value=0,021 < dari ά 0,05, sehingga dapat diartikan ada korelasi antara lama pendidikan dengan sikap keberagamaan, nilai ρ (r Pearson) < 0,5 yang artinya korelasinya lemah. Nilai r adalah 0,130 yang berarti semakin tinggi tingkat pendidikan (lama pendidikan) semakin tinggi juga tingkat kerjasama agamanya.<br />Mengenai agama bila dikaitkan dengan tingkat kerjasama antarumat beragama, berdasarkan hasil uji ANOVA didapat p-value signifikan (0,000) < dari 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa ada perbedaan antara agama tertentu dengan agama lainnya dalam hal tingkat kerjasama antarumat beragama. Berdasarkan multiple comparison ternayata agama islam (1) sangat berbeda nyata tingkat kerjasamanya dibanding agama lain (*). Sedangkan dari Uji Homogenous Subset memperlihatkan bahwa sampel terbagi dalam tiga subset yang artinya tidak ada perbedaan tingkat kerjasama antara pemeluk agama Islam (1) dan pemeluk agama Buddha (5), tetapi kedua agama tersebut berbeda nyata tingkat kerjasamanya dengan agama lain. Sementara penganut agama Kristen (2) dan Khonghucu (6) tidak berbeda nyata kerjasamanya, tetapi berbeda dengan empat pemeluk agama lainnya. Subset ketiga adalah antara pemeluk agama Hindu dan pemeluk agama Katolik ternyata tidak menunjukkan perbedaan tingkat kerjasama, tetapi berbeda nyata dengan empat agama lainnya.<br />Suku merupakan salah satu karakteristik individu dalam penelitian ini. Apabila suku dikaitkan dengan tingkat kerjasama antarumat beragama, berdasarkan Uji ANOVA diperoleh p-value signifikan (0,000) < dari α 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kerjasama antara suku tertentu dengan suku lainnya. Menurut hasil analisis Multiple Comparison dan juga homogenous test menunjukkan bahwa antara suku Jawa dan suku lainnya tidak ada perbedaan yang signifikan, tetapi memiliki perbedaan kerjasama dengan suku lainnya. Sementara suku Sunda dan Melayu tidak berbeda nyata dalam tingkat kerjasamanya, tetapi berbeda nyata dengan ketiga suku lainnya.<br />Dalam masyarakat terdapat jenis pekerjaan yang bermacam-macam, dimana masing-masing jenis pekerjaan tersebut mempunyai ciri-ciri tersendiri. Bila jenis pekerjaan dikaitkan dengan tingkat kerjasama, berdasarkan Uji ANOVA diperoleh p-value sebesar 0,279 > dari α 0,05. Dengan demikian ternyata tidak ada perbedaan tingkat kerjasama antara jenis pekerjaan yang satu dengan jenis pekerjaan lainnya. Jika dilihat dari homogenous test juga menunjukkan ada satu subset saja (artinya sampel dikelompokkan menjadi satu bagian saja).<br />3. Pengaruh Akses Informasi dan Status Sosial ekonomi Terhadap Eksklusifitas <br />Eksklusifitas merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam menganalisis sikap keberagamaan. Tingkat eksklusifitas itu sendiri, dipengaruhi beberapa faktor antara lain akses informasi dan keadaan sosial ekonomi masyarakat. Dengan analisis regresi berganda (multiple regretion) didapat output bahwa tingkat ases informasi dan keadaan sosial ekonomi tidak berpengaruh terhadap ekslusifitas. Jika dicermati dari output model regresi dibawah ini, tampak bahwa kalaupun ada pengaruh akses informasi dan keadaan sosial ekonomi terhadap eksklusifitas, ternyata ditemukan bahwa semakin tinggi tingkat aksesibilitas seseorang terhadap informasi akan semakin rendah tingkat eksklusiftasnya. Hal ini ditunjuikkan dengan nilai koefisien beta terstandarisasi (Standardized Coefficients beta) adalah sebesar 0,055 dengan notasi negative, atau berbanding terbalik. Dengan demikian untuk mengurangi sikap eksklusifitas dalam masyarakat perlu upaya-upaya peningkatan akses informasi, antara lain seperti yang dikemukakan dalam teorinya Nan Lin (2000) bahwa ketidak seimbangan (inequality) dalam mengakses informasi menyebabkan antara lain sikap eksklusifitas yang bermuara kepada kurangnya akses terhadap sumber-sumber daya sosial ekonomi. Berbeda dengan keadaan sosial ekonomi, yang menunjukkan pengaruh linier, yakni semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang akan semakin tinggi juga tingkat eksklusifitasnya. Lihat tabel 11 dan 12.<br /> <br />Tabel 11<br />Model Summary<br />Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate<br />1 ,054(a) ,003 -,003 ,689767<br />a Predictors: (Constant), Tk_SOSEK, TK_AKSINF<br /><br />Tabel 12<br />Coefficients (a)<br />Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.<br /> B Std. Error Beta B Std. Error<br />1 (Constant) 3,203 ,223 14,380 ,000<br /> TK_AKSINF -,044 ,047 -,055 -,922 ,357<br /> Tk_SOSIAL EKONOMIO ,026 ,045 ,034 ,572 ,568<br />a Dependent Variabel: TK_eksklusifitas<br /><br /><br />4. Pengaruh Akses Informasi dan Status Sosial ekonomi Terhadap Inklusifitas<br />Melalui analisis regresi berganda (multiple regretion) antara variabel dependent akses informasi dan variabel sosial ekonomi diketahui bahwa keduanya tidak berpengaruh terhadap tingkat inklusiftas. Oleh karena itu, hubungan pengaruh dalam model hipotetik harus dihilangkan. Hampir serupa dengan hasil analisis di atas, ternyata tingkat penguasaaan informasi dan tingkat sosial ekonomi tidak mempengaruhi tingkat inklusifitas. Penguasaan informasi yang diukur dalam penelitian ini mencakup informasi yang tersaji melalui televisi, radio, serta media cetak lainnya. Informasi yang disajikan cenderung telah melalui proses seleksi ataupun kontrol dari lembaga terkait, baik lembaga formal maupun informal. Dengan demikian, tentunya pengaruh informasi dimaksud tidak akan signifikan. Kemungkinan akan berbeda jika perolehan informasi itu bersumber dari sumber tertentu yang lebih spesifik misalnya lembaga dakwah yang dilakukan oleh kelompok yang eksklusif. <br /><br /><br />Tabel 13<br />Model Summary<br />Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate<br />1 ,073(a) ,005 -,001 ,66889<br />a Predictors: (Constant), Tk_SOSEK, TK_AKSINF<br />Tabel 14<br />Coefficients (a)<br />Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig.<br /> B Std. Error Beta B Std. Error<br />1 (Constant) 3,397 ,216 15,725 ,000<br /> TK_AKSINF -,058 ,046 -,075 -1,253 ,211<br /> Tk_SOSIAL EKONOMIO ,004 ,044 ,006 ,094 ,925<br />a Dependent Variabel: TK_Inklsusif<br /><br /><br />5. Pengaruh Akses Informasi dan Status Sosial ekonomi Terhadap Trust Berdimensi Ekspektasi<br />Berdasarkan analisis hasil regresi terlihat bahwa kedua variabel independen yaitu tingkat sosial ekonomi dan akses informasi mampu menjelaskan tingkat kepercayaan yang berdimensi ekspektasi sebesar 2,70%. Adapun pengaruh masing-masing variabel menunjukkan bahwa tingkat aksesibilitas informasi tidak signifikan terhadap tingkat kepercayaan berdimensi ekspektasi. Sedangkan tingkat sosial ekonomi signifikan pengaruhnya terhadap tingkat kepercayaan berdimensi ekspektasi, dengan dominasi pengaruh sebesar 0,151 seperti yang tampak dari nilai koefesien beta terstandarisasi.<br />Temuan ini dapat dikaitkan dengan sikap rasionalitas masyarakat yang semakin berkembang. Motivasi individu menunjukkan kecenderungan bahwa pemupukan tingkat kepercayaan tentu sangat didasari oleh kepentingannya dalam memenuhi preferensinya. Oleh karena itu tingkat kepercayaan antar individu dalam masyarakat cenderung dipengaruhi ekspektasi atau harapannya. Fenomena ini selaras dengan pendapat Lawang (2005) yang mengemukakan bahwa tingkat sosial ekonomi berpengaruh terhadap ekspektasi seseorang kepada orang lain.<br />Mengingat tingkat sosial ekonomi juga diukur berdasarkan status sosial dan power, maka ekspektasi dalam memupuk tingkat kepercayaan akan tergantung pada kedudukan seseorang di dalam kelompok (group), komunitas, atau masyarakat. Demikian juga akan ada kecenderungan semakin kuat pengaruh seseorang dalam kelompok maka akan tinggi juga daya penanaman tingkat kepercayaan berdimensi ekspektasi.<br /><br />Tabel 15<br />Model Summary<br />Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate<br />1 ,163(a) ,027 ,020 ,48467<br />a Predictors: (Constant), Tk_SOSEK, TK_AKSINF<br /><br /><br />Tabel 16<br />Coefficients (a)<br />Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig.<br /> B Std. Error Beta B Std. Error<br />1 (Constant) 3,349 ,157 21,396 ,000<br /> TK_AKSINF ,017 ,033 ,030 ,509 ,611<br /> Tk_SOSIAL EKONOMIO ,081 ,032 ,151 2,561 ,011<br />a Dependent Variabel: Ekspektasi<br /><br /><br />6. Pengaruh Akses Informasi dan Status Sosial ekonomi Terhadap Trust Berdimensi Hubungan Sosial <br />Model regresi ini menunjukkan hasil bahwa variabel keadaan sosial ekonomi dan akes informasi hanya mampu menjelaskan tingkat hubungan sebesar 1,0% saja yakni sangat kecil. Dengan kata lain terdapat 99% variabel lain yang berpengaruh terhadap trust pada dimensi hubungan sosial selain dua variabel tingkat akses informasi dan keadaan sosial ekonomi. Hasil analisis regresi juga menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak berpengaruh kepada tingkat kepercayaan berdimensi hubungan sosial. Temuan ini sesuai dengan pendapat Lawang (2005) dan Varshney (2002), yang mengemukakan bahwa tingkat kepercayaan berdimensi hubungan sosial lebih banyak tergantung pada aspek kekeluargaan, ketetanggaan, pertemanan dan kekerabatan. Artinya, tingkat akses informasi maupun tingkat sosial ekonomi dapat diabaikan dalam menjelaskan bagaimana memupuk ataupun menanamkan tingkat kepercayaan antar individu dalam masyarakat. Dengan kata lain aspek budaya masyarakat lebih menentukan tingkat kepercayaan dibandingkan aspek struktural.<br /><br /><br /><br />Tabel 17<br />Model Summary<br />Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate<br />1 ,102(a) ,010 ,004 ,66631<br />a Predictors: (Constant), Tk_SOSEK, TK_AKSINF<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tabel 18<br />Coefficients (a)<br />Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig.<br /> B Std. Error Beta B Std. Error<br />1 (Constant) 3,681 ,215 17,106 ,000<br /> TK_AKSINF -,070 ,046 -,090 -1,523 ,129<br /> Tk_SOSIAL EKONOMIO -,019 ,044 -,026 -,443 ,658<br />a Dependent Variabel: HUB_SOS<br /><br />7. Pengaruh Akses Informasi, Status Sosial ekonomi, Sikap Keberagamaan, dan Trust Terhadap Kerjasama Antar Umat Beragama<br />Uji regresi model ini dimaksudkan untuk menganilisis pengaruh independetn variabel yakni keadaan sosial ekonomi, akses informasi, sikap keberagamaan, yang dilihat dari indikator inklusifitas dan eksklusifitas, tingkat kepercayaan (trust) dimensi hubungan sosial maupun kespektasi terhadap variabel dependent yakni tingkat kerjasama didapatkan hasil uji sebagai berikut. <br /><br />Tabel 19<br />Model Summary<br />Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate<br />1 ,721(a) ,520 ,511 ,50713<br />a Predictors: (Constant), HUB_SOS, Tk_SOSEK, TK_AKSINF, Ekspektasi, TK_ekslkusifitas, TK_Inklsusif<br /><br />Tabel 20<br />ANOVA (b)<br />Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.<br />1 Regression 86,894 6 14,482 56,311 ,000(a)<br /> Residual 80,242 312 ,257 <br /> Total 167,136 318 <br />a Predictors: (Constant), HUB_SOS, Tk_SOSEK, TK_AKSINF, Ekspektasi, TK_ekslkusifitas, TK_Inklsusif<br />b Dependent Variabel: TK_KS_AGM<br /><br /><br />8. Analisis Jalur (Path Analysis) Menganai Pengaruh Akses Informasi, Status Sosial ekonomi, Sikap Keberagamaan, dan Trust terhadap Kerjasama Antarumat Beragama<br />Berdasarkan model- model regresi di atas, maka hasil akhir dari analisis jalur (path analysis) adalah seperti berikut:<br /><br /><br /><br />Gambar 3<br />Hasil Analisis Jalur (Path Analysis)<br /> <br /><br /><br />Dari gambar hasil analisis jalur di atas dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut. Inklusifitas memiliki pengaruh langsung terhadap tingkat kerjasama umat beragama sebesar 0,223 secara sangat significan (garis tebal dan **). Dengan kata lain kerjasama antarumat beragama ditentukan oleh sikap keberagamaan yang berdimensi inklusif. Sementara sikap keberagamaan eksklusifitas tidak berpengaruh terhadap kerjasama antarumat beragama. Oleh karena itu, dalam model di atas, tidak terdapat garis pengaruh dari eksklusifitas kepada variabel lain.<br />Lebih lanjut, akses informasi juga hanya memiliki pengaruh yang langsung saja secara sangat significant terhadap kerjasama. Dominasi pengaruhnya sebesar 0,165, yang berarti lebih kecil jika dibandingkan dengan pengaruh inklusifitas, keadaan sosial ekonomi dan hubungan sosial. Adapun tingkat kepercayaan berdimensi hubungan sosial memiliki pengaruh terhadap kerjasama sebesar 0,306. Pada model ini, variabel tersebut memiliki pengaruh langsung terbesar dibanding dengan variabel lainnya. <br />Kemudian, tingkat kepercayaan berdimensi ekspektasi memiliki pengaruh langsung terhadap kerjasama yang paling kecil dibanding variabel lain, yakni sebesar 0,125. Variabel keadaan ekonomi menunjukkan pengaruh langsung secara sangat signifikan terhadap kerjasama sebesar 0,244; dan pengaruhnya terbesar setelah tingkat kepercayaan berdimensi hubungan sosial. Akan tetapi, variabel status social ekonomi ternyata merupakan satu-satunya variabel yang selain berpengaruh langsung juga berpengaruh tidak langsung melalui variabel tingkat kepercayaan berdimensi ekspektasi sebesar 0,151 x 0,125 = 0,019. Dengan demikian pengaruh total status sosial ekonomi terhadap tingkat kerjasama adalah 0,244 + 0,019 = 0,263.<br />Tampak bahwa satu-satunya variabel yang memiliki pengaruh langsung dan tidak langsung adalah status social ekonomi. Untuk mengetahui pengaruh indikator status sosial ekonomi terhadap kerjasama umat beragama dapat dijelaskan dengan uji regresi indikator tingkat priviles, prestise (status), dan indikator power seperti berikut. Hasil di bawah ini menjelaskan bawa sampel sangat signifikan dan identik untuk uji regresi, sementara persamaan regresi yang dihasilkan relative baik dengan R2 sebesar 0,125 yang berarti ketiga indikator status sosial ekonomi dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap kerjasama sebesar 12,5%, dan sisanya dijelaskan variabel lain. Sedangkan dari hasil regresi didapat bahwa tingkat status sosial (prestise) tidak berpengaruh terhadap KS, sementara power sangat siginifikan pengaruhnya (p-value=0,000 < 0,01) dengan dominasi pengaruh senilai 0,291. Pada sisi lain indikator privilis (lama pendidikan dan pengeluaran) juga berpengaruh signifikan (p-value=0,001) dan besarnya pengaruh adalah 0,177. Tingginya pengaruh status sosial ekonomi berdimensi power terhadap kerjasama antarumat beragama menunjukkan bahwa tingkat kekuasaan seseorang di masyarakat menentukan tingkat kerjasama. Pada tataran empiris ada kecenderungan bahwa power atau kepemimpinan, baik formal maupun informal, ternyata sangat mempengaruhi tingkat kerjasama. <br /><br /> <br /><br />V<br />PENUTUP<br />A. Kesimpulan<br />1. Profil responden adalah mayorita laki-laki (68,7%), beragama Islam (57,1%), memiliki pekerjaan sebagai petani/buruh/nelayan dan PNS (55,5%), berumur 40 tahun ke atas (55,2%), lama berdomisili 15 tahun ke atas (44,5%), lama pendidikan 16 tahun ke atas dan 10-12 tahun (26,8 + 25,6 = 52,4%), jumlah pengeluaran dalam satu bulan di bawah satu juta(41,1%) dan berasal dari suku Jawa (40%).<br />2. Tidak ada perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan, umur tua dan umur muda, dan lama pendidikan dalam hal sikap keberagamaan, tingkat kepercayaan dan kerjasama antarumat beragama.<br />3. Tidak ada perbedaan sikap keberagamaan dan tingkat kepercayaan antara lama dan tidaknya domisili, sedangkan terhadap kerjasama terdapat perbedaan antara mereka yang lama dan tidak lama berdomisili, semakin lama seseorang berdomisili maka akan semakin tinggi tingkat kerjasamanya.<br />4. Terdapat perbedaan antara pemeluk agama Islam dengan pemeluk agama lainnya dalam hal sikap keberagamaan. Pemeluk agama Islam cenderung memiliki sikap lebih ekslusif dibanding pemeluk agama lainnya. Sedangkan pemeluk agama Khonghucu memiliki rata-rata tingkat inklusivitas tertinggi dibanding pemeluk agama lainnya. <br />5. Terdapat perbedaan antara pemeluk agama Islam dengan pemeluk agama lainnya dalam hal tingkat kepercayaan. Pemeluk agama Islam memiliki tingkat kepercayaan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan pemeluk agama lainnya. Sementara, pemeluk agama Katolik menunjukkan rata-rata tingkat kepercayaan tertinggi dibanding pemeluk agama lainnya.<br />6. Terdapat korelasi (hubungan) antara tingkat pendidikan dengan kerjasama antarumat beragama. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi tingkat kerjasamanya. <br />7. Mengenai tingkat kerjasama, pemeluk agama Hindu memiliki rata-rata tingkat kerjasama tertinggi dibanding pemeluk agama lainnya. Sedangkan pemeluk agama Islam memiliki rata-rata tingkat kerjasama yang terendah. Lebih lanjut, berdasarkan uji homogenous subset memperlihatkan bahwa sampel terbagi dalam tiga subset yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata tingkat kerjasama antara pemeluk agama Islam dan pemeluk agama Budha, antara pemeluk agama Kristen dan pemeluk agama Konghucu, dan antara pemeluk agama Katolik dan Hindu juga tidak menunjukkan perbedaan rata-rata yang signifikan.<br />8. Berdasarkan uji regresi yang dilanjutkan dengan path analysis, dapat dikemukakan bahwa: <br />a. inklusifitas memiliki pengaruh langsung (22,3%) terhadap tingkat kerjasama umat beragama secara signifikan.<br />b. Akses informasi memiliki pengaruh langsung (16,5%) secara sangat signifikan terhadap kerjasama.<br />c. Tingkat kepercayaan yang berdimensi hubungan sosial memiliki pengaruh terhadap kerjasama (30,6%), ini merupakan pengaruh langsung terbesar dalam model analisis.<br />d. Tingkat kepercayaan berdimensi ekspetasi memiliki pengaruh langsung terhadap kerjasama (12,5%), ini merupakan pengaruh langsung terkecil dalam model analisis.<br />e. Status sosial ekonomi seseorang menunjukkan pengaruh langsung secara significan terhadap kerjasama (24,4%). Di samping itu, variabel ini berpengaruh secara tidak langsung terhadap kerjasama melalui trust berdimensi ekspektasi sebesar 12,5% sehingga total pengaruhnya adalah 26,3%. <br />Berdasarkan model-model regresi yang termasuk ke dalam model hipotetik antarvariabel penelitian, ternyata nilai R Square adalah 0,520. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel yang diteliti dalam studi ini mampu menjelaskan keragaman pengaruh sebesar 52%. Dengan demikian terdapat 48% variabel lain yang mungkin berpengaruh terhadap kerjasama<br /><br />B. Rekomendasi<br />1. Berdasarkan hasil analisis di atas, perlunya dilakukan peningkatan inklusifitas keberagamaan masyarakat, sebab diyakini dengan meningkatnya sikap inklusifitas masyarakat maka akan meningkat pula tingkat kerjasamanya. Oleh sebab itu diharapkan materi ajaran agama yang disampaikan kepada masyarakat merupakan ajaran agama yang bersifat inklusif atau memahami ajaran agama secara komprehensif.<br />2. Mengingat bahwa tingkat kepercayaan berdimensi hubungan sosial mempunyai pengaruh terbesar dalam hal kerjasama, maka pemerintah diharapkan menyediakan lebih banyak sarana dan prasarana sosial seperti tempat oleh raga, gedung kesenian, balai pertemuan yang memungkinkan masyarakat berbeda agama dapat bertemu, berinteraksi dan berdialog sehingga dapat meningkatkan hubungan sosial diantara mereka.<br />3. Mengingat faktor sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kerjasama, maka meningkatnya ekonomi masyarakat sangat berpengaruh dalam meningkatkan kerjasama antarumat beragama. Pemerintah diharapkan memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan dan bantuan modal kepada masyarakat yang tingkat ekonominya tergolong rendah.<br />4. Mengingat tingkat pendidikan mempunyai korelasi terhadap kerjasama antarumat beragama, maka di daerah-daerah yang masih rendah tingkat pendidikannya, perlu ditingkatkan tingkat pendidikannya dengan mendirikan sekolah-sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) dan menyediakan tenaga gurunya.<br />5. Mengingat terdapat sekitar 48% variabel lain yang diduga berpengaruh terhadap tingkat kerjasama, maka diperlukan penelitian lebih lanjut dengan mengungkap variabel lain seperti antara lain variabel budaya dan variabel politik.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR KEPUSTAKAAN<br /><br />Nurcholish Madjid, Kehampaan Spiritual Masyarakat Modern, Mediacita, Jakarta, 2000.<br />M.Yusuf Asri, Ketuhanan Yang Maha Esa Dalam Kehidupan Beragama dan Berbangsa di Indonesia, Departemen Agama RI, Jakarta, 2001.<br />Jajat Burhanudin, dkk, Sistim Siaga Dini (terhadap kerusuhan sosial), Badan Litbang Agama & PPIM-IAIN Jakarta, Jakarta, 2000.<br />Rosita, S, Noer, Kerusuhan Sosial, Masalah SARA, Hubungan, Struktur dan Jarak Sosial, dalam Mursyid Ali (editor) Konflik Sosial, Demokrasi dan Rekonsiliasi, Menurut Perspektif Agama-Agama, Badan Litbang Agama, Jakarta, 2000.<br />Kimbal Young, Social Cultures Processes, dalam Setangkai Bunga Sosiologi, Oleh Selo Sumarjan dan Sulaiman Sumardi, Jakarta, Penerbit Fakultas Ekonomi UI, hal 206.<br />George Ritzer & Douglas J. Goodman, 2003. Sociological Theory.<br />Sumanto Al-Qurtuby, Mendesain Kembali Format Dialog Agama, Kompas, 8 September 2008.<br />Raimundo Panikkar, Dialog Intra Relegius, Yogyakarta, Kanisius, 1994, dalam Lucia Ratih Kusumadewi, Sikap dan Toleransi Beragama di Kalangan Mahasiswa: Studi di Tiga Perguruan Tinggi di Jakarta, Skripsi, FISIP UI, 1999.<br />Komarudin Hidayat,: “Ragam Beragama”, dalam Andito (ed)<br />Fu Xie, “Hubungan Antara Orang Kristen dan Islam dalam Masyarakat Sipil: Studi di Kota Sukabumi dan Kota Bandung”, Jakarta, Disertasi, Program Pascasarajana FISIP UI, Tidak diterbitkan, 2006.<br />Lucia Ratih Kusumadewi, “Sikap Toleransi Beragama di Kalangan Mahasiswa”: Studi di Tiga Perguruan Tinggi di Jakarta, Jakarta, Skripsi FISIP UI, 1999.<br />Direktorat Agama Dan Pendidikan Deputi Bidang SDM Dan Kebudayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ BAPPENAS, Kajian Peran Lembga Sosial Keagamaan Dalam Pengembangan Wawasan Multikulturalisme”, Jakarta, 18 Desember 2007.<br />Muhamad Hisyam, Budaya Kewargaan: Komunitas Islam Di Daerah Aman Konflik, LIPI Press, Jakarta, 2007<br />Vipriyanti, Studi Sosial Ekonomi Tentang Keterkaitan Antara Modal Sosial dan Pembangunan Wilayah: Disertasi Pascasarjana IPB.Bogor, 2007.<br />WWW.WAHIDINSTITUE.ORGUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2801355431934248608.post-89391681742044148772009-04-11T10:43:00.000+07:002009-04-11T10:46:26.492+07:00KELOMPOK KESATUAN AL-HAQ<br />DI PEKANBARU PROVINSI RIAU<br />1<br />PENDAHULUAN<br />Beberapa bulan belakangan ini umat Islam Indonesia dikejutkan dengan munculnya kelompok keagamaan yang dikenal oleh sebagian masyarakat dengan Al-Haq. Kelompok ini ditengarai telah berkembang di beberapa kota besar di Indonesia, termasuk dikampus-kampus dan kawasan industri. Eksistensi kelompok Al-Haq belum banyak diketahui orang.<br />Informasi awal tentang kelompok ini diperoleh melalui hasil investigasi yang dilakukan oleh Tim Investigasi Aliran Sesat Forum Ulama Umat Indonesia (TIAS-FUUI) dan melalui internet yang menyatakan bahwa doktrin keagamaan kelompok ini bertentangan dengan ajaran Islam, yaitu: (1) Mendoktrinkan bahwa dosa bisa ditebus dengan uang; (2) Menganggap orang lain diluar kelompoknya sebagai kafir; (3) Menyetorkan 25% dari penghasilannya untuk jama’ah sebagai penebusan dosa; (4) Orang yang keluar dari kelompoknya dinyatakan telah murtad (kafir); (5) Salat dilakukan hanya satu kali dalam sehari semalam; (6) Kewajiban puasa bisa dikonversi dengan uang; (7) Zaman sekarang ini dipandang sebagai zaman belum futuh Makkah, sehingga belum diwajibkan salat, zakat, puasa ataupun ibadah haji.<br />Apabila dicermati doktrin-doktrin diatas tampaknya ada kecendrungan bahwa kewajiban-kewajiban keagamaan bisa gugur bila dikonversi dengan uang. Jika doktrin ini benar tentu berpengaruh terhadap perilaku pengikutnya. Oleh karena itu perlu diungkap tentang karakteristik organisasi ini dan bagaimana pula perilaku para anggotanya. Seberapa jauh organisasi ini telah menimbulkan keresahan dalam masyarakat dan apakah juga perilaku mereka itu pada hakekatnya bertentangan dengan agama?<br />Dari latar belakang diatas, maka masalah yang ingin diungkap adalah:<br />(1). Siapa tokoh utamanya? (2). Seperti apa faham keagamaannya? (3). Bagaimana bentuk organisasi dan pengelolaannya? (4). Jaringan organisasinya seperti apa dan meliputi organisasi apa saja? (5). Bagaimana sistem pendanaannya? (6). Bagaimana sistem perekrutan anggotanya? (7). Segmen masyarakat mana yang menjadi pendukungnya?<br />Melalui kajian ini diharapkan dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang kelompok Al-Haq yang berkaitan dengan (1) tokoh utamanya; (2) faham keagamaan; (3) bentuk organisasi; (4) jaringan organisasi; (5) sistem pendanaan; (6) rekrutmen anggota; (7) segmen masyarakat yang menjadi pendukung.<br />Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif, yaitu mendeskripsikan hasil penelitian sesuai dengan tujuannya dan diikuti dengan analisis secara deskriptif.<br />Data dikumpulkan melalui wawancara dan studi dokumentasi. Berdasarkan informasi awal yang dipeoleh dari media massa dan internet tentang keberadaan kelompok Kesatuan Al-Haq, maka penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Dipilihnya daerah ini sebagai sasaran penelitian karena di daerah ini MUI Kota Pekanbaru telah mengeluarkan fatwa tentang keberadaan kelompok Kesatuan Al-Haq, selain itu beberapa pengikutnya telah ditangkap oleh Polsek Kecamatan Tampan, walaupun akhirnya dibebaskan.<br /><br />II<br />TEMUAN PENELITIAN<br />Proses Munculnya Kasus.<br />Bermula dari seorang mahasiswi sebut saja namanya Wulan ( nama samaran) terjerat mengikuti kelompok ini. Tetapi tatkala ia sudah mengikuti beberapa kali pengajian kelompok ini, ia dituntut untuk membayar uang sebanyak Rp 400.000,-, ia nampaknya tidak mampu untuk membayar. Ia dikejar-kejar terus, merasa tertekan maka ia memberitahukan hal tersebut kepada orang tuanya. Berdasarkan pertimbangan tertentu, maka orang tuanya melaporkan hal tersebut kepada Kepolisian Sektor Kecamatan Tampan. Berdasarkan laporan tersebut maka pihak kepolisian mengadakan penggerebekan, dan berhasil menangkap mereka yang ketika itu tinggal mengontrak disebuah rumah yang beralamat di Jalan Al-Ikhlas RT 02/07 Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Pekanbaru.<br />Berdasarkan informasi dari mereka yang berhasil di periksa, kelompok mereka terdiri dari tujuh orang yaitu :<br />1.Tania, beralamat di Jl Al-Ikhlas RT 02 RW 07 Kelurahan Tua Karya Kecamatan Tampan Pekanbaru;<br />2.Fitri alias Cahaya, beralamat di Jl Al-Ikhlas RT 02 RW 07 Kelurahan Tuah Karya Pekanbaru;<br />3.Rika alias Ika umur 26 Tahun, beralamat di Jakarta;<br />4.Gunarsih alias Asih/Nina, umur 21 Tahun, alamat Desa Pesuningan RT 01/01 Kecamatan Prembun Kebumen;<br />5.Melli alias Milla, umur 21 Tahun, alamat Pasar Minggu Lebak RT 10/08 Kelurahan Pejaten Pasar Minggu Jakarta Selatan;<br />6.Disa Kurniawati alias Disa, umur 21 Tahun, alamat Jl KH Abdul Wahab, RT 04/06 Kelurahan Duri Kosambi Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat;<br />7.Turini alias Wita, umur 22 Tahun, alamat Kampung Bojong Koneng RT 001/002 Kelurahan Telaga Murni Kecamatan Cikarang Barat Bekasi;<br />Dari tujuh nama tersebut orang yang dianggap sebagai pimpinan mereka yaitu Tania, tidak ikut tertangkap, begitu juga dua orang lainnya. Sehingga yang berhasil ditangkap hanya 4 orang yaitu: Rini, Erika, Melli dan Disa. <br />Berdasarkan hasil pemeriksaan Kepolisian Sektor Tampan, diperoleh informasi tentang kelompok Kesatuan Al-Haq sebagai berikut:<br />1.Ajaran yang dikembangkan diambil dari potongan ayat-ayat Al-Qur’an yang bertemakan tentang kewajiban berjihad. Apabila seseorang pengikut telah mampu mengajak dua orang untuk menjadi pengikut kelompok ini maka tidak diwajibkan lagi untuk mengerjakan salat.<br />2.Bila seseorang mau masuk kelompok ini harus mengucapkan ikrar yang berbunyi: “ Saya menyatakan janji kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri”.<br />3.Pengajaran dilakukan secara rahasia, dan setiap anggota diwajibkan untuk hijrah ke tempat-tempat yang dirahasiakan dengan cara menututp mata dengan kain hitam. Setiap anggota diwajibkan membayar sedekah sebesar Rp 200.000,- hingga Rp 1000.000,-<br />4.Ajaran yang dikembangkan antara lain para anggota Aliran Kesatuan Al-Haq dilarang keras berhubungan dengan keluarga, pihak luar, TNI/POLRI dan ulama/ustadz, dan mereka dibolehkan untuk melawan orang tua.<br />5.Pakaian yang digunakan berupa pakaian biasa dan berjilbab, akan tetapi pada saat mengikuti pengajian yang diadakan dua kali dalam seminggu, setiap anggota mengenakan pakaian jubah berwarna hitam.<br />6.Anggota kelompok Kesatuan Al-Haq pada umumnya wanita, berpendidikan SD hngga SMK yang putus sekolah, dilihat dari segi ekonomi tergolong ekonomi rendah, serta memiliki pengetahuan agama yang sangat minim.<br />7.Anggota Kesatuan Al-Haq tidak berinteraksi dengan masyarakat sekitar sehingga menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat dimana mereka tinggal.1 <br />Terhadap Aliran Kesatuan Al-Haq ini Majelis Ulama Indonesia Kota Pekanbaru telah melakukan pengkajian. Berdasarkan kajian MUI, aliran Kesatuan Al-Haq dinyatakan sebagai aliran yang sesat berdasarkan Keputusan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Pekanbaru Nomor 20 Tahun 1428 H/2007 M, setelah mendengarkan hasil rapat Komisi Fatwa MUI Kota Pekanbaru pada hari Senin, 24 Syawal 1428 H/ 05 Nopember 2007 M. <br />Dalam keputusan Komisi Fatwa MUI Pekanbaru aliran ini dianggap sesat berdasarkan hal-hal sebagai berikut:<br />1.Kelompok ini mengkafirkan orang lain diluar kesatuan mereka, hal ini dianggap bertentangan dengan Al-Qur’an, akibatnya mereka memiliki doktrin bahwa orang selain mereka adalah musuh sekalipun kaum kerabat. Kaum Muslimin Indonesia adalah kafir bagi kesatuan mereka.<br />2.Pemahaman tentang Ahlul Kitab.Orang Yahudi dan Nasrani telah meninggalkan Taurat dan Injil maka mereka bukanlah Ahlul Kitab, sebagaimana umat Islam diluar kesatuan mereka telah meninggalkan Al-Qur’an maka mereka bukan lagi Ahlul Kitab. Oleh sebab itu mereka diidentifikasikan sebagai umat yang bukan memiliki kitab (Al-Qur’an).<br />3.Konsep mereka tentang hijrah (meninggalkan kampung/negeri) hal ini bertentangan dengan hadits Nabi ketika Fathul Makkah. Hijrah menurut mereka adalah masuk dalam kesatuan mereka.<br />4.Merahasiakan kegiatan mereka kepada siapapun ( sunnah rahasia).<br />5.Tujuan kesatuan Al-Haq adalah Iman, Hijrah dan Jihad. Inti semuanya adalah berjihad dan mereka menterjemahkan Tilawah dengan Jihad, pada hal tilawah dalam Islam artinya memperbanyak zikir, bukan berarti Jihad seperti yang mereka pahami.2<br />Menurut MUI, faham yang disebarkan oleh Kesatuan Al-Haq dapat memecah belah umat Islam, oleh sebab itu MUI meminta kepada Pemerintah untuk menindak lanjuti dan memproses secara hukum faham kesatuan Al-Haq. <br /><br />Penanganan Kasus<br />Setelah MUI Pekanbaru mengeluarkan fatwa tentang sesatnya kelompok Kesatuan Al-Haq, Pemerintah Kota Pekanbaru mengadakan pertemuan dengan berbagai pihak yang terkait, termasuk Kepala Kandepag Kota Pekanbaru. Pertemuan tersebut antara lain mengambil keputusan agar pemerintah kota mengambil langkah tegas untuk segera melakukan razia. Razia ini diperlukan, guna membendung berbagai jenis aliran sesat yang terus menyebar di Indonesia tak terkecuali di Pekanbaru.3<br />Pihak Kepolisian Kota Besar Pekanbaru mengirim surat kepada Kepala Kejaksaan Negeri Pekanbaru, melalui surat No R/425/X/2007 tanggal 30 Oktober 2007. Isi surat itu menginformasikan tentang ajaran Kesatuan Al-Haq yang diduga menyebarkan ajaran sesat. Menjawab surat Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Riau Kota Besar Pekanbaru, Kepala Kejaksaan Negeri Pekanbaru mengirim surat No B-03/N.4.10/Dsp.3/11/2007 tanggal 12 Nopember 2007, yang menginformasikan bahwa Kejaksaan Negeri Pekanbaru telah menerima Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Pekanbaru yang menyatakan bahwa Aliran Al-Haq telah menyimpang dari ajaran Islam, oleh karenanya dianggap sebagai Islam sesat. Informasi dari sdr (Kepolisian) serta MUI Kota Pekanbaru telah diteruskan kepada Kejaksaan Tinggi Riau untuk selanjutnya diteruskan ke Kejaksaan Agung, sesuai ketentuan Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965, Pasal 2 bahwa Aliran tersebut haruslah dinyatakan terlarang terlebih dahulu oleh Jaksa Agung, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri.4<br />Dari pihak Kantor Departemen Agama Kota Pekanbaru setelah menerima hasil keputusan Komisi Fatwa MUI Kota Pekanbaru dan rapat kordinasi dengan Walikota Pekanbaru, mengundang tokoh-tokoh agama dan pimpinan ormas keagamaan untuk membicarakan jalan keluar dalam menghadapi perkembangan aliran Kesatuan Al-Haq di Pekanbaru.5<br /><br />Profil Dan Ajaran Aliran Kesatuan Al-Haq<br />Kelompok ini menamakan dirinya Kesatuan Al-Haq, dinamakan demikian karena mereka memperjuangkan kebenaran (Al-Haq/ Al-Quran), sedangkan kesatuan berarti kumpulan atau kelompok. Kesatuan Al-Haq berarti kelompok atau perkumpulan orang-orang yang menegakkan agama Allah berdasarkan ajaran Al-Qur’an, sebagai lawan dari Kesatuan Bathil.<br />Pimpinan kelompok ini di Pekanbaru bernama Taniah berasal dari Jawa Tengah, sebagai pendamping untuk menyebarkan paham ini, terdapat enam orang yang semuanya wanita, dan dapat ditangkap hanya 4 orang, sedangkan yang tiga orang lagi termasuk pimpinannya tidak dapat ditemukan<br />Aliran ini berpusat di Jawa, tapi tidak jelas dimana keberadaan pimpinan mereka, karena mereka tidak tahu siapa pimpinan mereka yang paling tinggi. Mereka hanya tahu atasannya saja, yang disebut sebagai ketua jaringan. Jaringan membawahi anggota yang disebut TL<br />Anggota yang direkrut baru sebanyak dua orang, semuanya wanita dan berstatus sebagai mahasiswi. Tetapi kemudian dua orang ini keluar karena ajaran yang disampaikan dianggap kurang cocok bagi mereka, terutama tentang kewajiban membayar uang terhadap kesatuan yang jumlahnya sangat besar bagi ukuran seorang yang masih berstatus sebagai pelajar/mahasiswi. Bagi seseorang yang akan masuk (hijrah) ke kesatuan diharuskan mengucapkan janji setia dan membayar infaq (dana). <br />Bagi mereka yang baru hijrah diadakan pembinaan pemantapan kepahaman tentang Iman-Hijrah dan Jihad sebanyak 3 kali. Tujuannya adalah:<br />a.Menunjukkan bukti-bukti yang lebih dalam dari Qur’an, bahwa dengan melakukan Iman-Hijrah- Jihad saudara benar-benar berada pada jalan ”Yang Lurus”. Jalan yang benar disisi Allah, Rasul dan Qur’an.<br />b.Mengetahui lebih mendalam tentang JALAN IMAN-HIJRAH- JIHAD sebagai satu-satunya jalan keselamatan sebagaimana yang diajarkan oleh Allah dalam Qur’an melalui Rasul-Nya.<br />c.Mengetahui bagaimana status orang-orang yang MELAKUKAN Jalan Iman-Hijrah-Jihad di mata Allah, dan bagaimana pula status orang-orang yang TIDAK MELAKUKAN jalan Iman – Hijrah – Jihad dimata Allah.<br /><br />Bertilawah<br />Diantara kewajiban yang dibebankan kepada anggotanya adalah bertilawah.. Tilawah berarti membacakan ayat-ayat Allah untuk memberi mereka kabar gembira akan rahmat yang besar serta ampunan dari Allah, dan supaya mereka mengenal Allah dengan pengenalan yang semestinya. Tujuannya adalah agar orang-orang yang dibacakan itu mengenal kehendak Allah, yaitu agar memahami bahwa tak seorangpun di muka bumi ini yang boleh memberi izin akan perbuatan-perbuatan yang diharamkan Allah, dengan kata lain, kita harus hidup dengan Qur’an sebagai standar segala aktifitas. Target dari setiap anggota adalah menghijrahkan sebanyak-banyaknya orang, sebagai wujud pertolongan saudara terhadap agama Allah. Dengan banyaknya orang yang hijrah maka kekuatan kita (KA) akan semakin besar.6<br />Dalam tatanan Kesatuan Al-Haq tilawah adalah salah satu unsur pembinaan teritorial yang mengarah kepada pertumbuhan jumlah - dengan pengertian makin banyak jumlah, akan semakin kuatlah kesatuan. Karena bertilawah termasuk amalan Lima Pembinaan, dengan bertilawah berarti seseorang menambahkan bagi dirinya syarat-syarat keselamatan.7<br />Dalam hal bertilawah kepada anggota diajarkan tentang manfaat bertilawah, aqidah bertilawah, orang yang melakukan tilawah berarti telah menolong agama Allah, model rekrutmen anggota, daftar nama dan kontak. Kemudian diuraikan bagaimana memulai kegiatan TL, tentang enam jurus bertilawah, cara melihat respon calon TL, aturan MN TL, dan beberapa nasehat bagi para pelaku TL. Dibicarakan juga materi – materi standar yang harus disampaikan dalam melakukan TL (Fungsi Al-Quran, Haq - Bathil, dan Iman-Hijrah–Jihad), setelah itu cara melakukan evaluasi dan membuat program.<br />Selanjutnya dibicarakan tentang Kepemimpinan dalam pandangan Al-Qur’an. Dalam diktat ini antara lain dibahas mengenai sub-bab sebagai berikut: (1) Hidup dibawah kepemimpinan itu adalah wajib; (2) Pemimpin harus menegakkan Kitab, (3) Kitab adalah petunjuk untuk mencapai kemenangan dunia & akhirat; (4) Kesalahkaprahan umat Islam secara umum; (5) larangan Allah mengambil Pemimpin yang Kafir kepada ayat-ayat Allah; juga dibahas tentang (6)Pemimpin yang Mengaburkan ajaran agama dan tidak menghendaki agama Allah tegak;<br /><br />Sunnah Rahasia<br />’Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam GOA ITU niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu, (QS 18: 16).<br />Bicara GOA berarti bicara tempat yang ”jauh dan tersembunyi”. Maka dengan sangat mudah kita mengetahui mengapa ada perintah mencari tempat berlindung ke dalam GOA, yaitu supaya kita masuk ke dalam “tempat rahasia”. Dalam sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW, kita juga telah mengenal istilah “berjuang secara sembunyi-sembunyi”. Maka kerahasiaan itu adalah sunnah. Sedangkan istilah GOA ITU mengacu kepada “goa” yang khusus dan tertentu. Itulah Kesatuan yang merupakan penerapan dari pola perjuangan orang-orang terdahulu: Kesatuan Yang Haq.<br />Di dalam tempat rahasia (Kesatuan Al-Haq) inilah kita mendapatkan petunjuk-petunjuk yang membuat kita menjadi sangat paham dengan Qur’an, dan disanalah kita akan mendapatkan hal-hal yang akan memajukan kita dalam berpikir dan berbuat, secara luar biasa. Keberadaan kelompok ini tidak boleh diberitahukan kepada orang lain, sekalipun kepada teman akrab (QS 60/1). <br />Ahli Kitab<br />Ahli artinya pewaris, Kitab yaitu Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Di zaman Rasulullah, pewaris kitab adalah Yahudi dan Nasrani. Mereka semua telah meninggalkan Kitab. Umat Islampun hari ini sudah melupakan Qur’an.<br />Dengan demikian berlakulah perkataan terhadap umat Islam, sebagaimana yang berlaku terhadap Yahudi dan Nasrani. Perkatan itu adalah bahwa Allah mencabut rahmat kepewarisan (petunjuk, warisan bumi, kesejahteraan, kekuasaan, surga firdaus) dari mereka, kecuali yang bertaubat dengan memasuki pola orang-orang terdahulu (Iman-Hijrah- Jihad).<br />Dalam bagian ini juga dibicaraka tentang keingkaran Ahli Kitab terhadap perintah Allah yang sangat prinsip; kekeliruan/kesalahkaprahan Ahli Kitab. Dari uraian-uraian diatas nampak yang paling pokok dalam kelompok ini adalah penegakkan kitab Allah, mereka yang tidak mengikuti pemimpin yang menegakkan Kitab Allah amalnya akan sia-sia.8<br /><br />Berhala<br />Berdasarklan pemahaman terhadap hal-hal yang dikemukakan sebelumnya maka didapatkan kesimpulan bahwa hidup yang benar adalah hanya berpedoman kepada Kitabullah, baru bisa disebut menyembah Allah. Berpedoman pada selain dari Kitabullah berarti menyembah berhala.(Lihat surat 5: 68).9<br /><br />Pecahbelah<br />Orang Islam yang mengaku Islam belum tentu Islam dimata Allah, demikian pula mereka yang berbuat baik belum tentu baik dimata Allah. Mengapa demikian? Karena mereka mengakui aturan lain selain aturan Allah, yaitu aturan berhala. Padahal pemimpin-pemimpin berhala tidak mau membiarkan umat Islam bersatu, karena mereka tidak menginginkan umat Islam menjadi kuat.<br />”Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?” (QS 14:28).<br /><br />Pedoman Pola Pikir Kesatuan AL-HAQ<br />Pedoman Pola Pikir Kesatuan Al-Haq mempunyai 5 hal yaitu Motivasi; Prioritas, Profesionalisme; Spiritualitas dan Konsistensi. Motivasinya karena Allah; Prioritasnya mendahulukan Allah, Rasul dan Jihad; Profesionalisme: dengar dan ta’at; Spritualitasnya :Ingin membersihkan dan mensucikan diri dan Konsistensinya adalah mempunyai kesabaran yang tinggi<br />Dalam bagian ini antara lain dijelaskan mengenai kesatuan sebagai wadah pemebelajaran; pentingnya pembelajaran; memahami perlawanan kelolaan; aktifitas Jihad sebagai proses belajar; Akhlak dan keberhasilan; Akhlak dan Profesionalisme; Peran pola pikir dalam menciptakan keseimbangan; mengapa harus pedoman pola pikir.<br />Dalam menguraikan tentang Kesatuan Sebagai Wadah Pembelajaran disebutkan bahwa aktifitas teritorial secara keseluruhan harus dipandang sebagai program pembelajaran: Kesatuan teritorial harus dipandang seperti sebuah wadah pembelajaran (lembaga pendidikan) yang mendidik dan melatih anggota mulai dari menanamkan materi-materi dasar/pengkondisian awal, pengenalan kepada sistem prospekting (pertilawahan)-DN, kontak, follow up, membawakan acara, membina dengan PPK/PL dst – mengelola jaringan menjadi P-TL, menjadi P-BN, REP, T-MH, KST dst.<br />Sedangkan mengapa para anggota harus mengikuti pedoman pola pikir? Karena Pola Pikir Kesatuan adalah sifat dan jati diri anggota Kesatuan yang dengan itu mereka bisa menjadi SDM yang mempunyai kekuatan malaikat, yaitu loyalitas yang sangat tinggi dan tidak mempunyai fokus lain selain dari kepentingan-kepentingan Kesatuan yang harus ia sempurnakan, sementara mereka menggantungkan seluruh harapan mereka kepada Allah melalui Kesatuan dan pencapaian-pencapaiannya.<br /><br />Jihad<br />Pengertian Jihad merupakan inti dari jalan Iman – Hijrah - Jihad (IHJ), sebagaimana dicontohkan oleh orang-orang terdahulu, seperti Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad. Diungkapkan dalam Al-Qur’an Surat 2 ayat 218 ( Rahmat dan ampunan); 8: 74 (Benar-benar beriman); 8: 75 ( Golongan Allah dan Rasul); 9: 20 ( Tinggi derajatnya).<br />Kemenangan > Jihad > Menegakkan Agama Allah inti dari jalan IHJ.<br />Menurut QS 42: 13; “ Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad Menegakkan Agama Allah, dan jangan berpecah-pecah (bersatu).<br />QS 3: 142: Surga > Jihad > Sabar<br />QS 9: 24 : Harus lebih mengutamakan Allah, Rasul, Jihad.<br />Dalam bab ini diuraikan: mengapa kita harus Jihad; bagaiaman cara berjihad. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan : Hakekat menegakkan agama Allah adalah dalam Kesatuan Al-Haq (QS 41: 31; 28: 85). Saat ini yang kita lakukan adalah untuk membangun Kesatuan Al-Haq dengan penjabaran: <br />Allah pasti menolong (3/10); dimana kita berada disitu pasti ada Allah ( 4/78); lari dari Jihad tidak ada gunanya (2/12) Mengikuti keridhoan Allah merupakan karunia yang besar; takutlah kepada Allah (3/175).10<br /><br /> Pedoman Pengelolaan Kesatuan AL-HAQ<br />Dalam bagian ini diuraikan tentang apa yang harus dilakukan atasan dan apa yang harus dilakukan oleh anggota. Pimpinan tingkat bawah harus mencontohkan sopan santun &kerendahan hati terhadap atasan dihadapan bawaham, menunjukkan dukungan penuh terhadap perintah-perintah atasan dihadapan bawahan, intinya mendukung atasan tanpa reserve. Selain itu memandang struktur yang berlaku dalam Kesatuan adalah bagian dari ketetapan Allah yang harus disikapi dengan penerimaan yang ikhlas dimana sikap seperti ini harus dicontohkan terhadap bawahan. Sedangkan anggota harus menjaga nama baik atasan, pimpinan dan Kesatuan. Juga harus dipelihara persatuan, dan pimpinan dalam menerapkan kebijakan harus tegas disamping harus toleran.<br /><br />III<br />KESIMPULAN DAN REKOMENDASI<br />Kesimpulan<br />Berdasarkan uraian sebelumnya maka diambil kesimpulan sebagai berikut:<br />1.Kelompok Kesatuan Al-Haq sudah tersebar di Pekanbaru, melalui beberapa orang penyebar yang datang dari Pulau Jawa. Meskipun demikian baru sedikit yang terpengaruh dengan ajaran kelompok ini, itupun akhirnya keluar karena merasa tidak cocok. Kelompok ini merupakan jaringan dari Kesatuan Al-Haq yang berada di Pulau Jawa sebagai Pusat.<br />2.Terhadap kelompok ini Komisi Fatwa MUI Pekanbaru telah mengeluarkan Fatwanya No 20 Tahun 1428 H/ 2007 M, tanggal 24 Syawal 1428H/ 5 Nopember 2007, yang menyatakan bahwa Faham Kesatuan Al-Haq adalah sesat.<br />3.Masyarakat yang menjadi sasaran untuk direkrut adalah para wanita, mahasiswi, teman (bukan keluarga), pemahaman agama yang masih kurang, berpendidikan rendah, status ekonominya rendah. Tempat yang dijadikan sasaran untuk merekrut anggota, pusat-pusat perbelanjaan, tempat-tempat kos, pusat-pusat keramaian, dan kampus.<br />4.Kelompok ini menamakan dirinya “Kesatuan Al-Haq.” Kesatuan Al-Haq adalah sebuah kelompok yang bersifat rahasia, bertujuan untuk menegakkan agama Allah berdasarkan Al-Qur’an. Konsep Al-Qur’an yang utama adalah Iman – Hijrah dan Jihad.<br />5.Iman dalam arti percaya mengikuti jalan keselamatan para rasul, yang berupa Iman-Hjirah dan Jihad. Hijrah berarti pindah dari jalan yang batil ke jalan yang Haq dalam arti masuk ke Kesatuan Al-Haq; sedangkan Jihad artinya berjuang dan berkurban dengan jiwa dan harta, yang dimaksud berjuang dengan jiwa, melakukan tilawah, yaitu mengajak orang untuk masuk ke Kesatuan, dan berjuang dengan harta memberikan dana untuk Kesatuan (Sodaqah/SDQ). <br />6.Organisasi ini bersifat rahasia, karena mengikuti sunnah rasul. Menurut mereka Rasul ketika menyebarkan ajarannya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Oleh sebab itu keberadaan Kesatuan ini tidak boleh diberitahukan kepada orang lain yang bukan anggota.<br />7.Untuk merekrut anggota baru dilakukan melalui Tilawah. Tilawah adalah membumikan Al-Qur’an atau membacakan ayat-ayat Allah kepada calon anggota. Apabila melalui Tilawah orang tersebut sudah tertarik, maka ia di hijrahkan. Hijrah dilakukan dengan mengucapkan janji setia dan membayar dana. Model perekrutan anggota memakai metode Multi Level Marketing (MLM), dimana setiap orang dikenakan kewajiban merekrut sejumlah orang, dan mereka yang berhasil direkrut itu, kemudian diwajibkan untuk merekrut sejumlah orang lagi, begitu seterusnya. Semakin banyak anggota semakin besar Kesatuan, dan semakin kaya (banyak uang).<br />8.Para pelaku Tilawah telah di kader melalui pengkaderan yang sangat intensip dan terencana dengan materi pembelajaran yang telah dipersiapkan secara lengkap. Kemudian para pelaku Tilawah dimotivasi dengan berbagai ayat Al-Qur’an agar mereka semangat melakukan Tilawah.<br />9.Ayat-Ayat Al-Qur’an yang dikutip, ditafsirkan dengan tafsiran yang sangat menguntungkan kelompok mereka, sehingga bagi orang-orang yang kurang memahami tafsir Al-Qur’an, akan mudah terpengaruh.<br />10.Orang-orang yang berada diluar Kesatuan Al-Haq dianggap musuh, kafir, dan amalnya sia-sia, karena keyakinannya dianggap berbeda dengan mereka dan masih memegang aturan lain selain Al-Qur’an.<br /><br />Rekomendasi<br />Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang diungkapkan diatas maka direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:<br />1.Kelompok ini sudah tersebar di beberapa daerah, tapi nampaknya belum bisa dilacak keberadaan pimpinan pusatnya, pada hal kelompok ini ajarannya banyak yang bertentangan dengan ajaran Islam, yang dianut kelompok arus utama (mainstream). Oleh sebab itu disarankan agar pihak-pihak yang berwenang, melacak keberadaan Kesatuan ini.<br />2.Mengingat para kadernya telah dilatih secara intensip, bukan tidak mungkin banyak masyarakat yang akan terpengaruh dengan ajaran kelompok ini, oleh sebab itu diharapkan kepada para pimpinan ormas Islam dan pemuka agama lainnya agar selalu membentengi masyarakat dari pengaruh kelompok ini, dengan menjelaskan kesesatan ajaran mereka.<br />3.MUI Pusat agar segera mengeluarkan fatwanya, dan kepada Kejaksaan Agung agar segera melarang keberadaan kelompok ini.<br /><br />DAFTAR KEPUSTAKAAN<br />Kesatuan Al-Haq, Diktat, TL Membumikan Al-Qur’an<br />---------------------, Kepemimpinan Dalam Pandangan Al-Qur’an<br />---------------------, Pedoman Pola Pikir Kesatuan Al-Haq<br />---------------------, Jihad<br />---------------------, Pedoman Pengelolaan Kesatuan Al-Haq,<br />---------------------, Ajaran-Ajaran Pokok Kesatuan Al-Haq<br />---------------------, Janji Setia<br />Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru, Kecamatan Tampan Dalam Angka 2004/2005.<br />Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekanbaru dan Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru, Pekanbaru Dalam Angka 2006.<br />Akbarizan Dr.H, Pengikut Al-Haq Dibekali 3 Buku, Tribun, Pekanbaru, 4-11-2007.<br />Ardi Januar, TB, Inilah Teks Baiat Al-Qur’an Suci, Okezone.com, Selasa, 6-11-2007<br />-------------------, Cerita Aliran Suci Mantan Pengikut Disumpah Gila, Okezone,com, 3 -11-2007.<br />-------------------, Okezone.com, Al-Haq, Nama Lain Dari Al-Qur’an Suci, 5-11-2007.<br />Chaidir Anwar Tanjung, Poltabes Pekanbaru Bantah Tahan 4 Anggota Al-Haq, Detikcom, 7-11-2007.<br />-------------------------------, Detikcom, Aliran Alhaq Diburu Polisi di Pekanbaru, 1-11-2007.<br />Ilyas Husti, Dr.H, Aliran Al-Haq Sesat, Tribun Pekanbaru, 7 November 2007 dan Pekanbaru Pos, 7 November 2007.<br />Tarmizi Tohor, Yang Berwenang Nyatakan Sesat Adalah MUI, Riau Pos, 7 November 2007.<br /><br />Surat Kabar:<br />Riau Pos, 6 Nopember 2007<br />Riau Terkini.com, Jumlah Penyebar Ajaran Al-Haq Lebih Dari empat Orang, 2-11-2007.<br />MUI Keluarkan Fatwa Sesat Aliran Al-Haq, Suara Merdeka CyberNews, 7-11-2007.<br />Belum Berani Menuduh Sesat, Pekanbaru Pos, 27 Oktober 2007.<br />Boleh Shalat Tanpa Baju, Tribun Pekanbaru, 2 Novemebr 2007.<br />MUI Pekanbaru Segera Bersikap, Tribun Pekanbaru, 2 November 2007<br />Al-Haq Diindikasikan Sindikat Penipuan, Pekanbaru Pos, 4-11-2007.<br />Diajak Ngaji di Kos-kosan, Tribun, 4-11-2007.<br />Mahasiswi Pekanbaru Dibujuk Aliran Al-Haq, Riau Pos, 3 November 2007.<br />Fatwa MUI Tak Turun, Polsek Tampan Penasaran, Riau Pos, 6 November 2007<br />MUI: Al-Haq Aliran Sesat, Riau Pos, 7 November 2007I.<br /><br />Dokumen-Dokumen:<br />Keputusan Fatwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Kota Pekanbaru No 20 Tahun 1428 H/2007 M tentang Aliran Kesatuan Al-haq.<br />Surat Kepala Kejaksaan Negeri Pekanbaru, kepada Kepala Kepolisian Kota Besar Pekanbaru, tentang Yayasan Al-Haq di duga menyebarkan Aliran Sesat,<br />Surat Kepala Kepolisian Kota Besar Pekanbaru kepada Kepala Kejaksaan Negeri Pekanbaru, tentang Yayasan Al-Haq Yang diduga menyebarkan Aliran Sesat.<br />Hasil Penyelidikan Kepolisian Kota Besar Pekanbaru terhadap anggota Kelompok Yayasan Al-Haq.Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2801355431934248608.post-75159051743763353242009-04-11T10:40:00.000+07:002009-04-11T10:41:12.805+07:00KELOMPOK DAKWAH SALAFI VERSUS NON SALAFI<br />DI KECAMATAN LEMBAR KABUPATEN LOMBOK BARAT<br />PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT<br /><br />Oleh: <br />H.Nuhrison M.Nuh<br /><br /><br />PENDAHULUAN<br />Latar Belakang Masalah<br />Agama besar yang berkembang di Indonesia telah mengalami dinamika yang cukup fenomenal, baik dalam aspek ideologi, ritual, intelektual, eksperensial maupun dalam gerakan sosialnya. Perkembangan tersebut disebabkan karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal itu diantaranya adalah adanya perbedaan penafsiran terhadap pokok-pokok ajaran agama, paradigma pemikiran yang dipergunakan dalam menafsirkan, penekanan pengamalan agama secara ekslusif yang hanya mengakui faham mereka saja yang benar, sedangkan faham lainnya dianggap kafir dan sesat. Sedangkan faktor eksternal adalah pengaruh pemikiran dari luar seperti pemikiran yang dianggap liberal atau literal dalam mamahami teks-teks agama, maupun cara merespon terhadap realitas kehidupan yang berkembang dewasa ini. <br />Di Kabupaten Lombok Barat Propinsi Nusa Tenggara Barat, belum lama ini muncul kelompok Salafi yang berkembang pesat. Kehadiran kelompok ini mendapat respon negatif karena dianggap mempunyai faham yang sesat. Masyarakat yang tidak dapat menrima kehadiran kelompok Salafi itu kemudian melakukan tindakan anarkis. Masjid dan Pondok Pesantrennya dirusak. Mereka diperingatkan akan diusir dari kampung halamannya jika tetap mengajarkan paham tersebut. Harian Kompas tanggal 18 Juni 2006 menurunkan berita dengan judul “2 Jama’ah Salafi Minta Perlindungan”. Mereka meminta perlindungan kepada aparat Kepolisian Resort Lombok Barat, NTB, karena warga menolak acara pengajian yang diadakan oleh Jama’ah Salafi di Dusun Beroro Desa Jembatan Kembar Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat.” Harian Koran Tempo tanggal 6 April 2006 melaporkan ratusan warga kembali merusak fasilitas Pondok Pesantren Ihya’-as-sunnah di lingkungan Dusun Repok Gapuk, Desa Sekotong Tengah, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, NTB. Alasannya pesantren ini dianggap meresahkan warga, karena membawa ajaran Salafiyah yang bertentangan dengan ajaran Islam.” <br />Kasus tersebut di atas mendorong Puslitbang Kehidupan Keagamaan melakukan penelitian untuk mengetahui lebih mendalam bagaimana persisnya konflik yang terjadi antara kelompok Jamaah Salafi dan Non Salafi di Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat.<br />Masalah Penelitian<br />Sejalan dengan latar belakang di atas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:<br />1.Apa yang melatarbelakangi lahirnya kelompok Salafi di Lombok Barat;<br />2.Siapa tokoh pendiri dan bagaimana riwayat hidupnya;<br />3.Bagaimana kronologi munculnya konflik dan penanganannya;<br />4.Apa faham atau ajaran keagamaan yang dikembangkan;<br />5.Bagaimana respon pemerintah, pemuka agama dan masyarakat terhadap eksistensi faham/aliran Salafi di Lombok Barat. <br />Tujuan dan Kegunaan Penelitian<br />Penelitian ini bertujuan untuk menggali berbagai informasi yang berkaitan dengan kelompok Salafi di Lombok Barat Nusa Tenggara Barat untuk menjawab permasalah penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan berupa rekomendasi kepada pimpinan Departemen Agama dalam rangka membina kehidupan beragama masyarakat di masa mendatang.<br />Kerangka Teori<br />Menurut Imam Tholkhah dan Abdul Azis, asal usul munculnya gerakan keagamaan, setidaknya bersumber dari empat faktor laten.<br />Pertama, pandangan tentang pemurnian agama yang tidak hanya terbatas kepada praktek keagamaan, melainkan juga pemurnian atas sumber agama itu sendiri, yakni penolakan atas sumber selain Al Qur’an. Kedua, dorongan untuk mendobrak kemapanan paham keagamaan mainstream yang berkaitan dengan kebebasan setiap muslim untuk menjadi pemimpin bagi dirinya dalam memahami ajaran Islam dan tidak terikat kepada taklid buta dalam bentuk apapun. Ketiga pandangan tentang sistem kemasyarakatan yang diidealisasikan, seperti kepemimpinan tunggal di bawah seorang Amir, atau sistem ummah wahidah (satu ummat). Keempat, sikap terhadap pengaruh Barat seperti modernisme, sekularisme, kapitalisme, dan lain-lain. Dalam hal ini Islam ditempatkan sebagai alternatif yang mengungguli ideologi tersebut1.<br />Ahmad Amin mengajukan perspektif yang berbeda dengan pendapat yang dikemuakakan di atas. Menurut Ahmad Amin, timbulnya aliran-aliran dalam Islam disebabkan oleh dua faktor, yaitu internal dan faktor eksternal. Faktor internal diantaranya:<br />1.Al Qur’an selain mengandung seruan ke-Esa-an Allah (Tauhid) dan Nubuwat, juga mengandung perdebatan terhadap berbagai kepercayaan dan agama yang telah ada.<br />2.Perkembangan polfa berfikir para tokoh agama yang cenderung ke arah filsafat, mempertanyakan berbagai hal ihwal keagamaan yang mereka anut secara kritis. Keyakinan agama yang samar-samar digali tafsirnya.<br />3.Setelah Nabi wafat, timbul perbedaan pandangan politik mengenai khilafah dengan warna agama, sehingga mengambil bentuk perbedaan aliran.<br />Adapun sebab eksternal yang mendorong timbulnya aliran-aliran keagamaan antara lain: <br />1. Pemeluk Islam baru membawa tradisi lama mereka ke dalam kehidupan beragama. <br />2. Aliran-aliran dalam Islam yang dipelopori oleh Mu’tazilah, berusaha mengembangkan ajaran dengan kritis, dialog dan debat. Akibatnya mengundang aliran-aliran lain untuk melakukan hal yang sama dan membakukan ajaran masing-masing.2<br />Selain hal-hal yang dikemukakan di atas, ada satu konsep lagi yang perlu diperhatikan yaitu elective affinities. Konsep ini merujuk kepada kenyataan bahwa seringkali sesuatu agama itu mempunyai hubungan kedekatan dengan sesuatu budaya, struktur sosial, atau kelompok sosial atau kelompok etnik tertentu. Di Indonesia terdapat pula hubungan elective affinity antara agama dengan daerah tertentu atau etnik tertentu. Secara teoritik, hubungan itu dapat dipisahkan sehingga peran–peran seseorang dalam masyarakat juga dapat dipisahkan dalam statusnya sebagai pemeluk agama tertentu atau sebagai anggota etnik tertentu atau sebagai anggota kelas sosial ekonomi tertentu atau sebagai kelas pekerja tertentu. Di dalam kenyataannya pemisahan peran itu tidak mudah dilakukan bahkan terkadang mudah sekali terkacaukan. Sebagai akibatnya maka interaksi, konflik atau consensus dari berbagai pengelompokan sosial itu sedikit banyak, cepat atau lambat mempengaruhi interaksi, konflik atau konsensus antara komunitas-komunitas keagamaan yang ada.3<br />E. Metodologi<br />1. Bentuk studi<br />Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat eksploratif/kualitatif dalam bentuk studi kasus. Peneliti merupakan instrument utama yang bergantung pada kemampuannya dalam menjalin hubungan baik dengan subjek yang diteliti. Interaksi antara peneliti dengan yang diteliti diusahakan berlangsung secara alamiah, tidak menonjol, tidak dipaksakan.4 Dalam memahami data yang ditemui di lapangan, peneliti lebih bertumpu pada pendekatan fenomenologis yang berusaha memahami subjek dari sudut pandang mereka sendiri, memaknai berbagai fenomena sebagaimana dipahami dan dimaknai oleh para pelaku.5<br />2. Teknik pengumpulan data<br />Pengumpulan data dilakukan melalui triangulasi yaitu kajian pustaka, wawancara mendalam serta pengamatan lapangan. Kajian pustaka dilakukan baik sebelum maupun sesudah pengumpulan data lapangan. Kajian pustaka ditekankan pada usaha mengenal kasus yang hendak diteliti dan merumuskan permasalahan penelitian serta menentukan fokus penelitian. Sedangkan kajian pustaka dilakukan setelah penelitian adalah untuk menganalisis dokumen-dokumen yang dimiliki oleh pimpinan dan anggota kelompok faham tersebut pada temuan lapangan. Wawancara dilakukan dengan para tokoh dan para pengikutnya, pemuka agama setempat, tokoh masyarakat, masyarakat sekitar, Kepala Desa/Lurah, KUA, Camat dan Kepala Kandepag. Pengamatan dilakukan berkaitan dengan aktivitas sehari-hari faham/aliran Salafi dan interaksi antara pengikut dan bukan pengikutnya. <br /> <br /><br /><br /><br />GAMBARAN UMUM KABUPATEN LOMBOK BARAT<br />A. Geografi dan Demografi<br />Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Luas wilayahnya adalah 1.672,15 km2.. Sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa dan sebelah selatan dengan terdapat Samudra Indonesia, sebelah barat Selat Lombok dan Kota Mataram dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Timur. Secara administratif Kabupaten Lombok Barat terdiri dari 15 kecamatan dengan 121 desa/kelurahan dan 937 dusun. Jumlah penduduk pada tahun 2005 tercatat sebanyak 743.484 jiwa dengan 223.527 KK, yang terdiri 359.506 (48%) laki-laki dan 383.978 (52%) perempuan. Penyebaran penduduk hampir merata di seluruh kecamatan. Penduduk bertempat tinggal seluruh pelosok hingga pingiran hutan dan pantai. Jumlah penduduk paling banyak terdapat di Kecamatan Narmada dan Gunungsari, sedangkan yang paling sedikit terdapat di Kecamatan Pemenang.<br />Keadaan Pendidikan, Ekonomi dan Sosial <br /> Lingkungan sosial yang berkaitan dengan dunia pendidikan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, budi pekerti, ketrampilan dan semangat kebangsaan, sehingga dapat melahirkan sumberdaya manusia yang mampu membangun diri dan bangsanya. Sarana pendidikan baik negeri maupun swasta yang ada di Kabupaten Lombok Barat adalah: TK 93 buah, SD 450 buah, SLB 2 buah, SLTP 47 buah, SMA 24 buah, dan SMK 9 buah. (Lombok Barat Dalam Angka 2005). Mata pencaharian penduduk adalah di sektor pertanian, perkebunan/kehutanan, dan sub-sektor perikanan/kelautan. Sebagian kecil di bidang jasa, kerajinan dan pertambangan. Kehidupan perekonomian masyarakat Kabupaten Lombok Barat tergolong pra-sejahtera. Pelabuhan penyeberangan ke Pulau Bali berada di Kecamatan Lembar dirasakan dapat menopang perekonomian di sektor perikanan/kelautan dan jasa. <br />Masyarakat Lombok Barat merupakan penduduk pribumi keturunan asli dengan budaya Sasak. Mayoritas penduduk beragama Islam mejadikan ikatan dan interaksi sosial mereka sangat kental, dan menjadi unsur pemersatu dalam berkomunikasi dan berinteraksi sehari-hari, sehingga potensi tersebut dirasakan sangat menguntungkan untuk merajut kehidupan sosial dan menjaga kerukunan umat. <br />Kehidupan Keagamaan<br />Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (Kabupaten Lombok Barat Dalam Angka 2005) jumlah penduduk menurut pemeluk agama adalah sebagai berikut : <br />Agama<br />Pemeluk<br />Prosentase<br />Rumah Ibadah<br />Jumlah<br />Islam<br />679.206<br />92 %<br />Masjid<br />834<br /><br /><br /><br />Mushola<br />510<br />Kristen<br />306<br />0,04 %<br />Gereja<br />-<br />Katholik<br />59<br />0,00 8%<br /><br /><br />Hindu<br />50.260<br />6,8 %<br />Pura<br />124<br />Budha<br />8.626<br />1,17 %<br />Vihara<br />25<br />Dari gambaran di atas diketahui bahwa mayoritas penduduk Kabupaten Lombok Barat beragama Islam. Sampai saat ini umat Kristen dan Katholik di Kabupaten Lombok Barat belum memiliki sarana tempat ibadah sehingga mereka pergi ke Kota Mataram untuk melaksanakan ritual keagamaan. <br />Nilai-nilai agama dan norma sosial adalah satu kesatuan yang kuat, yang berfungsi untuk mengatur kehidupan beragama di masyarakat. Latar belakang suku Sasak sangat kental dengan budaya dan adat yang menjadikan kondisi kehidupan yang harmonis dan kehidupan spiritualnya diwarnai oleh nilai-nilai lokal. Di Kabupaten Lombok Barat banyak dijumpai tokoh agama sekaligus tokoh adat. Jika dia pernah mukim di Arab selama 9 tahun akan mendapat predikat Tuan Guru Haji (TGH). Aktivitas keagamaan seperti ceramah agama, pondok pesantren, pengajian, tahlil dan yasinan, dan berbagai acara selamatan (maulidan, Isra’ Mi’raj dan ruwahan) dilaksanakan secara besar-besaran. <br /> <br /> <br />SEJARAH MNCULNYA FAHAM SALAFI <br /><br />A.Sejarah dan Ajaran Salafi.6<br />Dalam ensiklopedi Islam dan Ensiklopedi Tematis Dunia Islam di jelaskan bahwa gerakan pemikiran Islam salafiyah adalah gerakan pemikiran yang berusaha menghidupkan kembali atau memurnikan ajaran Islam yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang telah diamalkan oleh para salaf (terdahulu). Tujuan dari gerakan pemikiran Islam salafiyah adalah agar umat Islam kembali kepada dua sumber utama pemikiran Islam, yakni kitab suci al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, serta meninggalkan pendapat ulama mazhab yang tidak berlandaskan pada dua sumber ajarann tersebut. Selain itu gerakan pemikiran salafiyah bertujuan untuk memurnikan ajaran Islam agar tidak bercampur dengan kepercayaan-kepercayaan lama yang menyesatkan dan terbebas dari ajaran tasawuf yang mengkultuskan para ulama, termasuk kegiatan-kegiatan memuja kuburan para wali atau tokoh agama tertentu.7<br />Gerakan Salafiyah pada awalnya biasa disebut dengan gerakan tajdid (pembaharuan), islah (perbaikan), dan gerakan reformasi. Diantara doktrin awal dari gerakan pemikiran salafiyah ini adalah pandangan bahwa pintu ijtihad tetap terbuka sepanjang masa, meskipun tetap perlu berhati-hati dalam berfatwa. Gerakan ini mengharamkan taklid buta dan menyerukan agar perdebatan teologis dihindarkan. Aliran ini mengkritik penggunaan logika dalam memahami teologi Islam dan menawarkan metodologi yang digunakan oleh ulama salaf , para sahabat dan tabi’in. Konsekuensinya, aliran ini mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang cendrung harfiah, tekstual. Pada abad ke 12 Hijrah, pemikiran salafiyah ini dikukuhkan dan dikembangkan oleh gerakan Wahabi, yang dipelopori oleh Muhammad Abdul Wahab (1703-1787). Tujuan dari gerakan Wahabi ini ingin memurnikan ajaran Islam, mengajak kembali kepada ajaran al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW, sebagaimana yang diamalkan oleh generasi awal Islam.8<br />Kemunculan aliran salafiyah di tangan Abdul Wahab ini mewarisi kecendrungan orang-orang sebelumnya dalam memahami teks-teks syari’at secara harfiah, mengenyampingkan kajian dengan beragam tujuan, makna, serta sebab-musabab yang melatarbelakangi hukum-hukum tersebut. Ini berbeda dengan dua imam aliran mereka: Syekh Ibn Taimiyah maupun Ibn al-Qoyyim.<br />Oleh karena itu, meskipun disangkal oleh kalangan Salafi, menurut About El-Fadl, Gerakan Salafi dan Gerakan Wahabi merupakan gerakan yang sama.9 Abdul Wahab berusaha membersihkan Islam dari kerusakan yang dipercayainya telah merasuk dalam agama. Dia menerapkan literalisme yang ketat yang menjadikan teks sebagai satu-satunya sumber otoritas yang syah dan menampilkan permusuhan eksterem kepada intelektualisme. mistisisme, dan semua perbedan faham yang ada dalam Islam. Menurut doktrin Wahabi,sangat penting kembali pada kemurnian, kesederhanaan, dan kelurusan Islam yang dapat sepenuhnya diperoleh kembali pada penerapan perintah Nabi secara harfiah dan dengan ketaatan penuh terhadap praktik ritual yang benar. Patut dicatat, bahwa Wahabisme menolak semua upaya untuk menafsirkan hukum Allah secara histories dan konstekstual dengan kemungkinan adanya penafsiran ulang ketika kondisi berubah. Wahabisme menganggap sebagian besar sejarah umat Islam merupakan perusakan terhadap Islam yang benar dan autentik. Selain itu Wahabisme mendefenisikan ortodoksi secara sempit dan sangat tidak toleran terhadap semua kepercayaan yang bertentangan dengan kepercayaannya.10<br />Ironisnya, sebagai sebuah gerakan, Salafisme justru didirikan pada awal abad ke -20 oleh Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Rida sebagai teologi yang berorientasi liberal. Untuk merespon tuntutan modernitas, kata mereka, kaum muslim perlu kembali pada sumber murni ajaran Islam al-Qur’an dan Sunnah (tradisi Nabi) dan mengaitkan diri dengan penafsiran teks. Motor utama gerakan Salafiyah, Muhamad Rasyid Rida (pendiri majalah Al_manar, penulis tafsir Al-Manar, serta berbagai buku reformis lainnya) banyak terwarnai oleh gurunya Muhammad Abduh yang sangat terbuka terhadap gagasan Barat. Hal ini membuat Rasyid Rida tidak terlalu dilirik oleh kaum Salafiyun Modern. Mereka tidak memanfaatkan aliran pembaruan Rasyid Rida, sebagaimana mestinya. Pada hal, ia adalah pimpinan sejati dari aliran Salafiyah yang tercerahkan.11 <br />Pada awal 1970an Wahabisme telah berhasil mengubah Salafisme dari teologi berorientasi modernis liberal, menjadi teologi literalis, puritan, dan konservatif. Harga minyak yang menaik tajam pada 1975, menjadikan Arab Saudi penganjur utama Wahabisme, dapat menyebarkan doktrin wahabisme dengan wajahh Salafisme, yang dimaksudkan untuk kembali pada dasar-dasar outentik agama yang belum rusak oleh berbagai tambahan praktik sejarah.12<br /><br />B. Gerakan Salafi Di Indonesia<br />Di Indoensia ide-ide gerakan pemikiran Salafiyah sudah berkembang di Indonesia sejak era Kolonial Belanda. Salah satu gerakan pemikiran salafiyah awal di Indonesia adalah di Minagkabau. Gerakan ini dipelopori oleh Tuanku Nantuo, orang Paderi dari Koto Tuo Ampek Angkek Candung (1784-1803), yang dalam perjalanannya melahirkan perang Paderi. Sumber kepustakaan menjelaskan bahwa gerekan Paderi ini dipengaruhi oleh gerakan keagamaan Wahabi (1703-1792) yang waktu itu memang cukup berpengaruh terhadap para haji yang belajar di Makkah.13<br />Gerakan pemikiran Salafiyah di Indonesia mengalami perkembangan seirama dengan munculnya tokoh-tokoh gerekan pemikiran Salafiyah di Timur Tengah seperti Syeikh Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897), Muhammad Abduh ( 1849-1905), dan Rasyid Rida (1865-1935) yang melakukan gerakan pembaharuan pemikiran Islam di Mesir. Para tokoh pembaharuan di Mesir ini, disamping mengajak umat Islam “kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW”, juga mengajak umat islam agar meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk menjacapaiu kemajuan, menghilangkan kebodohan dan mengatasi keterbelakangan. Orang-orang Indonesia yang menunaikan ibadah haji di Makkah kemudioan bermukim untuk belajar agama Islam pada masa itu, setelah pulang secara iondividu atau melalui organisasi melakukan gerakan pembaharuan Islam mengikuti aliran Salafiyah.14<br />Maka di Indonesia kemudian muncul organisasi-organisasi yang bercorak Salafiyah Modern seperti: Muhammadiyah (1912), Sarikat Islam (1912), Al-Irsyad (1914), Jong Islmiten Bond (1925-1942), Persatuan Islam (1923) dan Partai Islam Indonesia (1938).Upaya-upaya yang dilakukan oleh para tokoh gerakan keagamaan tersebut adalah mengajak umat islam meninggalkan praktek-praktek keagamaan yang bernuansa bid’ah, khurafat, taklid dan mendorong mereka melakukan ijtihad.15<br />Kehadiran gerakan pemikiran Salafiyah bukan tidak menimbulkan pertentanagan. Di mana-mana, baik di Timur Tengah maupun di Indonesia, gerakan pemikiran salafiyah akan berbenturan dengan kelompok Islam tradisonalis. Di Minagkabau, gerakan pemikiran Salafiyah telah melahirkan pertentangan antara Kaum Tua dan Kaum Muda. Kaum Tua mempertahankan pemahaman agama sesuai dengan tradisi yang sudah berjalan, sedangkan Kaum Muda terus mengembangkan pembaharuan pemikiran. Penganut Muhammadiyah dan Persis yang terus menerus melakukan gerakan pembaharuan pemikiran Islam mendapat tantangan dari umat Islam tradisionalis.<br /><br /><br />KASUS KONFLIKK ANTARA KELOMPOK SALAFI<br />DAN NON SALAFI<br />Menurut Imdadun Rahmat persentuhan awal para aktivis Gerakan salafi di Indonesia dengan pemikira salafiisme terjadi pada tahun 1980-an bersamaan dengan dibukanya Lembaga Pengajaran Basa Arab (LPBA) di Jakarta. Lembaga yang kemudian berganti nama menjadi LIPIA ini memberikan sarana bagi mereka untuk mengenal dan mendalami pemikiran-pemikiran para ulama Salafi. LIPIA adalah cabang dari Universitas Muhammad Ibnu Saud di Riyadh. Pada awal tahun 1980 Imam Muhammad bin Saud University di Riyadh memutuskan membuka cabang ketiga di Indonesia. Pembukaan cabang baru di Indonesia ini terkait dengan gerakan penyebaran ajaran Wahabi yang berwajah Salafi ke seluruh dunia Islam. Lembaga LIPIA telah menghasilkan ribuan alumni, yang umumnya berorientasi Wahabi Salafi dengan berbagai variannya. Sebagainmenjadi aktivis Partai Keadilan dan sebagian lain menjadi penganjur Dakwah Salafi.<br />Penyebaran Dakwah Salafi rupanya juga sampai di Lombok Barat, dimana di daerah ini terdapat banyak pondok pesantren. Tokoh Dakwah Salafi di daerah ini adalah Ahmad Khumaidi dan Mukti Ali. Ahmad Khumaidi pernah mondok di pondok pesantren Islahudin selama 9 tahun dari tahun 1974 – 1975. Selesai pendidikan ia mengajar disebuah madrasah di Kecamatan Kediri Lombok Barat. Pada tahun 1978 ia mengerjakan umrah. Setelah mengerjakan umrah ia tidak kembali ke Indonesia tapi mukim di Makkah selama 8 tahun dari tahun 1978 – 1986. Dari tahun 1986 sampai dengan 2004 di mengajar di Mushalla Nurul Yakin (Tarbiyah), sebuah mushalla milik seorang tuan guru di desa Glogor. Kemudian pada tahun 2004 ia berangkat ke Jakarta untuk belajar di LIPIA Jakarta.<br />Sepulangnya dari Jakarta pada tahun 2005 dia mulai membina masyarakat setempat dengan mengajarkan faham Salafi. Dalam dakwahnya dia banyak menyalahkan faham yang telah dianut oleh mayoritas masyarakat setempat. Diantaranya shalat tarawih hanya 8 rakaat bukan 20 rakaat, tidak melakukan zikir jahar dengan suara yang keras-keras, dilarang melakukan perayaan Maulid secara besar- besaran karena dianggap pemborosan dan mengakibatkan kemisikinan dalam masyarakat. Upacara nelung, mituh, nyiwah, yang diadakan untuk orang yang meninggal dunia, memakan makanan yang disediakan haram hukumnya. Mengirim bacaan zikir dan tahlil kepada orang yang meniggal dunia pahalanya tidak sampai kepada yang meninggal, karena alamtnya tidak jelas.<br />Menurut Ustadz Khumaidi yang dimaksud dengan zikir itu adalah membaca al-Qur’an, dan nasehat agama. Membaca zikir cukup sirron saja, dengan membaca “La ilaha illa Allah”, kalau zikir jahar kadang-kadang katanya tidak teratur, seperti yang dilakukan oleh kelompok tarekat. Menurutnya zikir dan do’a dilakukan secara perorangan, sebab maksud setiap orang itu berbeda-beda, kalau untuk kepentingan umu, maka do’a boleh dilakukan secara bersama-sama. Sedangkan perayaan “Maulid” itu merupakan mengadakan yang baru, yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabat, dan itu merupakan bid’ah. Kita harus mencontoh Nabi, dengan demikian agama menjadi murni tanpa bid’ah.<br />Ustadz Khumaidi membentuk majelis taklim yang diberi nama “As-Sunnah” pada sebuah mushalla yang merupakan peninggalan ayahnya, yang juga merupakan seorang tokoh agama di desa tersebut. Menurut keterangannya pengiklutnya sekarang ini berjumlah 270 orang, terdiri dari 137 orang laki-laki dan 1323 orang perempuan. Ciri khas dari kelompok ini antara lain berpakaian berwarna putih, kupiah putih, baju panjang, dan memelihara jenggot. Sumber hokum yangh diajdikan rujukan adalah al-Qur’an, As=sunnah dan ijma ulama. Kitab yang dibaca antara lain Riyadush-Sholihin, Bulughul Magham dan kitab-kitab aqidah. Ulama salafi antara lain Syafi’I, Abu Hanifah dan Ibn Taimiyah. Menurut Khumnaidi hokum yang dipakai oleh ulama tersebut adalah sunnah, itu yang disebut dengan salafi. <br />Dakwah yang disampaikan ustadz Khumaidi berhasil menarik minat masyarakat, sehingga pengikutnya terus bertambah, dan menyebar kebeberapa daerah, seperti di Kecamatan Lembar dan Kecamatan Sekotong. Hal ini nampknya menimbulkan kerisauan dikalangan Tuan Guru tertentu, maklum pengikut merupakan asset bagi tuan guru baik ditinjau dari segi poltik dan ekonomi. Untuk itu muncul berbagai konflik berupa pelarangan melakukan kegiatan sampai perusakan terhadap pondok pesantren.<br />Konflik mula-mula terjadi berupa pelarangan terhadap ustadz Khumaidi berkhutbah di masjid desa Glogor dan kegiatan pengajian yang diadakan dirumahnya. Kemudian konflik menyebar ke sekotong berupa perusakan pondok pesantren, pelarangan shalat jum’at di masjid milik kelompok salafi di Kecamatan Lembaran, dan pembubaran pengajian di dusun Broro Desa Jembatan Kembar.<br />Pada kesempatan ini akan digambarkan konflik yang terjadi di dusun Kebun Talo Desa Labuan Tereng Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat. Terjadi peruisakan terhadap mushalla milik kelompok Salafi karena dakwahnya dianggap menyinggung kelompok lainnya. Untuk memecahkan masalah tersebut. Diadakan pertemuan di Kantor KUA Kecamatan Lembar. Pertemuan diadakan pada tanggal 28 Juli 2005, dihadiri oleh para tokoh agama dan tokoh masyarakat Kebon Talo Desa Labuan Tereng yang terdiri dari TGH Badrun, Ustadz Munawar, Abdul Hafidz, H.Taufik Azhari (Kades) dan Abdul Karim (ketua Remas). Untuk mengatasi konflik tersebut diambil kesepakatan: Pengajian yang ada di lapisan bawah yaitu Mushalla Fahriah Amin Mertak, Mushalla Darussalam Langitan, di Ponpes AAl-Hamid di RT Tibu Timuk tetap berjalan dan dilanjutkan dengan materi yang telah ada yang dipimpin oleh TGH/Ustadz yang ada dari dalam. SEdangkan TGH/Ustadz yang berasal dari luar di istirahatkan. Membentuk Pembina-pembina pada masing-masing pengajian. Diadakan pengajian induk di Masjid yang di hadiri semua jama’ah Kebon Talo yang materi dan gurunya ditentukan dengan musyawarah.<br />Akibat konflik diatas, pada tanggal 19 Agustus 2005 kelompok Salafi di Dusun Kebon Talo m,endirikan shalat jum’at yang dihadiri oleh 55 orang bertempat di Mushllah Fahriah Amin. Pelaksanaan shalat Jum’at tersebu dilakukan karena kelompok Salafi/Wahabi merasa kescewa terhadap masyarakat Kebon Talo yang tiadk dapat menerima kehadiran mereka. Kegiatan tersebut menimbulkan protes dari masyarakat dan meminta Camat untuk memberikan keputusan apakah kegiatan tersebut di izinkan atau tidak. Untuk memecahkan kasus tersebut diadakan musyawarah yang hasilnya sebagai berikut: Ketua MUI, Kepala Kandepag Lobar dan Camat dan aparat lainnya akan turun kelapangan, untuk mengecek kondisi dan sistuasi sebagai bahan memberikan pertimbangan dan rekomendasi kepada Bupati Lombok Barat. Kegiatan shalat Jum’at dihentikan. Shalat Jum’at dapat dilaksanakan setelah ada pertimbangan dari Kepala Desa, Kecamatan, MUI dan kandepag Kab.Lobar danmendapat izin dari Bupati.<br />Pada tanggal 23 Agustus 2005 Ustadz Munawar Khalil selaku pengurus Mushallah Fahriah Amin, mengirim surat kepada Bupati agar dapat memberikan izin mendirikan shalat Jum’at dengan alas an: jama’ah telah memenuhi syarat secara syar’y dan kondisi Kamtibmas tetap dalam keadaan stabil dan terjamin.<br />Menyikapi keinginan kelompok Salafi untuk mendirikan shalat jum’at, maka pengurus BPD Desa Kebon Talo mengadakajn musyawarah; dalam musyawarah tersebut didengar alasan masing-masing pihak. Bagi yang menolak pendiriaan shalat Jum’at dengan alas an agar masyarakat tidak terpecah belah; dikhawatirkan akan terjadi gesekan-gesekan diantara kedua belah pihak; tidak menutup kemungkinan masyarakat Dusun Kebon Talo yang lain akanmeminta mendirikan Jum’atan ditempat yang lain; terlalu dekat jarak masjid induk dengan mushalla Fahriah Amin. Sedangkan alas an yang maumneidirkan Jum’atan: Merasa dilecehkan oleh sebab itu menanggung beban psikologis yang sangat berat, tidak nyaman berjum’atan di masjid induk; adanya jaminan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 dan 3.<br />Melalui suart tanggal 5 September 2005 Camat Lembar mengirim surat kepada Abdul Fatah, agar menghentikan pelaksanaan shalat jum’at sebelum mendapatkan izin dari Buapti Lombok Barat. Selanjutnya pada tangal 21 September 2005 Camat Lembar mengirim laporan kepada Bupati Lobar yang isinya antara lain: <br />Mendukung alasan-alasan yang dikemukakan oleh sebagian masyarakat Kebon Talo, selain itu jaraka Masjid Baitul Amin Dusun Kebon Talo masih dapat menampung jama’ah dan masyarakat berdomisilinya terpencar, dikhawatirkan terjadi benturan/gesekan pada saat melaksanakan ibadah maupun kegiatan-kegoatan lainnya. Meminta kepada jama’ah mushalla Fahriah Am,in tidak melaksanakan shalat jum’at sebelum mendapat izin dari Bupati. Dan meminta Bupati untuk secepatnya membuat keputusan.<br />Secara diam-diam kelompok ini masih melakukan kegiatannya, karena lambatnya pemerintah memberikan keputusan. Terlihat riak-riak kecil dalam masyarakat. Untuk itu pada tranggal 6 Januari 2006 KUA Kecamatan Lembar mengingatkan Jama’ah Pengajian Mushallah Fahriah Amin agar berpegang teguh pada hasil musyawarah tanggal 28 Juli 2005.<br />Pada tanggal 22 April 2006 jam 22.30 WITA terjadi pengrusakan/pembobolan tembok mushalla Jama’ah Fahriah Amin. Untuk mengatasi peristiwa tersebut dilakukan rapat Muspika, Kepala Desa dan Ketua/anggota BPD Desa Labuan Tereng dengan keputusan: memecat kadus Kebon Talo dan Ketua BPD karena merupakan penmgurus mushalla Fahriah Amin. Kemudian pada tanggal 29 April 206 Camat bersama anggota Muspika Kec Lembar mengadakan pertemuan dengan Kades Labuan Tereng, Jadus Kebon Talo, Kelompok Jama’ah Mushaallah Fahriah Amin, Toga, Tomas dan Pemuda, membahas tuntutan masyarakat agar shalat Jum’at yang dilaksanakan jama’ah mushallah Fahriah Amion dihentikan dan kembali bergabung dengan masyarakat lainnya yang dipusatkan di masjid Baitul Amin dusun Kebon Talo. Kembali Camat meminta Bupati untuk segera membuat keputusan terhadap tuntutan masyarakat tersebut.<br /><br />TANGGAPAN MASYARAKAT<br />Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Kanwil Departemen Agama Propinsi Nusda Tenggara Barat, Anggota DPRD Propinsi Nusa Tenggara barat, Kepala Kandepag Lombok Barat, umumnya mereka berpendapat bahwa sebenarnya ajaran yang disampaikan oleh kelompok Salafi tidak tergolong sesat, dan termasuk masalah khilafiah. Perbedaan tersebut tak ubahnya terjadi antara faham Muhammadiyah da NU ketika kedua organisasi ini baru berdiri. Hanya saja yang disayangkan oleh mereka kelompok Salafi ini bersifat eksklusif dan cendrung menyalahkan kelompok lain. Sedangkan bagi kelompok non Salafi ajaran ini dianggap sesat karena berbeda dengan ajaran yang mereka peroleh dari tuan gurunya. Selain itu perseteruan ini ada kemungkinan juga disebabkan bukan hanya factor ajaran tetapi juga berkaitan dengan masalah politik dalam arti perebutan pengaruh. Kelompok Salafi umumnya dikenal sebagai pendukung Partai Keadilan Sejahtera dan Kelompok lainnya kebanyakan sebagai pendudkung Golkar dan Partai Persatyuan Pembangunan (PPP).<br /><br /><br />KESIMPULAN DAN SARAN<br />A. Kesimpulan.<br />1.Faktor penyebab konflik yang muncul antara kelompok Salafi dan Non Salafi adalah adanya dakwah yang bersifat eksklusif dan menyalahkan faham orang lain dan disisi lain kurangnya menghargai perbedaan pendapat yang terdapat dalam masyarakat.<br />2.Konflik ini terus berlanjut karena Bupati tidak berani membuat keputusan. Bila memenuhi tuntutan masyarakat dikuatirkan dianggap melanggar HAM, sedangkan apabila memberikan izin kepada kelompok Salafi dikuatirkan menimbulkan perpecahan dalam masyarakat.<br />3.Solusi yang dibuat oleh Camat dan Kepala KUA, terlalu memihak pada kelompok tertentu, sehingga tidak dapat memuaskan semua pihak.<br />4.Dari segi ajaran, berbagai tokoh agama yang diwawancarai menganggap ajaran yang dikembangkan tidak tergolong sesat, tetapi merupakan masalah khilafiah.<br />B. Saran-Saran<br />1. Sebaiknya Bupati segera membuat keputusan, dengan memberikan kesempatan kepada kelompok ini untuk mengadakan aktifitasnya dengan diberikan persayaratan-persyaratan tertentu: seperti tidak boleh menyalahkan faham orang lain; ceramah tidak boleh memakai pengeras suara sehingga tidak didengar oleh oranglain.<br />2. MUI harus mengambil peran sebagai penengah, bukan memihak kepada kelompok tertentu. MUI mengeluarkan semacam fatwa bahwa ajaran yang dikembangkan kelompok Salafi tidak sesat.<br />3. Pejabat Departemen Agama hendaknya bertindak sebagai penengah/ mediator kedua belah fihak yang berkonflik. Jangan fihak Salafi saja yang dihimbau, tetapi kelompok lainnya juga dihimbau untuk menghormati kelompok lainnya.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2801355431934248608.post-60773360646284319702009-04-11T10:32:00.001+07:002009-04-11T10:32:54.153+07:00RESPON PEMERINTAH, ORMAS DAN MASYARAKAT<br />TERHADAP ALIRAN KEAGAMAAN SEMPALAN DI SULAWESI UTARA<br />(Studi Kasus organisasi LDII dan Saksi-Saksi Yehuwa)<br /><br /><br />I<br />Pendahuluan.<br /><br />Perubahan merupakan sunnatullah, sesuatu yang tidak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri. Dalam kehidupan beragama perubahan terjadi berkaitan dengan jumlah pemeluk dan penafsiran terhadap teks-teks keagamaan. Suatu wilayah pada mulanya hanya dihuni oleh penganut agama yang sama, tetapi oleh sebab adanya migrasi penduduk tiba-tiba berubah menjadi daerah yang multi agama. Demikian pula yang tadinya suatu wilayah dihuni oleh kelompok yang mempunyai faham yang sama, kemudian berubah menjadi daerah yang mempunyai faham yang beragam.<br />Berkembangnya faham baru di suatu daerah berlangsung secara bertahap. Ketika pengikutnya masih sedikit mereka masih berbaur dengan kelompok lainnya, tetapi ketika pengikutnya sudah cukup banyak mereka kemudian memisahkan diri dengan membentuk komunitas tersendiri dengan identitas tersendiri pula.<br />Munculnya faham baru yang berbeda dengan faham yang dianut oleh kelompok mayoritas, menimbulkan respon masyarakat yang beragam, dari respon yang bersifat rumors sampai respon yang bersifat benturan secara fisik Dilihat dari aspek doktrin atau faham keagamaan penyempalan tersebut bisa berkaitan dengan ajaran pokok keagamaan yang dianggap sacral dan fundamental, tetapi bisa juga hanya menyangkut perbedaan dalam memberikan tafsir terhadap teks kitab suci.<br />Dilihat dari segi antropologis dan sosiologis perubahan faham dan keyakinan keagamaan sangat memungkinkan. Perubahan tersebut disebabkan adanya perbedaan interpretasi dan cara pandang dalam memahami fenomena social yang terus berubah atau terdapat perkembangan ilmu pengetahuan, meskipun kitab sucinya tidak berubah (Parsudi Suparlan:1988). Perbedaan interpretasi terhadap teks kitab suci atau doktrin agama menimbulkan aliran atau faham keagamaan yang baru, meskipun tetap menginduk pada agama besarnya. Jadi secara teoritis dan praktis munculnya aliran baru yang dianggap oleh kelompok tertentu sebagai aliran sempalan tak bisa dihindarkan, terutama disebabkan adanya perbedaan tingkat pengetahuan, pemahaman, pengamalan dan perkembangan budaya masyarakat.<br />Sebenarnya dalam Islam perbedaan itu masih bisa ditolerir bahkan dianggap sebagai rahmat. Namun dalam kenyataan nampaknya perbedaan faham keagamaan masih merupakan masalah besar bagi kalangan tertentu, sehingga sering menimbulkan konflik dalam masyarakat.<br />Dikalangan Islam maupun Kristen terdapat berbagai aliran dan faham keagamaan, diantaranya Lembaga Dakwah Islam Indonesia (Islam) dan Saksi – Saksi Yehuwa (Kristen). Kedua aliran ini sering mendapat respon negative dari kalangan mainstream (arus utama), bahkan digolongkan sebagai aliran sesat yang perlu diberantas. Karena dianggap sesat maka ada upaya dari kelompok dominant, agar kelompok ini di larang oleh pemerintah. Untuk mengetahui respon masyarakat terhadap kedua aliran tersebut, maka perlu didakan penelitian.<br />Permasalahan yang diangkat melalui penelitian ini adalah: Bagaimana respon pemuka agama yang tergabung dalam organisasi keagamaan, pejabat pemerintah, dan anggota masyarakat terhadap faham dan aktivitas LDII dan Saksi-Saksi Yehuwa?; dan Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi munculnya berbagai bentuk respon tersebut baik dari aspek faham dan aktivitas yang dikembangkan, maupun dari aspek karakteristik masyarakat sekitar kelompok tersebut berada?<br />Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan berbagai bentuk respon terhadap faham dan aktivitas LDII dan Saksi-Saksi Yehuwa di Sulawesi Utara, dan mengungkap factor-faktor baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi berbagai bentuk respon tersebut.<br />Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi Departemen Agama dalam menentukan kebijakan yang tepat dalam mengatasi berbagai gejolak yang muncul dalam masyarakat akibat dari kehadiran kelompok tersebut ditengah-tengah masyarakat tertentu. <br />Untuk mengkaji kedua aliran keagamaan tersebut, digunakan kerangka berpikir sebagai berikut: Kehadiran LDII dan Saksi-Saksi Yehuwa ditengah masyarakat memberikan stimulus kepada masyarakat, pemuka agama dan pejabat pemerintah untuk memberikan respon. Stimulus tersebut memunculkan respon yang beragam baik positif maupun negatif. Respon tersebut bisa berbentuk sikap batin, pandangan atau sanksi, kebijakan dan tindakan yang ditujukan kepada kedua aliran tersebut. Respon masyarakat yang beragam tersebut, dipengaruhi oleh factor pendidikan, pengetahuan keagamaan, ketaatan pada pimpinan agama dan tingkat keterikatan pada kerabat dan keluarga besar. Keragaman bentuk respon juga dipengaruhi oleh sejauh mana penyimpangan ajaran yang dikembangkan oleh LDII dan Saksi-Saksi Yehuwa: yakni apakah ajarannya bertentangan secara paradoksal dengan ajaran pokok agama induknya, dianggap menodai atau melecehkan ajaran agama induknya, hanya perbedaan penafsiran, atau ajaran yang dikembangkan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi pemimpinnya. Keragaman bentuk respon juga bisa disebabkan oleh aktivitas yang berlebihan dari kedua aliran tersebut seperti: terlalu ofensif menyebarkan fahamnya, menjelekkan atau menyalahkan kelompok mayoritas, tidak mau beribadah dengan kelompok lainnya, dan tidak mau bergaul dengan kelompok mayoritas dan aktivitas keagamaannya mengganggu kelompok mayoritas.<br />Penelitian ini bersifat kualitatif. Untuk mengumpulkan data digunakan tehnik wawancara dan studi kepustakaan. Analisis data dilakukan melalui proses editing, kategorisasi, deskripsi, interpretasi dan kesimpulan. Yang menjadi sasaran penelitian ini adalah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di Kabupaten Bolaang Mongondow dan Saksi-saksi Yehuwa di Kota Manado Sulawesi Utara.<br /><br />II<br />GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN<br />Penelitian ini dilakukan di dua daerah yang berbeda, yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow dan Kota Manado. Untuk itu gambaran umum wilayah ini akan menggambarkan keadaan kedua darah tersebut.<br />Kelompok LDII terdapat di Kelurahan Mongkonai, Kecamatan Kotamobagu Barat Kabupaten Bolaang Mongondow. Kelurahan ini terletak dibagian pinggiran, arah menuju Desa Mopuya Kecamatan Dumoga Barat, yang dikenal sebagai daerah yang sangat rukun. Masjid LDII terletak di daerah terpencil yang dikiri dan kanannya masih terdiri dari sawah, masih sangat jarang sekali terdapat rumah penduduk. Disekeliling masjid terdapat 12 buah rumah yang kesemuanya anggota LDII.<br />Jumlah penduduk Kabupaten Bolaang Mongondow 469.075 jiwa, terdiri dari laki-laki 243.872 jiwa dan perempuan 225.203 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1,47% pertahun. Secara administratif Kabupaten Bolaang Mongondow terbagi dalam 20 wilayah kecamatan dan 275 desa/kelurahan. Sedangkan jumlah penduduk kelurahan Mongkonai 3.944 jiwa dengan mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Dilihat dari segi etnis, suku yang mendiami kebupaten ini selain suku Bolmon, juga terdapat etnis Arab, Minahasa, Gorontalo, Jawa, dan Bali.<br />Kota Manado merupakan ibukota provinsi Sulawesi Utara, dan merupakan kota terbesar di provinsi tersebut. Manado berasal dari bahasa Minahasa asli yaitu “ Mamarou” atau “ Mamadou” yang artinya “yang jauh”. Kota Manado mempunyai luas wilayah 157,88 Km2. Sedangkan kelompok Saksi-Saksi Yehuwa terdapat di Kelurahan Kima Atas Kecamatan Mapanget. Kelurahan Kima Atas dimana kelompok ini berada jauh dari keramaian kota. Sebelum memasuki Bandar Udara, belok ke arah kiri lebih kurang sejauh tiga kilometer, belok kearah kiri lagi, melewati sebuah kampung, kira-kira 200 meter dari kampung tersebut terdapat 26 buah rumah kopel milik anggota Saksi-Saksi Yehuwa dan Balai Kerajaan (tempat ibadah). Di kiri dan kanan Balai Kerajaan tersebut masih merupakan tanah kosong dan tidak berpenghuni.<br />Jumlah penduduk kota Manado 395.525 jiwa. Dilihat dari komposisi jumlah pemeluk berdasarkan agama, pemeluk agama Kristen berjumlah 207.692 jiwa, Islam 139.709 jiwa, Katolik 39.890 jiwa, Buddha 7.224 jiwa dan Hindu 1.010 jiwa. Sedangkan jumlah pemeluk agama di Kecamatan Mapanget sebagian besar memeluk agama Islam, dengan jumlah pemeluk sebanyak 20.486 jiwa, Katolik 12.989 jiwa, Kristen 8.456 jiwa, Buddha, 1.358 jiwa dan Hindu 792 jiwa. Dari segi etnis mayoritas penduduk kota Manado berasal dari suku Minahasa, kemudian Bolaang Mongondow, Gorontalo, Cina, Arab dan Jawa, disamping suku-suku lainnya yang jumlahnya tidak begitu banyak.<br />Dua daerah ini meupakan daerah yang majemuk dilihat dari segi agama dan suku bangsa. Kemajemukan tersebut merupakan dua sisi mata pisau yang sama. Disatu sisi bisa memunculkan kehidupan sosial yang positif tapi juga bisa memunculkan kehidpan sosial yang negatif. Untuk memunculkan kehidupan sosial yang positif perlu ditunjang oleh pendidikan yang cukup tinggi dan wawasan yang luas, sehingga mampu berkompetisi dan berintegarsi dengan pendatang, baik dari segi ekonomi, politik, budaya, dan agama dengan tetap mempertahankan prinsip persatuan dan kesatuan bangsa.<br />Dilihat dari segi pendidikan dan pekerjaan nampaknya di dua daerah ini cukup potensial untuk menciptakan masyarakat yang mempunyai hubungan social yang positif. Dari segi pendidikan sebagian besar penduduk mempunyai tingkat pendidikan SLTA keatas (45,03%) + 6,74%). Dilihat dari segi pekerjaan 21,23% bekerja di bidang jasa, 15,12% bekerja sebagai pagawai negeri, 7,97% bekerja dibidang pertanian baik pangan maupun perkebunan 41,21%. Dengan diperolehnya pendidikan yang cukup tinggi dan pekerjaan yang dimiliki sebagian besar diluar pertanian, maka hal tersebut cukup berpengaruh terhadap pandangan hidup dan cara berfikir masyarakat. Hal ini mungkin yang menjadi factor mengapa masyarakat Bolaang Mongondow dan Manado dapat hidup dengan rukun, tidak gampang terpancing issu-issu negative, yang dapat merugikan masyarakat secara keseluruhan.<br />Di Bolaang Mongondow terdapat oerganisasi dan aliran keagamaan Al-Khairat, Syarikat Islam, Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Lembaga Dakwah Islam Indonesia, Jama’ah Tabligh, dan Ahmadiyah. Organisasi yang terbanyak pengikutnya adalah Al-Khairat, kemudian Muhammadiyah, NU dan Syarikat Islam. Sedangkan aliran dalam agama Kristen, diantaranya Gereja Masehi Injili di Bolaang Mongondow (GMIBEM), GPdI, dan Advent. <br /> Mengenai aliran keagamaan terutama Ahmadiyah pada umumnya masyarakat menolak keberadaannya, bahkan pada tahun 2005 setelah keluarnya fatwa MUI dan pengaruh tayangan televisi tentang aksi kerusuhan di Parung, NTB dan Kuningan, masyarakat akan menyerbu markas Ahmadiyah tapi dapat digagalkan oleh MUI, Kepala Kandepag dan aparat kepolisian. Mengenai LDII dan Jama’ah Tabligh sebagian bisa menerima kehadiran mereka, sebagian lagi tidak bisa menerima. Khususnya bagi Jama’ah Tabligh umumnya yang dipermasalahkan bukan ajarannya, tetapi aktivitasnya yang dianggap menodai kesucian tempat ibadah. <br />Masyarakat yang tingggal di Sulawesi Utara, umumnya memupunyai sifat yang toleran. Toleransi tersebut muncul karena di daerah ini sejak awal merupakan masyarakat yang heterogin baik dari suku maupun agama. Sikap tersebut nampaknya memberi warna terhadap masyarakat dalam menyikapi keberadaan suatu kelompok atau aliran keagamaan.<br /><br />III<br />TEMUAN PENELITIAN<br />1.LDII di Bolaang Mongondow.<br />LDII berkembang pertama kali di Kelurahan Kagowan Kecamatan Sampana Kotamobagu bertempat di jalan H. Salam oleh H.Sambuna seorang pengusaha, pada tahun 1985. H.Sambuna dikalangan pengikut LDII dikenal sebagai seorang yang gigih memperjuangkan eksistensi LDII di Kabupaten Bolaang Mongondow, ia menggunakan harta yang dimilikinya untuk membiayai kegiatan LDII, termasuk membangun Masjid Ash-Shobirin yang cukup megah. Oleh sebab itu kepemimpinan LDII selama tiga periode dipegangnya secara terus menerus, baru pada tahun 2005 kepemimpinan diserahkan kepada Musa Tungkagi SPdI, seorang guru SD di Kotamobagu. <br />Sekarang LDII telah berkembang dibeberapa kecamatan di Kabupaten Bolaang Mongondow, dengan jumlah anggota 300 orang. Mengingat persebaran anggota LDII yang jaraknya berjauhan dari masjid Ash-Shobirin, ada keinginan dari pengurus LDII untuk membangun masjid, tetapi sampai sekarang keinginan itu belum bisa diwujudkan, karena ada penolakan dari masyarakat setempat. Mereka telah mengadakan pendekatan dengan pengurus MUI, namun belum memperoleh restu, dan disarankan untuk bersabar, sampai masyarakat setempat memberikan persetujuan.<br />Kepengurusan DPD LDII Kabupaten Bolaang Mongondow disahkan oleh DPD LDII Propinsi Sulawesi Utara tanggal 23 Oktober 2004 yang ditanda tangani oleh Dr.H.Ramli Sp Rad, selaku ketua dan Rahmat T.Hidayah sebagai sekretaris. Susunan Personalia kepengurusan DPD LDII Kabupaten Bolaang Mongondow terdiri dari ; Dewan Penasehat Drs.Said Ngurawan (ketua) dan Aswin Dantuma (anggota). Pengurus Harian: Ketua, Musa Tungkagi SpdI; Wakil Ketua, Suharjono dan Irwan Nurhamidin SE; Sekretaris Soebali Koesno, S,Sos; Wakil Sekretaris; Yani Lii, SPd; dan Bendahara; Asep Dunya Muchtar. Selain pengurus harian terdapat pula bagian-bagian yang terdiri dari: Bagian Organisasi, Keanggotaan dan Kaderisasi; Bagian Pendidikan Agama dan Dakwah; Bagian Pendidikan Umum dan Pelatihan; Bagian Hubungan Antar Lembaga; Bagian Pemuda, Olahraga dan Seni Budaya; Bagian Koperasi, Wirausaha dan Tenaga Kerja dan Bagian Peranan Wanita dan Kesejahteraan Keluarga. Organisasi ini dilaporkan kepada Kantor Kesbang Kabupaten Bolaang Mongondow baru pada tahun 2006, hal ini terjadi, karena mereka menganggap LDII sudah terdaftar di Departemen Dalam Negeri, tidak perlu lagi lapor di daerah.<br />Mengenai ajaran yang dikembangkan oleh LDII menurut penjelasan pengurus LDII bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Kitab Hadits yang dipegang adalah Shohih Bukhari, Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Turmudzi dan kitab lainnya yang umumnya dipakai oleh umat Islam lainnya, sehingga menurut mereka faham keagamaan yang mereka anut tidak jauh berbeda dengan faham yang dianut umat Islaml ainnya, meskipun dalam beberapa hal terdapat perbedaan dalam penafsiran. Mengenai tuduhan bahwa LDII mengkafirkan dan menganggap najis orang diluar LDII, tuduhan itu tidak benar, sebab menurutnya kalau seseorang sudah mengucapkan La Ilaha Illa Allah, dia tidak bisa disebut kafir. Semua manusia adalah suci, termasuk orang kafir, jadi tidak benar orang diluar LDII di golongkan bernajis, sehingga perlu dibasuh bekas duduknya.<br />Sedangkan dikalangan masyarakat tuduhan bahwa kelompok ini masih mengkafirkan dan menganggap najis kelompok diluar LDII, masih berjalan, hanya saja ketika ditanya apakah sdr melihat dan mendengar sendiri, umumnya menjawab tidak, bahkan kebanyakan mereka hanya membaca buku-buku yang umumnya menyudutkan kelompok ini, seperti buku yang dikarang oleh Amin Djamaluddin dan Hartono Ahmad Jaiz.<br />Pengertian amir dalam ajaran LDII adalah orang yang berkedudukan sebagai penasehat atau peñata agama di dalam jama’ah atau berfungsi sebagai pimpinan rohani. Mengenai konsep keamiran ini masih diajarkan dikalangan LDII, tetapi lembaga keamiran tersebut sudah tidak ada lagi di dalam struktur kepengurusan LDII. Konsep amir didasarkan pada surat as-Saba ayat 27. Tentang bai’at terhadap anggota menurut ‘Sukri” salah seorang pengikut LDII, sekarang ini sudah tidak diberlakukan lagi bai’at terhadap anggota, tetapi hal itu diajarkan sebab bai’at pada zaman Nabi memang ada. Yang ada sekarang ini adalah ketaatan anggota pada pimpinannya. Tetapi kalau pimpinan melakukan kesalahan maka wajib diingatkan dan dibenarkan. <br /><br /><br />Sistem pengajaran yang dikembangkan adalah bersifat manqul. Manqul berasal dari kata naqola yang artinya memindahkan. Yaitu memindahkan ilmu agama dari murid kepada guru, istilah ini disebut juga dengan “sorogan”, maksudnya guru membaca murid mendengar dengan mencatat pada Al-Qur’an dan Al-Hadits yang sedang dipelajari, sehingga kitab masing-masing santri penuh dengan tulisan dari keterangan gurunya. Adapun tujuannya untuk lebih memudahkan ingatan santri untuk dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah dijelaskan oleh gurunya. Selain system manqul dikenal pula system sanad, yaitu seseorang misalnya berguru pada si A, kemudian diteruskan oleh B, tanpa melalui ini maka ilmunya dianggap tidak sah. Seseorang yang telah memperoleh ilmu dari seorang guru tidak boleh diajarkan kepada orang lain, tanpa mendapat pengakuan dulu dari seorang guru. Meskipun demikian tidak ada seorangpun yang mempunyai otoritas dalam ilmu tertentu. <br />Khutbah jum’at mengunakan bahasa Arab, karena khutbah merupakan rangkaian ibadah shalat, sedangkan shalat menggunakan bahasa Arab. Laki-laki dan perempuan tidak boleh berjabatan tangan, hal ini dilakukan untuk menghindari fitnah. Dikalangan wanita LDII baik anak-anak maupu orang yang sudah sangat tua wajib memakai jilbab. Untuk laki-laki memakai celana diatas mata kaki, selain itu dilarang merokok.<br />Aktivitas yang dilakukan oleh LDII umumnya hanya bersifat pengajian. Pengajian untuk tingkat DPD diadakan satu kali dalam satu bulan. Sedangkan pengajian rutin yang bersifat umum diadakan dua kali dalam seminggu. Pengajian kelompok dilaksanakan setiap hari pada jam-jam tertentu di Masjid Ash-Shobirin. Pengajian kelompok tersebut ialah: Kelompok Cabe Rawit 2-3 kali seminggu, Kelompok Remaja 2-3 kali seminggu, kelompok dewasa 2-3 kali seminggu, kelompok mahasiswa 1 kali seminggu. Selain itu ada pertemuan sebulan sekali untuk tingkat cabang, enam bulan sekali untuk tingkat DPD, dan setahun sekali untuk tingkat Provinsi. Pertemuan tersebut dilakukan dalam rangka konsolidasi organisasi.<br />2.Saksi- Saksi Yehuwa di Kota Manado.<br />Saksi- Saksi Yehuwa hadir di Indonesia sekitar tahun 1950an, mendaftar pada Departemen Kehakiman pada tahun 1964, dengan nama Perkumpulan Siswa-siswa Alkitab, dan mendapat pengakuan sebagai organisasi keagamaan dengan nama Saksi Jehova dari Departemen Agama tahun 1968. Mereka mencari pengikut lewat kontak pribadi dan kunjungan kerumah-rumah. Setelah terkumpul sejumlah pengikut, maka melalui prosedur tertentu dibentuklah kelompok-kelompok penelaahan Alkitab dan Ibadah dibeberapa tempat/kota di Indonesia. Namun demikian sebagian warga gereja/orang Kristen maupun pengikut agama lain merasa terganggu, terutama oleh cara-cara pengikut saksi Jehova ini menyebarkan ajarannya, sehingga mengadukan Saksi Jehova kepada yang berwajib. Lalu keluarlah Surat Keputusan Jaksa Agung RI No 129/JA/12/1976 tanggal 7 Desember 1976 tentang larangan terhadap Saksi Jehova untuk melakukan kegiatan karena dianggap melanggar hokum, menimbulkan keresahan dalam masyarakat, tidak menghormati p[emerintah, dan tidak melaksanakan kewajiban sebagai warga negara yang baik.Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2801355431934248608.post-42787792083411255112009-04-11T10:29:00.000+07:002009-04-11T10:30:33.105+07:00AHMADIYAH QADIAN DI PROVINSI<br />SULAWESI UTARA<br />Oleh: Nuhrison M. Nuh <br /><br />A. PENDAHULUAN<br />Dalam kehidupan beragama, tidak dapat dihindari adanya persepsi, interpretasi dan ekspresi keagamaan yang berbeda dari masing-masing umat beragama baik secara individual maupun kelompok. Perbedaan itu dipengaruhi oleh berbagai factor seperti tingkat pemahaman terhadap ajaran agama, latar belakang budaya masyarakat atau system nilai social yang ada. Atau mengamalkan suatu ajaran agama berbeda dengan ajaran, keyakinan atau doktrin keagamaan yang bersifat prinsip yang diakui dan berlaku umum dalam suatu komunitas keagamaan.<br />Salah satu kelompok yang sering dibicarakan dalam masyarakat, karena ajarannya dianggap menyimpang atau bertentang dengan paham yang dianut oleh mayoritas umat Islam Indonesia, adalah Ahmadiyah Qodian. Aktivitas kelompok ini sering menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Untuk melihat bagaimana ajaran dan aktivitas Ahmadiyah di Sulawesi Utara maka perlu diadakan penelitian lapangan.<br />Tujuan penelitian ini untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan ajaran dan aktivitas Ahmadiyah Qodian di Sulawesi Utara, yang digunakan sebagai bahan masukan bagi pejabat Departemen Agama dalam mengambil kebijakan dalam membina dan membimbing aliran/Pham yang dianggap menyimpang atau bertentangan dengan Pham yang dianut oleh kelompok mayoritas (sunni).<br />Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan pimpinan Ahmadiyah Qodian setempat, pejabat Departemen Agama, dan pemuka agama, selain itu dilakukan kajian terhadap berbagai dokumen, buku-buku dan hasil penelitian yang ada kaitannya dengan Ahmadiyah Qodian.<br />Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif, dengan melakukan kategorisasi, klasifikasi dan komparasi. Penelitian dilakukan di Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara.<br /><br />B. TEMUAN HASIL PENELITIAN<br />Nama Aliran<br /> Aliran ini bernama Ahmadiyah atau Jemaa’t Ahmadiyah. Nama ini dinisbahkan kepada pendirinya yang bernama Mirza Ghulam Ahmad. Nama ini diberikan sendiri oleh pendiri dan para pengikutnya, bukan pemberian dari orang yang bukan penganutnya.<br />Tokoh Pendirinya.<br /> Ahmadiyah merupakan sebutan dari perkumpulan orang-orang yang menyatakan diri sebagai pengikut Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Ghulam Ahmad bin Mirza Ghulam Murtadha mengaku berasal dari orang-orang yang terhormat keturunan Persia dan Fatimah dari ahlul bait nabawi. Dia lahir di Kampung Islam, yang kemudian dikenal dengan Qadian, wilayah Punyab, India.<br /> Mirza Ghulam Ahmad lahir pada hari Jum’at tanggal 13 Februari 1835 M/ 14 Syawal 1250 H dan meninggal tanggal 26 Mei 1908 M di Lahore dan dikuburkan di Qadian. Dia mendirikan Ahmadiyah di Qadian, India pada tahun 1889 M/1306 H.<br /> Di kalangan Jema’at Ahmadiyah diyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi, al-Masih al-Mau’ud, Nabi dan Rasul. Kenabian dan Kerasulan Mirza tersebut tidak membawa syariat baru, tetapi mengikuti dan menjalankan syari’at Nabi Muhammad SAW.<br /> Setelah Mirza Ghulam Ahmad meninggal dunia pada tahun 1908 M, kepemimpinan Ahmadiyah dilanjutkan oleh Hazrat Hafiz H. Hakim Nuruddin selaku Khalifah I hingga meninggal pada tahun 1914 M. Selanjutnya di pilih khalifah II H. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad yang memangku jabatan tersebut dari tahun 1914 hingga 1965 M. Kemudian ia digantikan oleh khalifah ke III Hazrat Hafiz Nasir Ahmad yang meninggal dunia tahun 1982. Selanjutnya kekhalifaan dijabat oleh Khalifah ke IV Hazrat Mirza Taher Ahmad hingga sekarang. Menurut Jema’at Ahmadiyah bahwa khalifah atau jabatan kekhalifaan harus tetap ada hingga hari kiamat.<br />Latar Belakang Berdirinya dan Perkembangannya.<br /> Ahmadiyah adalah sebutan ringkas dari Jema’at Ahmadiyah. Jema’at berarti kumpulan individu yang bersatu pada dan bekerja untuk suatu program bersama. Ahmadiyah adalah nama yang berasal dari Islam. Jadi Jema’at Ahmadiyah merupakan kumpulan orang-orang Islam yang bersatu dan bekerja untuk satu program, yaitu Islam.<br /> Faktor yang menjadi latar belakang berdirinya Jemaat Ahmadiyah adalah keadaan dunia menjelang lahirnya Ahmadiyah diliputi berbagai keburukan, immoralitas dan mementingkan urusan keduniawian dari pada agama. Selain itu karena didunia pada waktu itu tidak ada yang disebut satu Jemaat Islam.<br /> Tujuan didirikannya Ahmadiyah adalah untuk memperbaiki kehidupan agama orang-orang Islam dan mempersatukan ummat Islam. Tujuan tersebut sejalan dengan tugas yang oleh Mirza Ghulam Ahmad dikatakan sebagai wahyu yang diterimanya, yaitu menghidupkan agama dan menegakkan syariat Islam.<br /> Dalam periode Khalifah I Hazrat H. Hakim Nuruddin para pengikut Mirza Ghulam Ahmad terhimpun dalam sebuah organisasi yang dinamakan Jemaat Ahmadiyah. Adakalanya disebut orang-orang Ahmadi. Sepeninggalnya Khalifah tersebut pengikut Ahmadiyah terbagi dua, yang kemudian dikenal dengan Ahmadiyah Qadian dan Ahmadiyah Lahore.<br /> Sebab utama perpecahan jemaat jemaat tersebut karena perbedaan pandangan. Menurut kalangan Ahmadiyah Qadian bahwa perpecahan Jemaat Ahmadiyah karena ketidak setujuan sementara tokoh Ahmadiyah terhadap pengangkatan Khalifah II, yaitu Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad. Diantaranya Maulvi Muhammad Ali dan Khawaja Kamaluddin. Mereka menghendaki Muhammad Ali menjadi Khalifah al Masih ke II. Namun dalam pemilihan Khalifah tersebut mereka hanya memperoleh dukugan suara sedikit (minoritas).<br /> Menurut kalangan Ahmadiyah Lahore bahwa perpecahan Jemaat ahmadiyah adalah karena perbedaan pendapat tentang ketokohan Mirza Ghulam Ahmad. Dalam pandangan Ahmadiyah Lahore, Mirza Ghulam Ahmad adalah Mujaddid ( Pembaharu), bukan Nabi sebagaimana diyakini oleh Jemaat Ahmadiyah Qadian. Sekalipun demikian seperti yang dikatakan Syafi R Batutah bahwa sebelum tahun 1914 keyakinan Muhammad Ali dan Khawaja Kamaluddin sama dengan orang-orang Ahmadiyah lain tentang kenabian dan kerasulan Mirza Ghulam Ahmad.<br /> Pada masa Khalifah II Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, Jemaat Ahmadiyah mulai mengembangkan fahamnya ke pelbagai negara, termasuk keIndonesia. Ahmadiyah Lahore adalah yang pertama masuk ke Indonesia, yang dibawa oleh seorang muballigh Khawajah Kamaluddin pada tahun 1922. Diantara hasil dakwahnya adalah Ahmad Nuruddin bersama beberapa orang dari Perguruan Sumatera Thawalib masuk Ahmadiyah. Mereka kemudian melanjutkan studi ke Lahore dan Qadian. Atas permohonan mereka, seorang muballigh Ahmadiyah bernama Maulana Rahmat Ali di utus ke Indonesia pada tahun 1925.<br /> Pada awalnya, Jemaat Ahmadiyah di Indonesia diberi nama Anjuman Ahmadiyah Qadian Departemen Indonesia, kemudian diganti nama dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). JAI adalah bagian Jemaat Ahmadiyah yang semula berpusat di Qadian India, tetapi sesudah tahun 1947 berpusat di Rabwah, Pakistan. Kini Ahmadiyah dibawah pimpinan Khalifah IV Hazrat Mirza Thahir Ahmad menggantikan Khalifah III Hazrat Mirza Nasir Ahmad yang meninggal dunia tahun 1982. Kedudukan pimpinan pusat Jemaat Ahmadiyah adalah di London Inggris.<br /> Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) beridiri tahun 1925. Jemaat Ahmadiyah Indonesia terdaftar sebagai Badan Hukum di Departemen Kehakiman RI dengan surat NO J.A5/23/137 tangal 3 Maret 1953 dan dimuat dalam tambahan berita negara RI No 26 tangal 31 Maret 1953. Pusat Jemaat Ahmadiyah Indonesia terletak di Parung Jawa Barat. Sekarang ini di Indonesia terdapat 186 cabang. Di tingkat Propinsi terdapat pengurus wilayah yang membawahi beberapa cabang. Pimpinan Pusat Jemaat Ahmadiyah sekarang ini adalah Kolonel (Pur) M.L. Maala. Sebelumnya pimpinan dipegang oleh Syafi R Batuah.<br />Pimpinan Dan Struktur Kepengurusan.<br /> Pimpinan Jemaat Ahmadiyah terdir dari Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang. <br /> Pengurus Pusat membawahi seluruh pengurus waliayah yang tersebar diseluruh Indonesia. Pengurus Wilayah terdapat disetiap propinsi dan membawahi cabang-cabang diwilayahnya. Sedangkan pengurus cabang membawahi penganut Ahmadiyah ditingkat Kabupaten atau Kecamatan.<br /> Struktur kepengurusan Cabang terdiri dari : Ketua (Presiden); Wakil Presiden; Sekretaris Khas; Sekretaris Tabligh; Sekretaris Ta’lim; Sekretaris Tarbiyat; Sekretaris Mal; Sekretaris Um Khar; Sekretaris Um Ammah; Sekretaris Zifayat; Sekretais Isyaat; Sekretais Al-Wasiyat; Sekretaris T. Jadid OPL; Sekretaris Jaidad; Sekretaris Ziraat; Sekretaris Zanat Tijarat; Sekretaris Rishta Nata; Auditor Lokal. Sedangkan untuk pengurus wilayah terdiri dari Ketua; Sekretaris dan Bendahara.<br />Pokok-Pokok Ajaran.<br />1. Tentang Ketokohan Mirza Ghulam Ahmad Sebagai Nabi Dan Rasul.<br /> Di kalangan Ahmadiyah (pengikut Mirza Ghulam Ahmad) terdapat kepercayaan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang nabi. Kepercayaan ini berdasarkan pernyataan Mirza Ghulam Ahmad sebagai berikut:<br />a. Mengenai diriku dapat aku katakan bahwa Tuhan telah mengangkatku sebagai rasul dan nabi.<br />b. Tuhan yang sesungguhnya adalah Dia yang telah mengirimkan rasulNya di qadian.<br />c. Untuk ummat masa kini aku telah dipilih dan dinamai nabi, dan tidak ada orang lain yang berhak atas kedudukan itu.<br />d. Aku umumkan bahwa aku adalah nabi dan Rasul.<br /> Menjelang akhir hayatnya, Mirza Ghulam Ahmad menulis surat untuk diumumkan didalam surat kabar “Akhbar I “Aam. Kebetulan surat tersebut disiarkan dalam terbitannya tanggal 26-5-1908, yaitu pada hari kematiannya sebagai berikut:<br />“ Sesuai perintah Tuhan, aku adalah Nabi, aku akan berdosa jika aku menolaknya. Bagaimana mungkin aku berani menolaknya pada hal Tuhan memanggilku dengan sebutan Nabi. Aku akan tetap pada pendirian itu sampai aku meninggalkan dunia ini”.<br /> Pengertian nabi menurut Ahmadiyah mempunyai perbedaan dengan faham yang dianut kalangan sunni. Menurut muballigh Syaiful Uyun nabi menurut faham Ahmadiyah terbagi dua bagian yaitu Nabi Tasyri’ dan Nabi Ghairi Tasyri’. Nabi Tasyri’ yaitu Nabi yang membawa syari’at; diantara nabi yang membawa syari’at ada 5 orang yaitu nabi Adam, nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itulah kelima nabi ini diberi gelar Ulul Azmi (orang-orang yang memiliki kelebihan). Nabi ghairi tasyri’ terbagi dua yaitu Nabi Mustaqil dan Nabi Ghairi Mustaqil. Nabi Mustaqil yaitu nabi yang beridiri sendiri, yaitu semua nabi yang datang sebelum Rasulullah SAW, selain nabi Adam, Nuh, Ibrahim dan Musa AS. Sedangkan nabi ghairi mustaqil ialah nabi yang tidak berdiri sendiri dan mengikuti nabi sebelumnya. Nabi ghairi Mustaqil ini terbagi lagi kepada nabi Zilli, Nabi Buruzi, Nabi Majasi, Nabi Ummati dan Nabi Tabi’. Diantara mereka yang tergolong nabi ghairi mustaqil, kelompok nabi ummati yaitu Nabi Isa AS dan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad AS (lihat QS: 4:70; 62:4 ; 61:6). Yang dimaksud dengan nabi ummati yaitu nabi yang mengikuti nabi sebelumnya dan tidak membawa syari’at. Nabi Isa mengikuti Nabi Musa AS, sedangkan Mirza Ghulam Ahmad mengikuti Nabi Muhammad SAW.<br /> Menurut Syaiful Uyun dalam tafsir al-Azhar katrangan Prof DR Hamka, ketika menjelaskan tafsir surat al-A’raf ayat 35 menyatakan bahwa selama ummat manusia masih ada akan selalu datang seorang nabi.<br /> Karena Ahmadiyah berpendapat bahwa Nabi yang tidak membawa syari’at itu masih terbuka sampai akhir zaman maka dalam menafsirkan ayat “khataman nabiyyin” tidak diartikan dengan penutup para nabi; tetapi nabi yang paling sempurna, paling afdhal. Sedangkan di kalangan sunni ayat itu diartikan penutup para nabi, sehingga sesudah nabi Muhammad tidak ada lagi nabi, baik yang membawa syari’at atau yang tidak membawa syari’at. <br /><br />2. Mirza Ghulam Ahmad Menerima Wahyu.<br /> “Pintu wahyu tetap terbuka. Aku berkata dengan sesungguhnya, bahwa segala pintu untuk turunnya Ruhul kudus tidak tertutup untuk selamanya.<br /> R.Ahmad Anwar dan Sayyid Shah Muhammad selaku tokoh Ahmadiyah Indonesia menyatakan bahwa wahyu tidak berakhir, karena merupakan jiwa agama yang sejati. Suatu agama yang didalammnya kelangsungan wahyu terputus, agama itu akan mati dan Tuhan tidak besertanya.<br /> Mirza Ghulam Ahmad mengaku menerima wahyu. Diantaranya Allah menugaskannya untuk “ menghidupkan agama dan menegakkan syari’at Islam”. Mirza Ghulam Ahmad dalam buku wasiyat berkata : Allah SWT, akan mengumpulkan semua hamba-hambaNya dalam agama yang satu. Inilah maksud Allah SWT yang untuk perwujudan ini aku di utus ke dunia.<br /> Pada taun 1817, Ghulam Ahmad menerima wahyu yang pertama. Selanjutnya pada tahun 1876, Ghulam Ahmad menerima ilham yang menerangkan bahwa Ghulam Murtadha ayahnya akan meninggal dunia. Ghulam Ahmad yang tinggal di Lahore segera ke Qadian. Di Qadian ia menerima khabar dari Allah SWT bahwa orang tuanya akan meninggal sesudah matahari terbenanm. Dalam suasana sedih turunlah wahyu Allah yang berbunyi : Apakah Allah tidak cukup bagi hambaNya” (Alaisa Allahu bi Kaafin abdahu). Sesudah menerima wahyu tersebut, ayahnya meninggal dunia.<br /> Sejak tahun 1876, Ghulam Ahmad menerima wahyu hingga meninggal di Lahore tanggal 26 Mei 1908 dan dimakamkan di Qadian. Semasa hidupnya Ghulam Ahmad menulis buku lebih dari 86 buah dalam bahasa Urdu, Arab dan Parsi.<br /> Menurut Jemaat Ahmadiyah bahwa Mirza Ghulam Ahmad berpegang teguh pada al-Qur’an suci 30 juz dan sunnah Rasulullah SAW. Kitab syari’at Mirza Ghulam Ahmad adalah kitab syari’at Nabi Muhammad SAW, yaitu al-Qur’an suci berisi 114 surat terbagi 30 juz. Ahmadiyah tidak mempunyai kitab lain selain al-Qur’an al-Karim. Namun selain wahyu yang telah dibukukan (al-Qur’an) juga diakui masih banyak turun wahyu kepada Mirza Ghulam Ahmad, yang kemudian di tuliskan dalam berbagai buku karyanya yang berjumlah lebih 86 buah buku dalam bahasa Urdu, Arab dan Parsi<br /> Tuhan menghubungi manusia dengan perantaraan wahyu. Hubungan itu bermacamp-macam menurut keadaan dan menurut si penerimanya. Dari semua hubungan yang suci itu yang paling sempurna, yang paling melingkupi ialah al-Qur’an Suci. Menurut Ahmadiyah bahwa al-Qur’an suci telah ditakdirkan untuk selama-lamanya dan tadak dapat di ungguli oleh wahyu-wahyu terdahulu dan sesudahnya.<br /> Menurut Syaiful Uyun wahyu mempunyai arti bisikan halus dari Tuhan atau dapat diartikan firman Tuhan atau cara Tuhan untuk berkomunikasi dengan hambanya (makhluknya), maka oleh sebab itu dalam al-Qur’an disebutkan bahwa lebah juga menerima wahyu dari Tuhan. Berdasarkan pengertian ini maka menurut Ahmadiyah pengertian wahyu terbagi dua bagian :<br />a). Wahyu syari’at yaitu wahyu yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi yang membawa syari;at, salah satu kumpulan wahyu syari’at itu adalah Al-Qur’an.<br />b). Wahyu mubasysyirat; yaitu wahyu yang tidak hanya diterima oleh para nabi tetapi manusia pada umumnya.<br /> Bagi setap orang yang beriman dan bertaqwa (an-Nisa:69) dapat menerima wahyu mubasysyirat. Hanya saja siapa yang layak dapat menerima wahyu mubasysyirat tersebut hanya Allah yang menentukannya. Bagi Ahmadiyah tidak ada perbedaan bobot dan isi antara wahyu, ilham dan kasysyaf. Semuanya itu hanya metode saja bagi Tuhan dalam berkomunikasi dengan hamba-Nya.<br /> Berdasarkan pendapat ini maka menurut Ahmadiyah wajar saja kalau Mirza Ghulam Ahmad dapat menerima wahyu mubasysyirat sebagaimana manusia lainnya. Kumpulan wahyu Mirza Ghulam Ahmad tersebut dikumpulkan dalam kitab Tazkirah. Kitab Tazkirah merupakan buku kumpulan wahyu,mimpi, ilham dan kasysyaf yang diterima oleh Mirza Ghulam Ahmad. Selain buku tersebut yang juga memuat wahyu dan ilham Mirza Ghulam Ahmad antara lain buku Haqiqatul dan Al-Istifta. Di kalangan sunni jelas ada perbedaan bobot antara wahyu, kasysyaf dan ilham. Wahyu hanya diterima oleh para nabi; kasysyaf diterima oleh para wali-wali Allah dan ilham untuk orang biasa. Nampaknya hal inilah yang menyebabkan timbulnya perbedan faham antara kelompok sunni dengan Ahmadi (pengikut Ahmadiyah).<br /><br />3. Mirza Ghulam Ahmad Sebagai Mahdi, Masih Mau’ud.<br /> Menurut keyakinan Jemaat Ahmadiyah bahwa pada zaman ini Allah SWT telah membangkitkan seorang utusan atau rasul untuk kemajuan rohani ummat manusia di seluruh dunia, yaitu Hazrat Mirza Gulam Ahmad sebagai Masih Mau’ud.<br /> Menurut keyakinan Jemaat Amadiyah Allah SWT telah mengangkat Mirza Ghulam Ahmad sebagai Masih Mau’ud dan Imam Mahdi. Kepercayaan ini di dasarkan kepada Hadits Nabi yang mengatakan bahwa pada akhir zaman akan datang nabi Isa al-Masih. Untuk menghancurkan salib-salib dan gereja, dan datangnya Imam Mahdi untuk melawan dajjal.<br /> Hadits ini diartikan secara simbolik. Menurut Ahmadiyah Isa tidak mati di salib, tetapi wafat beberapa tahun kemudian setelah mengembara. Kuburannya terdapat di Sri Nagar Kashmir. Berdasarkan bukti-bukti yang dikemukakan oleh jemaat Ahmadiyah, ternyata Isa tidak mati di salib, oleh sebab itu kepercayaan Kristen itu menjadi hancur. Dan karena Isa sudah mati, tidak sebagaimana keyakinan orang sunni yang mengatakan Isa tidak mati tapi diangkat ke langit, maka Isa tidak mungkin bangkit lagi pada akhir zaman. Maka yang dimaksud dengan datangnya nabi Isa pada akhir zaman yaitu orang yang tugasnya seperti Isa yaitu Mirza Ghulam Ahmad.<br /> Mengenai kepercayaan Imam Mahdi, bahwa setiap masa tatkala agama telah mulai di tinggalkan manusia, dan agama dalam keadaan krisis maka Allah mengirim hambanya untuk membangkitkan kembali sinar Allah, dengan memberikan petunjuk kepada manusia. Menurut Jemaat Ahmadiyah pada waktu itu di dunia telah muncul dajjal-dajjal yang merongrong agama Allah, sehingga Allah mengirim Imam Mahdi yaitu Mirza Ghulam Ahmad.<br /> Menurut Syaiful Uyun kepercayaan tentang akan datangnya Nabi Isa AS dan Imam Mahdi di yakini juga oleh orang-orang Nahdhatul Ulama (NU). Bedanya, kalau orang-orang NU beranggapan bahwa Nabi Isa AS dan Imam Mahdi akan datang pada akhir zaman, sedangkan menurut Ahmadiyah sekarang sudah datang, yaitu Mirza Ghulam Ahmad.<br /> “Dan Dia telah membangkitkan al-Masih-Nya untuk melenyapkan kebatilan dan Mahdi-Nya untuk kebaikan ummat manusia”.<br /> Jemaat Ahmadiyah mengakui bahwa adanya Imam Mahdi di akhir zaman merupakan janji Rasulullah SAW. Imam Mahdi yang di maksud adalah Mirza Ghulam Ahmad. Oleh karena itu orang- orang Islam harus taat kepada Mirza Ghulam Ahmad. Kalau tidak begitu, maka mereka tidak mengindahkan pesan Nabi Muhammad SAW.<br /><br />3.1. Latar belakang munculnya faham Mahdi.<br /> India pada saat itu di jajah oleh Inggris, sikap ummat Islam yang anti pati dan non koperatif terhadap Inggris menyebabkan posisi mereka sendiri terpojok dibandingkan ummat Hindu yang bersifat lebih koperatif. Ummat Islam semakin tenggelam dalam keterbelakangan dan perselisihan dengan sesama muslim karena masalah khilafiyah, perbedaan faham yang klecil saja telah dipandang sebagai penghujatan terhadap Islam yang paling besar dan menghukum muslim lainnya sebagai kafir, intelektual dan ulama Islam telah tenggelam sampai ketingkat yang paling bawah. Dalam situasi inilah munculnya gerakan mahdiisme Ahmadiyah yang berorientasikan pada pembaharuan pemikiran. Di sini Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku telah diangkat sebagai al-Mahdi dan al-Masih oleh Tuhan, merasa mempunyai tanggung jawab moral untuk memajukan Islam dan ummat muslim dengan memberi interpretasi baru terhadap ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tuntunan zamannya, sebagaimana yang di ilhamkan Tuhan kepadanya.<br /><br />3.2. Arti kata al-Mahdi.<br /> Kata al-Mahdi secara harfiah berarti orang yang telah diberi petunjuk. Karena semua petunjuk itu berasal dari Tuhan, maka arti tersebut menjadi “seorang yang telah diberi petunjuk Tuhan” dengan cara yang mena’jubkan dan sangat pribadi. Orang yang disebut Mahdi atau al-Mahdi, benar-benar telah mendapat bimbingan Allah.<br /> Al-Mahdi menurut istilah adalah tokoh laki-laki dari keturunan Ahl al-Bait yang akan muncul di akhir zaman, dia akan menegakkan agama dan keadilan dan diikuti oleh ummat muslim, ia akan membantu Isa al-Masih yang turun ke dunia untuk membunuh Dajjal, dan akan menjadi imam sewaktu shalat bersama-sama. Nabi Isa al-Masih AS. Inilah pengertian al-Mahdi yang dikenal secara umum di kalangan umat Islam.<br /> Al-Mahdi menurut faham Ahmadiyah ialah seorang (Mirza Ghulam Ahmad) yang merupakan penjelmaan atau pengejawantahan dari al-Mahdi dan al-Masih As dan diangkat oleh Tuhan, Mirza Ghulam Ahmad disamping menjadi al-Mahdi juga adalah Nabi.<br /> Kepercayaan kaum Ahmadiyah terhadap al-Mahdi bermula dari pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sesudah ia menyelidiki sebuah makam yang ditemukannya di Srinagar, Punjab India. Menurut penyelidikan mereka, makam tersebut adalah makam Yusaaf yang diyakini sebagai Isa al-Masih, sesudah penegmbaraanya yang panjang di Palestina ke Kashmir, India. Sesudah penemuan makam tersebut, barulah dicari hadits-hadits mahdiyah yang relevan sebagai dasar keyakinan aliran ini.<br /><br />AKTIVITAS<br /> Aktivitas Jemaat Ahmadiyah terbagi dalam dua kegiatan, yaitu kegiatan di bidang kerohanian dan kegiatan sosial.<br />1. Kegiatan Kerohanian.<br /> Orientasi kegiatan Ahmadiyah lebih menekankan pada masalah kerohanian, kecuali pada daerah-daerah yang sangat membutuhkan seperti di Afrika baru dibangun rumah sakit dan sekolah. Diantara kegiatan kerohanian yaitu diadakan pengajian setiap minggu sekali. Pengajian ini bisa berbentuk ceramah dan diskusi. Topik yang dibahas adalah masalah-masalah yang sedang hangat dihadapi oleh jemaat. Topik ceramah atau diskusi bisa berdasarkan usul dari jemaat, bisa juga dari sekretaris ta’lim. Penceramah biasanya dilakukan oleh muballigh, tapi untuk topik-topok tertentu umpamanya masalah ekonomi, pertanian, bisa mengundang penceramah dari luar.<br /> Disetiap cabang biasanya ditempatkan seorang muballigh. Muballigh ini biasanya bertugas selama tiga tahun, setelah itu di mutasi kedaerah lain. Sebelum diangkat sebagai muballigh, mereka dididik dahulu selama tiga tahun di Parung. Calon muballigh berasal dari tamatan SMA, dan sejak tahun 1997 menerima tenaga muballigh dari sarjana. Pendidikan muballigh secara kontinyu diadakan sejak tahiun 1980. Sekarang ini peserta pendidikan berasal dari masing-masing propinsi. Biaya pendidikan di tanggung pengurus pusat (Amir Nasional).<br /> Menurut informasi tenaga da’i untuk Asia Tengah kebanyakan berasal dari Indonesia, karena Jemaat Ahmadiyah di Indonesia merupakan jemaat terbanyak kedua di dunia.<br /> Selain ceramah agama, ada kegiatan daras al-Qur’an, belajar membaca huruf al-qur’an bagi anak-anak yang berumur di bawah lima tahun. Kegiatan ini diadakan di mushalla atau masjid. Setahun sekali diadakan Kursus Pendidikan Agama (KPA) untuk para pelajar, tatkala mereka sedang liburan panjang (seperti pesantren kilat).<br /> Para muballigh memperoleh gaji tetap, seperti pegawai negeri. Gajinya disesuaikan dengan gaji pegawai negeri dengan standarnya di naikkan sedikit, seorang muballigh dengan golongan II/a menerima gaji sebesar Rp 400.000,-. Muballigh disediakan rumah tipe 70, yang dibangun oleh jemaat.<br /><br />2. Kegiatan Sosial.<br /> Jemaat Ahmadiyah seperti dijelaskan sebelumnya lebih banyak menekankan kepada kegiatan kerohanian dari pada kegiatan sosial seperti sekolah, rumah yatim piatu, dan panti jompo. Menurut mereka kegiatan semacam itu sudah di lakukan oleh organisasi-organisasi keagamaan lainnya sperti NU dan Muhammadiyah.<br /> Aktivitas sosial lebih banyak untuk para anggota jemaat, itupun tidak banyak yang dapat dilakukan, karena memang anggota yang masih sedikit, dan tempat tinggalnya yang berjauhan.<br /> Untuk memperkuat solidaritas diantara anggota jemaat diadakan arisan kelompok ibu-ibu dan kelompok bapak-bapak. Kalau ada anggota jemaat yang ditimpa kesusahan, para anggota lainnya berusaha untuk membantu meringankan beban mereka yang ditimpa musibah. Ada pertemuan kaum ibu sekali dalam sebulan, pertemuan ini disebut “mua’wanah”. Tempat pertemuan di adakan di rumah anggota dilakukan secara bergiliran.<br /> Dalam waktu-waktu tertentu di adakan wirakarya amal ( kerja bakti) di lingkungan masyarakat sekitar mushallah atau masjid. Hal ini dilakukan untuk menjalin komunikasi dengan masyarakat sekitar.<br /> Untuk membiayai kegiatan Ahmadiyah baik internasional, Pusat dan lokal, di pungut dari anggota secara sukarela. Di antara anggota, jumlah dana yang diberikan berbeda antara anggota yang satu dengan anggota lainnya, sesuai dengan kemampuan masing-masing. <br /> Dana ini ada yang di setor ke pusat, ada yang digunakan untuk kegiatan lokal. Mengenai canda wajib ‘am di tetapkan 1/16 dari penghasilan anggota.<br /><br />Karakteristik Faham Keagamaan.<br /> Secara fisik kelompok ini tidak mempunayai ciri khas baik dari segi berpakaian, cara makan maupun memelihara jenggot dan kumis. Namun dari segi ajaran mereka berbeda dalam beberapa hal dengan ummat Islam lainnya, mereka masih mengakui adanya nabi setelah nabi Muhammad, tokohnya mengaku dirinya sebagai al-masih al-mau’ud dan seorang Mahdi. Mereka bersifat ekslusif dalam beribadah dan perkawinan. Mereka hanya beribadah di masjid-masjid milik mereka. Dan jemaatanya di anjurkan supaya menikah dengan orang yang sealiran dengan mereka. Mereka sering berdebat dengan orang Kristen tentang kematian Yesus Kristus. Menurut mereka Yesus tidak mati di tiang salib, tetapi sehabis di salib dia mengembara dari Palestina ke Kashmir India,, dan beberapa tahun kemudian dia meninggal dan dikuburkan di Srinagar, Punjab India.<br /><br />Anggota dan Persebaran Anggota.<br /> Untuk menjadi anggota jemaat Ahmadiyah harus memenuhi syarat-syarat antara lain :<br />a. Mengajukan permohonan kepada khalifah;<br />b. Mengucapkan Bai’at;<br />c. Mengucapkan janji sepuluh.<br /> Berdasarkan AD Bab V pasa 5 anggota Jema’at Ahmadiyah terdiri dari :<br />a. Pria dan wanita yang telah beriman dan mengaku serta ikrar lisan atau tulisan (bai’at), bahwa segala dakwah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Alaihi Salam dari Qadian, Masih Mau’ud itu benar dan bai’at pula kepada para khalifahnya.<br />b. Anak-anak anggota Ahmadiyah yang telah akil baligh, kecuali yang secara tegas menyatakan tidak bersedia menjadi anggota.<br /> Pada bulan Desember 1888M, Mirza Ghulam Ahmad mengeluarkan pengumuman perlunya bai’at. Bai’at pertama dilakukan di kota Ludhiana tanggal 23 Maret 1889. Orang yang pertama berbai’at adalah haji Maulvi Hakim Nuruddin, yang kemudian menjadi khalifah I. Bai’at yang pertama di ikuti oleh lebih kurang 40 orang.<br /> Bai’at dilakukan di tangan pimpinan Jemaat Ahmadiyah pada masanya atau melalui orang-orang yang ditugaskan yaitu para muballigh atau para pengurus Ahmadiyah. Bai’at di lakukan dengan lisan dan tulisan dihadapan orang yang berwenang.<br /> Isi Bai’at antara lain : Hari ini saya bai’at di tangan Tahir dan masuk kedalam Jemaat Ahmadiyah dalam Islam. Saya mengakui Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani sebagai Imam Akhir Zaman, Mahdi dan Masih Yang Di Janjikan, sesuai dengan nubuatan-nubuatan junjungan kita Muhammad Rasulullah SAW. <br /> Saya bertobat dari segala dosa saya yang sudah-sudah dan berjanji untuk sedapat mungkin menjauhkan diri dari segala macam dosa. Saya sejauh mungkin berusaha mematuhi kesepuluh butir syarat bai’at yang telah ditetapkan oleh Hazrat Masih Mau’ud A S. Saya akan mendahulukan kepentingan agama di atas kepentingan dunia. Saya akan memelihara dengan teguh hubungan ketaatan serta kesetiaan kepada khilafat di dalam segala pekerjaan yang baik.<br /> Sebelum berbai’at orang harus berjanji untuk menerapkan dan menjalankan syarat-syarat bai’at yang berupa 10 hal-hal yang harus dikerjakan dan di tinggalkan oleh seoarang “Ahmadi” (pengikut Ahmadiyah.<br /> Anggota Ahmadiyah sudah tersebar hampir diseluruh propinsi di Indonesia, sekarang ini telah berdiri 186 cabang di seluruh Indonesia. Cabang adalah kelompok Jemaah Ahmadiyah setempat, bisa satu kabupaten bisa juga hanya satu kecamatan. Pusat Jemaat Ahmadiyah di Indonesia adalah di Parung Jawa Barat.<br /><br />Tanggapan Masyarakat dan Pemerintah<br />1. Tanggapan Masyarakat.<br /> Karena sumber tulisan ini merupakan hasil penelitian di Sulawesi Utara ,maka tanggapan disini di wakili oleh Majelis Ulama Propinsi Sulawesi Utara. Ketua MUI Propinsi DATI I Sulawesi Utara Bapak H.Abdul Kadir Abraham mengemukakan pendapatnya tentang keberadaan Ahmadiyah :<br />a. Dalam menghadpai Ahmadiyah MUI bersifat persuasif tidak bersifat konfrontatif.<br />b. Berdasarkan fatwa Rabithah bahwa Ahmadiyah di luar Islam dan dilarang naik haji.<br />c. Orang Ahmadiyah tergolong maghdlub dan dzalim.<br />d. Surat Asf-Shaf aya 6 digunakan sebagai dasar tentang kenabian Mirza, pada hal kata Ahmad disitu sinonim dengan kata Muhammad.<br />e. Kata Khotam atau khotim sama saja artinya penutup.<br />f. Mengenai akan datangnya Imam Mahdi dan turunnya Nabi Isa AS, dimuat dalam hadits Ahad, sehingga tidak bisa dipegangi sebagai dalil. Kalaupun kita akan mempercayainya harus diartikan dengan kedatangan Nabi Isa yang sebenarnya, bukan dalam arti simbolik<br />g. Ajaran Ahmadiyah telah menyimpang dari ajaran Islam dan mereka termasuk kelompok yang dimurkai oleh Allah dan tersesat. Oleh sebab itu, sebaiknya Ahmadiyah di larang. Pemerintah kita harus tegas seperti di Pakistan Ahmadiyah sudah di larang. <br />2. Pandangan Pemerintah.<br /> Pemerintah Indonesia dalam masalah Ahmadiyah belum mempunyai pendapat yang jelas. Meskipun Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa tentang sesatnya faham Ahmadiyah, pemerintah belum berani untuk melarangnya, hal ini mungkin karena kuatnya lobi Ahmadiyah di tingkat Internasional. Disamping itu dibeberapa daerah yang masyarakatnya minoritas muslim, menganggap Ahmadiyah sebagai partner dalam menghadapi tantangan dari missi non Islam. Meskipun demikian di beberapa daerah Ahmadiyah telah dilarang oleh Kejaksaan Negeri Setempat, terakhir (2001) di salah satu Kabupaten di Sumatera Barat, Ahmadiyah di larang. Pelarangan itu sendiri dilakukan karena terjadi kerusuhan dalam masyarakat setempat. <br /> Menindak lanjuti fatwa dari Rabithah Alam Islami yang melarang orang Ahmadiyah untuk pergi haji, Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji telah mengirim surat edaran ke seluruh Kanwil Departemen Agama, untuk tidak menerima pendaftaran jemaat Ahmadiyah yang akan menunaikan ibadah Haji.<br /><br />C. KESIMPULAN<br />Ahmadiyah dating ke Sulawesi Utara tahun 1974, dibawa oleh seorang anggota ABRI yang ditugaskan di daerah tersebut. Perkembangan jema’at Ahmadiyah termasuk lamban, pertambahan anggota hanya dari kelahiran dan mutasi pegawai dari daerah lain.<br /> Ajaran yang dianggap controversial antara lain mengneai kenabian Mirza Ghulam Ahmad, belum tertutupnya pintu wahyu, dan diangkatnya Mirza sebagai Imam Mahdi dan Maih Mau’ud. Pengertian-pengertian tentang nabi, wahyu dan sebagainya berbeda dengan Pham yang dikembangkan oleh umumnya kelompok sunni.<br />Pemerintah setempat cendrung tidak mempermasalahkan keberadaan Ahmadiyah, sepanjang tidak menimbulkan keresahan dalam masayarakat. Sedangkan dikalangan pemuka agama khususnya MUI, terdapat anggapan bahwa Ahmadiyah telah menyimpnag dari ajaran Islam, sehingga dianggap sesat. Untuk itulah diharapkan agar pemerintah melarang keberadaan Ahmadiyah di seluruh Indonesia. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />AHMADIYAH QADIAN DI PROVINSI<br />SULAWESI UTARA<br />Oleh: Nuhrison M. Nuh <br /><br />A. PENDAHULUAN<br />Dalam kehidupan beragama, tidak dapat dihindari adanya persepsi, interpretasi dan ekspresi keagamaan yang berbeda dari masing-masing umat beragama baik secara individual maupun kelompok. Perbedaan itu dipengaruhi oleh berbagai factor seperti tingkat pemahaman terhadap ajaran agama, latar belakang budaya masyarakat atau system nilai social yang ada. Atau mengamalkan suatu ajaran agama berbeda dengan ajaran, keyakinan atau doktrin keagamaan yang bersifat prinsip yang diakui dan berlaku umum dalam suatu komunitas keagamaan.<br />Salah satu kelompok yang sering dibicarakan dalam masyarakat, karena ajarannya dianggap menyimpang atau bertentang dengan paham yang dianut oleh mayoritas umat Islam Indonesia, adalah Ahmadiyah Qodian. Aktivitas kelompok ini sering menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Untuk melihat bagaimana ajaran dan aktivitas Ahmadiyah di Sulawesi Utara maka perlu diadakan penelitian lapangan.<br />Tujuan penelitian ini untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan ajaran dan aktivitas Ahmadiyah Qodian di Sulawesi Utara, yang digunakan sebagai bahan masukan bagi pejabat Departemen Agama dalam mengambil kebijakan dalam membina dan membimbing aliran/Pham yang dianggap menyimpang atau bertentangan dengan Pham yang dianut oleh kelompok mayoritas (sunni).<br />Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan pimpinan Ahmadiyah Qodian setempat, pejabat Departemen Agama, dan pemuka agama, selain itu dilakukan kajian terhadap berbagai dokumen, buku-buku dan hasil penelitian yang ada kaitannya dengan Ahmadiyah Qodian.<br />Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif, dengan melakukan kategorisasi, klasifikasi dan komparasi. Penelitian dilakukan di Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara.<br /><br />B. TEMUAN HASIL PENELITIAN<br />Nama Aliran<br /> Aliran ini bernama Ahmadiyah atau Jemaa’t Ahmadiyah. Nama ini dinisbahkan kepada pendirinya yang bernama Mirza Ghulam Ahmad. Nama ini diberikan sendiri oleh pendiri dan para pengikutnya, bukan pemberian dari orang yang bukan penganutnya.<br />Tokoh Pendirinya.<br /> Ahmadiyah merupakan sebutan dari perkumpulan orang-orang yang menyatakan diri sebagai pengikut Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Ghulam Ahmad bin Mirza Ghulam Murtadha mengaku berasal dari orang-orang yang terhormat keturunan Persia dan Fatimah dari ahlul bait nabawi. Dia lahir di Kampung Islam, yang kemudian dikenal dengan Qadian, wilayah Punyab, India.<br /> Mirza Ghulam Ahmad lahir pada hari Jum’at tanggal 13 Februari 1835 M/ 14 Syawal 1250 H dan meninggal tanggal 26 Mei 1908 M di Lahore dan dikuburkan di Qadian. Dia mendirikan Ahmadiyah di Qadian, India pada tahun 1889 M/1306 H.<br /> Di kalangan Jema’at Ahmadiyah diyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi, al-Masih al-Mau’ud, Nabi dan Rasul. Kenabian dan Kerasulan Mirza tersebut tidak membawa syariat baru, tetapi mengikuti dan menjalankan syari’at Nabi Muhammad SAW.<br /> Setelah Mirza Ghulam Ahmad meninggal dunia pada tahun 1908 M, kepemimpinan Ahmadiyah dilanjutkan oleh Hazrat Hafiz H. Hakim Nuruddin selaku Khalifah I hingga meninggal pada tahun 1914 M. Selanjutnya di pilih khalifah II H. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad yang memangku jabatan tersebut dari tahun 1914 hingga 1965 M. Kemudian ia digantikan oleh khalifah ke III Hazrat Hafiz Nasir Ahmad yang meninggal dunia tahun 1982. Selanjutnya kekhalifaan dijabat oleh Khalifah ke IV Hazrat Mirza Taher Ahmad hingga sekarang. Menurut Jema’at Ahmadiyah bahwa khalifah atau jabatan kekhalifaan harus tetap ada hingga hari kiamat.<br />Latar Belakang Berdirinya dan Perkembangannya.<br /> Ahmadiyah adalah sebutan ringkas dari Jema’at Ahmadiyah. Jema’at berarti kumpulan individu yang bersatu pada dan bekerja untuk suatu program bersama. Ahmadiyah adalah nama yang berasal dari Islam. Jadi Jema’at Ahmadiyah merupakan kumpulan orang-orang Islam yang bersatu dan bekerja untuk satu program, yaitu Islam.<br /> Faktor yang menjadi latar belakang berdirinya Jemaat Ahmadiyah adalah keadaan dunia menjelang lahirnya Ahmadiyah diliputi berbagai keburukan, immoralitas dan mementingkan urusan keduniawian dari pada agama. Selain itu karena didunia pada waktu itu tidak ada yang disebut satu Jemaat Islam.<br /> Tujuan didirikannya Ahmadiyah adalah untuk memperbaiki kehidupan agama orang-orang Islam dan mempersatukan ummat Islam. Tujuan tersebut sejalan dengan tugas yang oleh Mirza Ghulam Ahmad dikatakan sebagai wahyu yang diterimanya, yaitu menghidupkan agama dan menegakkan syariat Islam.<br /> Dalam periode Khalifah I Hazrat H. Hakim Nuruddin para pengikut Mirza Ghulam Ahmad terhimpun dalam sebuah organisasi yang dinamakan Jemaat Ahmadiyah. Adakalanya disebut orang-orang Ahmadi. Sepeninggalnya Khalifah tersebut pengikut Ahmadiyah terbagi dua, yang kemudian dikenal dengan Ahmadiyah Qadian dan Ahmadiyah Lahore.<br /> Sebab utama perpecahan jemaat jemaat tersebut karena perbedaan pandangan. Menurut kalangan Ahmadiyah Qadian bahwa perpecahan Jemaat Ahmadiyah karena ketidak setujuan sementara tokoh Ahmadiyah terhadap pengangkatan Khalifah II, yaitu Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad. Diantaranya Maulvi Muhammad Ali dan Khawaja Kamaluddin. Mereka menghendaki Muhammad Ali menjadi Khalifah al Masih ke II. Namun dalam pemilihan Khalifah tersebut mereka hanya memperoleh dukugan suara sedikit (minoritas).<br /> Menurut kalangan Ahmadiyah Lahore bahwa perpecahan Jemaat ahmadiyah adalah karena perbedaan pendapat tentang ketokohan Mirza Ghulam Ahmad. Dalam pandangan Ahmadiyah Lahore, Mirza Ghulam Ahmad adalah Mujaddid ( Pembaharu), bukan Nabi sebagaimana diyakini oleh Jemaat Ahmadiyah Qadian. Sekalipun demikian seperti yang dikatakan Syafi R Batutah bahwa sebelum tahun 1914 keyakinan Muhammad Ali dan Khawaja Kamaluddin sama dengan orang-orang Ahmadiyah lain tentang kenabian dan kerasulan Mirza Ghulam Ahmad.<br /> Pada masa Khalifah II Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, Jemaat Ahmadiyah mulai mengembangkan fahamnya ke pelbagai negara, termasuk keIndonesia. Ahmadiyah Lahore adalah yang pertama masuk ke Indonesia, yang dibawa oleh seorang muballigh Khawajah Kamaluddin pada tahun 1922. Diantara hasil dakwahnya adalah Ahmad Nuruddin bersama beberapa orang dari Perguruan Sumatera Thawalib masuk Ahmadiyah. Mereka kemudian melanjutkan studi ke Lahore dan Qadian. Atas permohonan mereka, seorang muballigh Ahmadiyah bernama Maulana Rahmat Ali di utus ke Indonesia pada tahun 1925.<br /> Pada awalnya, Jemaat Ahmadiyah di Indonesia diberi nama Anjuman Ahmadiyah Qadian Departemen Indonesia, kemudian diganti nama dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). JAI adalah bagian Jemaat Ahmadiyah yang semula berpusat di Qadian India, tetapi sesudah tahun 1947 berpusat di Rabwah, Pakistan. Kini Ahmadiyah dibawah pimpinan Khalifah IV Hazrat Mirza Thahir Ahmad menggantikan Khalifah III Hazrat Mirza Nasir Ahmad yang meninggal dunia tahun 1982. Kedudukan pimpinan pusat Jemaat Ahmadiyah adalah di London Inggris.<br /> Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) beridiri tahun 1925. Jemaat Ahmadiyah Indonesia terdaftar sebagai Badan Hukum di Departemen Kehakiman RI dengan surat NO J.A5/23/137 tangal 3 Maret 1953 dan dimuat dalam tambahan berita negara RI No 26 tangal 31 Maret 1953. Pusat Jemaat Ahmadiyah Indonesia terletak di Parung Jawa Barat. Sekarang ini di Indonesia terdapat 186 cabang. Di tingkat Propinsi terdapat pengurus wilayah yang membawahi beberapa cabang. Pimpinan Pusat Jemaat Ahmadiyah sekarang ini adalah Kolonel (Pur) M.L. Maala. Sebelumnya pimpinan dipegang oleh Syafi R Batuah.<br />Pimpinan Dan Struktur Kepengurusan.<br /> Pimpinan Jemaat Ahmadiyah terdir dari Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang. <br /> Pengurus Pusat membawahi seluruh pengurus waliayah yang tersebar diseluruh Indonesia. Pengurus Wilayah terdapat disetiap propinsi dan membawahi cabang-cabang diwilayahnya. Sedangkan pengurus cabang membawahi penganut Ahmadiyah ditingkat Kabupaten atau Kecamatan.<br /> Struktur kepengurusan Cabang terdiri dari : Ketua (Presiden); Wakil Presiden; Sekretaris Khas; Sekretaris Tabligh; Sekretaris Ta’lim; Sekretaris Tarbiyat; Sekretaris Mal; Sekretaris Um Khar; Sekretaris Um Ammah; Sekretaris Zifayat; Sekretais Isyaat; Sekretais Al-Wasiyat; Sekretaris T. Jadid OPL; Sekretaris Jaidad; Sekretaris Ziraat; Sekretaris Zanat Tijarat; Sekretaris Rishta Nata; Auditor Lokal. Sedangkan untuk pengurus wilayah terdiri dari Ketua; Sekretaris dan Bendahara.<br />Pokok-Pokok Ajaran.<br />1. Tentang Ketokohan Mirza Ghulam Ahmad Sebagai Nabi Dan Rasul.<br /> Di kalangan Ahmadiyah (pengikut Mirza Ghulam Ahmad) terdapat kepercayaan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang nabi. Kepercayaan ini berdasarkan pernyataan Mirza Ghulam Ahmad sebagai berikut:<br />a. Mengenai diriku dapat aku katakan bahwa Tuhan telah mengangkatku sebagai rasul dan nabi.<br />b. Tuhan yang sesungguhnya adalah Dia yang telah mengirimkan rasulNya di qadian.<br />c. Untuk ummat masa kini aku telah dipilih dan dinamai nabi, dan tidak ada orang lain yang berhak atas kedudukan itu.<br />d. Aku umumkan bahwa aku adalah nabi dan Rasul.<br /> Menjelang akhir hayatnya, Mirza Ghulam Ahmad menulis surat untuk diumumkan didalam surat kabar “Akhbar I “Aam. Kebetulan surat tersebut disiarkan dalam terbitannya tanggal 26-5-1908, yaitu pada hari kematiannya sebagai berikut:<br />“ Sesuai perintah Tuhan, aku adalah Nabi, aku akan berdosa jika aku menolaknya. Bagaimana mungkin aku berani menolaknya pada hal Tuhan memanggilku dengan sebutan Nabi. Aku akan tetap pada pendirian itu sampai aku meninggalkan dunia ini”.<br /> Pengertian nabi menurut Ahmadiyah mempunyai perbedaan dengan faham yang dianut kalangan sunni. Menurut muballigh Syaiful Uyun nabi menurut faham Ahmadiyah terbagi dua bagian yaitu Nabi Tasyri’ dan Nabi Ghairi Tasyri’. Nabi Tasyri’ yaitu Nabi yang membawa syari’at; diantara nabi yang membawa syari’at ada 5 orang yaitu nabi Adam, nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itulah kelima nabi ini diberi gelar Ulul Azmi (orang-orang yang memiliki kelebihan). Nabi ghairi tasyri’ terbagi dua yaitu Nabi Mustaqil dan Nabi Ghairi Mustaqil. Nabi Mustaqil yaitu nabi yang beridiri sendiri, yaitu semua nabi yang datang sebelum Rasulullah SAW, selain nabi Adam, Nuh, Ibrahim dan Musa AS. Sedangkan nabi ghairi mustaqil ialah nabi yang tidak berdiri sendiri dan mengikuti nabi sebelumnya. Nabi ghairi Mustaqil ini terbagi lagi kepada nabi Zilli, Nabi Buruzi, Nabi Majasi, Nabi Ummati dan Nabi Tabi’. Diantara mereka yang tergolong nabi ghairi mustaqil, kelompok nabi ummati yaitu Nabi Isa AS dan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad AS (lihat QS: 4:70; 62:4 ; 61:6). Yang dimaksud dengan nabi ummati yaitu nabi yang mengikuti nabi sebelumnya dan tidak membawa syari’at. Nabi Isa mengikuti Nabi Musa AS, sedangkan Mirza Ghulam Ahmad mengikuti Nabi Muhammad SAW.<br /> Menurut Syaiful Uyun dalam tafsir al-Azhar katrangan Prof DR Hamka, ketika menjelaskan tafsir surat al-A’raf ayat 35 menyatakan bahwa selama ummat manusia masih ada akan selalu datang seorang nabi.<br /> Karena Ahmadiyah berpendapat bahwa Nabi yang tidak membawa syari’at itu masih terbuka sampai akhir zaman maka dalam menafsirkan ayat “khataman nabiyyin” tidak diartikan dengan penutup para nabi; tetapi nabi yang paling sempurna, paling afdhal. Sedangkan di kalangan sunni ayat itu diartikan penutup para nabi, sehingga sesudah nabi Muhammad tidak ada lagi nabi, baik yang membawa syari’at atau yang tidak membawa syari’at. <br /><br />2. Mirza Ghulam Ahmad Menerima Wahyu.<br /> “Pintu wahyu tetap terbuka. Aku berkata dengan sesungguhnya, bahwa segala pintu untuk turunnya Ruhul kudus tidak tertutup untuk selamanya.<br /> R.Ahmad Anwar dan Sayyid Shah Muhammad selaku tokoh Ahmadiyah Indonesia menyatakan bahwa wahyu tidak berakhir, karena merupakan jiwa agama yang sejati. Suatu agama yang didalammnya kelangsungan wahyu terputus, agama itu akan mati dan Tuhan tidak besertanya.<br /> Mirza Ghulam Ahmad mengaku menerima wahyu. Diantaranya Allah menugaskannya untuk “ menghidupkan agama dan menegakkan syari’at Islam”. Mirza Ghulam Ahmad dalam buku wasiyat berkata : Allah SWT, akan mengumpulkan semua hamba-hambaNya dalam agama yang satu. Inilah maksud Allah SWT yang untuk perwujudan ini aku di utus ke dunia.<br /> Pada taun 1817, Ghulam Ahmad menerima wahyu yang pertama. Selanjutnya pada tahun 1876, Ghulam Ahmad menerima ilham yang menerangkan bahwa Ghulam Murtadha ayahnya akan meninggal dunia. Ghulam Ahmad yang tinggal di Lahore segera ke Qadian. Di Qadian ia menerima khabar dari Allah SWT bahwa orang tuanya akan meninggal sesudah matahari terbenanm. Dalam suasana sedih turunlah wahyu Allah yang berbunyi : Apakah Allah tidak cukup bagi hambaNya” (Alaisa Allahu bi Kaafin abdahu). Sesudah menerima wahyu tersebut, ayahnya meninggal dunia.<br /> Sejak tahun 1876, Ghulam Ahmad menerima wahyu hingga meninggal di Lahore tanggal 26 Mei 1908 dan dimakamkan di Qadian. Semasa hidupnya Ghulam Ahmad menulis buku lebih dari 86 buah dalam bahasa Urdu, Arab dan Parsi.<br /> Menurut Jemaat Ahmadiyah bahwa Mirza Ghulam Ahmad berpegang teguh pada al-Qur’an suci 30 juz dan sunnah Rasulullah SAW. Kitab syari’at Mirza Ghulam Ahmad adalah kitab syari’at Nabi Muhammad SAW, yaitu al-Qur’an suci berisi 114 surat terbagi 30 juz. Ahmadiyah tidak mempunyai kitab lain selain al-Qur’an al-Karim. Namun selain wahyu yang telah dibukukan (al-Qur’an) juga diakui masih banyak turun wahyu kepada Mirza Ghulam Ahmad, yang kemudian di tuliskan dalam berbagai buku karyanya yang berjumlah lebih 86 buah buku dalam bahasa Urdu, Arab dan Parsi<br /> Tuhan menghubungi manusia dengan perantaraan wahyu. Hubungan itu bermacamp-macam menurut keadaan dan menurut si penerimanya. Dari semua hubungan yang suci itu yang paling sempurna, yang paling melingkupi ialah al-Qur’an Suci. Menurut Ahmadiyah bahwa al-Qur’an suci telah ditakdirkan untuk selama-lamanya dan tadak dapat di ungguli oleh wahyu-wahyu terdahulu dan sesudahnya.<br /> Menurut Syaiful Uyun wahyu mempunyai arti bisikan halus dari Tuhan atau dapat diartikan firman Tuhan atau cara Tuhan untuk berkomunikasi dengan hambanya (makhluknya), maka oleh sebab itu dalam al-Qur’an disebutkan bahwa lebah juga menerima wahyu dari Tuhan. Berdasarkan pengertian ini maka menurut Ahmadiyah pengertian wahyu terbagi dua bagian :<br />a). Wahyu syari’at yaitu wahyu yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi yang membawa syari;at, salah satu kumpulan wahyu syari’at itu adalah Al-Qur’an.<br />b). Wahyu mubasysyirat; yaitu wahyu yang tidak hanya diterima oleh para nabi tetapi manusia pada umumnya.<br /> Bagi setap orang yang beriman dan bertaqwa (an-Nisa:69) dapat menerima wahyu mubasysyirat. Hanya saja siapa yang layak dapat menerima wahyu mubasysyirat tersebut hanya Allah yang menentukannya. Bagi Ahmadiyah tidak ada perbedaan bobot dan isi antara wahyu, ilham dan kasysyaf. Semuanya itu hanya metode saja bagi Tuhan dalam berkomunikasi dengan hamba-Nya.<br /> Berdasarkan pendapat ini maka menurut Ahmadiyah wajar saja kalau Mirza Ghulam Ahmad dapat menerima wahyu mubasysyirat sebagaimana manusia lainnya. Kumpulan wahyu Mirza Ghulam Ahmad tersebut dikumpulkan dalam kitab Tazkirah. Kitab Tazkirah merupakan buku kumpulan wahyu,mimpi, ilham dan kasysyaf yang diterima oleh Mirza Ghulam Ahmad. Selain buku tersebut yang juga memuat wahyu dan ilham Mirza Ghulam Ahmad antara lain buku Haqiqatul dan Al-Istifta. Di kalangan sunni jelas ada perbedaan bobot antara wahyu, kasysyaf dan ilham. Wahyu hanya diterima oleh para nabi; kasysyaf diterima oleh para wali-wali Allah dan ilham untuk orang biasa. Nampaknya hal inilah yang menyebabkan timbulnya perbedan faham antara kelompok sunni dengan Ahmadi (pengikut Ahmadiyah).<br /><br />3. Mirza Ghulam Ahmad Sebagai Mahdi, Masih Mau’ud.<br /> Menurut keyakinan Jemaat Ahmadiyah bahwa pada zaman ini Allah SWT telah membangkitkan seorang utusan atau rasul untuk kemajuan rohani ummat manusia di seluruh dunia, yaitu Hazrat Mirza Gulam Ahmad sebagai Masih Mau’ud.<br /> Menurut keyakinan Jemaat Amadiyah Allah SWT telah mengangkat Mirza Ghulam Ahmad sebagai Masih Mau’ud dan Imam Mahdi. Kepercayaan ini di dasarkan kepada Hadits Nabi yang mengatakan bahwa pada akhir zaman akan datang nabi Isa al-Masih. Untuk menghancurkan salib-salib dan gereja, dan datangnya Imam Mahdi untuk melawan dajjal.<br /> Hadits ini diartikan secara simbolik. Menurut Ahmadiyah Isa tidak mati di salib, tetapi wafat beberapa tahun kemudian setelah mengembara. Kuburannya terdapat di Sri Nagar Kashmir. Berdasarkan bukti-bukti yang dikemukakan oleh jemaat Ahmadiyah, ternyata Isa tidak mati di salib, oleh sebab itu kepercayaan Kristen itu menjadi hancur. Dan karena Isa sudah mati, tidak sebagaimana keyakinan orang sunni yang mengatakan Isa tidak mati tapi diangkat ke langit, maka Isa tidak mungkin bangkit lagi pada akhir zaman. Maka yang dimaksud dengan datangnya nabi Isa pada akhir zaman yaitu orang yang tugasnya seperti Isa yaitu Mirza Ghulam Ahmad.<br /> Mengenai kepercayaan Imam Mahdi, bahwa setiap masa tatkala agama telah mulai di tinggalkan manusia, dan agama dalam keadaan krisis maka Allah mengirim hambanya untuk membangkitkan kembali sinar Allah, dengan memberikan petunjuk kepada manusia. Menurut Jemaat Ahmadiyah pada waktu itu di dunia telah muncul dajjal-dajjal yang merongrong agama Allah, sehingga Allah mengirim Imam Mahdi yaitu Mirza Ghulam Ahmad.<br /> Menurut Syaiful Uyun kepercayaan tentang akan datangnya Nabi Isa AS dan Imam Mahdi di yakini juga oleh orang-orang Nahdhatul Ulama (NU). Bedanya, kalau orang-orang NU beranggapan bahwa Nabi Isa AS dan Imam Mahdi akan datang pada akhir zaman, sedangkan menurut Ahmadiyah sekarang sudah datang, yaitu Mirza Ghulam Ahmad.<br /> “Dan Dia telah membangkitkan al-Masih-Nya untuk melenyapkan kebatilan dan Mahdi-Nya untuk kebaikan ummat manusia”.<br /> Jemaat Ahmadiyah mengakui bahwa adanya Imam Mahdi di akhir zaman merupakan janji Rasulullah SAW. Imam Mahdi yang di maksud adalah Mirza Ghulam Ahmad. Oleh karena itu orang- orang Islam harus taat kepada Mirza Ghulam Ahmad. Kalau tidak begitu, maka mereka tidak mengindahkan pesan Nabi Muhammad SAW.<br /><br />3.1. Latar belakang munculnya faham Mahdi.<br /> India pada saat itu di jajah oleh Inggris, sikap ummat Islam yang anti pati dan non koperatif terhadap Inggris menyebabkan posisi mereka sendiri terpojok dibandingkan ummat Hindu yang bersifat lebih koperatif. Ummat Islam semakin tenggelam dalam keterbelakangan dan perselisihan dengan sesama muslim karena masalah khilafiyah, perbedaan faham yang klecil saja telah dipandang sebagai penghujatan terhadap Islam yang paling besar dan menghukum muslim lainnya sebagai kafir, intelektual dan ulama Islam telah tenggelam sampai ketingkat yang paling bawah. Dalam situasi inilah munculnya gerakan mahdiisme Ahmadiyah yang berorientasikan pada pembaharuan pemikiran. Di sini Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku telah diangkat sebagai al-Mahdi dan al-Masih oleh Tuhan, merasa mempunyai tanggung jawab moral untuk memajukan Islam dan ummat muslim dengan memberi interpretasi baru terhadap ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tuntunan zamannya, sebagaimana yang di ilhamkan Tuhan kepadanya.<br /><br />3.2. Arti kata al-Mahdi.<br /> Kata al-Mahdi secara harfiah berarti orang yang telah diberi petunjuk. Karena semua petunjuk itu berasal dari Tuhan, maka arti tersebut menjadi “seorang yang telah diberi petunjuk Tuhan” dengan cara yang mena’jubkan dan sangat pribadi. Orang yang disebut Mahdi atau al-Mahdi, benar-benar telah mendapat bimbingan Allah.<br /> Al-Mahdi menurut istilah adalah tokoh laki-laki dari keturunan Ahl al-Bait yang akan muncul di akhir zaman, dia akan menegakkan agama dan keadilan dan diikuti oleh ummat muslim, ia akan membantu Isa al-Masih yang turun ke dunia untuk membunuh Dajjal, dan akan menjadi imam sewaktu shalat bersama-sama. Nabi Isa al-Masih AS. Inilah pengertian al-Mahdi yang dikenal secara umum di kalangan umat Islam.<br /> Al-Mahdi menurut faham Ahmadiyah ialah seorang (Mirza Ghulam Ahmad) yang merupakan penjelmaan atau pengejawantahan dari al-Mahdi dan al-Masih As dan diangkat oleh Tuhan, Mirza Ghulam Ahmad disamping menjadi al-Mahdi juga adalah Nabi.<br /> Kepercayaan kaum Ahmadiyah terhadap al-Mahdi bermula dari pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sesudah ia menyelidiki sebuah makam yang ditemukannya di Srinagar, Punjab India. Menurut penyelidikan mereka, makam tersebut adalah makam Yusaaf yang diyakini sebagai Isa al-Masih, sesudah penegmbaraanya yang panjang di Palestina ke Kashmir, India. Sesudah penemuan makam tersebut, barulah dicari hadits-hadits mahdiyah yang relevan sebagai dasar keyakinan aliran ini.<br /><br />AKTIVITAS<br /> Aktivitas Jemaat Ahmadiyah terbagi dalam dua kegiatan, yaitu kegiatan di bidang kerohanian dan kegiatan sosial.<br />1. Kegiatan Kerohanian.<br /> Orientasi kegiatan Ahmadiyah lebih menekankan pada masalah kerohanian, kecuali pada daerah-daerah yang sangat membutuhkan seperti di Afrika baru dibangun rumah sakit dan sekolah. Diantara kegiatan kerohanian yaitu diadakan pengajian setiap minggu sekali. Pengajian ini bisa berbentuk ceramah dan diskusi. Topik yang dibahas adalah masalah-masalah yang sedang hangat dihadapi oleh jemaat. Topik ceramah atau diskusi bisa berdasarkan usul dari jemaat, bisa juga dari sekretaris ta’lim. Penceramah biasanya dilakukan oleh muballigh, tapi untuk topik-topok tertentu umpamanya masalah ekonomi, pertanian, bisa mengundang penceramah dari luar.<br /> Disetiap cabang biasanya ditempatkan seorang muballigh. Muballigh ini biasanya bertugas selama tiga tahun, setelah itu di mutasi kedaerah lain. Sebelum diangkat sebagai muballigh, mereka dididik dahulu selama tiga tahun di Parung. Calon muballigh berasal dari tamatan SMA, dan sejak tahun 1997 menerima tenaga muballigh dari sarjana. Pendidikan muballigh secara kontinyu diadakan sejak tahiun 1980. Sekarang ini peserta pendidikan berasal dari masing-masing propinsi. Biaya pendidikan di tanggung pengurus pusat (Amir Nasional).<br /> Menurut informasi tenaga da’i untuk Asia Tengah kebanyakan berasal dari Indonesia, karena Jemaat Ahmadiyah di Indonesia merupakan jemaat terbanyak kedua di dunia.<br /> Selain ceramah agama, ada kegiatan daras al-Qur’an, belajar membaca huruf al-qur’an bagi anak-anak yang berumur di bawah lima tahun. Kegiatan ini diadakan di mushalla atau masjid. Setahun sekali diadakan Kursus Pendidikan Agama (KPA) untuk para pelajar, tatkala mereka sedang liburan panjang (seperti pesantren kilat).<br /> Para muballigh memperoleh gaji tetap, seperti pegawai negeri. Gajinya disesuaikan dengan gaji pegawai negeri dengan standarnya di naikkan sedikit, seorang muballigh dengan golongan II/a menerima gaji sebesar Rp 400.000,-. Muballigh disediakan rumah tipe 70, yang dibangun oleh jemaat.<br /><br />2. Kegiatan Sosial.<br /> Jemaat Ahmadiyah seperti dijelaskan sebelumnya lebih banyak menekankan kepada kegiatan kerohanian dari pada kegiatan sosial seperti sekolah, rumah yatim piatu, dan panti jompo. Menurut mereka kegiatan semacam itu sudah di lakukan oleh organisasi-organisasi keagamaan lainnya sperti NU dan Muhammadiyah.<br /> Aktivitas sosial lebih banyak untuk para anggota jemaat, itupun tidak banyak yang dapat dilakukan, karena memang anggota yang masih sedikit, dan tempat tinggalnya yang berjauhan.<br /> Untuk memperkuat solidaritas diantara anggota jemaat diadakan arisan kelompok ibu-ibu dan kelompok bapak-bapak. Kalau ada anggota jemaat yang ditimpa kesusahan, para anggota lainnya berusaha untuk membantu meringankan beban mereka yang ditimpa musibah. Ada pertemuan kaum ibu sekali dalam sebulan, pertemuan ini disebut “mua’wanah”. Tempat pertemuan di adakan di rumah anggota dilakukan secara bergiliran.<br /> Dalam waktu-waktu tertentu di adakan wirakarya amal ( kerja bakti) di lingkungan masyarakat sekitar mushallah atau masjid. Hal ini dilakukan untuk menjalin komunikasi dengan masyarakat sekitar.<br /> Untuk membiayai kegiatan Ahmadiyah baik internasional, Pusat dan lokal, di pungut dari anggota secara sukarela. Di antara anggota, jumlah dana yang diberikan berbeda antara anggota yang satu dengan anggota lainnya, sesuai dengan kemampuan masing-masing. <br /> Dana ini ada yang di setor ke pusat, ada yang digunakan untuk kegiatan lokal. Mengenai canda wajib ‘am di tetapkan 1/16 dari penghasilan anggota.<br /><br />Karakteristik Faham Keagamaan.<br /> Secara fisik kelompok ini tidak mempunayai ciri khas baik dari segi berpakaian, cara makan maupun memelihara jenggot dan kumis. Namun dari segi ajaran mereka berbeda dalam beberapa hal dengan ummat Islam lainnya, mereka masih mengakui adanya nabi setelah nabi Muhammad, tokohnya mengaku dirinya sebagai al-masih al-mau’ud dan seorang Mahdi. Mereka bersifat ekslusif dalam beribadah dan perkawinan. Mereka hanya beribadah di masjid-masjid milik mereka. Dan jemaatanya di anjurkan supaya menikah dengan orang yang sealiran dengan mereka. Mereka sering berdebat dengan orang Kristen tentang kematian Yesus Kristus. Menurut mereka Yesus tidak mati di tiang salib, tetapi sehabis di salib dia mengembara dari Palestina ke Kashmir India,, dan beberapa tahun kemudian dia meninggal dan dikuburkan di Srinagar, Punjab India.<br /><br />Anggota dan Persebaran Anggota.<br /> Untuk menjadi anggota jemaat Ahmadiyah harus memenuhi syarat-syarat antara lain :<br />a. Mengajukan permohonan kepada khalifah;<br />b. Mengucapkan Bai’at;<br />c. Mengucapkan janji sepuluh.<br /> Berdasarkan AD Bab V pasa 5 anggota Jema’at Ahmadiyah terdiri dari :<br />a. Pria dan wanita yang telah beriman dan mengaku serta ikrar lisan atau tulisan (bai’at), bahwa segala dakwah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Alaihi Salam dari Qadian, Masih Mau’ud itu benar dan bai’at pula kepada para khalifahnya.<br />b. Anak-anak anggota Ahmadiyah yang telah akil baligh, kecuali yang secara tegas menyatakan tidak bersedia menjadi anggota.<br /> Pada bulan Desember 1888M, Mirza Ghulam Ahmad mengeluarkan pengumuman perlunya bai’at. Bai’at pertama dilakukan di kota Ludhiana tanggal 23 Maret 1889. Orang yang pertama berbai’at adalah haji Maulvi Hakim Nuruddin, yang kemudian menjadi khalifah I. Bai’at yang pertama di ikuti oleh lebih kurang 40 orang.<br /> Bai’at dilakukan di tangan pimpinan Jemaat Ahmadiyah pada masanya atau melalui orang-orang yang ditugaskan yaitu para muballigh atau para pengurus Ahmadiyah. Bai’at di lakukan dengan lisan dan tulisan dihadapan orang yang berwenang.<br /> Isi Bai’at antara lain : Hari ini saya bai’at di tangan Tahir dan masuk kedalam Jemaat Ahmadiyah dalam Islam. Saya mengakui Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani sebagai Imam Akhir Zaman, Mahdi dan Masih Yang Di Janjikan, sesuai dengan nubuatan-nubuatan junjungan kita Muhammad Rasulullah SAW. <br /> Saya bertobat dari segala dosa saya yang sudah-sudah dan berjanji untuk sedapat mungkin menjauhkan diri dari segala macam dosa. Saya sejauh mungkin berusaha mematuhi kesepuluh butir syarat bai’at yang telah ditetapkan oleh Hazrat Masih Mau’ud A S. Saya akan mendahulukan kepentingan agama di atas kepentingan dunia. Saya akan memelihara dengan teguh hubungan ketaatan serta kesetiaan kepada khilafat di dalam segala pekerjaan yang baik.<br /> Sebelum berbai’at orang harus berjanji untuk menerapkan dan menjalankan syarat-syarat bai’at yang berupa 10 hal-hal yang harus dikerjakan dan di tinggalkan oleh seoarang “Ahmadi” (pengikut Ahmadiyah.<br /> Anggota Ahmadiyah sudah tersebar hampir diseluruh propinsi di Indonesia, sekarang ini telah berdiri 186 cabang di seluruh Indonesia. Cabang adalah kelompok Jemaah Ahmadiyah setempat, bisa satu kabupaten bisa juga hanya satu kecamatan. Pusat Jemaat Ahmadiyah di Indonesia adalah di Parung Jawa Barat.<br /><br />Tanggapan Masyarakat dan Pemerintah<br />1. Tanggapan Masyarakat.<br /> Karena sumber tulisan ini merupakan hasil penelitian di Sulawesi Utara ,maka tanggapan disini di wakili oleh Majelis Ulama Propinsi Sulawesi Utara. Ketua MUI Propinsi DATI I Sulawesi Utara Bapak H.Abdul Kadir Abraham mengemukakan pendapatnya tentang keberadaan Ahmadiyah :<br />a. Dalam menghadpai Ahmadiyah MUI bersifat persuasif tidak bersifat konfrontatif.<br />b. Berdasarkan fatwa Rabithah bahwa Ahmadiyah di luar Islam dan dilarang naik haji.<br />c. Orang Ahmadiyah tergolong maghdlub dan dzalim.<br />d. Surat Asf-Shaf aya 6 digunakan sebagai dasar tentang kenabian Mirza, pada hal kata Ahmad disitu sinonim dengan kata Muhammad.<br />e. Kata Khotam atau khotim sama saja artinya penutup.<br />f. Mengenai akan datangnya Imam Mahdi dan turunnya Nabi Isa AS, dimuat dalam hadits Ahad, sehingga tidak bisa dipegangi sebagai dalil. Kalaupun kita akan mempercayainya harus diartikan dengan kedatangan Nabi Isa yang sebenarnya, bukan dalam arti simbolik<br />g. Ajaran Ahmadiyah telah menyimpang dari ajaran Islam dan mereka termasuk kelompok yang dimurkai oleh Allah dan tersesat. Oleh sebab itu, sebaiknya Ahmadiyah di larang. Pemerintah kita harus tegas seperti di Pakistan Ahmadiyah sudah di larang. <br />2. Pandangan Pemerintah.<br /> Pemerintah Indonesia dalam masalah Ahmadiyah belum mempunyai pendapat yang jelas. Meskipun Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa tentang sesatnya faham Ahmadiyah, pemerintah belum berani untuk melarangnya, hal ini mungkin karena kuatnya lobi Ahmadiyah di tingkat Internasional. Disamping itu dibeberapa daerah yang masyarakatnya minoritas muslim, menganggap Ahmadiyah sebagai partner dalam menghadapi tantangan dari missi non Islam. Meskipun demikian di beberapa daerah Ahmadiyah telah dilarang oleh Kejaksaan Negeri Setempat, terakhir (2001) di salah satu Kabupaten di Sumatera Barat, Ahmadiyah di larang. Pelarangan itu sendiri dilakukan karena terjadi kerusuhan dalam masyarakat setempat. <br /> Menindak lanjuti fatwa dari Rabithah Alam Islami yang melarang orang Ahmadiyah untuk pergi haji, Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji telah mengirim surat edaran ke seluruh Kanwil Departemen Agama, untuk tidak menerima pendaftaran jemaat Ahmadiyah yang akan menunaikan ibadah Haji.<br /><br />C. KESIMPULAN<br />Ahmadiyah dating ke Sulawesi Utara tahun 1974, dibawa oleh seorang anggota ABRI yang ditugaskan di daerah tersebut. Perkembangan jema’at Ahmadiyah termasuk lamban, pertambahan anggota hanya dari kelahiran dan mutasi pegawai dari daerah lain.<br /> Ajaran yang dianggap controversial antara lain mengneai kenabian Mirza Ghulam Ahmad, belum tertutupnya pintu wahyu, dan diangkatnya Mirza sebagai Imam Mahdi dan Maih Mau’ud. Pengertian-pengertian tentang nabi, wahyu dan sebagainya berbeda dengan Pham yang dikembangkan oleh umumnya kelompok sunni.<br />Pemerintah setempat cendrung tidak mempermasalahkan keberadaan Ahmadiyah, sepanjang tidak menimbulkan keresahan dalam masayarakat. Sedangkan dikalangan pemuka agama khususnya MUI, terdapat anggapan bahwa Ahmadiyah telah menyimpnag dari ajaran Islam, sehingga dianggap sesat. Untuk itulah diharapkan agar pemerintah melarang keberadaan Ahmadiyah di seluruh Indonesia. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />.Unknownnoreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2801355431934248608.post-70521293477815015782009-04-11T10:22:00.000+07:002009-04-11T10:23:16.793+07:00PEMIKIRAN KEAGAMAAN LIBERAL DI INDONESIA1<br />(Sebuah Catatan Ringkas)<br />Oleh<br />Drs.H.Nuhrison M.Nuh<br /><br />Pendahuluan<br />Istilah Islam liberal tadinya tidak terlalu diperhatikan orang Indonesia. Apalagi jumlah pendukungnya hanya minoritas yang amat kecil. Istilah itu justru menjadi amat populer setelah dikeluarkannya fatwa MUI pada tahun 2005 yang menyatakan bahwa faham liberalisme adalah sesat dan menganut faham itu adalah haram hukumnya.<br />Arti kata Islam liberal tidak selamanya jelas. Leonard Binder, ketika menulis buku berjudul Islamic Liberalism (University of Chicago Press, 1988) memberi arti “ Islamic political liberalism” dengan penerapannya pada negara-negara Muslim di Timur Tengah. Mungkin diluar dugaan sebagian orang, buku itu selain menyajikan pendapat Ali Abd Raziq (Mesir) yang memang liberal tetapi juga membahas pikiran Maududi (Pakistan) yanf tentu saja lebih tepat disebut sebagai tokoh fundamentalis atau revivalis.<br />Sebaliknya bagi Greg Barton, dalam bukunya yang berjudul Gagasan Islam Liberal di Indonesia ( Paramadina, Jakarta, 1999) istilah “Islamic liberalism” nampaknya cukup jelas. Menurutnya Islam liberal di Indonesia adalah sama dengan pembaharuan Islam atau Islam neo modernis.<br />Seperti diketahui istilah neo modernis berasal dari Fazlur Rahman. Fazlur Rahman sebagimana dikutip Gereg Barton , membedakan gerakan pembaharuan Islam dalam dua abad terakhir kepada empat macam, yaitu: revivalisme Islam, modernisme Islam, neo revivalisme Islam dan neo modernisme Islam. Gerakan neo modernisme Islam mempunyai karakteristik sintesis progresif dari rasionalitas modernis dengan ijtihad dan tradisi klasik. (Greg Barton, 1999,9). Meskipun tipologi Fazlur Rahman ini dimaksudkan untuk seluruh dunia Islam, tetapi tipologi keempat diwakili juga oleh tokoh-tokoh Indonesia, seperti Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, Djohan Effendi dan Ahmad Wahib.2<br />Di Indonesia terdapat beberapa buku, yang sering dinilai sebagai pendapat kelompok Islam liberal, dua diantaranya ialah buku Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam(Jakarta, 2005) yang ditulis oleh Tim pengarusutamaan Gender pimpinan Musda Mulia dan buku “ Fiqih Lintas Agama” (Jakarta, Paramadina, 2004). Kalau dicermati kedua buku itu terlihatlah bahwa banyak pendapat dan argument di dalamnya yang sama atau mungkin diambil dari pikiran-pikiran Muhammad Syahrur, seorang sarjana tehnik yang belajar di Moskow, tetapi kemudian mengarang buku tentang Islam, diantaranya yang terkenal ialah Nahw Ushul Jadidah fi al-Fiq al-Islami, yang telah diterbitkan kedalam bahasa Indonesia dengan judul Metodologi Fiqih Islam Kontemporer (Jakarta, elSAQ,2004). Dengan demikian pemikiran Islam liberal di Indonesia bukanlah original, tetapi pengaruh literature internasional. Apalagi Fazlur Rahman memang adalah guru Nurcholish Madjid dan mempunyai hubungan dengan kaum pemikir Islam Indonesia. Pemikir Timur Tengah lain yang mempunyai pengaruh terhadap pemikiran Islam liberal di Indonesia khususnya mengenai penggunaan hermeneutic untuk memahami Al-Qur’an adalah Hamid Nasr Abu Zaid.3<br /><br />Model-Model Islam Liberal dan Tokoh-Tokohnya<br />Pada masa ini terdapat tiga bentuk Islam liberal yaitu syari’ah liberal (liberal shari’a), syari’ah yang diam (silent shar’ia) dan syari’ah yang ditafsirkan (interpreted shari’a). Syari’ah liberal menyatakan bahwa syari’ah itu bersifat liberal pada dirinya sendiri jika dipahami secara tepat. Sebagai contoh,Ali Bullac (Turki,1951) berpendapat bahwa Piagam Madinah (Medina Document) – di mana Rasulullah menjamin hak-hak non-Muslim untuk hidup di bawah pemerintahan Muslim – menghadirkan sebuah contoh bagaimana syari’ah memecahkan masalah kontemporer secara liberal. Maurice Bucaille (Perancis, lahir 1920) berpendapat bahwa al-Qur’an memberikan metode-metode penalaran ilmiah, sedangkan kalangan ilmiah secular satu abad lebih lama untuk memahaminya. Syafique ‘Ali Khan (Pakistan, lahir 1936) dan Abdelkebir Alaoui M’Daghri (Maroko, lahir 1942) berpendapat bahwa syari’ah membangun kebebasan berpikir.4 Liberal shari’a tidak diragukan lagi, merupakan bentuk Islam liberal yang paling berpengaruh.<br />Bentuk argumentasi Islam liberal yang kedua berpandangan bahwa syari’ah tidak memberi jawaban jelas mengenai topik-topik tertentu. Muhammad Salim Al-Awwa (Mesir,kontemporer), seorang sarjana hukum meringkaskan pendekatan ini sebagai berikut: <br />Jika Islam tidak “menyebutkan” sesuatu, hal ini menunjukkan satu dari dua hal: Apakah hal ini tidak disebutkan dalam sumber-sumber tradisional manapun atau kaum Muslim tidak pernah mempraktekkan sepanjang sejarah mereka. Dalam kasus yang pertama, tidak menyebutkan sesuatu berarti sesuatu itu dibolehkan. Pengecualian terhadap peraturan ini hanya berlaku dalam masalah ibadah…. Dalam kasus kedua…. Merupakan hal yang alamiah bahwa kaum Muslim seharusnya tanggap terhadap perubahan dan perkembangan setiap waktu dan tempat.5<br /><br />Sedangkan syari’ah yang ditafsirkan (interpreted shari’a) berpendapat bahwa syari’ah ditengahi oleh penafsiran manusia. Dalam pandangan ini, syari’ah merupakan hal yang berdimensi ilahiah, sedangkan penafsiran-penafsiran manusia dapat menimbulkan konflik dan kekeliruan. Kesimpulan semacam ini sangat rentan terhadap tuduhan relativisme. Namun kaum liberal seperti Muhamad Asad (Leopold Weiss, Austria-Pakistan, lahir 1900), mempergunakan sumber-sumber pelaksanaan syari’ah seperti hadits Rasulullah saw: “ Perbedan-perbedaan pendapat di kalangan ummatku yang terpelajar merupakan rahmat Tuhan.6 Menurut hadits Rasulullah saw yang lain: “ Al-Qur’an bersifat lentur, terbuka terhadap berbagai jenis penafsiran. Oleh karena itu, tafsirkanlah menurut kemungkinan cara yang terbaik.7” Muhammad Bahrul Ulum (Irak, lahir 1927), mengutip dua ayat al-Qur’an dalam memandang masalah ini:” Perbedaan pikiran, pandangan, dan metode sepenuhnya diakui, sehingga seseorang tidak bisa mencabut pendirian-pendirian orang lain. Jika Tuhan menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia sebagai umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat (Q.S,11: 118). ‘Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih’ (Q.S 10: 19).8 Menurut interpreted shari’a ketidak sepakatan dalam penafsiran berguna bagi komunitas Muslim. Yusuf al-Qardhawi (Mesir-Qatar, lahir 1926), misalnya membenarkan keanekaragaman pendapat itu dalam persoalan-persoalan praktis:<br />Ketakutan saya yang paling buruk terhadap gerakan Islam adalah bahwa gerakan itu menentang para pemikir bebas dikalangan pengikutnya serta menutup pintu bagi pembaruan dan ijtihad, membatasi dirinya sendiri dengan hanya satu jenis pemikiran yang tidak menerima sudut pandang yang lain…. Hasil akhir bagi gerakan tersebut adalah kehilangan pikiran-pikiran kreatifnya dan akhirnya mengalami stagnasi.9<br /><br />Pada periode ini masalah yang banyak dibicarakan oleh kelompok Islam liberal antara lain mengenai pembaharuan pemikiran Islam, pembaharuan pendidikan, hubungan antara agama dan negara, masalah demokrasi, hak-hak kaum perempuan, hak-hak non-Muslim, kebebasan berfikir, dan gagasan tentang kemajuan.<br />Tokoh-tokoh Islam liberal yang muncul pada abad ke 19 di dunia Islam antara lain Jamaluddin al-Afghani (1838-1897), Muhammad Abduh (Mesir, 1849-1905), Sayyid Ahmad Khan (India, 1849-1905), Rifa’ah Rafi al-Tahtawi (Mesir 1801-1873), Syeikh Muhammad Tahir Jalaluddin (Sumatera-Malaysia, 1867-1957), KH. Ahmad Dahlan (Jawa- Indonesia, 1869-1923) dan Ahmad Surkati (Sudan-Indonseia, 1872-1943), ketiganya belajar di Al-Azhar atau di Mekkah dan kemudian turut mendirikan sekolah-sekolah reformis di Asia Tenggara.10 Sedangkan pada abad ke 20 muncul tokoh-tokoh Islam liberal antara lain: Mahmoud Muhamed Taha (Sudan, 1910-1985), Subhi al-Salih (Libanon, w,1986), Farag Fuda (Mesir, 1945-1992), Mohammad Sa’id (Aljazair 1947-1995),Maurice Bucaille (Perancis, lahir 1920), Ali Bullac (Turki, lahir 1951), Syafique ‘Ali Khan (Pakistan, lahir 1936), Abdelkebir Alaoui M’Daghri (Maroko, lahir 1942), Muhamamd Salim Al-awwa (Mesir, kontemporer), Muhammasd Sa’id Al-Asmawi (Mesir, lahir 1932), Ali Abd al-Raziq (Mesir), Muhammad Asad (Austria, lahir 1900), Muhammad bahrul Ulum (Irak, lahir 1927), Yusuf Al-Qardhawai ( Mesir-Qatar, lahir 1926), Mohammad Arkoun (Aljazair-Perancis), Ziaudin Sardar ( Pakistan-Inggris, lahir 1951), Fahmi Huwaidi (Mesir, lahir 1937), Amina Wadud Muhsin (Amerika serikat. Lahir 1952), Hasan Turabi (Sudan, lahir 1932), Abdurrahman Wahid (Indonesia,,lahir 1940), Ali Syari’ati (Iran), Muhammad Iqbal (India,1877-1938), Fazlur Rahman (Pakistan-Amerika Serikat), Nurcholish Madjid (Indonesia, lahir 1939), Hasan Hanafi (Mesir) dan masih banyak lagi tokoh yang tidak dapat disebutkan secara keseluruhan.11<br /><br />Islam Liberal di Indonesia [Era Orde Baru]<br />Di Indonesia sejak tahun 1970 an, bersamaan dengan munculnya Orde Baru yang memberikan tantangan tersendiri bagi umat Islam, maka beberapa cendekiawan Muslim memberikan responnya, dalam rangka memberikan jawaban terhadap tantangan tersebut. Terhadap situasi baru yang sedang dihadapi, mereka tidak menemukan jawabannya dari sumber-sumber masa lalu, maka mereka mencoba memberikan jawabannya sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka masing-amsing. Maka muncullah kelompok anak muda yang menggaungkan “Pembaharuan Pemikiran Islam”. Karena mereka mencoba memahami ajaran Islam sesuai konteks Indonesia, maka walaupun mereka tidak menyebut dirinya sebagai kelompok Islam liberal, dapatlah mereka digolongkan kepada penganut Islam liberal, dalam arti menolak taklid dan melakukan ijtihad, serta menolak otoritas individu maupun kelompok dalam menafsirkan ajaran agama.<br />Untuk kasus Indonesia terdapat empat versi Islam liberal, yaitu modernisme, universalisme, sosialisme demokrasi, dan neo-modernisme. Modernisme mengembangkan pola pemikiran yang menekankan pada aspek rasionalitas dan pembaruan pemikiran Islam sesuai dengan kondisi-kondisi modern. Dalam hubungan ini, tradisi lampau – yang merupakan hasil interpretasi ulama masa lalu yang telah terlembagakan secara mapan, namun dianggap tidak sesuai dengan modernisme – tidak perlu dipertahankan terus. Dengan demikian ada kesan puritanisme. Meskipun demikian, pendukung pemikiran ini, tetap melihat secara kritis pemikiran para pendukung modernisme. Ahmad Syafii Maarif, walau berguru pada orang yang sama dengan Nurcholish Madjid, justru melihat secara kritis pemikiran-pemikiran kaum Masyumi dalam perdebatan-perdebatan di konstituante. Namun, ia tetap berpendapat bahwa sebagian besar ajaran islam adalah ajaran-ajaran yang tidak mungkin tidak masuk akal. Dan menurut dia, tugas utama umat Islam adalah mengembangkan pemikiran. “Umat Islam Selama Seribu Tahun telah Berhenti Berpikir”.12 Bersama-sama dengan Ahmad Syafi’i Ma’arif, Djohan Effendi termasuk pendukung pola modernisme ini. Tetapi pikiran-pikirannya jauh lebih bersifat pembaruan teologis.<br />Universalisme merupakan pendudukung modernisme yang berpendapat bahwa , pada dasarnya Islam itu bersifat universal. Karena itu, ia merupakan dictum yang tetap. Betul bahwa Islam bisa berada dalam konteks nasional. Tetapi nasionalisasi- atau menurut istilah Abdurrahman Wahid, membumikan Islam- bukanlah tujuan final Islam itu sendiri. Dalam konteks paham nasionalisme itu juga, pendukung pola pemikiran ini berpendapat bahwa nasionalisme adalah sesuatu yang harus ditegakkan dalam Islam. Ajaran-ajarannya sendiri mendorong penganutnya untuk menjadi nasionalistis. Karena itu, pada dasarnya, mereka tidak mengenal dikotomi antara nasionalisme dan Islamisme. Keduanya saling menunjang. Masalahnya adalah bahwa pempribumian Islam bisa menyebabkan terjadinya penyimpangan fundamental terhadap hakikat Islam yang bersifat universal itu. Pola pemikiran ini, walau secara samara-samar terlihat dalam pemikiran Jalaluddin Rahmat, M.Amin Rais, A.M.Saefuddin, Endang Saefudin Anshari dan mungkin juga Imaduddin Abdul Rahim. 13<br />Sosialisme –Demokrasi , pola pemikiran yang menganggap bahwa missi Islam yang terutama adalah misi ke Islaman. Karena itu kehadiran Islam harus memberi makna pada manusia. Untuk mencapai tujuan ini, Islam harus menjadi kekuatan yang mampu memotivasikan secara terus menerus dan mentransformasikan berbagai aspeknya. Karena itu, mereka berpendapat bahwa transformasi pertama bukanlah aspek teologi Islam, melainkan masyarakat nasional - bukan hanya masyarakat islam - secara keseluruhan. Sehubungan dengan itu, para pendukung sosialis-demokrasi melihat bahwa sstruktur social politik dan, terutama, ekonomi dibanyak Negara Islam termasuk Indonesia, masih belum mencerminkan makna kemanusiaan. Karena itu, belum Islamis. Proses Islamisasi, dengan demikian, bukanlah sesuatu yang formal. Islamisasi dalam refleksi pemikiran mereka adalah karya-karya produktif yang berorientasi ke perubahan-perubahan social ekonomi dan politik menuju terciptanya masyarakat yang adil demokratis. Adi Sasono dan M.Dawam rahardjo, juga Kuntowidjojo bisa dimasukkan dalam pola pemikiran ini.14<br />Sedangkan “Neo Modernisme” mempunyai asumsi dasar bahwa Islam harus dilibatkan dalam pergulatan – pergulatan modernisme. Bahkan kalau mungkin, sebagaimana mereka cita-citakan , Islam akan menjadi leading ism (ajaran-ajaran yang memimpin) di masa depan. Tetapi pengejaran untuk itu tidak mesti menghilangkan tradisi ke-Islaman yang telah mapan. Hal ini melahirkan postulat (dalil) al-muhafazhah ala al-qadim al-shalih wa al-akhdz bi al-jadid al-ashlah (memelihara yang lama dan baik, dan mengambil yang baru dan lebih baik). Dari segi lain, pendudkung neo modernisme cendrung meletakkan dasar-dasar ke Islaman dalam konteks atau lingkup nasional. Mereka percaya bahwa betapapun , Islam bersifat universal, namun kondisi-kondisi suatu bangsa, secara tidak terelakkan, pasti berpengaruh terhadap Islam itu sendiri15 Dan dua tokoh intelektual yang emnajdi pendukung utama neo modernisme ini adalah Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid. Tampaknya bagi Nurcholis, sikap ini lebih dipengaruhi oleh ide Fazlur Rahman, guru besarnya di Universitas Chicago, Amerika Serikat.16 Setidak-tidaknya hal ini terlihat dalam tulisannya yang terakhir.17 Sedang bagi Abdurrahman Wahid, neo modernisme merupakan sikapnya yang konsisten sejak dahulu, karena hal itu disosialisasikan dalam kultur ahlussunnah wal jama’ah versi Indonesia, yaitu kalangan NU.18 Karena itu,ide-ide ke Islamannya memang tampak jauh lebih empiris, terutama pemikirannya tentang hubungan Islam dan politik.19<br />Pemikiran yang dikembangkan pada periode ini antara lain: hubungan Islam dan Negara, pemikiran ini berupaya mendamaikan, atau menempatkan suatu hubungan yang harmonis antara cita-cita Islam dan umatnya dengan kenyataan negara dan politik negara. Pemikiran Nurcholish intinya memisahkan Islam dengan ideology, sebab dengan menempatkan Islam sebagai ideology, berakibat merendahkan Islam menjadi setaraf dengan berbagai ideology yang ada. Kemudian dikembangkan pemikiran tentang inklusifisme dalam Islam, tentang demokrasi, Islam dan Pancasila, penanganan masalah kemiskinan dan keadilan, Islam sebagai komplementer, Neofundamentalisme, liberalisasi terhadap ajaran-ajaran islam (proses liberalisasi ini menyangkut proses-proses lain seperti sekularisasi, kebebasab berpikir, gagasan untuk maju [idea of progress], sikap keterbukaan [inklusivisme]). Selain itu dikembangkan pemikiran Islam di bidang ekonomi, kebudayaan dan modernisasi, transformasi masyarakat Islam, Islam dan persamaan derajat (emansipatoris), Islam dan system terbuka, Tauhid dan Watak Revolusioner Islam, dan masih banyak lagi pemikiran-pemikian yang dikembangkan oleh para pemikir tersebut.20<br />Pemikiran- pemikiran yang dikembangkan oleh tokoh liberal baik pada tingkat internasional maupun nasional, mendapat tantangan dan tanggapan yang kurang simpati dari kelompok tradisional maupun revivalis, tidak jarang mereka dituduh sesat dan antek Barat dalam rangka mengahancurkan Islam. Bahkan tidak sedikit dari mereka di usir dari negaranya, bahkan yang lebih mengenaskan ada diantara mereka yang dihukum mati. Beruntung di Indonesia mereka yang tergolong liberal hanya beberapa orang yang mendapat tanggapan yang kurang simpati, itupun hanya diberikan oleh sekelompok kecil masyarakat yang belum dapat menerima adanya perbedaan dalam menafsirkan ajaran—ajaran Islam.<br />Sebenarnya, kalau diperhatikan apa yang dikemukakan oleh Charles Kurzman, Fachri Ali dan Bachtiar Effendi yang dimuat dalam bukunya seperti disebutkan diatas, maka pemikiran Islam liberal, baik yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh internasional maupun nasional, sebenarnya masih memiliki akar yang otentik dalam Islam.<br /><br />Islam Liberal di Indonesia [Era Reformasi]<br />Sejak akhir tahun 1990an muncul dikalangan anak muda kelompok yang menamakan dirinya “Islam Liberal”. Kelompok anak muda ini mencoba memberikan respon terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul pada akhir abad ke 20 dan awal abad ke 21. Kalau kelompok cendekiawan masa Orde Baru tidak berani menyebut diri mereka secara langsung sebagai kelompok Islam liberal, tetapi anak-anak muda yang muncul pada akhir tahun 1990an (era reformasi) secara berani menyebut diri mereka Islam liberal yang sudah barang tentu bisa dikaitkan dengan faham liberalisme yang ada di Barat. Apalagi tema-tema yang diangkat dianggap banyak menggugat ajaran Islam yang dianggap sudah baku, sudah barang tentu kelompok ini banyak mendapat kritikan tajam dari kalangan kelompok conservative, bahkan tokoh utamanya pernah diancam dengan hukuman mati. Majelis Ulama Indonesia melihat betapa bahayanya pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh kelompok ini, maka pada Munasnya yang ke7 pada tanggal 25-29 Juli 2005 telah mengeluarkan fatwa bahwa Pluralisme, sekularisme dan liberalisme merupakan paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Oleh sebab itu umat Islam haram hukumnya mengikuti paham pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama.21 Yang dimaksud dengan Islam liberal menurut MUI adalah paham Liberalisme yaitu memahami nash-nash agama (Al-Qur’an dan As-Sunnah) menggunakan akal pikiran yang bebas, hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran manusia.22<br />Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kata “liberal” dalam istilah Islam liberal, maka kita kutip apa yang dikemukakan oleh Ulil Abshar Abdalah dalam buku “Ijtihad Islam Liberal: Upaya Merumuskan Keberagamaan yang dinamis”. <br />Dia mengatakan bahwa penambahan kata “liberal” dalam Islam, sesungguhnya hendak menegaskan kembali dimensi kebebasan dalam Islam yang jangkarnya adalah “niat” atau dorongan-dorongan emotif-subyektif dalam manusia itu sendiri.Dan sebaiknya kata liberal dalam “Islam Liberal” dipahami dalam kerangka semacam ini. Kata “liberal” di sini tidak ada sangkut pautnya dengan kebebasan tanpa batas, dengan sikap permissive yang melawan kecendrungan “instrinsik” dalam akal manusia itu sendiri. Dengan menekankan kembali dimensi kebebasan manusia, dan menempatkan manusia pada focus penghayatan keagamaan, maka kita telah memulihkan kembali integritas wahyu dan Islam itu sendiri. 23<br />Lebih jauh Ulil mengatakan :<br />“ Ada kesan yang tertanam dalam sebagian orang, bahwa istilah “liberal” dalam Islam liberal mempunyai makna kebebasan tanpa batas, atau bahkan disetarakan dengan sikap permisif, ibahiyah, sikap menolerir setiap hal tanpa mengenal batas yang pasti. Dengan cara pandang semacam itu, Islam liberal dipandang sebagai ancaman terhadap keberagamaan yang sudah terlembaga. Dalam Islam , persoalan “batasan” (hadd) antara mana yang boleh (mubah) dan yang tak boleh (mahdzur), menempati kedudukan yang begitu sentral. Setiap orang Islam selalu peduli pada apa yang dia kerjakan, apakah perbuatan itu boleh apa tidak. Inilah yang kemudian melahirkan suatu bidang kajian yang sangat kaya dan meninggalkan literature yang canggih, yaitu bidang fikih. Dalam diskusi-diskusi tentang penerapan hukum Islam (fikih), kelihatan sekali bahwa tekanan diberikan kepada “kewajiban”, yaitu kewajiban seorang Muslim terhadap Allah, sesama manusia dan dirinya sendiri. Bahasa kewajiban lebih menonjol, menutup bahasa hak dan kebebasan manusia. Islam liberal muncul dalam semangat menyeimbangkan “neraca” antara bahasa kewajiban dan kebebasan/hak ini.”24<br /><br />Islam liberal di Indonesia pada era reformasi menjadi eksis setelah didirikannya sebuah “jaringan” kelompok diskusi pada tanggal 8 Maret 2001. Kelompok ini didirikan untuk kepentingan pencerahan dan pembebasan pemikiran Islam Indonesia. Usahanya dilakukan dengan membangun Milis ( Islamliberal @ Yahoo.com). Kegiatan utama kelompok ini adalah berdiskusi tentang hal-hal yang berkaitan dengan Islam , Negara, dan isu-isu kemasyarakatan. Menurut hasil diskusi yang dirilis – pada tanggal 1 Maret 2002 - Jaringan Islam Liberal (JIL) telah berhasil menghadirkan 200 orang anggota diskusi yang berasal dari kalangan para penulis, intelektual dan para pengamat politik. Diantara mereka muncul nama-nama seperti; Taufik Adnan Amal, Rizal Mallarangeng, Denny JA, Eep Saefullah Fatah, Hadi Mulya, Ulil Abshar Abdallah, Saiful Muzani, Hamid Basyaib, Ade Armando dan Luthfi Asysyaukani.<br />Diskusi awal yang diangkat oleh JIL adalah seputar defenisi dan sikap Islam Liberal seputar isu-isu di atas. Persoalan Islam, Negara dan isu-isu kemasyarakatan kemudian menjadi tiga kelompok yakni teologis, kelompok sosiologis dan kelompok politis. Kelompok teologis mengagendakan tiga tema besar yaitu; Islam yang mencakup defenisi, signifikansi,peran,tokoh dan pengaruh. Kedua dalam tema ini dibahas tema Al-Qur’an (wahyu,sejarah, perkembangan, pengaruh, perbandingan dengan kitab suci yang lain, literature dll). Ketiga, tema tentang doktrin-doktrin Islam seperti salat, zakat, haji, perbuatan baik, dll. Kelompok kedua (sosiologis) menggarap tiga tema besar juga yaitu; system hukum, system ekonomi dan system budaya. Kelompok ketiga, politis mengagendakan dua tema sentral yakni konsep Negara dalam Islam dan system politik (syura, demokrasi, teokrasi dan lain-lain.)<br />Pendefenisian Islam Liberal diawali dengan kajian terhadap buku Kurzman yang memilah tradisi keislaman dalam tiga kategori yakni, customary Islam, yaitu Islam yang dicirikan dengan adanya kombinasi antara praktik setempat/ local. Tradisi kedua, alternativ terhadap yang pertama, disebut Islam revivalis atau sering disebut Islamis, Fundamentalis atau skripturalis atau Wahabis dan Salafis. Banyak analis yang mengabaikan tradisi ketiga, yakni Liberal Islam, yang sama-sama kontras terhadap customary Islam, tetapi Liberal Islam menoleh masa lalu untuk kepentingan masa depan atas nama modernitas. Bedanya dengan tradisi revivalis yang dapat juga meneriakkan modernitas tetapi untuk kepentingan masa lampau. Kritik yang muncul dalam diskusi awal adalah apakah Islam Liberal akan bersifat elitis dan sekedar membangun wacana atau Islam Liberal yang menyediakan refleksi empiris, dan memiliki apresiasi terhadap realitas? Kalau Islam Liberal itu paralel dengan civic-culture (pro pluralisme, equal opportunity, moderasi, trust, tolerance, memiliki sence of community yang nasional, lalu dimana Islamnya? Atau Islam Liberal adalah scipticisme dan agnotisme yang hidup dalam masyarakat Islam?. Diskusi dalam milis yang panjang akhirnya tidak menyepakati sebuah defenisi tentang Islam Liberal. Tetapi mereka menandai sebuah gerakan dan pemikiran yang mencoba memberikan rsepon terhadap modernitas, atau tradisional dan juga fundamentalis.<br />Islam Liberal berkembang melalui media massa. Surat kabar utama yang menjadi corong pemikiran Islam Liberal adalah Jawa Pos yang terbit di Surabaya, Tempo di Jakarta dan Radio Kantor Berita 68 H, Utan Kayu Jakarta. Melalui media tersebut disebarkan gagasan-gagasan dan penafsiran liberal. Pernah suatu ketika, pemikiran dan gerakan ini menuai protes bahkan ancaman kekerasan dari lawan-lawan mereka. Bahkan masyarakat sekitar Utan Kayu pernah juga menuntut Radio dan komunitas JIL untuk pindah dari lingkungan tersebut. Karya-karya yang dicurigai sebagai representasi pemikiran liberal Islam dibicarakan dan dikutuk oleh lawan-lawannya, terutama melalui khutbah dan pengajian. Buku seperti Fiqih Lintas Agama (Tim Penulis Paramadina), Menjadi Muslim Liberal (Uli Abshar Abdallah) Counter-Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (Musda Mulia dkk),Indahnya Perka winan Antar Jenis (Jurnal IAIN Walisongo) dan banyak lagi artikel tentang Islam yang mengikuti arus utama pemikiran liberal. Ketegangan antara yang pro dan kontra JIL, memuncak setelah keluarnya Fatwa MUI tentang haramnya Liberalisme, Sekularisme dan Pluralisme pada tahun 2005. Ketegangan sedikit menurun setelah salah seorang kontributor dan sekaligus kordinator JIL, Ulil Abshar Abdallah belajar ke Amerika Serikat. <br />Pemikiran Ulil kalau dibaca melalui bukunya “Menjadi Muslim Liberal” adanya konsistensi penulisnya untuk menolak jenis-jenis tafsir keagamaan yang hegemonic, tidak pluralis, antidemokrasi, yang potensial menggerogoti persendian Islam sendiri. Ia tidak merasa comportable dengan model tafsir yang demikian. Dengan narasi dan semantik yang lugas, Ulil misalnya melancarkan kritiknya pada MUI yang dalam amatannya telah memonopoli penafsiran atas Islam. Fatwa MUI yang menyatakan bahwa pluralisme, liberalisme, dan sekularisme adalah daerah terlarang; Ahmadiyah adalah keluar dari Islam – telah menyalakan emosi Ulil yang nyaris tak terkendali. Pendeknya Ulil konsisten dalam ihwal penolakannya terhadap mereka yang memonumenkan Islam dan memfinalkan tafsir.25 <br />Pemikiran Ulil tidak bebas seratus persen, sebagai alumni pesantren, ia tetap apresiatif terhadap keilmuan pesantren. Melalui kolomnya “On Being Muslim” kita menjadi tahu bahwa Ulil ternyata mendapatkan akar-akar liberalisme pemikiran keislamannya justru dari ilmu-ilmu tradisional seperti ushul fikih, qowaid fiqhiyah yang dahulu diajarkan oleh para ustaznya di pesantren. Ilmu-ilmu pesantren semacam balaghah dan mantiq (logika) tampaknya turut melatih Ulil perihal bagaimana menstrukturkan kata dan kalimat, mensistematisasikan argument serta mengukuhkan kekuatan dalam bernalar.26<br />Mengenai Ulil sebagai gembong Islam Liberal, menarik pendapat Abdurrahman Wahid dalam Prolog buku “Menjadi Muslim Liberal”, Gus Dur mengatakan: Tidak heran jika reaksi orang menjadi sangat besar terhadap tokoh muda kita ini. Yang terpenting Ulil Abshar Abdallah adalah seorang santri yang berpendapat, bahwa kemerdekaan berpikir adalah sebuah keniscayaan dalam Islam. Tentu saja dia percaya akan batas-batas kemerdekaan itu, karena bagaimanapun tidak ada yang sempurna kecuali Tuhan. Selama ia percaya ayat dalam kitab suci al-Qur’an:”dan tidak ada yang abadi kecuali kehadirat Tuhan” (wala yabqa illa wajhuh), dan yakin akan kebenaran kalimat Tauhid, maka ia adalah seorang Muslim. Orang lain boleh berpendapat apa saja, tetapi tidak dapat merubah kenyataan ini. Seorang Muslim yang menyatakan Ulil antimuslim, akan terkena sabda Nabi Muhammad saw: “ Barang siapa yang mengkafirkan saudara yang beragama Islam, justru ialah yang kafir: ( man kaffara akhahu muslimun fahuwa kafirun).<br />Ulil dalam hal ini bertindak seperti Ibn Rusyd, yang membela habis-habisan kemerdekaan berfikir dalam Islam. Sebagai akibatnya Ibn Rusyd juga di “kafirkan” orang, tentu saja oleh mereka yang berfikiran sempit dan takut akan perubahan-perubahan. Dalam hal ini, memang spectrum antara pengikut paham sumber tertulis (ahl al-naql), dan penganut paham serba akal (ahl al-naql atau kaum rasionalis) dalam Islam memang sangat lebar.<br />Jelaslah menurut Gus Dur “kesalahan” Ulil adalah karena ia bersikap “menentang” anggapan salah yang sudah tertanam kuat di benak kaum Muslim. Bahwa kitab suci al-Qur’an menyatakan “Telah kusempurnakan bagi kalian agama kalian hari ini (QS Al-Maidah (5):4) dan “Masuklah kedalam Islam/ kedamaian secara menyeluruh (QS Al-Baqarah (2): 128), maka seolah-olah jalan sudah tertutup untuk berpikir bebas. Padahal, yang dimaksudkan kedua ayat tersebut adalah terwujudnya prinsip-prinsip kebenaran dalam Islam, bukannya perincian tentang kebenaran dalam Islam. Ulil mengetahui hal tersebut, dan karena pengetahuannya tersebut ia berani menumbuhkan dan mengembangkan liberalisme (keterbukaan) dalam keyakinan agama yang diperlukannya. Dan orang lain itu marah kepadanya, karena mereka tidak menguasai penafsiran istilah tersebut. Berpulang kepada kita jualah untuk menilai tindakan Ulil, yang mengembangkan paham liberalisme dalam Islam. Akhirnya Gus Dur membuat pertanyaan. Mengapa Ulil yang sudah tahu kalau pendapatnya akan mendapatkan reaksi keras dari masyarakat, tetapi tetap mengemukan pendapatnya ada dua kemungkinan. Pertama dia terganggu oleh kenyataan akan lebarnya spectrum diatas. Karena ia khawatir pendapat “keras” akan mewarnai jalan pikiran kaum muslim pada umumnya. Mungkin juga, ia ingin membuat para “muslim pinggiran” merasa di rumah mereka sendiri ( at home) dengan pemahaman mereka. Kedua alasan ini baik sendiri-sendiri maupun secara bersamaan., mungkin saja menjadi motif yang diambil Ulil Abshar Abdallah.27<br />Sebagai hasil sebuah pemikiran, pemikiran yang dikembangkan oleh JIL cukup mengusik dan sekaligus menantang. Sayangnya, hanya kalangan fundamentalis saja yang mencoba melakukan perlawanan retorik. Majalah seperti Sabili, Hidayatullah, dan media-media di lingkungan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia mencoba untuk memberikan counter opini terhadap gagasan-gagasan yang diusung oleh jaringanIslam liberal (JIL). <br /><br />Pemikiran Keagamaan Liberal<br />di Berbagai Kota Besar Indonesia<br />Menyikapi berkembangnya sikap pro dan kontra dalam masyarakat, maka Puslitbang Kehidupan Keagamaan mencoba menggali informasi dari lapangan mengenai perkembangan pemikiran keagamaan liberal di berbagai kota besar Indonesia. Pemikiran keagamaan liberal yang dikaji tidak hanya dikalangan Islam, tetapi juga pada agama-agama lainnya yaitu : Kristen, Katolik dan Hindu, walaupun sebagian besar tulisan pengantar ini hanya berbicara tentang pemikiran Islam liberal.<br />Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah; (a) perkembangan pemikiran liberal dalam agama Islam, Kristen, Katolik dan Hindu; (b) metodologi dalam memahami teks-teks keagamaan; (c) produk-produk hasil pemikiran; (d) cara pemasyarakatan pemikiran keagamaan yang dikembangkan; dan (e) respon pemuka agama terhadap produk pemikiran yang dimunculkan.<br />Penelitian ini diadakan dibeberapa kota besar Indonesia yaitu, Jakarta, Medan, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, Denpasar (Hindu), Kupang (Katolik) dan Manado (Kristen).<br /> Data dikumpulkan melalui wawancara terhadap tokoh dan penganut faham keagamaan liberal, penelusuran dokumen baik berupa buku-buku dan tulisan diberbagai media. Buku ini memuat enam tulisan yang berkaitan dengan pemikiran Islam liberal, dan masing-masing satu tulisan pemikiran liberal dalam agama Kristen, Katolik dan Hindu.<br />Sdr Zaenal Abidin dan Achmad Rosidi melakukan penelitian tentang Faham Islam Liberal Masyarakat Kota Yogyakarta. Perkembangan pemikiran Islam liberal di Kota Yogyakarta bermula dan dikembangkan dari kampus IAIN Sunan Kalijaga pada decade tahun 1980an oleh para dosen dan akademisi kampus melalui kajian keislaman yang diikuti oleh para mahasiswa. Diantara tokoh penting terhadap perkembangan awal pemikiran Islam liberal di Yogyakarta adalah Ahmad Wahib, Djohan Effendi dan Dawam Rahardjo. Pada saat ini muncul Dr Amin Abdullah dan Dr Munir Mulkhan. Selain di kampus secara lembaga, kajian Islam liberal dilakukan oleh kelompok anak-anak muda yang tergabung dalam forum Lembaga Kajian islam dan Sosial (LkiS). Anak muda yang tergabung dalam kelompok ini sebagian besar berlatar belakang keluarga NU atau berpendidikan pesantren tradisonal. Sedangkan dilingkungan intelektual muda Muhammadiyah terdapat Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah yang disingkat JIMM.<br />Beberapa pemikiran yang dikembangkan antara lain bahwa pintu ijtihad masih tetap terbuka. Ijtihad harus diselenggarakan secara kaffah, baik segi mu’amalat, ubudiyat dan ilahiyat atas teks-teks keislaman adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam terus bertahan dan berkembang dalam segala cuaca. Penutupan pintu ijtihad ancaman buat Islam itu sendiri sehingga terjadi pembusukan dalam Islam. Ijtihad yang dikembangkan merupakan upaya menafsirkan Islam berdasarkan semangat relegio-etik Qur’an dan sunnah Nabi, bukan menafsirkan Islam semata-mata berdasarkan makna literal sebuah teks. Penafsiran yang literal hanya akanmelumpuhkan Islam. Dengan penafsiran yang berdasarkan relegio-etik, Islam akan hidup dan berkembang secara kreatif menjadi bagian dari peradaban kemanusiaan yang universal.<br />Dalam memaknai teks Al-Qur’an dan Al-Hadits menggunakan metode tafsir hermeneutika, karena metode tafsir konvensional dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Yang dimaksud dengan faham keagamaan liberal oleh kelompok ini adalah cara menafsirkan teks berdasarkan semangat relegio-etik dari kitab suci, tidak menafsirkan agama berdasarkan makna literal sebuah teks. Oleh sebab itu penafsiran kitab suci bersifat relative dan plural.<br />Selain itu dalam menafsirkan teks selalu memihak kepada kaum minoritas yang tertindas dan dipinggirkan. Setiap struktur social politik yang mengawetkan praktek ketidak adilan atas monoritas bertentangan dengan semangat Islam. Minoritas disini difahami dalam maknanya yang luas, mencakup minoritas agama, etnis, ras, jender, budaya, politik dan ekonomi. Tidak membenarkan penganiayaan atas suatu pendapat atau kepercayaan serta terdapat pemisahan kekuasaan antara agama dan politik. Agama berada diruang privat dan urusan public harus ditetapkan secara consensus.<br />Memeluk suatu agama adalah hak privat setiap individu, apakah seseorang akan memeluk agama islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha bahkan tidak beragama. Kebenaran berada pada semua agama dimana agama-agama tersebut memiliki satu tujuan yaitu Tuhan. Semua agama sebenarnya merupakan ekspresi keimanan terhadap tuhan yang sama, memiliki tuuuan dan mengabdi pada Tuhan yang sama. Islam yang difahami bukan Islam sebuah nama, namun agama yang memiliki sikap kepasrahan,tunduk dan aptuh pada Tuhan. Letak perbedaannya pada aspek lahiriah, penampilan-penampilan dan tata cara beribadah serta jalan untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Sikap demikian bukan berarti memunculkan sinkretisme agama, justru akanmendorong setiap orang untuk mkonsekwen dalam memeluk agamanya tanpa embel-embel negative terhadap agama lain.<br />Pemikiran Islam liberal belum sepenuhnya dapat diterima oleh masyarakat Yogyakarta. Meskipun semangat anak-anak muda tidak boleh diberangus, para ulama harus selalu melakukan koreksi dan evaluasi agar anak-anak muda tidak terjerumus kepada pemahaman dan pemikiran yang menyimpang dan menyesatkan serta menghancurkan aqidah.<br />A.M Khaolani dan Wahid Sugiyarto melakuka penelitian tentang: Faham-Faham Keagamaan Liberal pada Masyarakat Perkotaan ( Studi Faham Keagamaan di Pesantren Mahasiswa “An-Nur” Wonocolo Surabaya). Pandangan masyarakat selama ini cendrung beranggapan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang mengembangkan faham tradisona, tetapi pesantren “An-Nur” ini menurut masyarakat setempat mengembangkan faham keagamaan liberal dimana mahsasiswanya terdiri dari mahasiswa S1 dan S 2. Disebut pesantren berfaham liberal karena pimpinannya Dr Imam Ghazali Said mempunyai perhatian terhadap kebebasan berfikir, kebebasan menafsirkan agama, dan menghargai pendapat orang lain yang berbeda seperti pendapay Yusman Roy yang menggunakan dua bahasa dalam mengerjakan salat.<br />Pendirian pondok pesantren mahasiswa An-Nur merupakan inovasi eksprimental dari sistim pendidikan keagamaan di Indonesia. Sebagai eksprimen, karena pendirian pondok pesantren ini merupakan pengalaman kunjungannya terhadap berbagai system pendidikan diberbagai negara. Pengalaman dalam pengembaraan ke berbagai negara itu memberi kesan yang mendalam bagi Imam untuk melakukan inovasi pendidikan yang meungkinkan mahasiswa Indonesia memahami Islam secara utuh, yaitu menguasai ilmu pengetahuan yang digeluti di perguruan tinggi dan sekaligus mempunayi pengalaman, pengamalan dan penghayatan agama yang mendalam. Cita-citanya tersebut dapat direalisasikan setelah yayasan pendidikan dan Sosial An-Nur mendukung gagasan Imam Ghazali untuk mendirikan pesantren yang dikhususkan bagi para mahasiswa pada tanggal 2 Januari 1994.<br />Pemikiran yang dikembangkan oleh Imam Gazali Said antara lain: mengenai kebebasan berpikir menurutnya tidak ada alasan yang kuat bagi seseorang untuk takut berpikir, dan orang tidak dibenarkan untuk mengekang kebebasan berpikir berdasarkan dalih apapun, meskipun mengklaim atas nama Tuhan, Nabi dan kitav suci. Bukankah akal merupakan merupakan pemberian Tuhan yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.Bukankah berpikir dan menggunakan akal merupakan prasyarat bagi manusia agar dapat berkreasi. Kegiatan berpikir telah ditempuh Ibrahim ketika ia mencari Tuhannya. Dilakukan Isa ketika memberontak terhadap penjaga bait Allah dikalangan orang Yahudi, juga dilakukan Muhammad ketika menganalisis relasi social atas hegemoni orang-orang kaya dan bangsawan Quraisy terhadap masyarakat Araab jahiliyah. Diatas segala-galanya kebebasan berpikir dan menggunakan akal dengan segala konsekuensinya bukanlah tindakan kriminal yang harus dihakimi ramai-ramai atas nama agama, atas nama Tuhan, atas kitab suci apalagi sekedar atas nama para penjaga moral. <br />Mengenai pluralisme ia sependapat dengan pendapat NU dan Muhammadiyah yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pluralisme itu adalah sebuah sikap menghargai keyakinan umaat lain sebagaimana dinayatakan dalam Al-Qur’an ”lakum dinukum waliyadin”. Mereka tidak sependapat jika pluralisme agama diartikan semua agama sama benarnya, dan nanti sama-sama masuk surga. Pendapat NU-dan Muhammadiyah ini digolongkan oleh Imam sebagai penganut paham pluralisme hegemonik, karena mengakui akan adanya kebenaran dalam agama lain, tetapi yang paling diridhoi, benar dan sempurna hanyalah Islam.<br />Dalam kesimpulannya Sdr Wakhid Sugiyarto mengatakan bahwa konflik pemikiran antara kalangan muslim liberal dan konservatif harus dipahami sebagai konflik pemikiran biasa, karenan dengan itulah akan lahir dinamika pemikiran keagamaan yang sesungguhnya sangat sehat. Persoalannya adalah ketika kelompok-kelompok eksklusif sudah mulai menggunakan kekerasan fisik untuk menyingkirkan kelompok-kelompok yang berbeda dengan pahamnya. Apalagi bila kelompok-kelompok keagamaan yang semstinya menjadi penyejuk umat malah ikut bermain dalam arena atau setidak-tidaknya ikut mendorong terjadinya kekersan fisik terhadap kelompok diluar arus utama (mainstream).<br />Djuhardi AS dan Eko Aliroso mengadakan penelitian tentang Faham Keagamaan Liberal pada Lembaga Studi dan Transformasi Masyarakat ( LETSFORM) di kota Bandung. Munculnya Letsform merupakan rsepon dari kalangan muda Muhammadiyah yang melihat adanya kemadegan dalam pemikiran keagamaan dikalangan aktifis Muhammadiyah. Untuk itu diperlukan revitalisasi gerakan agar mampu menampung berbagai ide dan pemikiran alternatif sekaligus solusi yang dapat disosialisasikan mminimal di kalangan internal Muhammadiyah. Untuk menampung aspirasi tersebut maka dibentuklah wadah yang bernama: Lembaga Studi dan Transformasi Masyarakat disingkat LETSFORM, beralamat di Jl Sancang No 6 Bandung. Penggagas berdirinya Letsform adalah Drs Ayat Dimyati M.Ag dibantu oleh Ayi Yunus sebagai Koordinator Program, Dede Syarif sebagai sekretaris Program, Asep Muslim Nurdin sebagai Bendahara Program dan Hendar Riyadi, Irfan Amali, Saleh Rahmana, Denden Firman Arif sebagai anggotya. Sedangkan Prof.Dr. Dadang Kahmad, Prof Dr Syafi’i Ma’arif, Prof DR Dien Syamsudin, Dr Afif Muhammad bertindak sebagai konsultan ahli. Meskipun para pengurusnya terdiri dari kalangan intelektual Muhammadiyah tetapi organisasi ini berada diluar kendali Muhammadiyah.<br />Aktivis Lembaga ini dalam memahami Al-Qur’an dan Hadits tidak bersifat tekstual, tetapi lebih menekankan pada kontekstual. Bahkan hadits yang shahipun masih dapat dikaji apakah masih relevan atau tidak dengan kondisi sekarang. Pada dasarnya menurut Eko Aliroso Letsform senang dengan interpretasi yang bebas, namun dalam beberapa hal masih mengikuti paham konservatif. Para pemikir modernis yang biasa menggunakan metode tafsir kontekstual mempunyai adagium: ” bahwa Islam adalah agama yang cocok dimana saja, kapan saja dan tidak terikat oleh ruang dan waktu. Dengan penafsiran seperti itu, maka teks-teks suci tidak kehilangan konteks masa kini, karena dengan pola penafsiran lama dan adagium lama telah mengakibatkan terjadinya sakralisasi teks, sehingga menimbulkan kemadegan intelektual dan semakin kehilangan konteksnya di masa kini. <br />Kelompok ini sebenarnya kurang senang disebut sebagi kelompok yaang berpaham liberal mereka lebih senang disebut dengan Islam Transformatif sebagaimana dikembangkan oleh Dr Muslim Abdurrahman. Ada lima dasar yang menjadi acuan yaitu Unity of Godhead, Unity of Creation, Unity of Mankind, Unity of Purpose of Life, and Unity of Guidance (Kesatuan Ketuhanan, Kesatuan Penciptaan, Kesatuan Kemanusiaan, Kesatuan Pedoman Hidup dan Kesatuan Tujuan Hidup).<br />Aktivitas yang mereka lakukan antara lain mengadakan diskusi tentang berbagai masalah aktual yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Dalam diskusi tersebut diunadng berbagai tokoh organisasi keagamaan, yang sekaligus dianggap merupakan sosialisasi dari paham mereka. Mereka pernah mengadakan seminar bertaraf internasional yang bertemakan: Relegion, Radicalism and Multiculturalism; Indonesia and United Kingdom Experience” bertempat di hotel Savoy Homan pada tangal 1 Februari 2006, kerjasama antara PW Muhammadiyah Jawa Barat dengan British Embassy Jakarta dan British Council dibantu oleh Grafindo Media Pratama.<br />Respon pemuka agama pada umumnya baik, hal tersebut dimungkinkan karena Letsform cukup terbuka, hal tersebut tercermin dalam kegiatan/event tertentu sering mengundang tokoh-tokoh agama untuk berdiskusi tentang persoalan keagamaan di masayarakat, selain itu ketua Majelsi Fatwa MUI Jawa Barat juga duduk dalam kepengurusan Letsform. Sedangkan dikalangan pemerintah memberikan rsepon positif, bahkan Letsform diharapkan ikut membantu menghindarkan konflik dalam masyarakat yang menyangkut persoalan pemahaman keagamaan yang bersifat khilafiyah.<br />Ibnu Hasan Muchtar dan Reza Perwira melakukan penelitian tentang Faham Keagamaan Liberal pada Forum Masyarakat Ciputat (Formaci). Dengan dikembangkannya pemikiran kritis terhadap hazanah pemikiran keislaman masa lalu memunculkan kelompok-kelompok studi dikalangan mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat. Diantara kelompok studi yang muncul di IAIN Ciputat adalah Respondio dan KSC (Kelompok Studi Ciputat). Setelah berhasil melakukan beberapa aktivitas maka timbullah ide untuk membentuk forum bersama yang mempunyai perhatian terhadap pengembangan intelektual dan tulis menulis. Akhirnya disepakati pendirian sebuah wadah/forum yang menekankan programnya menulis dan menerjemahkan teks-teks yang mempunyai semangat transformative, forum tersebut diberi nama Forum Mahasiswa Ciputat yang disingkat Formaci.<br />Formaci didirikan pada tahun 1986 dipelopori oleh Ihsan Ali Fauzi, Ali Munhanif, Arif Subhan, Saiful Mujani, Hendro Prasetio dan Budhy Munawar Rahman. Bagi mereka marginalitas terhadap gerakan mahasiswa membuat perlunya dikembangkan tradisi intelektual dalam kelompok studi. Tradisi intelektual ini digunakan untuk melahirkan kesadaran kritis bagi mahasiswa terhadap realitas yang ada. Formaci lahir dilatarbelakangi oleh sebuah oergumulan mahasiswa-mahasiswa Ciputat yang merasa “terpasung: dengan kondisi lingkuangannya. Wacana yang diajarkan di IAIN pada saat itu dirasakan bagi para pendiri Formaci hanya berkutat pada wacana leislaman klasik dan bersifat normative, sehingga menurut pandangan para pelopor pendiri Formaci, Islam tidak dapat menganalisis realitas social yang ada.<br />Formaci mempunyai Visi membangun masyarakat yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan sehingga agama Islam dipandang sebagai agama yang trnsformatif, rasional, dan tanggap terhadap perubahan sehingga mampu menganalisis realitas siosial yang ada. Formaci beranggapan bahwa landasan-landasan etis dari Al-Qur’an maupun sunnah tidak bisa dirumuskan tanpa memperhatikan realitas yang telah melembaga sebagai hasil interaksi manusia. Persepsi manusia mengenai realitas di bumi ini akan mempengaruhi persepsi kita tentang nilai-nilai, dan sebaliknya nilai-nilai yang diyakini akan ikut mencipatakan realitas histories. Oleh karena itu melakukan penafsiran tarus menerus terhadap nilaio-nilai dan melakukan perubahan terhadap realitas historis merupakan tugas yang diemban Foemaci.<br />Adapun misi Formaci adalah meningkatkan kualitas para anggotanya dengan melakukan upaya-upaya mengkaji wacana keislaman, ilmu-ilmu social dan filsafat sehingga timbul pola piker islami yang transformative, bersifat humanis, rasional dan tanggap terhadap perubahan. Ada tiga strategi yang dilakukan oleh Formaci dalam mencapai visi dan missinya. Pettama, forum, yaitu mengadakan diskusi dan mengundang orang luar untuk ”meramaikan” Formaci. Kedua, kaderisasi, yaitu program-program belajar kelas yang dikordinasi oleh para anggota Formaci yang dianggap mampu atau ahli dibidangnya. mKetiga, advokasi, yaitu membuka jaringan dengan lembaga lain. Dalam menunjang strategi tersebut dilakukan beberapa hal, yakni, publikasi, dokumentasi, penelitian (pendataan tesis-tesis yang dianggap bagus dan buku-buku cendekiawan), dan kegiatan perpustakaan. Program yang dikembangkan oleh Formaci antara lain: semi kursus, studium general, diskusi hasil riset dan seminar. Formaci telah berhasil melahirkan intelektual-intelektual muda muslim yang progresif dan berpengaruh, yang hingga kini banyak aktif di dalam kegiatan-kegiata akademis dan kebudayaan khususnya pada generasi 1980an. Diantaranya adalah Saiful Mujani, Budhy Munawar Rahman, Ali Munhanif, Ihsan Ali Fauzi, dan Hendro Prasetio. Hal inilah yang menyebabkan Formaci cukup dikenal pada skala nasional.<br />Mengenai gagasan Islam liberal menurut Formaci pada dasarnya ditujukan untuk mermbangun sikap keterbukaan dan rasionalisme yang berangkat dari keyakinan bahwa Islam tidak satu, tidak ada Islam tetapi yang ada adalah Islams. Pandangan tersebut muncul dari fakta bahwa dalam Islam terdapat banyhak corak penafsiran yang semuanya mengatakan bahwa diri mereka benar dan mengklaim dasar pemikiran mereka bersumber pada al-Qur’an dan sunnah. Kemajemukan tersebut menuntut Islam Liberal yang bergerak dalam ruang publik untuk membangun semacam liberalisme dalam Islam. Karena itu fokus isu yang selalu menjadi laras perjuangan kaum liberal terpusat pada enam isu: demokrasi, sekulerisasi, kesetaraan gender, kebebasan berfikir, perlindungan terhadap minoritas, dan ide tentang kemajuan.<br />Disamping banyak membahas tentang keenam isu seperti diungkapkan diatas ada beberapa aksi yang dilakukan oleh Formaci yang menimbulkan kontroversial, yaitu demonstrasi menentang kewajiban berjilbab bagi dosen dan mahasiswa UIN tahun`1994; menjadi saksi pernikahan beda agama; dan demonstrasi di Polda untuk membebaskan Lia Aminuddin dari jeratan hukum, demi menghormati kebebasan berfikir dan kebebasan berpendapat. Bukan berarti Formaci setuju dengan ajaran Lia Aminuddin, melainkan lebih kepada membela kebebasan berfikir dan kebebasan mengemukakan pendapat. Mengenai ahli kitab salah seorang anggota Formaci mengatakan sesesorang dianggap ahli kitab manakala ia patuh dan taat pada Tuhannya, baik itu penganut Islam, Kristen, Katolik, Hindu ataupun Budha. Karena pada dasarnya Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha hanyalah simbol yang dibutuhkan sebagai ciri pembeda di KTP.<br />Diantara kesimpulan yang dikemukakan oleh Ibnu Hasan dan Reza,antara lain pluralitas kajian Islam di Indonesia harus dilihat sebagai salah cara dalam mengadakan kajian terhadap Islam dan salah satu cara berbicara tenntang Islam. Tidak ada alasan untuk menghapus, melarang, terlebih mengatasnamakan agama yang diklaim hanya punya satu kebenaran terhadap semangat ilmiah dan kemanusiaan. Namu permasalahan yang terpenting adalah bagaimana menyandingkan tradisi dengan modernitas. Berdialog secara kritis - dinamis - proporsional agar eksklusifitas pemikiran keagamaan sedapat mungkin bisa dihindari . Kerjasama antar berbagai kelompok sosial keagamaan menjadi niscaya, tanpa harus mendahulukan prejudice-prejudice kultural, sosial, maupun keagamaan.<br />Dikota Medan sdr Nuhrison M.Nuh dan Suhana mengkaji Faham Liberal yang dikembangkan secara perorangan, karena belum dtemukan sebuah lembaga yang bergerak mengembangkan faham keagamaan liberal. Sebenarnya di Medan belum terdapat kelompok atau faham liberal sebagaimana dikemukakan melalui fatwa MUI. Yang tepat menurut Rektor IAIN Sumatera Utara mereka yang mencoba menafsirkan kembali teks-teks keagamaan secara rasional disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang sedang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Sebagai contoh beberapa orang dosen IAIN tidak hanya mengikuti faham Hanafi, Syafi’i, tetapi mereka juga mengikuti faham Mu’tazilah. Faham Mu’tazilah ini bukan liberal tetapi rasional, artinya menggunakan akal lebih utama, tetapi tidak sama sekali meninggalkan teks. Menurut Prof . Dr HM Yasir Nasution teori-teori bisa berubah, tetapi fiqih tidak bisa berubah. Oleh karena itu masalah-masalah dibidang mu’amalat bisa berubah, sedangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan ibadah tidak bisa berubah dalam pengertian sami’na wa atho’na kepada Nabi, Sedangkan menurut DR Fachrudin (Wakil Rektor III) yang dikembangkan teman-teman dosen muda adalah berusaha memahami ajaran Islam sesuai dengan perkembangan zaman dalam artian agar tidak jumud, dengan melakukan kajian ulang terhadap tulisan-tulisan yang telah dilakukan oleh ulama-ulama terdahulu. Menurutnya orang boleh saja berpikiran bebas asal tidak keluar dari tiga ketentuan yaitu: tauhid (aqidah), ibadah danmasalah sunnatullah.<br />Munculnya pemikiran rasional di wilayah kota Meda berawal dari dosen-dosen IAIN yang kuliah di S2 dan S3 pada awal tahun 1980an baik mereka yang kuliah diluar negeri dan di dalam negeri. Di kalangan dosen IAIN terdapat beberapa orang yang dianggap mengembangkan pemikiran Islam liberal. Perkerbangan pemikiran Islam Libral di Kota Medan sudah cukup berkembang, walaupun masih beredar dikalangan yang terbatas. Pemikiran ini dikembangkan melalui diskusi, dan jurnal ilmiah Analytica Islamica. Beberapa dosen yang dianggap mengembangkan pemikiran Islam liberal (rasional) yaitu: Prof.Dr Nur Ahmad Fadhil Lubis, Prof.Dr Hasyimsah Nasution, Prof.Dr Lahmudin Nasution, Prof.Dr Amiur Nuruddin, Dr Katimin, Prof.Dr Syahrin Harahap dan Dr Ramli Abd Wahid, sedangkan dikalangan dosen muda : Azhari dan Akmal.<br />Beberapa produk pemikiran yang dikembangkan diantaranya mengenai hubungan agama dan negara, pluralisme agama, kebebasan berfikir, masalah demokrasi dan metodologi memahami teks. Selama ini dikenal tiga konsep tentang hubungan antara agama dan negara: (a) agama dan negara menyatu (b) harus ada penyesuaian antara pemahaman agama dan peradaban manusia, (c) ada pemisahan antara agama dan negara. Mereka sepakat tidak ada negara Islam, maka yang lebih tepat adalah pendapat yang kedua. Islam memang sempurna, tetapi ada perkembangan masyarakat, agar pemikiran agama itu sesuai dengan perkembangan masyarakat maka agama berfungsi sebagai sumber nilai terhadap penyelenggaraan negara. Ibn Khaldun mengatakan: negara yang terbaik adalah negara yang berdasarkan agama, tetapi dibentuk berdasarkan nilai-nilai manusiawi, dan agama yang paling banyak menyumbang nilai-nilai manusiawi adalah Islam. <br />Mengenai pluralisme mereka tidak sepakat dengan MUI, sebab kalau semua agama itu sama itu bukan plural namanya. Plural itu artinya banyak, paham yang mengakui adanya perbedaan dalam kelompok dan masyarakat. Dengan mengembangkan paham pluralisme, menjadikan pandangan keagamaan seseorang tidak ekstrem, longgar tapi tidak mengganggu keimanannya. Kepanatikan berkurang dan menghargai orang lain. Dalam Islam harus menerima keragaman paham keagamaan secara internal, dan tidak boleh memaksakan suatu paham kepada kelompok lain. Sebab kalau hal itu dikembangkan akan menimbulkan konflik horizontal diantara umat Islam. Maka mereka tidak setuju adanya eksekusi terhadap kelompok yang dianggap sempalan.<br />Mengenai kebebasan berfikir dijamin oleh agama, tetapi dibatasi oleh kompetensi sesorang. Kebebasan yang bertanggung jawab sesuai dengan kompetensinya. Kebebasan harus berdasarkan etika/moral,estetika dan sosial. Terhadap mereka yang melakukan ijtihad kita harus menghormatinya, biarlah sejarah yang akan membuktikannya. Kecuali kalau paham tersebut menimbulkan keresahan dalam masyarakat, dan serahkanlah kepada pihak yang berwajib. Kalau melanggar hak asasi manusia, mereka boleh dihukum, tetapi pahamnya tidak boleh ditolak sepanjang tidak mengganggu keamanan dan hukum. Tiap-tiap orang dipersilahkan saja membuat pemahaman baru, asalkan tidak mengganggu hal-hal yang sudah ada.<br />Nilai-nilai demokrasi jelas ada dalam Islam, karena rakyat yang berkuasa, tetapi kekuasaan rakyat tersebut bukan secara individual tetapi melalui sebuah lembaga. Pada zaman Rasul dulu berbentuk ”musyawarah”. Musyawarah itu berlangsung sebagai antisipasi dan juga sebagai solusi. Demokrasi dalam Islam, bukan dalam arti liberal, bebas sebebas-bebasnya, tetapi harus ada batas-batasnya.<br />Dalam memahami teks, bila menyangkut masalah ibadah dainggap sudah final, karena hal itu sudah diatur secara rinci. Tetapi pada aspek mu’amalah, berkembang berbagai pemikiran, karean Al-Qur’an hanya mengatur secara garis besar saja, kecuali menyangkut perkawinan dan kewarisan. Dibidang hukum untuk merespon realitas kehidupan masyarakat agar dapat berjalan baik, digunakan kaidah maslahat. Dibidang mu’amalat dipentingkan maslahat daripada teks, inilah yang disebut dengan penafsiran substantive. Untuk menentukan sesuatu itu maslahat atau tidak digunakan pertimbangan akal. Maslahat itu ada tiga macam, yaitu ada maslahat yang bertentangan dengan nash, maka disebut maslahat batal (mulghah); kalau ada nash secara tegas, msekipun bertentangan dengan maslahat, tetap dipentingkan nash. Kalau ada maslahat yang bersesuaian dengan nash, maka ia memperkuat nash, contohnya tentang menegakkan keadilan, persamaan dan membantu orang lain. Dikala nash tidak mendukung dan melarangnya, tetapi akal mengatakan baik, maka pada bagian inilah hukum Islam mengembangkan kemaslahatan, Sebagai contoh Khalifah Umar membukukan Al-Qur’an berdasarkan pertimbangan kemaslahatan. Sasaran akhir dari syari’ah adalah maslahat, dimana ada maslahat distulah ada syari’ah. Dalam memahami teks lebih tepat menggunakan pendekatan kontekstual. Menagkap esensi/substansi atau ” maqosid syari’ah” (tujuan dari syari’ah).<br />Respon pemuka agama terhadap pemikiran yang dikembangkan, menurut Ketua MUI Sumatera Utara, masih berada dalam koridor yang ditetapkan oleh agama, walaupun ada pemikiran yang dianggap menyimpang, karena hanya dibicarakan dalam kelompok terbatas, tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat.<br />Kedua peneliti menyimpulkan bahwa pemikiran yang dikembangkan tergolong liberal menurut versi Charles Kurzman, dan tidak tergolong liberal menurut konsep MUI Pusat.<br />Di Makassar sdr Muchit A.Karim dan Nahar Nahrawi mengkaji Faham Keagamaan Liberal pada kelompo LAPAR (Lembaga Advokasi Pendidikan Anak Rakyat). LAPAR didirikan pada tanggal 17 April 1999 oleh beberapa aktifis mahasiswa yang concern dan pemihakan terhadap kaum tertindas. Visi Lapar adalah terbangunnya civiel yang berbasis lokal sedangkan missinya: menghidupkan nilai-nilai lokal menuju masyarakat kritis, egaliter,adil dan sejahtera. Dalam mewujudkan visi dan missinya tersebut LAPAR selalu mengacu pada basis nilai: egaliter, pluralis, humanis, adil, kerakyatan, jujur, dan independen. Yang dimaksud dengan pluralis adalah perbedaan dan keberagaman merupakan keniscayaan dan fitrah. Ia adalah anugerah Tuhan yang patut disyukuri dan dinikmati. Yang terpenting perbedaan dan keberagaman adalah menghidupkannya untuk dihargai, dihormati,dipahami dan dimengerti agar menjadi ruang belajar bersama bagi tegaknya kemanusiaan, bukan malah disingkirkan dan ditutupi untuk kemudian ditampilkan dan disatukan dalam kepura-puraan dan kepalsuan.<br />Program yang dikembangkan ; penelitian, investigasi dan advokasi pengelolaan SDA yang berkeadilan dan berpihak pada budaya lokal, pendidikan dan latihan, kampanye dan sosialisasi dalam bentuk penerbitan buku dan buletin, serta talk show di radio. LAPAR sangat concern pada pluralisme, karena pluralitas merupakan keniscayaan ilahiyah yang tidak dapat dipungkiri. Ada dua faktor yang mendorong LAPAR melibatkan diri dengan pluralisme. Pertama faktor teologis, LAPAR meyakini bahwa persoalan pluralisme merupakan takdir Tuhan, bahwa manusia memang diciptakan berbeda. Faktor teologis menjadi landasan utama dalam mengusung wacana pluralsime. Kedua faktor sosial, sejak bergulirnya reformasi Indonesia diterjang berbagai peristiwa sosial yang mengancam keutuhan kehidupan berbangsa. LAPAR memandang pluralisme tetap menjadi kebutuhan jangka panjang, kedepan orang bukan hanya menerima pluralitas sebagai kenyataan sosiologi semata, juga bukan sekedar memberi penghargaan semu terhadp fakta pluralitas melainkan bagaimana bisa hidup dalam suasana pluralitas itu sendiri tanpa ada konflik batin yang selam ini menjadi pertanda semunya penerimaan terhadap pluralisme. Pada tatanan ini bukan sekdar membiarkan perbedaan itu ada, tetapi juga sekaligus bisa memberikan ruang terhadap yang berbeda dengan ”kita” untuk mendapatkan pengakuan identitas yang sama, bahkan seharusnya antara yang satu dengan yang lainnya saling memberi dan saling mengisi. Sehingga kenyataan pluralitas dalam kehidupan berproses secara cair.<br />Hal yang utama mendorong LAPAR mengusung pluralisme adanya pergerakan sekelompok orang untuk menegakkan syari’at Islam akan berbuntut tertutupnya ruang untuk etnisitas, ras dan agama yang minoritas untuk dapat diterima masyarakat sebagai kenyataan kehidupan multikultural. Bagi LAPAR bukan sekedar membiarkan perbedaan itu ada, tetapi sekaligus bisa memberikan ruang terhadap yang berbeda, untuk mendapatkan hak dan pengakuan, identitas yang sama bahkan boleh jadi antara satu dengan lainnya saling memberi dan mengisi.<br />Kalau penelitian –penelitian sebelumnya pengkajian faham liberal dikalangan umat Islam, maka sdr Ahmad Syafi’i dan Ahsanul Khalikin mengadakan penelitian ”Faham Keagamaan Liberal dikalangan Umat Kristen Kota Manado”. Di Manado paham keagamaan liberal pada umumnya muncul dari kalangan cendekiawan kristen, dosen, dan mahasiswa. Ada kelompok yang bersifat Injili dikalangan mahasiswa, tetapi paham ini nampaknya sulit berkembang pada masa yang akan datang di dalam gereja-gereja. Secara garis besar di dalam gereja Kristen terdapat dua paham besar yaitu liberal dan Injili. Untuk menelusuri keberadaan kedua paham ini dalam masyarakat sangat sulit. Untuk itu seseorang harus dilihat dari sisi etikanya, sebab etika tersebut dipengaruhi oleh pahamnya. Menurut kelompok ini terdapat kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, kalaupun ada perbedaan hal itu terbatas pada pelayanan. Dalam masalah perkawinan beda agama, menurut pandangan Kristen tidak dianjurkan tapi tidak dilarang. Di dalam agama Kristen kalau keluar dari kebenaran firman Tuhan jelas salah. Jadi aliran apapun kalau sudah keluar dari kebenaran firman Allah jelas tergolong menyimpang. Mengenai keberagamaan, seseorang tidak boleh dipaksa, dan keselamatan itu tidak hanya milik umat Kristen. Untuk itu realitas masyarakat yang harus dibangun adalah saling hormat menghormati, saling menghargai antar pemeluk, kita tidak mungkin menganggap sesat dan lain sebagainya atau dengan istilah lain itu merupakan pelecehan terhadap agama dan melanggar hak asasi manusia.<br />Perbedaan penafsiran merupakan hal yang biasa, setiap gereja memiliki ajaran yang berbeda, namun kita tetap saling menghargai. Keyakinan seseorang itu dibangun dari apa yang dia mau, apa yang dia dengar, apa yang sudah dia alami, apa yang sudah dia miliki, oleh sebab itu tidak bisa dipaksakan kepada orang lain. Perbedaan yang ada ditengah masyarakat itu tidak ada masalah, tidak menjadi persoalan, seseorang yang memiliki kepercayaan dan memegang suatu keyakinan tidak bisa memaksa orang lain untuk menganut keyakinannya. Jangan sampai perbedaan-perbedaan itu dikonfrontir menjadi masalah di masyarakat. Mengenai kebenaran itu bersifat relatif, benar menurut kita belum tentu benar menurut orang lain.<br />Kelompok ini tidak setuju dengan istilah mayoritas-minoritas. Sebab kata tersebut seakan-akan memprovokasi, seolah-olah mayoritas itulah yang berkuasa. Kalau dalam bahasa hukum seolah-olah yang kauasa yang benar, yang minoritas merasa dirinya jadi warga yang tertindas.<br />Keberadaan faham liberal dalam agama Kristen masih dalam koridor yang dapat ditolerir oleh kalangan pendeta, dan kalau ada pendapat yang dianggap jauh menyimpang biasanya para pendeta memberikan tegoran dan rambu-rambu sebagai batas.<br />Syuhada Abduh dan Ridwan Lubis mengkaji organisasi keagamaan ”Legion Maria” pada masyarakat Katolik di Nusa Tenggara Timur. Legio Maria merupakan suatu perkumpulan umat Katolik yang dengan rsetu gereja dan bimbingan kuat dari Maria atau dapat juga disebut organisasi kerasulan awam dengan spiritualitas Maria yang mempunyai tujuan mengkuduskan anggota-anggotanya lewat do’a dan karya kerasulan dimana devosi (penghormatan) kepada Maria sebagai citra orang yang beriman sejati.<br />Untuk pertama kali Presedium Legio Mario dibentuk di Kota Kupang pada tahun 1965, yang diberi nama Presedium Maria Ratu Damai yang dipelopori oleh Pastor Yohanes Verskuren, SVD, presedium ini berkedudukan di Paroki Kristus Raja Kupang. Pada tanggal 2 Januari 1966 membentuk presedium di Paroki ST Yosef Naikoten dengan nama Presedium Bunda Allah yang masih berdiri sampai sekarang. Sampai sekarang Legio Maria ini sudah berdiri hampir diseluruh daerah di NTT.<br />Sebagai dasar dari beridirnya Legio Maria adalah Matius:20:28 yang berbunyi: ”Sama seperti anak manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang”.<br />Suatu ketika ibu Yakobus dan Yohanes datang pada Tuhan Yesus datang pada Tuhan Yesus dan meminta supaya kedua anaknya itu dapat ikut memerintah kelak bersama-Nya. Dari permintaan itu, Tuhan Yesus secara pribadi mengajarkan kepada para muridnya bahwa kedatangan-Nya kedunia ini adalah untuk melayani bukan untuk dilayani. Melayani tidak sama dengan aktif dalam kegiatan gereja. Karena kegiatan bukan berarti pelayanan yang sesungguhnya. Pelayanan harus bersumber dari hati, yang merindukan supaya orang lain diberkati, mengenal Tuhan, diselamatkan dan didewasakan.<br />Sejak awal tujuan pokok Legio Maria menekankan kesejahteraan rohani yang disebut pengudusan diri. Legio Maria merupakan kelompok pembinaan rohani melalui karya kerasulan. Karya kerasulan dapat berkembang baik dan bermutu bila anggita Legio Maria berkembang kerohaniannya sebagai orang Katolik sejati, yang makin matang dan dewasa iman dan kasihnya kepada Tuhan dan sesama. Karena Legio Maria merupakan kelompok pembinaan rohani melalui karya kerasulan, maka yang terpenting dalam Legio Maria adalah spritualitas. Spiritualitas harus memberilkan dasar kerasulan Legio Maria, spiritualitas tidak lain adalah roh Allah sendiri yang hadir dalam kerasulan Legio Maria melalui Bunda Maria. Legio Maria menjadikan Bunda Maria model dan teladan sekaligus sumber inspirasi iman dan kasih. Supaya spiritualitas tetap terjaga diperlukan sistem pembinaan yang tepat dan intensip. Sistem pembinaan mengandung dua unsur pokok yaitu Doa dan Kerasulan dibawah bimbingan Bunda Maria. Seorang Legiony sejati adalah orang yang hidup dalam doa dan senantiasa bersemangat dan siap melaksanakan karya kerasulan (pelayanan).<br />Pimpinan dan umat Katolik Indonesia sangat menerima kehadiran Legio Maria di Indonesia. Hal ini terbukti dengan cepatnya berkembang Legio Mario diberbagai wilayah Indonesia termasuk hampir diseluruh Nusa Tenggara Timur.<br />Penelitian terakhir dari seri penelitian Faham Keagamaan Liberal Dalam Masyarakat Perkotaan di Indonesia dilakukan oleh sdr Mursyid Ali dan Asnawati pada komunitas Hindu di Propinsi Bali. Dalam tulisannya Mursyid Ali mengatakan bahwa perubahan masyarakat dan kebudayaan Bali dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Dengan mengutip Covarrubias, dikatakan bahwa kepariwisataan telah memberikan daya dobrak yang dahsyat, sehingga menimbulkan perubahan-perubahan yang sangat struktural bagi masyarakat dan kebudayaan Bali. Termasuk perubahan dalam kehidupan beragama. Dalam menyikapi berbagai permasalahan di kalangan pemeluk agama Hindu Bali telah muncul gerakan/paham keagamaan kontemporer dari tokoh-tokoh Hindu. Gerakan ini umumnya terinspirasi oleh percik-percik pemikiran seperti Ram Mohan Roy, Dayananda Saraswati, Paramahansa Rama Krsna, Rabindranath Tagore, Svami Vivekananda dan Mahatma Gandhi.<br />Gerakan/paham keagamaan kontemporer tersebut kini sebagian telah terinstitusi dalam Parisada Hindu Dharma Indonesia, sedangkan yang lainnya adalah Dharma Yatra, Satya Sai Center, Forum Penyadaran Dharma dan Forum-Forum lainnya. Pemikiran yang dikembangkan tersebut sesungguhnya merupakan tafsir aktual dari ajaran Veda. Penafsiran aktual memang dibenarkan menurut kitab suci asalkan tidak meningggalkan nilai filosofinya.<br />Dalam rangka membangun kehidupan harmoni , damai dan kasih sayang antar umat beragama dari seluruh agama yang ada di dunia, Vivekananda dalam pidatonya pada The Worlds Parliament of Relegious, 11 September 1893 di Chicago menawarkan institusi agama dengan keimanan universal. Ini merupakan gerakan Bhakti yaitu pengabdian melalui karya bersama dalam amal kemanusiaan yang dilandasi rasa kebersamaan, kekeluargaan dan kasih sayang.<br />Sementara itu pengikut Gandhi mendirikan Asram yang diberi nama Vidyapith sebagai tempat pembinaan moral, etika dan spiritual berbasis Ahimsa (tanpa kekerasan), serta Styagraha (berpegang pada kebenaran). Gandhi yakin bahwa dibawah pertentangan dan pemisahan kehidupan, terdapat prinsip kasih dan kebenaran. Kebenaran bersifat eksprimental, bukan teoritikal. Dalam menyikapi kepusparagaman umat beragama, Gandhi mengajarkan ”Swadharma Samanatya” yaitu memiliki pemikiran sederajat terhadap semua agama atau penghormatan terhadap tradisi setiap agama. Gandhi mengandaikan keaneragaman itu seperti cabang-cabang dari pohon yang sama. Melalui berbagai jalan manusia berziarah menuju ke satu tujuan bersama.<br />Salah satu kesimpulan yang dikemukakan oleh peneliti ialah: penafsiran ulang terhadap seperangkat nilai-nilai budaya dan ajaran keagamaan di Bali, diwarnai tarik menarik antara keinginan dan pemikiran untuk mengukuhkan wacana, dominasi tradisonal berhadapan dengan kehendak dan pemikiran pembaharuan yang sesuai dengan tuntutan perkembangan modernisasi yang terus berubah. Kedua pihak sama-sama bertujuan untuk memurnikan ajaran agama dan ajeg Bali. Pemikiran tradisional banyak didukung oleh masyarakat di wilayah pedeesaan, sementara semangat transformasi dominan dikalangan cendekiawan dan kelompok terpelajar terutama dikampus-kampus.<br />Dari uraian sebelumnya jelas bahwa pemikiran keagamaan liberal tidak hanya terdapat dikalangan Islam, tetapi juga terdapat pada semua agama dunia. Pemikiran tersebut dikembangkan oleh tokoh-tokohnya dalam rangka menjawab tantangan zaman yang dihadapi oleh masing-masing komunitas keagamaan sesuai dengan kondisi dan situasi sosialnya. Pemikiran-pemikiran tersebut dikembangkan melalui penafsiran kembali teks-teks keagamaan dengan menggunakan metode penafsiran hermeneutika (kontekstual).<br />Untuk lebih lengkapnya, dipersilahkan para pembaca menikmati laporan masing-masing peneliti secara lengkap pada bab-bab berikutnya. Sebagai sebuah penelitian dengan pendekatan kualitatif, maka hasil yang diperoleh sangat tergantung dari kemampuan para peneliti sebagai instrumen penelitian untuk mengembangkan berbagai konsep sesuai dengan kondisi lapangan.. Dengan berbagai kelemahan dan kekurangan yang ada pada peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menyajikan informasi yang objektif sehingga dapat digunakan oleh para pembaca untuk dapat memahami apa yang dimaksud dengan pemikiran keagamaan liberal itu. Dengan pemahaman tersebut diharapkan masyarakat dapat memberikan penilaian yang objektif, apakah pemikiran liberal itu tergolong menyimpang atau sebaliknya bermanfaat untuk memecahkan berbagai masalah sosial yang dihadap umat. Wa Allahu A’lam bi ash-Sawab.<br /> Jakarta, 1 Agustus 2007<br /><br /> Nuhrison M.NuhUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2801355431934248608.post-28781421635442430142009-04-11T10:15:00.000+07:002009-04-11T10:16:40.802+07:00Gereja Masehi Injili di Minahasa Provinsi Sulawesi UtaraPENDAHULUAN<br />Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehidupan Beragama telah melakukan penelitian baik melalui penelitian lapangan maupun melalui studi dokumen dan kepustakaan terhadap beberapa aliran dalam agama Kristen, diantaranya Children Of God, Saksi Yehova, Gereja Bethel Indonesia, Gerakan Kharismatik, Bala Keselamatan, Baptis, Mormon, Pentakosta, Menonit, Methodist.<br /> Pada tahun ini penelitian diarahkan pada denominasi yang berkaitan dengan daerah tertentu. Dalam hal ini penelitian akan dilakukan terhadap denominasi Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) Sulawesi Utara. <br />Permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini mengenai hal-hal yang berkaitan dengan: 1. Perkembangan keorganisasian GMIM 2. Kegiatan atau pelayanan sosial yang dilakukan GMIM.3.Interaksi sosial antara GMIM dengan masyarakat non GMIM. 4.Respon pemuka agama lainnya terhadap kegiatan sosial GMIM serta pengaruhnya terhadap kerukunan umat beragama.<br />Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang profil, aktivitas atau pelayanan sosial, interaksi sosial dan respon pemuka agama lainnya terhadap kegiatan sosial Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM), kemudian dari hasil penelitian ini akan dibuat rekomendasi kepada pimpinan Departemen Agama (Ditjen Bimas Kristen) dalam rangka memberikan pembinaan dan pelayannan kepada berbagai denominasi Kristen di Indonesia.<br />Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pimpinan Departemen Agama sebagai bahan informasi dalam mengambil kebijakan terhadap berbagai denominasi (organisasi gereja) yang berkembang di Indonesia. Sedangkan sebagai pemakai adalah: Dirjen Bimas Kristen, Departemen Agama, Instansi terkait, serta masyarakat yang membutuhkan.<br />Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dalam bentuk studi kasus terhadap Gereja Masehi Injili di Minahasa Sulawesi Utara1 Dalam memahami data yang ditemui di lapangan, peneliti lebih bertumpu pada pendekatan fenomenologis dalam arti berusaha memahami subjek dari sudut pandang mereka sendiri, memaknai berbagai fenomena sebagaimana dipahami dan dimaknai oleh para pelaku.2<br />Pengumpulan data dilakukan melalui metode: kajian pustaka, wawancara mendalam serta pengamatan lapangan. Kajian pustaka dilakukan baik sebelum maupun sesudah pengumpulan data lapangan. Sebelum ke lapangan kajian pustaka ditekankan pada usaha merumuskan permasalahan penelitian serta menentukan focus dalam penelitian. Sedangkan kajian pustaka setelah pengumpulan data lapangan ditujukan untuk menganalisis dokumen-dokumen yang diperoleh selama penelitian lapangan. Wawancara dilakukan terhadap beberapa informan kunci antara lain pengurus pusat GMIM di Tumohon, pendeta dan jemaat GMIM, pejabat di lingkungan Bimas Kristen Kanwil Sulawesi Utara dan pimpinan /pemuka agama Islam, Katholik dan Aliran dalam agama Kristen (Gerja Masehi Advent Hari Ketujuh).<br />Penelitian ini dilaksanakan di Sulawesi Utara (Tomohon dan Menado). Dipilihnya daerah ini sebagai sasaran penelitian karena didaerah ini merupakan tempat lahirnya organisasi ini dan tempat pimpinan pusat Gereja Masehi Injili di Minahasa berada, dan sebagian besar jemaatnya tinggal didaerah ini. Adapun yang menjadi focus penelitian adalah sejarah dan perkembangan oganisasi, pokok-pokok ajaran, aktifitas dan interaksi sosial Gereja Masehi Injili di Minahasa.<br /><br />TEMUAN HASIL PENELITIAN<br />Sejarah Ringkas Berdirinya GMIM<br /> <br />GMIM berdiri pada tanggal 30 September 1934. Salah satu alasan penting berdirinya GMIM adalah munculnya rasa nasionalisme dikalangan masyarakat, merupakan tanah yang subur buat keinginan berdiri sendiri dalam lingkungan gereja. Selain itu alasan lahirnya GMIM adanya kerinduan orang Kristen di Minahasa membebaskan diri dari perwalian gereja kolonial dan secara khusus dicatat bagaimana peranan Guru-Guru Sekolah Kristen yang mulai mengorganisasikan diri dalam organisasi Pangkal Setia tahun 1917; adanya usaha Pemerintah Belanda dan Gereja Protestan mengakhiri ikatan-ikatan yang sudah ada sejak VOC.<br /> Ketika berdirinya hal yang pokok dibicarakan adalah soal nama gereja. Pihak Belanda mengusulkan nama “Gereja di Minahasa”, tetapi atas prakarsa pendeta A.Z.R. Wenas (yang sejak tahun 1927 telah menjadi pendeta Bantu dan direktur STOVIL di Tomohon), maka kata “di” itu dihapus. Hal itu berarti bahwa jemaat di luar daerah Minahasa, yang beranggotakan suku Minahasa, dapat pula bergabung di dalamnya. GMIM menjadi gereja bangsa bukan hanya gereja daerah<br />Dalam dua tahun pertama sejak GMIM berdiri sendiri, perhatian banyak ditujukan kepada penataan organisasi gereja. Chr De Jonge antara lain menulis, bahwa salah satu persoalan yang dihadapi oleh pekabaran Injil adalah, bagaimana hubungan antara pekerja-pekerja pekabaran Injil dan kelompok-kelompok orang-orang Kristen pribumi yang dihasilkan oleh pekerjaan pekabaran Injil, bagaimana orang-orang pribumi ini dilembagakan. Di Minahasa, apa yang disebutkan diatas menjadi suatu masalah yang cukup pelik, oleh karena pada waktu jemaat-jemat di Minahasa diserahkan kepada gereja Protestan di Indonesia, sekolah-sekolah masih tetap berada dibawah asuhan badan Zending. Hal ini mengakibatkan masalah yang berkepanjangan dalam lingkungan para pekerja gereja di Minahasa, sampai GMIM berdiri sendiri. Pengorganisasian gereja menjadi pergumulan. Yang nampak jelas ialah bahwa sampai dengan tahun 1942, yaitu ketika terjadi pendudukan Jepang di Minahasa, keketuaan GMIM masih dipegang oleh pendeta asal Belanda<br />GMIM berdiri sendiri di dalam persekutuan Gereja Protestan di Indonesia (GPI), berbadan hukum dengan Surat Keputusan Pemerintah No. 76 tertanggal 24 Desember 1935 (Staatsblad No 607 tahun 1935). Beslit Gubernur Jenderal tanah Hindia Belanda 17 September 1934, No 5 ( Staatblad 563) ternyata Gereja Masehi Injili di Minahasa dinyatakan sudah boleh berdiri sendiri dalam lingkungan Gereja Masehi Injili di tanah Hindia Wolanda berdasar surat jawaban Kabinet tanggal 10 September 1934, Nomor 104.<br />Ketika berdiri sebenarnya GMIM belum memiliki kebebasan mengurus dirinya. Sebab semua peraturan dan keuangan gereja masih bergantung pada pemerintah. Tetapi oleh karena desakan dari masyarakat Minahasa, juga GPI dalam arti keseluruhan maka diberikanlah kebebasan mengadakan peraturan sendiri. Ketika itu GMIM masih berada dibawah GPI, bahkan setelah diadakan perubahan-perubahan tetap dicantumkan. Karena itu GMIM diberikan hak oleh GPI untuk ; menetapkan, memindahkan, memberhentikan Inlandsee Leraar yang bekerja dalam GMIM. Mengangkat pekerja-pekerja lainnya mengatur keuangan yang dari jemaat-jemaat dan bila mungkin menyusun Pengakuan Iman sesuai dengan azas-azas Protestan.<br />Pada waktu pertama kali berdiri GMIM terdiri dari 11 Klasis. Dalam klasis terhimpunlah beberapa jemaat yang sama haknya. Jemaat pusat yang merupakan kedudukan seorang Inlandse Leraar/Penolong tidak ada. Tiap jemaat memilih majelis jemaat. Didalam perhimpunan klasis dipilih dua utusan ke sinode yakni seorang pengantar/guru injil dan seorang penatua. Kedua pendeta Belanda yakni Ketua Gereja dan Pendeta Jemaat Manado bersama-sama dengan utusan-utusan klasis merupakan Sinode. Jadi waktu itu GMIM sebagai bagian dari GPI mempunyai susunan yang tiga tingkat yakni: a) Jemat yang dipimpin oleh Majelis Jemaat; b) Klasis yang dipimpin oleh Badan Pengurus Klasis; c) Sinode yang dipimpin oleh Badan Pengurus Sinode. <br />Pada waktu berdiri GMIM mempunyai 368 Jemaat. Pada tahun 1934 terdapat 374 utusan Injil. Yang dimaksud utusan Injil adalah tua agama, mereka yang termasuk pimpinan jemaat tidak berpendidikan, tidak diberi gaji oleh pemerintah, kecuali uang penghargaan/honorarium yang diberikan jemaat. Meskipun diantara mereka ada yang terpilih namun akhirnya yang berperan utama adalah pejabat-pejabat gereja. Di desa-desa/ jemaat, peran guru jemaat sangat penting.<br /><br />Struktur Kepengurusan BPS GMIM.<br />Secara formal GMIM menjalankan roda organiasinya dengan mengikuti suatu sitem manjemen gereja yang disebut dengan Presbyterial sinodal. Sistem ini banyak dipakai oleh gereja-gereja yang berlatar belakang Calvinisme. Mennurut system ini, para pemimpin adalah Pelayan Khusus, yaitu Penatua dan syamas dipilih oleh anggota sidi jemaat, secara bertahap, mulai dari jemaat-jemaat sampai pada aras sinodal. Pemilihan para Penatua dan Syamas diselenggarakan berdasarkan suatu pengaturan bersama, yang dituangkan dalam suatu petunjuk pelaksanaan, berdasar Tata Gereja. Sebelum pemilihan berlangsung, diadakan sensus jemaat untuk mengetahui berapa jumlah keluarga di suatu jemaat/kolom, dan berapa banyak anggota jemaat dewasa (yang telah diteguhkan sebagai sidi jemaat), yang hendak mengikuti pemilihan Pelayan Khusus yang akan memimpin dan melayani mereka.<br />Sidang Sinode adalah Persidangan Gerejawi dari seluruh anggota Majelis Sinode guna menjabarkan amanat panggilan GMIM dalam bentuk pokok-pokok kebijakan dan program GMIM untuk kurun waktu satu periode. Sidang Sinode dilaksanakan lima tahun sekali selain sidang Sinode istimewa. Peserta Sidang Sinode ialah anggota Majelis Sinode yang terdiri dari: Unsur masing-masing jemaat; Anggota Badan Pekerja Sinode Lengkap; Badan Pekerja Sinode. Sidang Sinode memilih Badan Pekerja Sinode.<br />Dalam Sidang Sinode GMIM tahun 2005 terpilih pengurus BPS GMIM yang baru. Adapun susunan komposisi personalia BPS GMIM periode 2005-2010 terdiri dari : Ketua; Wakil Ketua Bidang AIT; Wakil Ketua Bidang Teritorial; Wakil Ketua Bidang Misio; Wakil Ketua Bidang Pekerja GMIM dan Pelsus yang harus dijabat seorang pendeta, kemudian Wakil Ketua Bidang Fungsional dan Pendidikan (Penatua);Wakil Ketua Bidang PSDD (syamas); Sekretaris Umum dan Wakil Sekum (Pendeta), Bendahara (Sym) ; 8 orang anggota yang terdiri dari tiga orang pendeta, empat orang penatua dan seorang Syamas. Sekarang ini Ketua sinode dijabat oleh Pdt Dr. Albert.O.Supit dan Sekumnya adalah Pdt D.K. Lolowang MTh. Selain BP Sinode juga terdapat Majelis Pertimbangan Sinode dan Badan Pengawas Perbendaharaan Sinode. <br />Dalam melaksanakan penatalayanan Badan Pekerja Sinode menetapkan lembaga-lembaga pelaksana terdiri dari Departemen, Yayasan dan Pelayanan Rayon. Departemen adalah unit organisasi pelaksana Badan Pekerja Sinode yang berfungsi membantu BPS menjabarkan ketetapan Sidang Sinode untuk bidang pelayanan tertentu.<br />Yayasan sebagai unit-unit organisasi pelaksana BPS untuk melaksanakan tugas yang tidak termasuk tugas Departemen dan Pelayanan Rayon. Pengurus yayasan diangkat, ditetapkan dan diberhentikan oleh BPS. Ketuanya adalah seorang anggota BP Sinode. Pelayanan Rayon adalah lembaga pelaksana Badan pekerja Sinode untuk program-program di bidang Pelayanan Fungsional. Pengurus Pelayanan Rayon ditingkat Sinode ditunjuk oleh BPS. Pengurus di Rayon-rayon dipilih dari anggota-anggota Badan Pekerja Wilayah dan ditetapkan oleh BP Sinode. <br />Wilayah adalah persekutuan pelayanan pelayanan sejumlah jemaat dalam suatu lingkup tertentu di daerah GMIM guna meningkatkan penghayatan persekutuan dan pelaksanaan panggilan GMIM. Badan Pekerja Wilayah terdiri dari Ketua seorang Pendeta yang ditetapkan oleh Badan Pekerja Sinode. Wakil Ketua adalah seorang Pelayan Khusus; Sekretaris seorang Pelayan Khusus; Bendahara seorang Syamas dan anggota yang terdiri seorang Penatua, seorang Syamas dan seorang Pendeta Pekerja tetap dan ketua-ketua pelayanan kategorial. <br />Jemaat dipimpin oleh Majelis Jemaat. Sidang Majelis Jemaat ialah persidangan anggota-anggota Majelis Jemaat sebagai pengambilan keputusan tertinggi di Jemaat, untuk mengatur dan menyusun kebijakan pelayanan jemaat kedalam maupun keluar, guna kelancaran pelaksanaan panggilan jemaat oleh semua Pelayan Khusus, perangkat pelayanan dan semua anggota jemaat<br />Majelis Jemaat memilih Badan Pekerja Majelis Jemaat sekurang-kurangnya 5 orang dan sebanyak-banyaknya 15 orang, selama lima tahun dan hanya untuk 2 periode berturut-turut dengan susunan sebagai berikut: Ketua seorang pendeta yang ditempatkan oleh BPS bila tidak ada pendeta, Sidang Majelis Jemaat memilih ketua BPMJ dan ditetapkan oleh Badan Pekrja Sinode; Wakil Ketua seorang pelayan khusus; Sekretaris seorang pelayan khusus; Bendahara seorang Syamas atau Penatua; lima Penatua karena merupakan Ketua Komisi dalam bidang Palayanan Kategorial; beberapa orang anggota lainnya yang dipilih diantara anggota jemaat.3<br />Dengan demikian struktur kepengurusan GMIM terdiri dari tiga tingkat yaitu, Badan Pekerja Majelis Jemaat, kemudian Badan Pekerja Wilayah dan Badan Pekerja Sinode. Sekarang ini GMIM terbagi dalam 808 jemaat dan 88 wilayah. Selain itu GMIM mempunyai asset antara lain: 804 buah Sekolah, satu perguruan tinggi {Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT)}, 5 buah rumah sakit, Ruko di Pusat Perbelanjaan Matahari,dan Tanah Perkebunan 197 ha.<br /><br />Pokok-Pokok Ajaran. <br />Karena GMIM pada mulanya berasal dari gereja Belanda, maka ajarannya banyak dipengaruhi oleh faham dari aliran Calvinisme. Meskipun begitu setelah mereka bergabung dengan PGI, maka mereka juga dipengaruhi oleh faham oikumene.<br />Teologi Calvin dibentuk oleh keyakinannya akan kedaulatan Allah dalam perkara penciptaan dan keselamatan, dan kemuliaan Allah sebagai tujuan dari karya-Nya maupun dari hidup dan tugas manusia. Pokok-pokok besar lainnya adalah predistinasi atau penebusan yang terbatas, dibangun atas keyakinan akan kedaulatan dan kemulian Allah. Karena itu tak salah kalau banyak orang yang menyebut teologinya sebagai teologi kedaulatan dan kemuliaan Allah. <br />Namun semua keyakinan dan pengajaran ini bersumber dari Alkitab. Dia menekankan otoritads Alkitab sebagai satu-satunya sumber ajaran gereja yang benar (sola scriptura) dan menolak pemahaman dan penghargaan atas tradisi sebagai sumber keyakinan dan ajaran yang setara dengan Alkitab. Tampaknya GMIM tidak seratus persen mengikuti ajaran ini, sebab sekarang GMIM juga mengembangkan teologi kontekstual. Yang dimaksud dengan kontekstual disini adalah gereja yang berada di Indonesia dan Minahasa yang mempunyai budaya, adat istiadat dan lingkungannya sendiri.<br />Berbicara mengenai kemuliaan Allah (Gloria Dei) ditegaskan bahwa Allah menciptakan dunia dan manusia demi untuk kemuliaan-Nya. Karena itu segala yang terjadi di dunia dan segala yang dikerjakan manusia mestinya bertujuan untuk memuliakan Dia. Tetapi karena manusia telah jatuh kedalam dosa, maka mereka tidak mampu lagi melaksanakan tugas itu. Karena itulah Allah terlebih dahulu mengampuni dan membenarkan manusia, agar manusia kembali dapat memuliakan Dia, kendati tidak secara sempurna. Penekanan akan kem,uliaan Allah ini disusul dengan penekanan atas pengudusan. Manusia yang sudah diampuni dan dibenarkan karena iman harus berusaha sedapat mungkin menjaga dan mengupayakan kekudusan hidupnya, kendati kekudusan itu tak pernah sempurna dan tidak dimaksudkan untuk memperoleh pengampunan dan pembenaran dari Allah.<br />Tentang keselamatan hanya dapat diperoleh karena kasih karunia melalui iman (sola gratia dan sola fide). Untuk itu dikembangkan paham predestinasi yaitu jumlah dan jatidiri dari “orang-orang yang terpilih”, yakni mereka yang diselamatkan , sudah ditetapkan oleh Allah yang berdaulat itu sebelum dunia diciptakan.4<br /><br />Ibadah dan Tata Ibadah.<br />Ibadah dan Tata Ibadah bukan hanya merupakan soal praktis dan insidental, yang bisa disusun dan diselenggarakan menurut selera dan suasana sesat. Ibadah dan Tata Ibadah berkait erat, bahkan merupakan satu kesatuan, dengan pokok-pokok ajaran mendasar yang diuraikan sebelumnya, sebab gereja mengungkapkan imannya melalui ibadah. Dengan kata lain, apa yang diyakini gereja terungkap secara nyata didalam ibadahnya.<br />Ibadah berpusat pada pemeberitaan firman atau khotbah dan perayaan Perjamuan Kudus. Ciri-ciri ibadahnya adalah: firman Allah dikhotbahkan dengan sepatutnya kepada umat, ruangan dan suasana ibadah harus dibersihkan dari segala sesuatu yang merusak kehidupan gereja. Karena itu ketertiban dan disiplin dalam beribadah sangat ditekankan.<br />Tentang nyanyian selama berabad-abad nyanyian hanya terbatas pada mazmur, karena menurut mereka Mazmur adalah yang paling layak untuk memuji Allah, mengingat bahwa Mazmur terdapat di dalam Alkitab dan dengan demikian merupakan ciptaan Roh Kudus. Agar melodinya tidak itu-itu saja, maka diciptakan bermacam-macam versi nyanyian Mazmur yang diciptakan di lingkungan gereja Calvinis. Sekarang dikalangan GMIM sudah diciptakan nyanyian yang diangkat dari budaya setempat.<br />Menganai Baptisan, yang dilayankan di dalam ibadah jemaat oleh pejabat yang diberi wewenang oleh gereja adalah Baptisan anak atau bayi. Baptisan merupakan tanda pengampunan dan hidup baru. Lebih lanjut, Baptisan merupakan tanda bahwa kita telah ikut serta dalam kematian dan kebangkitan Kristus dan bahwa kita juga telah menjadi satu dengan Dia. Baptisan juga merupakan tanda bahwa kita telah masuk dalam persekutuan gereja. Baptisan merupakan meterai yang menandakan bahwa seseorang telah memperoleh pengampunan dosa dan keselamatan pada salib Kristus.<br />Perjamuan kudus adalah tanda yang ditetapkan Allah melalui anak-Nya Yesus Kristus, supaya melalui roti dan anggur itu orang-orang berimana dipersatukan dengan tubuh dan darah Kristus. Karena kelemahan manusia maka tanda itu mutlak perlu ditambahkan kepada firman yang diberitakan, karena persatuan dengan Kritsus itu hanya dapat dimengerti orang percaya kalau diperagakan dalam upacara makan roti dan minum anggur. Di dalam Perjamuan Kudus Kristus susngguh-sungguh hadir untuk menjadi satu dengan orang-orang percaya sekaligus memperkuat iman mereka. Kristus membuat makanan jasmani menjadi makanan rohani, sehingga mereka yang mengikuti Perjamuan Kudus menerima apa yang disediakan Kristus di kayu salib, yaitu pengampunan dosa dan kehidupan kekal. Mengenai cara kehadiran Kristus dalam Perjamuan Kudus, hanya secara rohani dan dipahami didalam iman. Pemahaman ini membawa dampak besar terhadap kehadiran Kristus. Menurut faham ini kehadiran Kristus tidak hanya dalam alam sacramental dan di dalam ibadah gereja, melainkan hadir di dunia nyata, dunia yang sekular. Allah hadir dan dapat dipahami oleh iman di dalam seluruh aktivitas kehidupan. Berdasarkan pemahaman inilah kita lihat betapa besarnya keterlibatan gereja di berbagai sektor kehidupan: sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dan seterusnya. Dan ini membedakannya dengan “gereja-gereja bebas” yang menarik diri dari tanggung jawab di dalam bidang-bidang kehidupan nyata tersebut. <br /><br />Aktivitas Sosial GMIM.<br />GMIM sebagai sebuah organisasi aktivitasnya digerakkan melalaui Bidang-bidang (departemen-departemen), yayasan-yayasan dan Komisi Pelayanan Kategorial, yang berada dalam naungan Badan Pekerja Sinode GMIM. Dalam BPS GMIM terdapat Bidang Ajaran Ibadah dan Tata Gereja, Bidang Missi dan Oikumene, Bidang Teritorial dan Kemitraan, Bidang Pekerja GMIM dan Pelayanan Khusus, Bidang Fungsional, Bidang PSDD, Yayasan Perguruan Tinggi Kristen GMIM, Yayasan Pendidikan dan Persekolah Kristen GMIM, Yayasan Ds.A.Z.R. Wenas, Yayasan Kesejahteraan Pekerja GMIM, Yayasan Kesehatan, Yayasan Komunikasi, sera Kopelka (PKB, WKI, Pemuda, Remaja dan Anak).<br /><br />Aktivitas di Bidang Pendidikan.<br />Pada tanggal 7 Oktober tahun 1962 berdiri Perguruan Tinggi Theologia GMIM, kemudian pada tanggal 20 Oktober tahun 1965 didirikan Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT). Perguruan Tinggi Theologia menjadi salah satu fakultas dari UKIT.<br />Fakultas Theologi UKIT mempunyai 4 konsentrasi yaitu: Alkitab dan Tradisi; Agama Budaya dan Masyarakat; Seni; dan Ministry (Pelayanan). Jumlah mahasiswanya 900 orang, pada tahun 2004 berjumlah 1300 orang, sebagian besar mahasiswanya adalah wanita. Mahasiwanya berasal dari 24 gereja (denominasi), ada yang berasal dari Nias, Ambon, Papua dan terbanyak dari Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo.<br />Di Fakultas ini tersedia 48 orang dosen tetap, dan 47 orang dosen tidak tetap. Dilihat dari segi pendidikan dosen tetap tersebut terdiri dari mereka yang berpendidikan S.I. 10 orang, S2 36 orang dan S3 7 orang. Dosen tidak tetap berasal dari Universitas Samratulangi (Unsrat) dan Universitas Manado (Unima).<br />UKIT mempunayai 7 fakultas, yang terdiri dari Fakultas Hukum, FKIP, MIPA, Pertanian, Tehnik, Psikologi dan Theologi. Fakultas yang paling banyak mahasiswanya adalah Fakultas Theologi dan Fakultas Hukum.<br />Untuk pendidikan dari TK sampai Sekolah Menengah Atas terdapat 862 buah sekolah, yang terdiri dari TK 404 buah, SD 366 buah, SLB 2 buah, SMP 64 buah, SMA 19 buah, dan SMK 7 buah. Jumlah siswa yang ditampung berjumlah 59.535 siswa, terdiri dari siswa pria sebanyak 29.764 orang dan wanita 29.761 orang. Adapun perinciannya untuk tingkat TK 8.791 siswa, SD 39.797 siswa, SLB 62 siswa, SMP 5.956 siswa, SMA 2.894 siswa, SMK 2.025 siswa. Kalau dilihat rata-rata jumlah siswa persekolah maka diperoleh data sebagai berikut: untuk TK setiap sekolah mempunyai 22 orang siswa, untuk SD 109 siswa, SLB 31 siswa, SMP 93 siswa, SMA 152 siswa dan SMK 289 siswa. Dari data diatas ternyata sekolah yang terbanyak jumlah siswanya, rata-rata persekolah adalah Sekolah Mengah Kejuruan (Tehnik, Ekonomi, Pertanian, Taata Boga/Busana/Akomodasi/Perhotelan). Bagi mereka yang bersekolah di sekolah milik YPPK- GMIM mempunyai kewajiban: mengikuti Pendidkan Agama Kristen sesuai dengan Pengakuan dan Ajaran GMIM; karena suasana kehidupan Kristiani dinayatakan dalam seluruh proses belajar nebgajar, amak sebelum siswa belajar dan keluar dari sekolah harus mengikuti ibadah; Ibadah bersama yang dilaksanakan pada hari Senin/Sabtu atau hari raya keagamaan, dipungut derma/ persembahan; setiap siwa wajib mempelajari nyanyian yang diajarkan oleh guru berdasarkan buku nyanyian yang diakui oleh gereja. Kewajiban ini tampaknya berlaku pada semua murid baik yang beragama Kristen atau bukan. <br /><br />Aktivitas di Bidang Kesehatan.<br />Pelayanan dan pekerjaan diakonia di bidang pelayanan kesehatan adalah wujud nyata dari amanat dan panggilan gereja di tengah-tengah masyarakat, sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Tata Gereja GMIM 1999 Bab III Pasal7 ayat 3 dan 4. Pelayanan dan pekerjaan diakonia GMIM di bidang kesehatan adalah implementasi dari Gereja yang menyembuhkan.<br />Mengingat luasnya wilayah pelayanan kesehatan GMIM di tanah Minahasa, maka untuk tugas kordinasi pelayanannya dibagi menjadi tiga wilayah yakni : <br />Wilayah Pelayanan Kesehatan Minahasa Utara, kordinatornya adalah RSU Pancaran Kasih Manado, dengan wilayah-wilayah GMIM yang berada di kota Manado, Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Bitung.<br />Wilayah Pelayanan Kesehatan GMIM Minahasa Tengah, kordinatornya adalah RSU Betehesda GMIM Tomohon, dengan wilayah-wilayah GMIM yang terletak di kota Tomohon dan Kabupaten Minahasa.<br />Wilayah Pelayanan Kesehatan GMIM Minahasa Selatan, kordinatornya adalah RSU Kalooran GMIM Amurang, dengan wilayah-wilayah GMIM yang terletak di Kabupaten Minahasa Selatan dan sebagian Kabupaten Minahasa. <br />Program Pelayanan Kesehatan GMIM dilaksanakan oleh unit pelaksananya yakni: Unit Pengembangan dan Pemanfaatan Obat Asli Indonesia, Pusat Latihan Kesehatan GMIM, Akademi Keperawatan Bethesda Tomohon, Lima (5) buah Rumah Sakit Umum, (RSU Bethesda Tomohon, RSU Pancaran Kasih Manado, RSU Kalooran Amurang, RSU Siloam Sonder, RSU Tonsea Airmadidi) dan empat (4) Rumah Bersalin (RB Lidya Tondano, RB Syalom Tompaso Baru, RB Kaeluden Girian dan RB Iwekahlesan Lobu).<br />Dari 14 buah lembaga Kesehatan yang dimiliki oleh GMIM pada tahun 2004 diperoleh pemasukan sebesar Rp 38.721.062.022.73, sedangkan pengeluaran sebesar Rp 36.958.830.040.41, sehingga diperoleh Saldo sebesar Rp 1.762.231.982.32.5<br /><br />Aktivitas Yayasan Sosial A.Z.R Wenas.<br />Yayasan ini dibentuk pada tahun 1995 dengan mengabadikan nama seorang tokoh dan pendiri GMIM yang sangat berjasa bagi perkembangan GMIM pada masa-masa awal berdirinya. Yayasan ini menggalang, mengumpulkan dan menyalurkan dana bagi Panti-Panti Asuhan GMIM dan memberikan bea - siswa bagi siswa dan mahasiswa berprestasi dari keluarga yang kurang mampu, membantu keluarga/jemaat/ masyarakat yang ditimpa bencana.<br />Unit-unit pelayanan yayasan ini terdiri dari Panti Asuhan Nazareth Tomohon; Panti Asuhan Dorkas di Tondano; Panti Walene Oki Bethesda Tomohon; Panti Penyantunan Panyandang Cacad Tuna Rungu Damai Tomohon; dan Panti Sosial Tuna Netra Bartemeus Manado.<br />Sejak tahun 2002 pelayanan panti tidak hanya mengkhususkan pada anak yatim/yatim piatu tetapi juga anak-anak dari latar belakang permasalahan sosial ( masalah ekonomi,keluarga miskin, keluarga retak/orang tua telah bercerai), untuk itu kedepan perlu dikembangkan model pelayanan panti yang tepat sesuai dengan perkembangan zaman.<br /><br />KESIMPULAN.<br />GMIM berdiri pada tanggal 30 September 1934. Ketika beridiri GMIM masih berada dibawah pengaruh Pemerintah Belanda, dimana kepengursan Sinode ditunjuk oleh Pemerintah Belanda dan berasal dari orang Belanda. Baru pada masa penjajahan Jepang kepengurusan GMIM berada ditangan orang Minahasa. Pada masa ini gereja mengalami kesulitan karena segala biaya harus ditanggung sendiri oleh jemaat. Sampai dengan tahun 1990 GMIM merupakan gereja suku, baru melalui Tata Gereja tahun 1990 GMIM berubah menjadi gereja local yang plural, dengan menambahkan kata “di” depan kata Minahasa. Sekarang GMIM berkembang dengan pesat dan merupakan gereja Kristen terbesar ketiga di Indonesia. Anggota GMIM sekarang berjumlah 800.000 orang terbagi dalam 808 jemaat, dan 88 wilayah pelayanan.<br />Struktur kepemimpinan dalam GMIM bersifat Presbyterial Sinodal, yaitu yang menjadi pimpinan gereja bukan hanya pendeta tetapi juga dari para anggotanya, namun anggota-anggota itu dipilih sebagai pelayan khusus seperti pendeta, penatua, syamas (diaken) dan guru agama. Keputusan ditetapkan bersama melalui musyawarah. Ada tiga tingkatan kepngurusan GMIM yaitu Jemaat, Wilayah dan Sinode.<br />GMIM sebagai sebuah gereja yang diwarisi dari Zending Belanda, menganut ajaran Calvinisme. Tetapi dalam perjalanan selanjutnya GMIM tidak menganut faham tersebut secara penuh, dan sesuai perkembangan baik theology dan Tata ibadahnya mengalami perubahan sesuai dengan konteks Indonesia dan Minahasa.<br />Aktivitas social yang dikembangkan oleh GMIM nampaknya melanjutkan karya social pada masa Zending, yaitu bergerak dibidang pendidikan, dan Kesehatan, hanya yayasan A.Z.R Wenas yang bergerak melayani panti asuhan yang merupakan aktivitas social yang baru.<br />GMIM sebagai organisasi gereja terbesar di Minahasa, menurut pandangan pemuka agama Islam, Advent Hari Ketujuh, dan Katolik bersifat toleran dan mengayomi kelompok minoritas.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2801355431934248608.post-33113149062503115582009-04-11T09:53:00.000+07:002009-04-11T10:12:56.320+07:00RESUME HASIL PENELITIAN TENTANG KAHARINGAN<meta equiv="CONTENT-TYPE" content="text/html; charset=utf-8"><title></title><meta name="GENERATOR" content="OpenOffice.org 3.0 (Win32)"><style type="text/css"> <!-- @page { margin: 0.79in } P { margin-bottom: 0in; text-align: justify } --> </style> <p style="text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><span style="font-size:85%;">Pada tahun 2002 Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan mengadakan penelitian tentang Kaharingan di Kalimantan Tengah dengan mengambil lokasi di Palangkaraya dan Kabupaten Kapuas. Penelitian ini dilakukan karena adanya tuntutan dari sebagian penganut Kaharingan untuk diakui sebagai agama dan meminta agar ada struktur yang menangani Kaharingan di Departemen Agama.</span></p> <p style="text-indent: 0.5in; line-height: 150%;"><span style="font-size:85%;">Adapun temuan hasil penelitian tersebut dapat dibaca pada uraian dibawah ini: </span> </p> <ol><li><p style="line-height: 150%;"><span style="font-size:85%;">Pemerintah Orde Baru menerapkan kebijakan pembinaan terhadap kepercayaan local dengan mengarahkan agar kepercayaan tersebut menginduk kepada salah satu dari lima agama besar. Dalam pelaksanaannya kebijakan tersebut tidak selalu berdampak positif. Banyak penganut kepercayaan lokal yang merasa diposisikan secara marjinal dan hanya menjadi korban kebijakan pemerintah (Kustini, 2002).</span></p> </li><li><p style="line-height: 150%;"><span style="font-size:85%;">Salah satu sistem kepercayaan lokal yang berkembang di Propinsi Kalimantan Tengah adalah Kaharingan. Kepercayaan tersebut dianut oleh sebagian suku dayak yang merupakan etnik dominan di wilayah tersebut. Pemerintah mengarahkan penganut kepercayaan Kaharingan untuk menginduk kepada agama Hindu sebagai agama induk, sehingga mereka dinamakan Hindu Kaharingan.. </span> </p> </li><li><p style="line-height: 150%;"><span style="font-size:85%;">Era reformasi meniupkan udara segar buat pemeluk agama lokal untuk mendapat pengakuan resmi dari pemerintah, terutama sejak masa pemerintahan Abdurrahman Wahid.. (Nuhrison, 2002).</span></p> </li><li><p style="line-height: 150%;"><span style="font-size:85%;">Jumlah penganut Kaharingan di Kalimantan Tengah </span><span style="font-family:Arial,sans-serif;"><span style="font-size:85%;">±</span></span><span style="font-size:85%;"> 300.000 orang. Jumlah ini hanya perkiraan, tidak ada data yang pasti. </span> </p> </li><li><p style="line-height: 150%;"><span style="font-size:85%;">Menurut Basir (kyai dalam Islam) Tian Agan, </span><span style="font-size:85%;"><i><b>Tuhan dalam agama Kaharingan disebut Ranying Hatala Langit, Jhata Balawang Bulan, Kanaruhun Bapager Hintan, Sahur Baragantung, Palapah Baratuyang Hawun.</b></i></span><span style="font-size:85%;"> Artinya : Tuhan yang Maha Besar, yang memiliki Sinar Suci, kemuliaan yang tiada tara, tempat menaruh harapan yang tidak terbatas dan memiliki kuasa yang Maha Tinggi (bagaikan langit). Bumi dan langit serta alam semesta beserta isinya diciptakan oleh </span><span style="font-size:85%;"><b>Ranying Hatala Langit (Tuhan Yang Maha Esa).</b></span></p> </li><li><p style="line-height: 150%;"><span style="font-size:85%;">Selain alam dunia, penganut agama Kaharingan juga percaya akan adanya alam gaib yang dihuni oleh Sangiang dan parajin sebagai pembantu Tuhan. Konsep ini hampir sejalan dengan konsep Malaikat dalam agama Islam. </span> </p> </li><li><p style="line-height: 150%;"><span style="font-size:85%;"><i>Selain Sangiang sebagai pembantu Tuhan, penganut Kaharingan juga percaya bahwa ada orang yang menerima ajaran (berita) dari Tuhan (Nabi dalam Islam). Mereka adalah : Raja Bunu, Bawiyah (perempuan), Hawun Barun-Barun, dan Bandar Huntip Batu Api.</i></span></p> </li><li><p style="line-height: 150%;"><span style="font-size:85%;">Bandar Huntip Batu Api (yang juga merupakan titisan Sangiang), kehadirannya sangat jauh jaraknya dengan ketiga nabi lainnya. </span><span style="font-size:85%;"><i>Bandar tidak hanya menerima wahyu keagamaan tetapi juga ajaran-ajaran tentang sosial, politik moral, hukum adat, ilmu perang, ilmu pemerintahan dan cara-cara bermasyarakat.</i></span><span style="font-size:85%;"> Oleh sebab itu Bandar Huntip Batu Api dikenal pula sebagai raja yang adil dan sukses. Ia diberi gelar “Anak Janatha Lampang, Hatuen Sangiang Hadurut, artinya anak sangiang yang menguasai air, dan dianggap anak Sangiang yang datang dari langit. Sampai sekarang setiap 41 minggu diperingati hari lahir Bandar Huntip Batu Api, yang disebut Sansana Bandar (membaca cerita tentang Bandar). Pada tahun ini (2002) diperingati kelahiran Bandar yang ke 11447. Ia tidak mati, oleh sebab itu tidak terdapat kuburannya.</span></p> </li><li><p style="line-height: 150%;"><span style="font-size:85%;"><i>Ibadah (ritual) dalam agama Kaharingan ada dua macam yaitu Manyanggar dan Basarah. Manyanggar</i></span><span style="font-size:85%;"> yaitu memberikan sesajen kepada makhluk-makhluk halus agar dia tidak mengganggu (agar ia menghindari tempat tersebut). Sesajen itu diletakkan di tempat yang diperkirakan ada makhluk halusnya. Basarah artinya menyerahkan diri kepada Tuhan. Basarah biasanya dilakukan di Balai Kaharingan. Ada tiga macam basarah yaitu basarah perorangan, basarah keluarga dan basarah umum. Basarah perorangan yaitu berdo’a sendiri, menabur beras kuning, atau meletakkan telor di tempat-tempat yang sakral (keramat). Basarah Keluarga biasanya dikerjakan di rumah masing-masing, waktunya disesuaikan dengan kebutuhan. Sedangkan basarah umum diadakan di Balai Kaharingan, dihadiri oleh banyak umat Kaharingan.</span></p> </li><li><p style="line-height: 150%;"><span style="font-size:85%;">Dalam setiap upacara persembahyangan atau upacara basarah, penganut Kaharingan juga bersama-sama melantunkan </span><span style="font-size:85%;"><i>Kandayu atau nyayian suci. </i></span><span style="font-size:85%;">Ada beberapa jenis kandayu: </span><span style="font-size:85%;"><i>a.Kandayu Manyarah Sangku Tambak Raja. b.Kandayu Mantang Kayu Erang . c.Kandayu Parewei.. d.Kandayu Mambur Behas Hambaruan.</i></span></p> </li><li><p style="line-height: 150%;"> <span style="font-size:85%;"><i><b>Balian adalah suatu upacara ritual Kaharingan</b></i></span><span style="font-size:85%;"><i>.</i></span><span style="font-size:85%;"> Ada tiga kelompok besar upacara balian, Pertama, upacara balian untuk kesejahteraan hidup (15 upacara). Kedua, balian untuk roh leluhur penjaga desa wilayah (5 upacara). Ketiga, balian pada upacara kematian. Upacara Balian dipimpin oleh seorang </span><span style="font-size:85%;"><i>Basir Ufu</i></span><span style="font-size:85%;">, (basir yang senior), dan didampingi oleh Basir pengampit. Dalam upacara Balian selalu dibunyikan “</span><span style="font-size:85%;"><i>Katimbung</i></span><span style="font-size:85%;">”. Selain itu ada pula yang disebut “</span><span style="font-size:85%;"><i>Manabur</i></span><span style="font-size:85%;">” yaitu beras kuning dikasih minyak kelapa, lalu dinyalakan kemenyan, kemudian ditabur baik bagi roh yang jahat, dan roh yang baik. Manabur dipimpin oleh “</span><span style="font-size:85%;"><i>Pisur</i></span><span style="font-size:85%;">” (pembantu Basir atau orang yang punya pengetahuan setingkat).</span></p> </li><li><p style="line-height: 150%;"><span style="font-size:85%;">Seluruh ajaran tentang keimanan, ritual dan tata cara pelaksanaan upacara bersumber pada satu kitab suci agama Kaharingan yang disebut </span><span style="font-size:85%;"><i><b>Panaturan.</b></i></span><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;"><i>Kitab ini terdiri atas 63 pasal, dengan tebal 652 halaman</i></span><span style="font-size:85%;">. Kitab suci ini ditulis dalam bahasa Dayak Kuno (Sangiang). Pada tahun 1996 kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia melalui kerjasama antara Pemerintah daerah setempat dengan Hanno Kampff Meyer MA, seorang Mahasiswa Fakultas Antropologi dari Universitas Munchen Jerman.</span></p> </li><li><p style="line-height: 150%;"><span style="font-size:85%;">Menurut keterangan beberapa orang pejabat pemerintah setempat, pada awalnya, semua orang Dayak merupakan pemeluk Kaharingan. Dalam perkembangan kemudian, sejalan dengan kebijakan yang diterapkan pemerintah, penganut agama Kaharingan kemudian pindah ke agama lain. Sekarang ini penganut Kaharingan mengalami perpecahan, paling tidak menjadi dua kubu. </span><span style="font-size:85%;"><i><b>Pertama, penganut Kaharingan yang ingin melakukan integrasi dengan agama lain. Kedua, mereka yang tetap ingin menjalankan agama Kaharingan secara murni.</b></i></span><span style="font-size:85%;"> Secara realitas, eksistensi Kaharingan memang ada dalam masyarakat, oleh sebab itu pemerintah berusaha untuk memberikan pelayanan kepada mereka. Agama Kaharingan dan Agama Hindu jelas berbeda, kitab sucinya berbeda, jadi tidak bisa dua agama disatukan dan dua-duanya diamalkan. </span> </p> </li><li><p style="line-height: 150%;"><span style="font-size:85%;">Menurut keterangan salah seorang Informan ia merasa ditipu, suatu ketika ia diminta menandatangani surat pernyataan, sebagai dukungan keberadaan Kaharingan. Tetapi ternyata penganut Kaharingan bergabung dengan agama Hindu sehingga timbullah istilah Hindu Kaharingan</span><span style="font-size:85%;"><i>. </i></span><span style="font-size:85%;"><i><b>Agama Hindu Kaharingan percampuran dua agama menjadi satu yaitu ¼ Hindu dan ¾ Kaharingan. Kemudian Orang Kaharingan digiring mengamalkan ajaran agama Hindu. Akibatnya terjadi kamuflase, diluar Hindu tapi yang diamalkan adalah Kaharingan.</b></i></span><span style="font-size:85%;"> Informan lain mengatakan semua orang Dayak adalah pengamal Kaharingan. Walaupun mereka memeluk agama lain (Kristen, Katolik, Hindu, kecuali Islam) tetap mengamalkan ajaran Kaharingan. Kebanyakan mereka memeluk agama lain (kecuali Islam) karena kepentingan tertentu, seperti untuk mengurus KTP, untuk bekerja. Dua orang dosen STAIN Palangkaraya mengatakan secara realitas Kaharingan adalah agama, paling tidak agama Bumi. Kalau agama Hindu dan Budha disebut agama Bumi, dan dilayani pemerintah, selayaknya agama Kaharingan, juga mendapat pelayanan dari pemerintah.</span></p> </li><li><p style="line-height: 150%;"><span style="font-size:85%;"><i>Mengacu pada pendekatan sosiologis, Kaharingan bisa digolongkan sebagai agama bumi atau agama lokal. Ajaran Kaharingan secara realitas masih diamalkan oleh orang Dayak, termasuk sebagian dari mereka yang sudah memeluk agama lain, selain Islam.</i></span></p> </li><li><p style="line-height: 150%;"> <span style="font-size:85%;"><i>Faktor yang memungkinkan munculnya tuntutan untuk berdiri sendiri, adalah terjadinya perubahan kebijakan pemerintah terhadap kelompok-kelompok yang terpinggirkan pada masa Orde Baru. Kebijakan ini terutama menonjol pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Disahkannya UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, turut mendorong munculnya tuntutan untuk memisahkan diri dari agama Hindu.. Selain itu pada akhir-akhir ini adanya usaha dari orang-orang tertentu untuk melarang penganut Kaharingan untuk memakai atribut kaharingan dalam upacara-upacara keagamaan mereka (Hindunisasi).</i></span></p> </li><li><p style="line-height: 150%;"><span style="font-size:85%;"><i>Dalam menanggapi keinginan penganut Kaharingan untuk diakui sebagai agama, paling tidak ada dua pendapat. Pertama, pihak yang melihat bahwa keinginan itu hanya berasal dari segelintir orang yang terkait dengan kepentingan subjektif dari pengurusnya. Tetapi pada pihak lain menanggapi bahwa permintaan tersebut merupakan sesuatu yang wajar sehingga perlu direspon sejauh tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku.</i></span></p> </li><li><p style="line-height: 150%;"> <span style="font-size:85%;"><i>Mengingat secara realitas ajaran Kaharingan masih diamalkan oleh sebagian masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah, maka agar kelompok ini tidak merasa di anak tirikan, maka diharapkan pemerintah daerah Propinsi Kalimantan Tengah mengakomodasi tuntutan mereka, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Paling tidak bantuan untuk</i></span><span style="font-size:85%;"><b> </b></span><span style="font-size:85%;"><i><b>agama Hindu, disisihkan secara proporsional untuk Kaharingan, karena secara realitas penganut Hindu yang terbanyak di Kalimantan Tengah adalah penganut Kaharingan</b></i></span></p></li></ol> Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2801355431934248608.post-9571174319751175432009-04-11T09:35:00.000+07:002009-04-11T09:43:45.641+07:00ALIRAN SATRIO PININGIT WETENG BUWONO1. Pimpinan dan Alamat Aliran.<br />Aliran Satrio Piningit Weteng Buwono dipimpin oleh Agus Imam Solichin, beralamat di Jl Kebagusan II, RT 10 RW 06 No 37, Pasar Minggu Jakarta Selatan. Rumah tersebut milik A. Kusmana. Sebelumnya mereka bermarkas di Jl Masjid Al-Mu’awanah No 2, RT 07/ 12, Kampung Rawa Aren, Kelurahan Aren Jaya, Bekasi Timur, Jawa Barat. Praktek di sini berlangsung selama 6 bulan pada tahun 2002.<br />Menurut H.Muhamad Nagan warga Rawa Aren, waktu di Bekasi pengikutnya sebanyak 15 orang, (sekarang pengikutnya kurang jelas, ada yang mengatakan 40 orang, tetapi ada juga yang mengatakan 50 orang).. Ritualnya dilakukan hampir setiap malam berupa membaca kitab tertentu, memakai pakaian baju koko, dan memakai peci merah putih (ada yang mengatakan memakai ikat kepala merah putih). Sehabis ritual biasanya pengikutnya tidak pulang, mereka tidur bersama-sama dirumah itu bercampur antara laki-laki dan perempuan. Pada suatu hari jumat, saat orang mengerjakan shlat Jum’at Agus bersama pengikutnya menggelar ritual di halaman rumah. Kegiatan tersebut dipaksa berhenti oleh warga, tetapi esoknya ritual tersebut di gelar kembali. Warga kesal dan jengkel dibuatnya, kemudian mengusir Agus dari tempat tersebut, sehingga sejak itu Agus tak kembali dan pindah ketempat lain.<br />Menurut H.Nagan, Agus pada mulanya dianggap sebagai orang pintar (dukun) yang dapat mengobati orang sakit, Agus mulai melakukan hal yang dianggap aneh sejak tahun 2002, saat itu ia telah mulai melakukan ritual dan menyebarkan ajarannya. Agus beristerikan Sutari dan mempunyai tiga orang anak.<br /><br />2. Pokok-Pokok Ajarannya.<br />Sampai saat ini belum jelas apa yang menjadi ajaran pokok aliran ini. Dari berita koran dan internet, hanya berupa pernyataan dari para pengikutnya yang menyebutkan praktek yang dilakukan seperti: tidak shalat, tidak puasa, ritual telanjang dan mengadakan hubjungan secara bersama-sama di depan pimpinannya (Agus Imam solichin). Selain itu menurut Eko salah seorang pengikutnya, Agus juga mengajarkan tentang hakekat dan tarekat. Tapi tidak dijelaskan oleh Eko yang dimaksud dengan hakekat dan tarekat tersebut. Tentang ritual telanjang, dikatakan karena meniru suasana di surga, karena di surga semua orang telanjang. Kalau menolak melakukan ritual telanjang, akan dimasukkan ke dalam neraka jahanam. Agus juga mengajarkan hubungan sek secara bersama-sama, ritual ini biasanya dilakukan pada malam Jum’at, tetapi menurut Kusmana dapat dilakukan kapan saja. Ritual ini paling ramai dilakukan pada taun 2005 dimana ada enam pasangan suami isteri yang melakukannya.. Pada saat ritual berlangsung Agus selaku pimpinan berdiri di dalam kamar dan menyaksikan pengikutnya menjalani ritual. Ritula itu menurut Agus mencontoh penciptaan Nabi Adam. Menurut Kusmana dalam ritual tersebut tidak terjadi tukar menukar pasangan, tetapi berdasarkan informasi warga bahwa aliran tersebut diduga menghalalkan ganti-ganti pasangan pada saat menjalani ritual.<br />Ada 13 ritual yang dijalan oleh pengikut aliran ini. Selain seks bersama-sama, Agus juga memandikan para pengikut yang melakukan pengakuan dosa. Kalau pengikutnya bersalah, lalu dimandikan. Dalam melakukan ritual mereka menyanyikan lagu cucak rowo, lagu Jawa dan Indonesia Raya. Ritual biasanya dilakukan pada jam 093.00 pagi, menurut Asnawi ketua RT setempat Agus juga melarang pengikutnya untuk berobat ke dokter karena dianggap haram, sebab tidak natural Akibatnya sudah dua orang pengikutnya (Ratna Ayu Kusumaningrum dan santi) meningal dunia..<br />Agus mengaku sudah menyatu dengan Tuhan atau manunggaling kawula Gusti, oleh sebab itu dia membebaskan pengikutnya dari kewajiban shalat, puasa dan Zakat. Dia juga mengajarkan tentang kesabaran, keikhlasan dan tawakkal dalam setiap pengajian. Agus memiliki 50 orang pengikut, dan syaratnya sudah berkeluarga.<br />Menurut Eko Agus telah mengalami dua fase (tahap) yaitu tahap sebagai Imam Mahdi pada tahun 2003-2004 dan sebagai Tuhan pada tahun 2005-2006. Karena mengaku sebagi Tuhan, maka ia mengajak para pengikutnya untuk meninggalkan shalat. Agus berkata: “ Ngapain kalian shalat, ngapai kalian puasa karena saya sudah wujud, dengan bersabar itu juga berarti sudah melaksanakan puasa”. Selain itu pada tahun 2006 Agus mengaku sebagai titisan Soekarno. Oleh sebab itu dilantai dua dari rumah Eko terdapat puluhan gambar mantan Presiden Soekarno, disamping alat-alat musik seperti gitar dan piano.<br /><br />3. Tanggapan –Tanggapan<br />Menurut Hasrul Azwar ketua komisi VIII DPR-RI mengatakan: “terkutuk benar orang itu, segera tangkap dan amankan sebelum dihakimi massa dan menyebarkan ajarannya lebih jauh”, Dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, dan dia harus dipenjara seperti Lia Eden.<br />Badan Kordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) Kotamadya Jakarta Selatan telah memutuskan bahwa ajaran Satrio Piningit Weteng Buwono menyimpang. Dari nilai-nilai agama serta undang-undang. Yang jelas kegiatan yang mereka lakukan menyimpang, menurut Ketua Bakor Pakem Jakarta Selatan Setya Untung Arumulyadi (Okezone 30/1/2009). Bakor Pakem masih melakukan pendalaman dengan menginventarisir kegiatan, model organisasi, dan ajaran Satrio Peningit. Kalau memenuhi persyaratan sebuah aliran, baru akan ditentukan apakah sesat atau tidak.<br />Dirjen Bimas Islam Prof.Dr Nasarudin Umar menyarankan agar pimpinan aliran mesum tersebut, menmui psikiater untuk berkonsultasi tentang orientasi seksualnya. Ditengarai Agus memiliki kelainan seksual. Dalam teori psikologi ada individu baru mencapai kepuasan seksual, jika melihat orang lain melakukan hubungan seksual. Pada tahap selanjutnya, individu bersangkutan baru akan merasa puas jika melihat isterinya melakukan hubungan badan dengan orang lain. Dugaan adanya penyimpangan seksual muncul karena pengikutnya disuruh untuk melakukan hubungan seks secara besama-sama. Dari aspek keagamaan kami siap untuk membinanya. Untuk sementara Departemen Agama menunggu hasil pemeriksaan kepolisian terhadap Agus. Setelah proses pidana pencabulan yang dilakukan selesai, maka Depag akan membantu dalam menyelidiki apakah ada unsure penodaan agama dalam praktek ritual aliran Satrio Piningit.<br />Menurut Prof.Dr Aminudin Kasdi apa yang diklaim oleh Agus bahwa dirinya telah manunggal dengan gusti tidaklah tepat. Munculnya sekte ini lebih merupakan sebagi sebuah perlawanan dari kelompok masyarakat yang mengalami keterasingan secara social dan budaya ditengah cepatnya perubahan masyarakat akibat kemajuan teknologi dan globalisasi ekonomi. Karena tak mampu mengikuti perubahan itu, sebuah kelompok masyarakat kemudian berusaha mempertahankan eksistensinya dengan membentuk komunitas untuk melakukan perlawanan sekaligus menegaskan identitas mereka. Mereka ingin menghidupkan nilai-nilai yang mereka yakini benar dan baik. Dan itu bentuk perlawanan menurut mereka. (Surya, 31/1/2009).<br />Jasman Panjaitan, Kapuspenkum mengatakan Bakor Pakem masih mempelajari dan mendalami aliran Satrio Peningit Weteng Buwono. Tapi ancamannya pembubaran dan pemidanaan akan diberikan bila terbukti melakukan penyimpangan. Menurutnya kalau benar ada symbol agama yang digunakan langkah pertama adalah dibubarkan, dan dilanjutkan dengan langkah hukum. Kalau menodai agama akan masuk pasal 156 A KUHP.<br />Sedangkan menurut Permadi merebaknya aliran-aliran sesat di tanah air adalah sebuah pertanda mulai masuknya zaman edan. Menurutnya factor ekonomi dan situasi serba sulit yang kini dihadap masyarakat adalah kondisi yang ikut menyuburkan fenomena semacam ini. Rasa frustasi masyarakat inilah yang kemudian dimanfaatkan segelintir orang untuk mengambil keuntungan dengan membawa ajaran baru dan mengklaim diri sebagai Nabi bahkan Tuhan.Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2801355431934248608.post-45549398486940881942009-04-11T09:28:00.000+07:002009-04-11T09:31:06.227+07:00Kerukunan Hidup Beragama Menurut Islam: Suatu Studi Atas Pemikiran Nurcholish Madjid<meta equiv="CONTENT-TYPE" content="text/html; charset=utf-8"><title></title><meta name="GENERATOR" content="OpenOffice.org 3.0 (Win32)"><style type="text/css"> <!-- @page { margin: 0.79in } P { margin-bottom: 0.08in } --> </style> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman, serif;">Tesis ini membahas tentang “Kerukunan Hidup Beragama Menurut Islam, Suatu Studi Atas Pemikiran Nurcholish Madjid”. Seperti kita ketahui bahwa bangsa Indonesia termasuk bangsa yang majemuk dalam hal agama. Kemajemukan tersebut mengandung dua sisi, pada satu sisi merupakan aset bagi bangsa Indonesia, pada sisi lain rawan terhadap munculnya konflik berdasarkan agama. Untuk mencegah munculnya konflik berdasarkan agama maka diperlukan pemikiran keagamaan yang kondusif bagi terciptanya kerukunan dan harmoni sosial dalam masyarakat. Nurcolish Madjid selama ini dikenal sebagai seorang cendekiawan yang banyak memberikan kontribusi pemikirannya dalam menciptakan masyarakat yang rukun baik intern maupun antar agama.</span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman, serif;">Permasalahan pokok yang dikaji melalui tesis ini adalah: Pemikiran Nurcholish Madjid Tentang Kerukunan Hidup Beragama. Dari permasalahan pokok tersebut kemudian dikaji sub permasalahan yaitu: pengertian kerukunan, keadaan kerukunan baik intern maupun antar, asas-asas kerukunan, ajaran Islam tentang kerukunan, pemikiran tentang kerukunan baik intern maupun antar, faktor pendorong dan penghambat, dan solusi yang ditawarkan. Untuk mengkaji permasalahan tersebut digunakan metode studi kepustakaan (library research), yaitu mengkaji pemikiran Nurcholish Madjid melalui tulisan-tulisannya yang ada kaitannya dengan kerukunan. Untuk menganalisis data dilakukan secara kualitatif deskriptif, dengan menguraikan dan menggambarkan pemikiran Nurcholish Madjid tentang kerukunan sebagaimana diungkapkannya dalam berbagai tulisannya baik dalam buku, makalah, maupun media massa.</span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in;" align="justify"><span style="font-family:Times New Roman, serif;">Berdasarkan pembahasan yang dilakukan terhadap pemikiran Nurcholish Madjid, ditemukan hasil sebagai berikut: Pada umumnya pemikiran yang dikembangkan oleh Nurcholish Madjid dapat mendukung terciptanya kerukunan baik intern maupun antar umat beragama. Untuk menciptakan kerukunan dikalangan intern umat Islam, ia mengajukan pemikiraan tentang persaudaraan sesama muslim (ukhuwwah Islamiyah), mengakui perbedaan pendapat, mengembangkan pemahaman keagamaan yang inklusif, mengikuti faham keagamaan yang moderat (jama’ah), relatifisme internal dalam menganut suatu faham, dan non partisan. Sedangkan untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama dikembangkan pemikiran tentang pluralism agama, mengakui kebebasan beragama, menjalin hubungan yang baik dengan para pemilik kitab suci (Ahli Kitab), mengembangkan pemikiran tentang hubungan antara agama dan negara yang menguntungkan semua pihak. Selain itu tesis ini juga menghasilkan pemikiran Nurcholish Madjid tentang faktor kultural yang dapat mendorong dan menghambat terciptanya kerukunan, dan solusi yang ditawarkannya untuk mengatasi berbagai hal yang dapat memicu munculnya konflik dikalangan penganut agama yang berbeda.</span></p> Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2801355431934248608.post-24644689378389146542009-04-11T09:18:00.001+07:002009-04-11T09:27:04.519+07:00PERUBAHAN PARADIGMA KEAGAMAAN LDII DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN<meta equiv="CONTENT-TYPE" content="text/html; charset=utf-8"><title></title><meta name="GENERATOR" content="OpenOffice.org 3.0 (Win32)"><style type="text/css"> <!-- @page { margin: 0.79in } P.sdfootnote { margin-left: 0.2in; text-indent: -0.2in; margin-bottom: 0in; font-size: 10pt } P { margin-bottom: 0.08in } A.sdfootnoteanc { font-size: 57% } --> </style> <p style="margin-bottom: 0in;" align="center" lang="fi-FI"><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><b>I</b></span></p> <p style="margin-bottom: 0in;" align="center" lang="fi-FI"><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><b>PENDAHULUAN</b></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in;" align="justify" lang="fi-FI"><br /></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="fi-FI">Keberadaa</span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="fi-FI">n LDII sejak berdirinya selalu dipermasalahkan oleh berbagai kalangan umat Islam. LDII selalu dikaitkan dengan Islam Jama’ah dan Darul Hadits. Berbagai usaha yang dilakukan untuk menghilangkan stigma tersebut, hasilnya nampak sia-sia. Maka berdasarkan saran dari MUI Pusat agar LDII membuat klarifikasi, dan klarifikasi tersebut dinyatakan dalam suatu forum yang resmi. Berdasarkan saran tersebut maka pada Rakernas LDII tahun 2007, dibuat delapan (8) pernyataan atau klarifikasi yang isinya antara lain:</span></span></p> <ol><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="fi-FI"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;">LDII bukan kelanjutan dari gerekan Islam Jama’ah;</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="fi-FI"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;">LDII tidak menggunakan sistem keamiran, tetapi mengembangkan sistem kepemimpinan kolegoal yang bertanggung jawab kepada seluruh anggotanya;</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="fi-FI"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;">LDII tidak menganggap umat Islam yang lain sebagai najis/kafir;</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="fi-FI"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;">Masjid yang dibangun oleh komunitas LDII, terbuka untuk umum;</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="fi-FI"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;">LDII dalam pengayaan ilmu, tidak hanya mendasarkan pada muballigh LDII, tetapi juga muballigh lain yang dipandang mumpuni;</span></p> </li><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="fi-FI"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;">LDII tidak mengajarkan untuk menolak diimami dalam shalat dan sebaliknya.</span></p> </li></ol> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="fi-FI">Untuk melihat pelaksanaan klarifikasi tersebut dilapangan maka dilakukan penelitian di Provinsi Kalimantan Selatan, dengan mengambil lokasi DPD Tingkat Kota Banjarmasin, dan sebagai sampel diambil PC Kecamatan Banjarmasin Timur di Jl Manggis, Gg Nangka No 5-6 Kelurahan Kauripan Kecamatan Banjarmasin Timur, dan PC Banjarmasin Barat di Jl Jendral Sutoyo.S, Gg Purnawirawan II, Kelurahan Pelambuan Kecamatan Banjarmasin Barat.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="fi-FI">Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai Kepala Kanwil Depag</span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="fi-FI"> Provinsi Kalimantan Selatan, Staf Bidang Penais Kanwil dan Kandepag, Kepala Kandepag Banjarbaru, Kasi Penais Banjar Baru, Pengurus Muhammadiyah, Pengurus NU, Sekretaris MUI Provinsi Kalsel, Masyarakat Sekitar (3 orang), Pengurus DPD Provinsi, DPD Kota Banjarmasin, Pengurus PC, muballigh, dan anggota LDII. Selain itu dikumpulkan beberapa dokumen antara lain buku-buku yang digunakan oleh LDII (seperti kitab Khutbah, kitab Hadits Jannah Wan Nar), laporan-laporan pengurus LDII, dokumen MUI tentang LDII, skripsi mahasiswa Fakultas Dakwah IAIN Antasari Banjarmasin (2 orang) dan laporan hasil penelitian Puslit IAIN Antasari Banjarmasin. Observasi dilakukan terhadap shalat jum’at, shalat zhuhur dan pengajian malam Jum’at di Masjid Al-Hidayah Jalan Manggis, shalat zhuhur dan shalat Isya di Masjid Al-Barokah Jl Purnawirawan II, serta shalat Zhuhur dan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Al-Hidayah Kelurahan Loktabat Barat Kota Banjarbaru.</span></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="center" lang="fi-FI"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="center" lang="it-IT"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><b>II</b></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="center"><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="it-IT"><b>PROFIL </b></span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="it-IT"><b>LDII DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN</b></span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="fi-FI">Dalam konteks di Provinsi Kalimantan Selatan, LDII mengalami perjalanan yang panjang. </span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Pada awalnya kelompok ini tergabung dalam organisasi KARTI (Karyawan Tabligh Islam). KARTI didirikan pada tahun 1972 oleh Rahmadi, Santoso Kaidi, Sarjono, dan Yusuf Harahap,BA. Ketika pertama kali berdiri KARTI dipimpin oleh Yusuf Harahap sebagai ketua, dan Drs. Rahmadi sebagai sekretaris.</span></span><sup><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdfootnoteanc" name="sdfootnote1anc" href="#sdfootnote1sym"><sup>1</sup></a></span></span></sup></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Setelah didirikan </span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"> pada tahun 1972 meskipun bersifat regional, KARTI telah mempunyai cabang-cabang dibeberapa darah tingkat II, baik kota maupun kabupaten. Cabang yang pernah didirikan antara lain Banjarmasin, Banjar Baru dan Barito Kuala, bahkan merambah ke provinsi tetangga dengan berdirinya cabang di Palangkaraya. Berdirinya cabang-cabang di daerah tersebut karena penduduknya banyak yang berasal dari etnis jawa. Mereka umumnya para pegawai pemerintah, baik sipil maupun militer. Itulah sebabnya mereka menamakan organisasinya dengan istilah ”karyawan”. Kehadiran organisasi ini sebenarnya lebih bersifat politis untuk mendukung Golkar dalam pemilu 1971. Seperti diketahui pada waktu itu Golkar dituding tidak Islami, untuk menangkis tudingan itu maka sebagai balance KARTI langsung menjadi pendudkung utama Golkar.</span></span><sup><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdfootnoteanc" name="sdfootnote2anc" href="#sdfootnote2sym"><sup>2</sup></a></span></span></sup></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Selama satu dekade KARTI tetap eksis sebagai organisasi regional, hal ini terbukti</span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"> setelah LEMKARI berdiri mereka tidak langsung bergabung. Pada tahun 1984 mereka baru bergabung dalam Lemkari, sejak itu Karti membubarkan diri dan selanjutnya meleburkan diri dalam Lemkari. Sejak bergabung dengan Lemkari pimpinan pertama dipegang oleh Drs Sunaryo dengan sekretaris H.M.Slamet. Motivasi bergabungnya mereka kedalam Lemkari ada tiga hal, yaitu: (1) ingin menyatukan dana (daerah dan pusat), (2) menyatukan umat, dan (3) meningkatkan sumber daya manusia.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Keberadaan LDII sendiri baru muncul pada MUBES IV Lemkari bulan November 1990, meskipun demikian LDII mengklaim kelahirannya tanggal 3 Januari 1972 sesuai dengan kelahiran Lemkari ( lihat Bab I Pasal 2 AD/ART LDII). </span></span><sup><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdfootnoteanc" name="sdfootnote3anc" href="#sdfootnote3sym"><sup>3</sup></a></span></span></sup></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Sekarang ini DPD LDII Provinsi Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ir. H. Mohamad Darban, MM, seorang pejabat di Dinas </span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Selatan, sedangkan sekretarisnya Dedi Supriatna, seorang guru fisika disebuah SMK Negeri dan Dosen pada Universitas Islam Kalimantan. LDII telah terdaftar di Badan Kesbang Linmas Provinsi Kalimantan Selatan dengan No Inventarisasi 220/025/Kesbang, tertanggal 18 September 2008.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">DPD Provinsi Kalimantan Selatan membawahi 10 DPD Kabupaten/Kota yaitu: (1) Banjarmasin, (2) Banjar</span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">baru, (3) Kabupaten Barito Kuala, (4) Kabupaten Tanah Laut, (5) Kabupaten Banjar, (6) Kabupaten Tanah Bumbu, (7) Kabupaten Kota Baru, (8) Kabupaten Tabalong, (9) Kabupaten Tapin dan (10) Kabupaten Hulu Sungai Utara, hanya tiga kabupaten yang belum mempunyai DPD yaitu Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kabupaten Balongan. Selain itu DPD Provinsi membawahi pula 43 PC dan 56 PAC, dengan demikian belum semua kecamatan dan kelurahan di Provinsi Kalimantan Selatan memiliki PC dan PAC. Khusus untuk DPD Kota Banjarmasin sebagai lokasi penelitian terdapat 5 PC dan 8 PAC. Jumlah warga LDII di DPD Kota Banjarmasin sebanyak 1500 KK, khusus PC Banjarmasin Timur terdapat 500 KK, dan Banjarmasin Barat 200 KK.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Adapun aset yang dimiliki </span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">DPD Kota Banjarmasin antara lain 2 buah masjid, 8 buah mushalla, 2 buah mobil, 8 buah motor, 2 buah gedung perkantoran, 1 buah wisma, dan 1 buah koperasi usaha bersama (KUB).</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Jumlah</span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"> muballigh sebanyak 30 orang, yang aktif sebanyak 9 orang. Tugas Muballigh adalah mengisi pengajian umum dengan mengaji makna Al-Quran dan Al-Hadits. Sedangkan tugas muballighat adalah mengajar anak-anak cabe rawit belajar mengaji Al-Qur’an dan doa-doa. Materi yang diajarkan adalah Iqra’ jilid 1 sampai jilid 6.</span></span><sup><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdfootnoteanc" name="sdfootnote4anc" href="#sdfootnote4sym"><sup>4</sup></a></span></span></sup></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Kegiatan yang dilakukan adalah pengajian untuk umum diadakan setiap malam Selasa dan malam Jum’at</span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">. Selain itu ada pengajian khusus untuk remaja, yang diadakan setiap malam minggu. Sedangkan kegiatan keluar yang dilakukan, antara lain seorang muballigh LDII mengisi acara mimbar agama Islam di Radio Republik Indonesia (RRI) Banjarmasin setiap malam minggu dan Radio Abdi Persada setiap malam selasa. Selain itu setiap satu bulan sekali RRI Banjarmasin merelay shalat jum’at di Masjid Al-Hidayah yang dikelola oleh LDII. Bekerjasama dengan MUI Kalsel menanam 1000 (seribu) pohon mahoni di sepajang jalan Pramuka Kota Banjarmasin, kemudian ikut gotong royong membangun masjid (April 2007), bersih-bersih lingkungan (Mei 2008) dan bakti sosial (Mei 2008) di Kotabaru, berbuka puasa bersama dengan anak-anak yatim dari Panti Asuhan Dhu’afa Banjarmasin, bekerjasama dengan RRI Banjarmasin (30 September 2007). Ikut mengisi acara ”Teras Banua” di TVRI setiap 4 bulan sekali. Selain itu membagikan daging qurban kepada masyarakat, dan memberikan qurban seekor sapi kepada MUI Kalsel untuk dibagikan kepada masyarakat ( Desember 2007).</span></span><sup><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdfootnoteanc" name="sdfootnote5anc" href="#sdfootnote5sym"><sup>5</sup></a></span></span></sup><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"> Dalam acara Taushiyah biasanya mengundang pembicara dari luar LDII, sebagai contoh pada acara Maulid Nabi di DPD Kota Banjarbaru, memberikan ceramah Drs.KH. Imran Mahmud, pimpinan Pondok Pesantren Nurul Ilmi, dan salah seorang Ketua MUI Kota Banjarbaru. Untuk DPD Kota Banjarmasin pernah mengundang Drs.Jayadi Hasyar, SH.MH Sekretaris MUI Kalsel, juga dosen Fakultas Syari’ah IAIN Antasari Banjarmasin (20 Februari 2008) dan Drs. Ilham Masykuri Hamdi, Kasi Kemasjidan Kanwil Depag Provinsi Kalsel, untuk memberikan taushiyah (nasehat keagamaan).</span></span><sup><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdfootnoteanc" name="sdfootnote6anc" href="#sdfootnote6sym"><sup>6</sup></a></span></span></sup></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="sv-SE"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="center" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><b>III</b></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="center" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><b>TEMUAN PENELITIAN</b></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><b>A. Pelaksanaan Sosialisasi</b></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Berkaitan dengan sosialisasi Paradigma Baru LDII, </span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">DPD Provinsi Kalimantan Selatan bekerjasama dengan MUI Provinsi Kalimantan Selatan sudah mengadakan sosialisasi ditingkat provinsi satu kali dan untuk tingkat kabupaten/kota sebanyak 4 kali. Untuk tingkat Provinsi diadakan pada hari Sabtu, 9 Februari 2008 bertempat di Aula MUI Provinsi Kalsel Masjid Sabilal Muhtadin Banjarmasin. Penyelenggara MUI Provinsi Kalsel dengan dihadiri oleh Komisi Penelitian dan Pengembangan MUI Pusat Prof.Dr. H.Utang Ranuwijaya MA, dan Dr. Amirsyah Tambunan MA, dari MUI Kalsel Prof.Drs.H.M. Asywadi Syukur.Lc,(Ketua), Drs.H.JayadiYasar.SH.MH, (sekum), Prof.Dr.H.Asmaran.AS,</span></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">MA</span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"> (ketua komisi penelitian dan pengembangan MUI Kalsel), Drs.H.Rusdiansyah Asnawi, SH (Ketua Komisi Fatwa). Sedangkan dari LDII Kalsel hadir Miswadi, MPd (Dewan Penasehat), Ir.H. Muhamad Darban, MM (Ketua), Drs.H.Murdiyanto (wkl ketua), H.Nur Effendi, MPd (wkl ketua), serta dewan penasehat, ketua dan sekretaris DPD LDII Kabupaten/Kota se-Kalsel, ormas-ormas Islam dan undangan lainnya, hadir sekitar 100 orang peserta.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Hasil pertemuan tersebut berupa (1) penandatanganan pernyataan LDII Provinsi Kalsel, (2) Kesimpulan MUI Kalsel: (a) LDII di Kalimantan Selatan cukup baik dan kondusif, (b) Hubungan LDII dengan MUI Kalsel tidak ada masalah, (c) LDII akan terus dibina dan diarahkan, (3) saran kepada LDII, (a) agar tetap melakukan sosialisasi sampai keakar rumput, (b) membuat pedoman umum pelaksanaan paradigma baru, (c) sebaiknya dibuat kartu anggota warga LDII agar dapat dimonitor jumlah dan keadaannya, (d) perlu kaidah-kaidah yang harus diikuti dan disiapkan oleh MUI, (e) agar menjadwalkan narasumber dari MUI dan Depag untuk mengajar di LDII, (f) agar melengkapi kitab-kitab rujukan selain Al-Qur’an dan Al-Hadits, seperti kitab Jalalain, Kitab Sabilal Muhtadin karangan Muhamad Arsyad Al-Banjari.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Untuk tingkat DPD Kabupaten/Kota yang sudah diadakan antara lain: Kabupaten Kotabaru ( 28 Juni 2008)</span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"> , Kabupaten Tanah Bumbu (29 Juni 2008), Kabupaten Tanah laut (6 Agustus 2008), Banjarbaru ( 27 Agustus 2008), masing-masing diikuti oleh 120 orang, 150 orang, 75 orang dan 40 orang peserta. Peserta terdiri dari Muspida, pengurus MUI se-Kabupaten, pimpinan ormas-ormas Islam, pimpinan majelis ta’lim dan kalangan intelektual, Pondok Pesantren, Pengurus LDII, LSM, Pengurus Parpol dan perorangan. Dalam setiap kegiatan tersebut yang menyampaikan materi adalah Ketua MUI Provinsi Kalsel yang berbicara tentang kriteria aliran sesat dan Ketua DPD LDII Provinsi yang berbicara tentang Paradigma Baru LDII.</span></span><sup><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdfootnoteanc" name="sdfootnote7anc" href="#sdfootnote7sym"><sup>7</sup></a></span></span></sup><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"> Sedangkan terhadap daerah yang belum diadakan sosialisasi oleh DPD Provinsi akan dilaksanakan oleh masing-masing DPD kabupaten dan Kota bekerjasama dengan MUI setempat.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;">Sedangkan sosialisasi kepada anggota LDII dilakukan oleh masing-masing pengurus DPD Kabupaten/Kota. Ketika ditanyakan kepada beberapa orang anggota LDII tentang kebenaran informasi tersebut umumnya mereka menyatakan sudah menerima sosialisasi paradigma baru. Para anggota yang ditanya umumnya merasa malu dengan tuduhan tersebut, sebab menurut mereka tidak perlu ada paradigma baru, sebab dengan adanya paradigma baru tersebut, seakan-akan sebelumnya ada paradigma lama. Pada hal sejak dahulu sepengetahuannya LDII sudah seperti yang diungkapkan dalam paradigma baru tersebut. </span> </p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><b>B. Pelaksanaan Hasil Rakernas.</b></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><b>1. Kaitan LDII dengan Islam Jama’ah,</b></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Dari beberapa orang yang ditanya tentang Nurhasan Al-Ubaidah, umumnya mereka tidak mengenal siapa itu Nurhasan Al-Ubaidah, karena mereka rata-rata bergabung dengan LDI diatas tahun 19080-an, sedangkan bagi mereka yang bergabung dengan LDII tahun 1970-an, mengakui mengetahui siapa Nurhasan Al-Ubaidah, dia adalah seorang ulama yang mengajarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Ada sebagian ajaran Nurhasan yang masih diamalkan oleh warga LDII seperti tidak boleh bersalaman dengan wanita, khutbah pakai bahasa Arab, tetapi ajaran lainnya yang bersifat ekslusif sudah tidak diamalkan lagi oleh warga LDII.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Untuk sekarang ini LDII sudah tidak mempunyai hubungan lagi dengan Nurhasan Al-Ubaidah, apalagi dia sudah meninggal</span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"> cukup lama, demikian juga dengan keturunan Nurhasan Al-Ubaidah. Warga LDII tidak mengenal siapa saja keturunan Nurhasan Al-Ubaidah.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;">Umumnya para warga LDII yang ditanya, tidak mengetahui mengapa Islam Jama’ah dilarang, karena mereka tidak mengenal apa itu Islam Jama’ah, sebab ketika mereka masuk LDII, Islam Jama’ah sudah dilarang oleh pemerintah.</span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;">Para pengurus dan warga LDII ketika ditanya tentang isi paradigma baru umumnya mampu menyebutkannya, meskipun tidak mampu menyebutkannya secara keseluruhan. Yang sering disebut adalah LDII bukan penerus/kelanjutan gerakan Islam Jama’ah dan tidak mengajarkan ajaran Islam Jama’ah, tidak mengenal sistim keamiran, masjid LDII terbuka untuk umum, tidak menganggap umat Islam diluar LDII sebagi kafir dan najis.</span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Latar belakang lahirnya pernyataan klarifikasi tersebut karena pengurus LDII sudah merasa capek menanggapi tuduhan dari berbagai pihak, yang menurut pengurus LDII sendiri tuduhan itu tidak benar</span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">. Memang mungkin masih ada sebagian kecil warga LDII yang mengamalkan ajaran Islam Jam’ah, tetapi itu bukan kebijakan organisasi, hanya bersifat perseorangan. Tugas LDII sebenarnya justru, ingin meluruskan paham yang dianut oleh Islam Jama’ah tersebut. Kebetulan MUI menyarankan agar membuat klarifikasi, maka LDII membuat pernyataan klarifikasi.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;">Terhadap pendapat yang mengatakan bahwa terdapat hubungan historis antara Islam Jama’ah dengan LDII, bagi mereka yang baru bergabung dengan LDII tidak sependapat, tetapi bagi sebagian pengurus ada yang mengakui adanya hubungan historis tersebut, tetapi terbatas pada penyerahan aset-aset milik Islam Jama’ah seperti pondok pesantren, dan beberapa buah rumah.</span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><b>2. Sistem Kepemimpinan.</b></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Sistem kepemimpinan yang terdapat diorganisasi LDII sama dengan struktur kepemimpinan organisasi Islam lainnya, hanya istilahnya yang berbeda. Untuk tingkat pusat disebut dengan Dewan Pimpinan Pusat (DPP), untuk tingkat provinsi disebut DPD Provinsi, untuk tingkat kabupaten/kota disebut DPD </span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Kabupaten/Kota, untuk tingkat kecamatan disebut Pimpinan Cabang (PC), dan untuk tingkat kelurahan/desa disebut Pimpinan Anak Cabang (PAC). LDII tidak mengenal adanya pimpinan yang disebut Amir. Kalaupun ada yang bisa disebut dengan amir adalah kepala negara (Presiden). Terhadap beberapa warga LDII yang ditanya tentang apa yang dimaksud dengan amir, umumnya mereka tidak mengetahuinya, dan tidak kenal siapa itu amir.</span></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><b>3. Depenisi Kafir.</b></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Orang yang disebut kafir, adalah orang yang sudah keluar dari kaidah-kaidah agama Islam. Kita tidak boleh menuduh orang lain sebagai kafir, sebab </span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">berat resikonya. Kalau tuduhan itu tidak benar, justru prediket kafir itu akan kembali kepada mereka yang menuduh tersebut. Kalau seseorang sudah mengucapkan dua kalimah syahadat dia sudah dianggap Islam, soal pengamalannya itu masalah lain. Menurut para warga LDII sejak mereka masuk LDII tidak pernah menganggap orang diluar LDII sebagai kafir dan sesat. Dan mereka juga menolak tuduhan bahwa orang diluar LDII sebagai najis, sehingga bekasnya harus dicuci.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Hal ini dapat dibuktikan, bahwa ketika shalat jum’at ada 5 orang diluar LDII yang ikut shalat jum’at. Peneliti juga ikut shalat jum’at, ketika mau shalat bergeser kedepan, ternyata bekas peneliti ditempati orang lain, dan itu tidak dicuci. Kemudian ada penjelasan dari Bapak Suyatno SE, Ketua RW di Kelurahan Loktabat Barat Banjarbaru. Menurut dia ditempatnya tersebut sudah biasa orang diluar LDII shalat di masjid LDII dan orang LDII shalat di masjid non LDII, demikian juga mereka saling mengunjungi dalam kehidupan sehari-hari, dan dia tidak menyaksikan adanya tuduhan bahwa bekas orang non LDII dicuci, karena dianggap najis. Dia sudah bergaul selam a 20 tahun dengan warga LDII. Di RW-nya terdapat 7 RT, 5 RT warga non LDII dan 2 RT warga LDII, Pak Suyatno sendiri bukan warga LDII.</span></span><sup><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdfootnoteanc" name="sdfootnote8anc" href="#sdfootnote8sym"><sup>8</sup></a></span></span></sup><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"> </span></span> </p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"><b>4</b></span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"><b>. Masalah Manqul </b></span></span> </p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Yang dimaksud dengan manqul </span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">umumnya warga tidak mengetahuinya, mereka hanya mengenal istilah mengaji. Yang dimaksud dengan mengaji adalah belajar dari guru dengan cara membaca Al-Qur’an dan Al-Hadits kemudian guru memberikan artinya secara harfiyah. Yang dimaksud dengan guru yaitu para muballigh yang sudah menamatkan pendidikannya di pondok-pondok milik LDII seperti di Burengan, Kertosono, Jombang dan Purwakarta. Meskipun demikian ada juga sebagian kecil muballigh yang pernah belajar di IAIN dan pondok lainnya (mis: H.Suhaimi, asal Kandangan). Para muballigh tersebut bertugas selama 2 tahun apabila bertugas diluar Jawa, sedangkan kalau di Pulau Jawa bertugas selama 1,5 tahun. Umumnya warga LDII jarang yang menuntut ilmu selain dari muballigh LDII, alasan utamanya karena dalam seminggu mereka banyak mengaji, selain itu waktu mengaji (biasanya malam Jum’at) bersamaan dengan waktu pengajian yang diadakan oleh kelompok Non LDII. Warga LDII tidak dilarang untuk membaca agama selain yang ditulis oleh LDII selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Sumber utama dalam belajar agama</span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"> dalam kelompok ini adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits, sehingga mereka agak mengenyampingkan kitab-kitab yang ditulis para ulama zaman dahulu, termasuk tafsir-tafsirnya. Walaupun pada akhir-akhir ini sudah mulai ada perubahan, seperti yang dilakukan oleh PC Loktabat Barat yang mau mengundang Ustadz Imran Mahmud untuk mengajarkan kitab fiqhi.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="sv-SE"><br /></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="sv-SE"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"><b>5. Bermakmum Kepada Orang Diluar LDII</b></span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"><b> </b></span></span> </p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Syarat- syarat </span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"> orang untuk dapat menjadi imam yaitu: (a) fasih bacaannya baik tajwid dan makhrajnya, (b) hafalannya juga baik, (c) memahami ilmu agama (d) masuk Islamnya lebih dahulu. Orang LDII boleh shalat dan bermakmum kepada orang non LDII. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan beberapa warga LDII seperti : Rahmat pegawai Dephub, Wito pegawai Puskesmas, Aliman pegawai PT Merck, dan Sukria tukang bangunan. Mereka umumnya shalat di kantor dan mushalla terdekat, apabila datang waktu shalat zhuhur, dan bermakmum kepada orang Non LDII. Beberapa orang Non LDII seperti Pak Jayadi (Sekum MUI) Pak Ilham Masykuri pernah menjadi Imam di Masjid Al-Hidayah, termasuk peneliti (tiga kali). Bermakmum dengan orang non LDII shalatnya sah. Tentang masalah ini menurut warga LDII tidak ada perubahan, karena memang sejak dahulu mereka boleh bermakmum kepada orang diluar LDII.</span></span></p> <ol start="7"><li><p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"><b>Penggunaan Masjid</b></span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"><b>.</b></span></span></p> </li></ol> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Masjid LDII terbuka untuk umum, oleh sebab itu siapa saja boleh shalat di masjid tersebut. Oleh sebab itu masjid diberi nama dengan nama umum seperti: Al-Hidayah, </span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"> Al-Barokah, bukan masjid LDII. Papan nama LDII sudah dicopot seperti di Masjid Al-Hidayah Banjarbaru dan Al-Barokah Banjarmasin Barat, sedangkan di Masjid Al-Hidayah jalan Manggis nama Kantor LDII berada di sebelah bagian kanan dari komplek. Masjid LDII banyak dikunjungi terutama ketika shalat Jum’at, seperti Camat Kecamatan Banjarmasin Timur sering shalat Jum’at di Masjid Al-Hidayah (lihat Tabloid Serambih Ummah), sedangkan pada waktu shalat rawatib seperti: Pak Hakim, Pak Yanto (Ketua RT) dan orang-orang yang tinggal di Mess (asrama ABRI) sering shalat di Masjid Al-Barokah. </span></span> </p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Orang diluar LDII boleh menjadi Imam dan Makmum di Masjid milik orang LDII. Oleh sebab itu walaupun tidak banyak</span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">, ada orang diluar LDII yang ikut shalat berjama’ah di masjid ini.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Belum pernah ada orang diluar LDII yang pernah menjadi khatib di masjid milik orang LDII, karena khutbahnya memakai bahasa Arab. Sebenarnya boleh saja orang diluar LDII jadi khatib, asal bersedia berkhutbah memakai bahasa Arab. Memakai bahasa Arab karena menurut LDII, khutbah itu merupakan rangkaian dari ibadah. Karena merupakan ibadah maka khutbah harus memakai bahasa Arab. Soal khutbah memakai bahasa Arab tidak hanya dilakukan oleh LDII, tetapi dilakukan pula oleh umat Islam lainnya seperti di NTB, Puncak dan beberapa komunitas Betawi.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Warga LDII, terutama para karyawan umumnya shalat di mushalla kantor atau masjid yang terdekat.</span></span><sup><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"><a class="sdfootnoteanc" name="sdfootnote9anc" href="#sdfootnote9sym"><sup>9</sup></a></span></span></sup><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"> Sedangkan mereka yang berjualan, shalat dimasjid disepanjang jalan yang mereka lalui. Ketika mengikuti diklat di Jakarta, biasanya shalat di masjid dekat tempat diklat.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Menurut mereka tidak ada perbedaan dalam hal ini baik sebelum maupun sesudah Rakernas LDII 2007, sebab LDII berdasarkan pengetahuan mereka memang sejak dahulu sudah seperti itu, masjidnya terbuka bagi siapa saja. Dan mereka boleh bermakmum kepada siapa saja, dan orang boleh saja shalat di masjid milik orang LDII. Dan berda</span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">sarkan pemantauan peneliti memang masjid LDII terbuka untuk umum.</span></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><b>C. Faktor Pendukung dan Penghambat. </b></span> </p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Faktor pendukung diantaranya ada dukungan yang diberikan oleh MUI Provinsi Kalimantan Selatan dalam pelaksanaan sosialisasi, sebanyak 5 kali sosialisasi MUI selalu ikut serta dengan memberikan pencerahan kepada masyarakat, bahwa perbedaan dalam Islam adalah rahmat sepanjang perbedaan tersebut tidak menyangkut hal-hal yang prinsipil (aqidah). Perbedaan dalam hal yang bersifat furu’iyah tidak perlu dipermasalahkan. </span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Dari pihak pengurus LDII sendiri ada kemauan yang keras untuk melaksanakan sosialisasi ini baik keluar maupun kedalam. Ada respon yang positif dari MUI maupun Departemen Agama, antara lain dengan mengikut sertakan LDII dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh MUI maupun Departemen Agama, yang sebelumnya tidak pernah dilakukan. Selain itu ada dukungan dari warga LDII sendiri untuk melaksanakan klarifikasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Sedangkan faktor penghambat, masih terdapat dalam masyarakat yang seakan-akan tidak mau tahu dengan paradigma baru LDII, dan stigma lama masih terus didengung-dengungkan oleh mereka, seperti orang LDII menganggap orang diluar LDII najis sehingga bekasnya perlu dipel, bersifat eksklusif tidak mau bergaul dengan orang-orang diluar LDII, tidak mau bermakmum dengan orang diluar LDII. Diluar hal tersebut, menurut mereka tidak ada faktor penghambat yang sangat berarti.</span></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="center" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><b>IV</b></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="center" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><b>RESPON ANGGOTA, MASYARAKAT DAN PEMERINTAH</b></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Respon anggot</span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">a LDII umumnya menyambut baik adanya klarifikasi tersebut, walaupun mereka menganggap aneh keluarnya klarifikasi semacam itu sebab menurut mereka selama ini LDII sebagai organisasi sudah melakukan seperti hal-hal yang tercantum dalam klarifikasi tersebut. Tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada LDII itu sebenarnya tidak valid, hanya berdasarkan bisik-bisik tanpa melihat langsung. Atau mereka membaca buku-buku yang dikarang oleh orang-orang ex Islam Jama’ah yang berusaha menjelek-jelekkan LDII. Boleh jadi mereka melihat anggota LDII yang dulunya anggota Islam Jama’ah yang masih mempraktekkan ajaran Islam Jama’ah, karena masih ada warga LDII yang berasal dari Ex Islam Jama’ah. Tetapi sekarang ini pengurus LDII sudah tegas, siapa saja yang masih mengamalkan ajaran Islam Jama’ah akan dikeluarkan dari LDII. Oleh sebab itu masyarakat diminta melaporkan kepada pengurus LDII kalau masih ada warga LDII yang masih mengamalkan ajaran Islam Jama’ah. Sudah barang tentu laporan tersebut harus jelas, siapa namanya, kapan melakukannya, apa yang dilakukan, dan dimana ia melakukannya.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Sedangkan tanggapan dari pemuka agama terbagi dua bagian mereka yang mengenal dekat dengan LDII dan mereka yang tidak mengenal dari dekat LDII. Yang telah mengenal lebih dekat dengan LDII adalah MUI Provinsi Kalimantan Selatan, dimana melalui surat rekomendasi nomor 14/MUI-KS/III/2007, dapat menerima pernyataan klarifikasi Dewan Pimpinan LDII sebagai berikut: LDII dengan paradigma baru, LDII tidak menggunakan dan tidak mempunyai keamiran dan LDII tidak mengajarkan, meneruskan ajaran Islam Jama’ah, tetapi membina bekas Islam Jama’ah yang tergabung dalam warga LDII ( 1 Maret 2007). Selain itu MUI Kalimantan Selatan mengirim surat kepada seluruh MUI Kabupaten/Kota se-Kalimantan Selatan, menyampaikan hasil dialog antara DP MUI Pusat, DP MUI Kalsel serta Pengurus LDII Prov Kalsel, Kab/Kota se-Kalsel tanggal 9 Februari 2008, yang kesimpulannya sebagai berikut: (a) LDII bukan penerus/kelanjutan dari gerakan Islam Jama’ah serta tidak menggunakan ataupun mengajarkan Islam Jama’ah (b) LDII tidak menggunakan atau menganut sistem keamiran, (c) LDII tidak menganggap umat Islam diluar LDII sebagi kafir atau najis, (d) LDII dalam pengayaan ilmu juga menggunakan alumni lulusan pondok diluar LDII, (e) Masjid LDII terbuka untuk umum. Menurut Pak Jayadi (Sekum MUI) berdasarkan pengamatannya tidak ada sistem keamiran, tidak ada mengepel lantai bekas orang Non LDII, dia pernah jadi imam di masjid LDII. Menurut Prof Asmaran (Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI) dia pernah shalat di masjid LDII secara berpindah-pindah tempat, ternyata bekas shalat tadi tidak dibersihkan. Secara fisik dalam aktivitas ibadah tidak ditemukan praktik-praktik seperti yang diajarkan Islam Jama’ah, bahkan mereka sangat ramah (Serambi Ummah, 29 Februari 2008). Sedangkan dikalangan ormas Islam (NU dan Muhammadiyah) kurang mengetahui aktivitas LDII, selama ini tidak ada konflik antara LDII dan masyarakat. Bagi masyarakat Banjar selama tidak mengganggu, tidak ada masalah, dan mereka nampaknya tidak ofensif, hanya pembinaan kedalam. Mereka belum mengenal paradigma baru LDII. Sedangkan menurut Pak Imran Mahmud (Ketua MUI Banjarbaru), LDII sejak mengeluarkan paradigma baru sudah banyak mengalami perubahan, sekarang ini sudah sangat terbuka sekali, dan mau dibina oleh MUI.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Sedangkan tanggapan pemerintah</span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE"> disampaikan oleh Kepala Kandepag, Kasi Kemasjidan, Kabid Mapenda, dan KUA Kecamatan Banjarmasin Timur. Menurut Ka Kandepag Banjarbaru (Drs Kuzweni)sekarang LDII sudah mau dibina oleh MUI, mau diundang dan mengundang, dengan adanya sosialisasi pandangan masyarakat telah berubah, berdasarkan pemantauan mereka sudah bagus, sudah mau shalat dengan orang lain, tidak lagi mengepel bekas orang non LDII, melakukan qurban dan dibagikan kepada masyarakat sekitar, pada intinya sekarang ini tidak ada lagi kegiatan LDII yang bertentangan dengan ajaran Islam.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Pak Ilham staf Bidang Penais yang sering berkunjung ke masjid LDII mewakili kepala kanwil Depag, tampaknya LDII konsisten menjalankan paradigma barunya, oleh sebab itu masyarakat jangan menghakimi. Soal perbedaan tafsir jangan dibesar-besarkan, selama masih dalam koridor. Sekarang ini mereka sudah terbuka, kalau diundang dalam berbagai acara mereka datang, demikian pula kalau mereka mengundang kita datang. Hubungan mereka dengan orang tuanya terja</span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">lin dengan baik. Pada intinya mereka sudah banyak mengalami kemajuan, justru ahlus sunnah wal jama’ah kesannya justru tertutup. Pak Yusron (Kepala KUA) mengatakan dia tidak hadir waktu ada sosialisasi paradigma baru LDII, tetapi secara rutin dia menerima majalah LDII, pernah diundang dalam acara berbuka puasa bersama, namun tidak bisa hadir. Yang pasti selama ini tidak terdapat konflik antara masyarakat dengan LDII.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">Sedangkan pandangan masyarakat sekitar terhadap LDII umumnya mengatakan tidak ada permasalahan antara masyarakat dan LDII, prinsipnya yang penting tidak saling mengganggu. Menurut Riana yang tinggal berhadapan dengan masjid LDII mengatakan sepanjang pengetahuannya, semua yang dituduhkan kepada LDII itu tidak benar, mer</span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="sv-SE">eka mau bergaul dengan masyarakat sekitar, orang lain tidak dilarang shalat dimasjid mereka.</span></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="center" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><b>V</b></span></p> <p style="margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="center" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><b>KESIMPULAN</b></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="sv-SE"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;">Sosialisasi paradigma baru LDII sudah dilaksanakan pada tingkat provinsi dan 5 kabupaten/kota, masih terdapat 5 kabupaten/kota yang belum diadakan sosialisasi, dan ini menjadi tugas DPD masing-masing.</span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="es-ES">Berdasarkan informasi dan pengamatan peneliti paradigma baru sudah dilaksanakan oleh pengurus dan warga LDII. </span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="es-ES">Meskipun menurut warga LDII tidak perlu adanya klarifikasi tersebut, sebab sejak dulu LDII sudah melaksanakan hal tersebut.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="es-ES"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;">Tanggapan MUI baik provinsi maupun kabupaten/kota sangat positif akan keberadaan LDII, sedangkan sebagian ormas Islam masih belum mengenal paradigma baru LDII, walaupun tidak mempersoalkan keberadan LDII di Kalimantan Selatan.</span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="es-ES"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;">Masyarakat sekitar umunya tidak mempersoalkan keberadaan LDII, bahkan sebagian menyangkal terhadap tuduhan yang dialamatkan kepada LDII.</span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify"> <span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="es-ES">Mungkin yang perlu menjadi perhatian tentang sitem manqul yang masih diterapkan dalam pengajian LDII. Apakah sistem pengajian yang disebut manqul, sanad dan muttasil, masih berdasarkan seperti yang dianut oleh Islam Jama’ah, atau sudah mempunyai makna yang baru. Menurut pengakuan mereka sudah tidak mengikuti arti yang lama, dimana tidak harus </span></span><span style="font-family:Georgia, Book Antiqua, serif;"><span lang="es-ES"> bersandar (sanad) dan bersambung (muttasil) kepada Nurhasan Al-Ubaidah.</span></span></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="es-ES"><br /></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="es-ES"><br /></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="es-ES"><br /></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="es-ES"><br /></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="es-ES"><br /></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="es-ES"><br /></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="es-ES"><br /></p> <p style="text-indent: 0.5in; margin-bottom: 0in; line-height: 150%;" align="justify" lang="es-ES"><br /></p> <div id="sdfootnote1"> <p class="sdfootnote" style="margin-left: 0in; text-indent: 0.5in;" align="justify"> <a class="sdfootnotesym" name="sdfootnote1sym" href="#sdfootnote1anc">1</a> Bayani Dahlan, <i>Potret Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII Kota Banjarmasin),</i> Komisi Pengkajian dan Pengembangan MUI Kalimantan Selatan, 2007, hal 30</p> </div> <div id="sdfootnote2"> <p class="sdfootnote" style="margin-left: 0in; text-indent: 0.5in;" align="justify"> <a class="sdfootnotesym" name="sdfootnote2sym" href="#sdfootnote2anc">2</a> Tim Peneliti Fakultas Dakwah, <i>Dakwah Islam LDII di Kalimantan Selatan</i>, Pusat Penelitian IAIN Antasari, Banjarmasin, 1995, hal 10</p> </div> <div id="sdfootnote3"> <p class="sdfootnote" style="margin-left: 0in; text-indent: 0.5in;" align="justify"> <a class="sdfootnotesym" name="sdfootnote3sym" href="#sdfootnote3anc">3</a><span lang="de-DE"> Bayani Dahlan, </span><span lang="de-DE"><i>op cit,</i></span><span lang="de-DE"> hal 31-31</span></p> </div> <div id="sdfootnote4"> <p class="sdfootnote" style="margin-left: 0in; text-indent: 0.5in;" align="justify"> <a class="sdfootnotesym" name="sdfootnote4sym" href="#sdfootnote4anc">4</a><span lang="de-DE"> </span><span lang="de-DE"><i>Hasil Wawancara dengan Mohamad Darban,</i></span><span lang="de-DE"> Ketua DPD LDII Provinsi Kalimantan Selatan, tanggal 15 Maret 2009.</span></p> </div> <div id="sdfootnote5"> <p class="sdfootnote" style="margin-left: 0in; text-indent: 0.5in;" align="justify"> <a class="sdfootnotesym" name="sdfootnote5sym" href="#sdfootnote5anc">5</a><span lang="de-DE"> Mengenai pembagian qurban kepada masyarakat, setelah dikompirmasi dengan berbagai pihak ternyata mereka membenarkan pernyataan tersebut.</span></p> </div> <div id="sdfootnote6"> <p class="sdfootnote" style="margin-left: 0in; text-indent: 0.5in;"><a class="sdfootnotesym" name="sdfootnote6sym" href="#sdfootnote6anc">6</a> Wawancara dengan Mohamad Darban, op cit.</p> </div> <div id="sdfootnote7"> <p class="sdfootnote" style="margin-left: 0in; text-indent: 0.5in;" align="justify"> <a class="sdfootnotesym" name="sdfootnote7sym" href="#sdfootnote7anc">7</a> Mengenai hasil dari sosialisasi tersebut secara lengkap dapat dibaca dalam <i>Laporan Sosialisasi Klarifikasi Paradigma Baru LDII Diwilayah Kerja DPD LDII Provinsi Kalimantan Selatan,</i> DPD LDII Provinsi Kalimantan Selatan, 2008, hal 1-8.</p> </div> <div id="sdfootnote8"> <p class="sdfootnote" style="margin-left: 0in; text-indent: 0.5in;" align="justify"> <a class="sdfootnotesym" name="sdfootnote8sym" href="#sdfootnote8anc">8</a> <i>Wawancara dengan Bapak Suyatno</i>, seorang Ketua RW di Kelurahan Loktabat Barat, ketika menghadiri perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, yang juga dihadiri oleh beberapa orang pengurus masjid dan mushalla di RW 3 Lktabat Barat.</p> </div> <div id="sdfootnote9"> <p class="sdfootnote" style="margin-left: 0in; text-indent: 0.5in;" align="justify"> <a class="sdfootnotesym" name="sdfootnote9sym" href="#sdfootnote9anc">9</a> Sebagai contoh Pak Rahmat shalat di mushalla Pelabuhan Tri Sakti, Pak Wito di mushalla dekat Puskesmas.</p> </div> Unknownnoreply@blogger.com3