Sabtu, 11 April 2009

PERUBAHAN PARADIGMA KEAGAMAAN LDII DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

I

PENDAHULUAN


Keberadaan LDII sejak berdirinya selalu dipermasalahkan oleh berbagai kalangan umat Islam. LDII selalu dikaitkan dengan Islam Jama’ah dan Darul Hadits. Berbagai usaha yang dilakukan untuk menghilangkan stigma tersebut, hasilnya nampak sia-sia. Maka berdasarkan saran dari MUI Pusat agar LDII membuat klarifikasi, dan klarifikasi tersebut dinyatakan dalam suatu forum yang resmi. Berdasarkan saran tersebut maka pada Rakernas LDII tahun 2007, dibuat delapan (8) pernyataan atau klarifikasi yang isinya antara lain:

  1. LDII bukan kelanjutan dari gerekan Islam Jama’ah;

  2. LDII tidak menggunakan sistem keamiran, tetapi mengembangkan sistem kepemimpinan kolegoal yang bertanggung jawab kepada seluruh anggotanya;

  3. LDII tidak menganggap umat Islam yang lain sebagai najis/kafir;

  4. Masjid yang dibangun oleh komunitas LDII, terbuka untuk umum;

  5. LDII dalam pengayaan ilmu, tidak hanya mendasarkan pada muballigh LDII, tetapi juga muballigh lain yang dipandang mumpuni;

  6. LDII tidak mengajarkan untuk menolak diimami dalam shalat dan sebaliknya.

Untuk melihat pelaksanaan klarifikasi tersebut dilapangan maka dilakukan penelitian di Provinsi Kalimantan Selatan, dengan mengambil lokasi DPD Tingkat Kota Banjarmasin, dan sebagai sampel diambil PC Kecamatan Banjarmasin Timur di Jl Manggis, Gg Nangka No 5-6 Kelurahan Kauripan Kecamatan Banjarmasin Timur, dan PC Banjarmasin Barat di Jl Jendral Sutoyo.S, Gg Purnawirawan II, Kelurahan Pelambuan Kecamatan Banjarmasin Barat.

Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai Kepala Kanwil Depag Provinsi Kalimantan Selatan, Staf Bidang Penais Kanwil dan Kandepag, Kepala Kandepag Banjarbaru, Kasi Penais Banjar Baru, Pengurus Muhammadiyah, Pengurus NU, Sekretaris MUI Provinsi Kalsel, Masyarakat Sekitar (3 orang), Pengurus DPD Provinsi, DPD Kota Banjarmasin, Pengurus PC, muballigh, dan anggota LDII. Selain itu dikumpulkan beberapa dokumen antara lain buku-buku yang digunakan oleh LDII (seperti kitab Khutbah, kitab Hadits Jannah Wan Nar), laporan-laporan pengurus LDII, dokumen MUI tentang LDII, skripsi mahasiswa Fakultas Dakwah IAIN Antasari Banjarmasin (2 orang) dan laporan hasil penelitian Puslit IAIN Antasari Banjarmasin. Observasi dilakukan terhadap shalat jum’at, shalat zhuhur dan pengajian malam Jum’at di Masjid Al-Hidayah Jalan Manggis, shalat zhuhur dan shalat Isya di Masjid Al-Barokah Jl Purnawirawan II, serta shalat Zhuhur dan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Al-Hidayah Kelurahan Loktabat Barat Kota Banjarbaru.


II

PROFIL LDII DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Dalam konteks di Provinsi Kalimantan Selatan, LDII mengalami perjalanan yang panjang. Pada awalnya kelompok ini tergabung dalam organisasi KARTI (Karyawan Tabligh Islam). KARTI didirikan pada tahun 1972 oleh Rahmadi, Santoso Kaidi, Sarjono, dan Yusuf Harahap,BA. Ketika pertama kali berdiri KARTI dipimpin oleh Yusuf Harahap sebagai ketua, dan Drs. Rahmadi sebagai sekretaris.1

Setelah didirikan pada tahun 1972 meskipun bersifat regional, KARTI telah mempunyai cabang-cabang dibeberapa darah tingkat II, baik kota maupun kabupaten. Cabang yang pernah didirikan antara lain Banjarmasin, Banjar Baru dan Barito Kuala, bahkan merambah ke provinsi tetangga dengan berdirinya cabang di Palangkaraya. Berdirinya cabang-cabang di daerah tersebut karena penduduknya banyak yang berasal dari etnis jawa. Mereka umumnya para pegawai pemerintah, baik sipil maupun militer. Itulah sebabnya mereka menamakan organisasinya dengan istilah ”karyawan”. Kehadiran organisasi ini sebenarnya lebih bersifat politis untuk mendukung Golkar dalam pemilu 1971. Seperti diketahui pada waktu itu Golkar dituding tidak Islami, untuk menangkis tudingan itu maka sebagai balance KARTI langsung menjadi pendudkung utama Golkar.2

Selama satu dekade KARTI tetap eksis sebagai organisasi regional, hal ini terbukti setelah LEMKARI berdiri mereka tidak langsung bergabung. Pada tahun 1984 mereka baru bergabung dalam Lemkari, sejak itu Karti membubarkan diri dan selanjutnya meleburkan diri dalam Lemkari. Sejak bergabung dengan Lemkari pimpinan pertama dipegang oleh Drs Sunaryo dengan sekretaris H.M.Slamet. Motivasi bergabungnya mereka kedalam Lemkari ada tiga hal, yaitu: (1) ingin menyatukan dana (daerah dan pusat), (2) menyatukan umat, dan (3) meningkatkan sumber daya manusia.

Keberadaan LDII sendiri baru muncul pada MUBES IV Lemkari bulan November 1990, meskipun demikian LDII mengklaim kelahirannya tanggal 3 Januari 1972 sesuai dengan kelahiran Lemkari ( lihat Bab I Pasal 2 AD/ART LDII). 3

Sekarang ini DPD LDII Provinsi Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ir. H. Mohamad Darban, MM, seorang pejabat di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Selatan, sedangkan sekretarisnya Dedi Supriatna, seorang guru fisika disebuah SMK Negeri dan Dosen pada Universitas Islam Kalimantan. LDII telah terdaftar di Badan Kesbang Linmas Provinsi Kalimantan Selatan dengan No Inventarisasi 220/025/Kesbang, tertanggal 18 September 2008.

DPD Provinsi Kalimantan Selatan membawahi 10 DPD Kabupaten/Kota yaitu: (1) Banjarmasin, (2) Banjarbaru, (3) Kabupaten Barito Kuala, (4) Kabupaten Tanah Laut, (5) Kabupaten Banjar, (6) Kabupaten Tanah Bumbu, (7) Kabupaten Kota Baru, (8) Kabupaten Tabalong, (9) Kabupaten Tapin dan (10) Kabupaten Hulu Sungai Utara, hanya tiga kabupaten yang belum mempunyai DPD yaitu Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kabupaten Balongan. Selain itu DPD Provinsi membawahi pula 43 PC dan 56 PAC, dengan demikian belum semua kecamatan dan kelurahan di Provinsi Kalimantan Selatan memiliki PC dan PAC. Khusus untuk DPD Kota Banjarmasin sebagai lokasi penelitian terdapat 5 PC dan 8 PAC. Jumlah warga LDII di DPD Kota Banjarmasin sebanyak 1500 KK, khusus PC Banjarmasin Timur terdapat 500 KK, dan Banjarmasin Barat 200 KK.

Adapun aset yang dimiliki DPD Kota Banjarmasin antara lain 2 buah masjid, 8 buah mushalla, 2 buah mobil, 8 buah motor, 2 buah gedung perkantoran, 1 buah wisma, dan 1 buah koperasi usaha bersama (KUB).

Jumlah muballigh sebanyak 30 orang, yang aktif sebanyak 9 orang. Tugas Muballigh adalah mengisi pengajian umum dengan mengaji makna Al-Quran dan Al-Hadits. Sedangkan tugas muballighat adalah mengajar anak-anak cabe rawit belajar mengaji Al-Qur’an dan doa-doa. Materi yang diajarkan adalah Iqra’ jilid 1 sampai jilid 6.4

Kegiatan yang dilakukan adalah pengajian untuk umum diadakan setiap malam Selasa dan malam Jum’at. Selain itu ada pengajian khusus untuk remaja, yang diadakan setiap malam minggu. Sedangkan kegiatan keluar yang dilakukan, antara lain seorang muballigh LDII mengisi acara mimbar agama Islam di Radio Republik Indonesia (RRI) Banjarmasin setiap malam minggu dan Radio Abdi Persada setiap malam selasa. Selain itu setiap satu bulan sekali RRI Banjarmasin merelay shalat jum’at di Masjid Al-Hidayah yang dikelola oleh LDII. Bekerjasama dengan MUI Kalsel menanam 1000 (seribu) pohon mahoni di sepajang jalan Pramuka Kota Banjarmasin, kemudian ikut gotong royong membangun masjid (April 2007), bersih-bersih lingkungan (Mei 2008) dan bakti sosial (Mei 2008) di Kotabaru, berbuka puasa bersama dengan anak-anak yatim dari Panti Asuhan Dhu’afa Banjarmasin, bekerjasama dengan RRI Banjarmasin (30 September 2007). Ikut mengisi acara ”Teras Banua” di TVRI setiap 4 bulan sekali. Selain itu membagikan daging qurban kepada masyarakat, dan memberikan qurban seekor sapi kepada MUI Kalsel untuk dibagikan kepada masyarakat ( Desember 2007).5 Dalam acara Taushiyah biasanya mengundang pembicara dari luar LDII, sebagai contoh pada acara Maulid Nabi di DPD Kota Banjarbaru, memberikan ceramah Drs.KH. Imran Mahmud, pimpinan Pondok Pesantren Nurul Ilmi, dan salah seorang Ketua MUI Kota Banjarbaru. Untuk DPD Kota Banjarmasin pernah mengundang Drs.Jayadi Hasyar, SH.MH Sekretaris MUI Kalsel, juga dosen Fakultas Syari’ah IAIN Antasari Banjarmasin (20 Februari 2008) dan Drs. Ilham Masykuri Hamdi, Kasi Kemasjidan Kanwil Depag Provinsi Kalsel, untuk memberikan taushiyah (nasehat keagamaan).6


III

TEMUAN PENELITIAN

A. Pelaksanaan Sosialisasi

Berkaitan dengan sosialisasi Paradigma Baru LDII, DPD Provinsi Kalimantan Selatan bekerjasama dengan MUI Provinsi Kalimantan Selatan sudah mengadakan sosialisasi ditingkat provinsi satu kali dan untuk tingkat kabupaten/kota sebanyak 4 kali. Untuk tingkat Provinsi diadakan pada hari Sabtu, 9 Februari 2008 bertempat di Aula MUI Provinsi Kalsel Masjid Sabilal Muhtadin Banjarmasin. Penyelenggara MUI Provinsi Kalsel dengan dihadiri oleh Komisi Penelitian dan Pengembangan MUI Pusat Prof.Dr. H.Utang Ranuwijaya MA, dan Dr. Amirsyah Tambunan MA, dari MUI Kalsel Prof.Drs.H.M. Asywadi Syukur.Lc,(Ketua), Drs.H.JayadiYasar.SH.MH, (sekum), Prof.Dr.H.Asmaran.AS,

MA (ketua komisi penelitian dan pengembangan MUI Kalsel), Drs.H.Rusdiansyah Asnawi, SH (Ketua Komisi Fatwa). Sedangkan dari LDII Kalsel hadir Miswadi, MPd (Dewan Penasehat), Ir.H. Muhamad Darban, MM (Ketua), Drs.H.Murdiyanto (wkl ketua), H.Nur Effendi, MPd (wkl ketua), serta dewan penasehat, ketua dan sekretaris DPD LDII Kabupaten/Kota se-Kalsel, ormas-ormas Islam dan undangan lainnya, hadir sekitar 100 orang peserta.

Hasil pertemuan tersebut berupa (1) penandatanganan pernyataan LDII Provinsi Kalsel, (2) Kesimpulan MUI Kalsel: (a) LDII di Kalimantan Selatan cukup baik dan kondusif, (b) Hubungan LDII dengan MUI Kalsel tidak ada masalah, (c) LDII akan terus dibina dan diarahkan, (3) saran kepada LDII, (a) agar tetap melakukan sosialisasi sampai keakar rumput, (b) membuat pedoman umum pelaksanaan paradigma baru, (c) sebaiknya dibuat kartu anggota warga LDII agar dapat dimonitor jumlah dan keadaannya, (d) perlu kaidah-kaidah yang harus diikuti dan disiapkan oleh MUI, (e) agar menjadwalkan narasumber dari MUI dan Depag untuk mengajar di LDII, (f) agar melengkapi kitab-kitab rujukan selain Al-Qur’an dan Al-Hadits, seperti kitab Jalalain, Kitab Sabilal Muhtadin karangan Muhamad Arsyad Al-Banjari.

Untuk tingkat DPD Kabupaten/Kota yang sudah diadakan antara lain: Kabupaten Kotabaru ( 28 Juni 2008) , Kabupaten Tanah Bumbu (29 Juni 2008), Kabupaten Tanah laut (6 Agustus 2008), Banjarbaru ( 27 Agustus 2008), masing-masing diikuti oleh 120 orang, 150 orang, 75 orang dan 40 orang peserta. Peserta terdiri dari Muspida, pengurus MUI se-Kabupaten, pimpinan ormas-ormas Islam, pimpinan majelis ta’lim dan kalangan intelektual, Pondok Pesantren, Pengurus LDII, LSM, Pengurus Parpol dan perorangan. Dalam setiap kegiatan tersebut yang menyampaikan materi adalah Ketua MUI Provinsi Kalsel yang berbicara tentang kriteria aliran sesat dan Ketua DPD LDII Provinsi yang berbicara tentang Paradigma Baru LDII.7 Sedangkan terhadap daerah yang belum diadakan sosialisasi oleh DPD Provinsi akan dilaksanakan oleh masing-masing DPD kabupaten dan Kota bekerjasama dengan MUI setempat.

Sedangkan sosialisasi kepada anggota LDII dilakukan oleh masing-masing pengurus DPD Kabupaten/Kota. Ketika ditanyakan kepada beberapa orang anggota LDII tentang kebenaran informasi tersebut umumnya mereka menyatakan sudah menerima sosialisasi paradigma baru. Para anggota yang ditanya umumnya merasa malu dengan tuduhan tersebut, sebab menurut mereka tidak perlu ada paradigma baru, sebab dengan adanya paradigma baru tersebut, seakan-akan sebelumnya ada paradigma lama. Pada hal sejak dahulu sepengetahuannya LDII sudah seperti yang diungkapkan dalam paradigma baru tersebut.

B. Pelaksanaan Hasil Rakernas.

1. Kaitan LDII dengan Islam Jama’ah,

Dari beberapa orang yang ditanya tentang Nurhasan Al-Ubaidah, umumnya mereka tidak mengenal siapa itu Nurhasan Al-Ubaidah, karena mereka rata-rata bergabung dengan LDI diatas tahun 19080-an, sedangkan bagi mereka yang bergabung dengan LDII tahun 1970-an, mengakui mengetahui siapa Nurhasan Al-Ubaidah, dia adalah seorang ulama yang mengajarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Ada sebagian ajaran Nurhasan yang masih diamalkan oleh warga LDII seperti tidak boleh bersalaman dengan wanita, khutbah pakai bahasa Arab, tetapi ajaran lainnya yang bersifat ekslusif sudah tidak diamalkan lagi oleh warga LDII.

Untuk sekarang ini LDII sudah tidak mempunyai hubungan lagi dengan Nurhasan Al-Ubaidah, apalagi dia sudah meninggal cukup lama, demikian juga dengan keturunan Nurhasan Al-Ubaidah. Warga LDII tidak mengenal siapa saja keturunan Nurhasan Al-Ubaidah.

Umumnya para warga LDII yang ditanya, tidak mengetahui mengapa Islam Jama’ah dilarang, karena mereka tidak mengenal apa itu Islam Jama’ah, sebab ketika mereka masuk LDII, Islam Jama’ah sudah dilarang oleh pemerintah.

Para pengurus dan warga LDII ketika ditanya tentang isi paradigma baru umumnya mampu menyebutkannya, meskipun tidak mampu menyebutkannya secara keseluruhan. Yang sering disebut adalah LDII bukan penerus/kelanjutan gerakan Islam Jama’ah dan tidak mengajarkan ajaran Islam Jama’ah, tidak mengenal sistim keamiran, masjid LDII terbuka untuk umum, tidak menganggap umat Islam diluar LDII sebagi kafir dan najis.

Latar belakang lahirnya pernyataan klarifikasi tersebut karena pengurus LDII sudah merasa capek menanggapi tuduhan dari berbagai pihak, yang menurut pengurus LDII sendiri tuduhan itu tidak benar. Memang mungkin masih ada sebagian kecil warga LDII yang mengamalkan ajaran Islam Jam’ah, tetapi itu bukan kebijakan organisasi, hanya bersifat perseorangan. Tugas LDII sebenarnya justru, ingin meluruskan paham yang dianut oleh Islam Jama’ah tersebut. Kebetulan MUI menyarankan agar membuat klarifikasi, maka LDII membuat pernyataan klarifikasi.

Terhadap pendapat yang mengatakan bahwa terdapat hubungan historis antara Islam Jama’ah dengan LDII, bagi mereka yang baru bergabung dengan LDII tidak sependapat, tetapi bagi sebagian pengurus ada yang mengakui adanya hubungan historis tersebut, tetapi terbatas pada penyerahan aset-aset milik Islam Jama’ah seperti pondok pesantren, dan beberapa buah rumah.

2. Sistem Kepemimpinan.

Sistem kepemimpinan yang terdapat diorganisasi LDII sama dengan struktur kepemimpinan organisasi Islam lainnya, hanya istilahnya yang berbeda. Untuk tingkat pusat disebut dengan Dewan Pimpinan Pusat (DPP), untuk tingkat provinsi disebut DPD Provinsi, untuk tingkat kabupaten/kota disebut DPD Kabupaten/Kota, untuk tingkat kecamatan disebut Pimpinan Cabang (PC), dan untuk tingkat kelurahan/desa disebut Pimpinan Anak Cabang (PAC). LDII tidak mengenal adanya pimpinan yang disebut Amir. Kalaupun ada yang bisa disebut dengan amir adalah kepala negara (Presiden). Terhadap beberapa warga LDII yang ditanya tentang apa yang dimaksud dengan amir, umumnya mereka tidak mengetahuinya, dan tidak kenal siapa itu amir.

3. Depenisi Kafir.

Orang yang disebut kafir, adalah orang yang sudah keluar dari kaidah-kaidah agama Islam. Kita tidak boleh menuduh orang lain sebagai kafir, sebab berat resikonya. Kalau tuduhan itu tidak benar, justru prediket kafir itu akan kembali kepada mereka yang menuduh tersebut. Kalau seseorang sudah mengucapkan dua kalimah syahadat dia sudah dianggap Islam, soal pengamalannya itu masalah lain. Menurut para warga LDII sejak mereka masuk LDII tidak pernah menganggap orang diluar LDII sebagai kafir dan sesat. Dan mereka juga menolak tuduhan bahwa orang diluar LDII sebagai najis, sehingga bekasnya harus dicuci.

Hal ini dapat dibuktikan, bahwa ketika shalat jum’at ada 5 orang diluar LDII yang ikut shalat jum’at. Peneliti juga ikut shalat jum’at, ketika mau shalat bergeser kedepan, ternyata bekas peneliti ditempati orang lain, dan itu tidak dicuci. Kemudian ada penjelasan dari Bapak Suyatno SE, Ketua RW di Kelurahan Loktabat Barat Banjarbaru. Menurut dia ditempatnya tersebut sudah biasa orang diluar LDII shalat di masjid LDII dan orang LDII shalat di masjid non LDII, demikian juga mereka saling mengunjungi dalam kehidupan sehari-hari, dan dia tidak menyaksikan adanya tuduhan bahwa bekas orang non LDII dicuci, karena dianggap najis. Dia sudah bergaul selam a 20 tahun dengan warga LDII. Di RW-nya terdapat 7 RT, 5 RT warga non LDII dan 2 RT warga LDII, Pak Suyatno sendiri bukan warga LDII.8

4. Masalah Manqul

Yang dimaksud dengan manqul umumnya warga tidak mengetahuinya, mereka hanya mengenal istilah mengaji. Yang dimaksud dengan mengaji adalah belajar dari guru dengan cara membaca Al-Qur’an dan Al-Hadits kemudian guru memberikan artinya secara harfiyah. Yang dimaksud dengan guru yaitu para muballigh yang sudah menamatkan pendidikannya di pondok-pondok milik LDII seperti di Burengan, Kertosono, Jombang dan Purwakarta. Meskipun demikian ada juga sebagian kecil muballigh yang pernah belajar di IAIN dan pondok lainnya (mis: H.Suhaimi, asal Kandangan). Para muballigh tersebut bertugas selama 2 tahun apabila bertugas diluar Jawa, sedangkan kalau di Pulau Jawa bertugas selama 1,5 tahun. Umumnya warga LDII jarang yang menuntut ilmu selain dari muballigh LDII, alasan utamanya karena dalam seminggu mereka banyak mengaji, selain itu waktu mengaji (biasanya malam Jum’at) bersamaan dengan waktu pengajian yang diadakan oleh kelompok Non LDII. Warga LDII tidak dilarang untuk membaca agama selain yang ditulis oleh LDII selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Sumber utama dalam belajar agama dalam kelompok ini adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits, sehingga mereka agak mengenyampingkan kitab-kitab yang ditulis para ulama zaman dahulu, termasuk tafsir-tafsirnya. Walaupun pada akhir-akhir ini sudah mulai ada perubahan, seperti yang dilakukan oleh PC Loktabat Barat yang mau mengundang Ustadz Imran Mahmud untuk mengajarkan kitab fiqhi.



5. Bermakmum Kepada Orang Diluar LDII

Syarat- syarat orang untuk dapat menjadi imam yaitu: (a) fasih bacaannya baik tajwid dan makhrajnya, (b) hafalannya juga baik, (c) memahami ilmu agama (d) masuk Islamnya lebih dahulu. Orang LDII boleh shalat dan bermakmum kepada orang non LDII. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan beberapa warga LDII seperti : Rahmat pegawai Dephub, Wito pegawai Puskesmas, Aliman pegawai PT Merck, dan Sukria tukang bangunan. Mereka umumnya shalat di kantor dan mushalla terdekat, apabila datang waktu shalat zhuhur, dan bermakmum kepada orang Non LDII. Beberapa orang Non LDII seperti Pak Jayadi (Sekum MUI) Pak Ilham Masykuri pernah menjadi Imam di Masjid Al-Hidayah, termasuk peneliti (tiga kali). Bermakmum dengan orang non LDII shalatnya sah. Tentang masalah ini menurut warga LDII tidak ada perubahan, karena memang sejak dahulu mereka boleh bermakmum kepada orang diluar LDII.

  1. Penggunaan Masjid.

Masjid LDII terbuka untuk umum, oleh sebab itu siapa saja boleh shalat di masjid tersebut. Oleh sebab itu masjid diberi nama dengan nama umum seperti: Al-Hidayah, Al-Barokah, bukan masjid LDII. Papan nama LDII sudah dicopot seperti di Masjid Al-Hidayah Banjarbaru dan Al-Barokah Banjarmasin Barat, sedangkan di Masjid Al-Hidayah jalan Manggis nama Kantor LDII berada di sebelah bagian kanan dari komplek. Masjid LDII banyak dikunjungi terutama ketika shalat Jum’at, seperti Camat Kecamatan Banjarmasin Timur sering shalat Jum’at di Masjid Al-Hidayah (lihat Tabloid Serambih Ummah), sedangkan pada waktu shalat rawatib seperti: Pak Hakim, Pak Yanto (Ketua RT) dan orang-orang yang tinggal di Mess (asrama ABRI) sering shalat di Masjid Al-Barokah.

Orang diluar LDII boleh menjadi Imam dan Makmum di Masjid milik orang LDII. Oleh sebab itu walaupun tidak banyak, ada orang diluar LDII yang ikut shalat berjama’ah di masjid ini.

Belum pernah ada orang diluar LDII yang pernah menjadi khatib di masjid milik orang LDII, karena khutbahnya memakai bahasa Arab. Sebenarnya boleh saja orang diluar LDII jadi khatib, asal bersedia berkhutbah memakai bahasa Arab. Memakai bahasa Arab karena menurut LDII, khutbah itu merupakan rangkaian dari ibadah. Karena merupakan ibadah maka khutbah harus memakai bahasa Arab. Soal khutbah memakai bahasa Arab tidak hanya dilakukan oleh LDII, tetapi dilakukan pula oleh umat Islam lainnya seperti di NTB, Puncak dan beberapa komunitas Betawi.

Warga LDII, terutama para karyawan umumnya shalat di mushalla kantor atau masjid yang terdekat.9 Sedangkan mereka yang berjualan, shalat dimasjid disepanjang jalan yang mereka lalui. Ketika mengikuti diklat di Jakarta, biasanya shalat di masjid dekat tempat diklat.

Menurut mereka tidak ada perbedaan dalam hal ini baik sebelum maupun sesudah Rakernas LDII 2007, sebab LDII berdasarkan pengetahuan mereka memang sejak dahulu sudah seperti itu, masjidnya terbuka bagi siapa saja. Dan mereka boleh bermakmum kepada siapa saja, dan orang boleh saja shalat di masjid milik orang LDII. Dan berdasarkan pemantauan peneliti memang masjid LDII terbuka untuk umum.

C. Faktor Pendukung dan Penghambat.

Faktor pendukung diantaranya ada dukungan yang diberikan oleh MUI Provinsi Kalimantan Selatan dalam pelaksanaan sosialisasi, sebanyak 5 kali sosialisasi MUI selalu ikut serta dengan memberikan pencerahan kepada masyarakat, bahwa perbedaan dalam Islam adalah rahmat sepanjang perbedaan tersebut tidak menyangkut hal-hal yang prinsipil (aqidah). Perbedaan dalam hal yang bersifat furu’iyah tidak perlu dipermasalahkan. Dari pihak pengurus LDII sendiri ada kemauan yang keras untuk melaksanakan sosialisasi ini baik keluar maupun kedalam. Ada respon yang positif dari MUI maupun Departemen Agama, antara lain dengan mengikut sertakan LDII dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh MUI maupun Departemen Agama, yang sebelumnya tidak pernah dilakukan. Selain itu ada dukungan dari warga LDII sendiri untuk melaksanakan klarifikasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan faktor penghambat, masih terdapat dalam masyarakat yang seakan-akan tidak mau tahu dengan paradigma baru LDII, dan stigma lama masih terus didengung-dengungkan oleh mereka, seperti orang LDII menganggap orang diluar LDII najis sehingga bekasnya perlu dipel, bersifat eksklusif tidak mau bergaul dengan orang-orang diluar LDII, tidak mau bermakmum dengan orang diluar LDII. Diluar hal tersebut, menurut mereka tidak ada faktor penghambat yang sangat berarti.

IV

RESPON ANGGOTA, MASYARAKAT DAN PEMERINTAH

Respon anggota LDII umumnya menyambut baik adanya klarifikasi tersebut, walaupun mereka menganggap aneh keluarnya klarifikasi semacam itu sebab menurut mereka selama ini LDII sebagai organisasi sudah melakukan seperti hal-hal yang tercantum dalam klarifikasi tersebut. Tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada LDII itu sebenarnya tidak valid, hanya berdasarkan bisik-bisik tanpa melihat langsung. Atau mereka membaca buku-buku yang dikarang oleh orang-orang ex Islam Jama’ah yang berusaha menjelek-jelekkan LDII. Boleh jadi mereka melihat anggota LDII yang dulunya anggota Islam Jama’ah yang masih mempraktekkan ajaran Islam Jama’ah, karena masih ada warga LDII yang berasal dari Ex Islam Jama’ah. Tetapi sekarang ini pengurus LDII sudah tegas, siapa saja yang masih mengamalkan ajaran Islam Jama’ah akan dikeluarkan dari LDII. Oleh sebab itu masyarakat diminta melaporkan kepada pengurus LDII kalau masih ada warga LDII yang masih mengamalkan ajaran Islam Jama’ah. Sudah barang tentu laporan tersebut harus jelas, siapa namanya, kapan melakukannya, apa yang dilakukan, dan dimana ia melakukannya.

Sedangkan tanggapan dari pemuka agama terbagi dua bagian mereka yang mengenal dekat dengan LDII dan mereka yang tidak mengenal dari dekat LDII. Yang telah mengenal lebih dekat dengan LDII adalah MUI Provinsi Kalimantan Selatan, dimana melalui surat rekomendasi nomor 14/MUI-KS/III/2007, dapat menerima pernyataan klarifikasi Dewan Pimpinan LDII sebagai berikut: LDII dengan paradigma baru, LDII tidak menggunakan dan tidak mempunyai keamiran dan LDII tidak mengajarkan, meneruskan ajaran Islam Jama’ah, tetapi membina bekas Islam Jama’ah yang tergabung dalam warga LDII ( 1 Maret 2007). Selain itu MUI Kalimantan Selatan mengirim surat kepada seluruh MUI Kabupaten/Kota se-Kalimantan Selatan, menyampaikan hasil dialog antara DP MUI Pusat, DP MUI Kalsel serta Pengurus LDII Prov Kalsel, Kab/Kota se-Kalsel tanggal 9 Februari 2008, yang kesimpulannya sebagai berikut: (a) LDII bukan penerus/kelanjutan dari gerakan Islam Jama’ah serta tidak menggunakan ataupun mengajarkan Islam Jama’ah (b) LDII tidak menggunakan atau menganut sistem keamiran, (c) LDII tidak menganggap umat Islam diluar LDII sebagi kafir atau najis, (d) LDII dalam pengayaan ilmu juga menggunakan alumni lulusan pondok diluar LDII, (e) Masjid LDII terbuka untuk umum. Menurut Pak Jayadi (Sekum MUI) berdasarkan pengamatannya tidak ada sistem keamiran, tidak ada mengepel lantai bekas orang Non LDII, dia pernah jadi imam di masjid LDII. Menurut Prof Asmaran (Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI) dia pernah shalat di masjid LDII secara berpindah-pindah tempat, ternyata bekas shalat tadi tidak dibersihkan. Secara fisik dalam aktivitas ibadah tidak ditemukan praktik-praktik seperti yang diajarkan Islam Jama’ah, bahkan mereka sangat ramah (Serambi Ummah, 29 Februari 2008). Sedangkan dikalangan ormas Islam (NU dan Muhammadiyah) kurang mengetahui aktivitas LDII, selama ini tidak ada konflik antara LDII dan masyarakat. Bagi masyarakat Banjar selama tidak mengganggu, tidak ada masalah, dan mereka nampaknya tidak ofensif, hanya pembinaan kedalam. Mereka belum mengenal paradigma baru LDII. Sedangkan menurut Pak Imran Mahmud (Ketua MUI Banjarbaru), LDII sejak mengeluarkan paradigma baru sudah banyak mengalami perubahan, sekarang ini sudah sangat terbuka sekali, dan mau dibina oleh MUI.

Sedangkan tanggapan pemerintah disampaikan oleh Kepala Kandepag, Kasi Kemasjidan, Kabid Mapenda, dan KUA Kecamatan Banjarmasin Timur. Menurut Ka Kandepag Banjarbaru (Drs Kuzweni)sekarang LDII sudah mau dibina oleh MUI, mau diundang dan mengundang, dengan adanya sosialisasi pandangan masyarakat telah berubah, berdasarkan pemantauan mereka sudah bagus, sudah mau shalat dengan orang lain, tidak lagi mengepel bekas orang non LDII, melakukan qurban dan dibagikan kepada masyarakat sekitar, pada intinya sekarang ini tidak ada lagi kegiatan LDII yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Pak Ilham staf Bidang Penais yang sering berkunjung ke masjid LDII mewakili kepala kanwil Depag, tampaknya LDII konsisten menjalankan paradigma barunya, oleh sebab itu masyarakat jangan menghakimi. Soal perbedaan tafsir jangan dibesar-besarkan, selama masih dalam koridor. Sekarang ini mereka sudah terbuka, kalau diundang dalam berbagai acara mereka datang, demikian pula kalau mereka mengundang kita datang. Hubungan mereka dengan orang tuanya terjalin dengan baik. Pada intinya mereka sudah banyak mengalami kemajuan, justru ahlus sunnah wal jama’ah kesannya justru tertutup. Pak Yusron (Kepala KUA) mengatakan dia tidak hadir waktu ada sosialisasi paradigma baru LDII, tetapi secara rutin dia menerima majalah LDII, pernah diundang dalam acara berbuka puasa bersama, namun tidak bisa hadir. Yang pasti selama ini tidak terdapat konflik antara masyarakat dengan LDII.

Sedangkan pandangan masyarakat sekitar terhadap LDII umumnya mengatakan tidak ada permasalahan antara masyarakat dan LDII, prinsipnya yang penting tidak saling mengganggu. Menurut Riana yang tinggal berhadapan dengan masjid LDII mengatakan sepanjang pengetahuannya, semua yang dituduhkan kepada LDII itu tidak benar, mereka mau bergaul dengan masyarakat sekitar, orang lain tidak dilarang shalat dimasjid mereka.

V

KESIMPULAN

Sosialisasi paradigma baru LDII sudah dilaksanakan pada tingkat provinsi dan 5 kabupaten/kota, masih terdapat 5 kabupaten/kota yang belum diadakan sosialisasi, dan ini menjadi tugas DPD masing-masing.

Berdasarkan informasi dan pengamatan peneliti paradigma baru sudah dilaksanakan oleh pengurus dan warga LDII. Meskipun menurut warga LDII tidak perlu adanya klarifikasi tersebut, sebab sejak dulu LDII sudah melaksanakan hal tersebut.

Tanggapan MUI baik provinsi maupun kabupaten/kota sangat positif akan keberadaan LDII, sedangkan sebagian ormas Islam masih belum mengenal paradigma baru LDII, walaupun tidak mempersoalkan keberadan LDII di Kalimantan Selatan.

Masyarakat sekitar umunya tidak mempersoalkan keberadaan LDII, bahkan sebagian menyangkal terhadap tuduhan yang dialamatkan kepada LDII.

Mungkin yang perlu menjadi perhatian tentang sitem manqul yang masih diterapkan dalam pengajian LDII. Apakah sistem pengajian yang disebut manqul, sanad dan muttasil, masih berdasarkan seperti yang dianut oleh Islam Jama’ah, atau sudah mempunyai makna yang baru. Menurut pengakuan mereka sudah tidak mengikuti arti yang lama, dimana tidak harus bersandar (sanad) dan bersambung (muttasil) kepada Nurhasan Al-Ubaidah.









1 Bayani Dahlan, Potret Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII Kota Banjarmasin), Komisi Pengkajian dan Pengembangan MUI Kalimantan Selatan, 2007, hal 30

2 Tim Peneliti Fakultas Dakwah, Dakwah Islam LDII di Kalimantan Selatan, Pusat Penelitian IAIN Antasari, Banjarmasin, 1995, hal 10

3 Bayani Dahlan, op cit, hal 31-31

4 Hasil Wawancara dengan Mohamad Darban, Ketua DPD LDII Provinsi Kalimantan Selatan, tanggal 15 Maret 2009.

5 Mengenai pembagian qurban kepada masyarakat, setelah dikompirmasi dengan berbagai pihak ternyata mereka membenarkan pernyataan tersebut.

6 Wawancara dengan Mohamad Darban, op cit.

7 Mengenai hasil dari sosialisasi tersebut secara lengkap dapat dibaca dalam Laporan Sosialisasi Klarifikasi Paradigma Baru LDII Diwilayah Kerja DPD LDII Provinsi Kalimantan Selatan, DPD LDII Provinsi Kalimantan Selatan, 2008, hal 1-8.

8 Wawancara dengan Bapak Suyatno, seorang Ketua RW di Kelurahan Loktabat Barat, ketika menghadiri perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, yang juga dihadiri oleh beberapa orang pengurus masjid dan mushalla di RW 3 Lktabat Barat.

9 Sebagai contoh Pak Rahmat shalat di mushalla Pelabuhan Tri Sakti, Pak Wito di mushalla dekat Puskesmas.

3 komentar:

  1. ada pdfnya gak???anne kepingin nihh..

    BalasHapus
  2. Semakin sering mengaji dengan LDII insya allah akan tahu LDII itu seperti apa

    BalasHapus
  3. The Best Slots in Vegas for Real Money 2021 - Dr. MD
    The Best Slots in Vegas for Real Money 2021 · Best Live Dealer Slots 나주 출장안마 in Vegas · The 목포 출장마사지 best live dealer games · 제천 출장안마 Exclusive promotions 오산 출장안마 and 과천 출장마사지 rewards · Live casino

    BalasHapus