KELOMPOK KESATUAN AL-HAQ
DI PEKANBARU PROVINSI RIAU
1
PENDAHULUAN
Beberapa bulan belakangan ini umat Islam Indonesia dikejutkan dengan munculnya kelompok keagamaan yang dikenal oleh sebagian masyarakat dengan Al-Haq. Kelompok ini ditengarai telah berkembang di beberapa kota besar di Indonesia, termasuk dikampus-kampus dan kawasan industri. Eksistensi kelompok Al-Haq belum banyak diketahui orang.
Informasi awal tentang kelompok ini diperoleh melalui hasil investigasi yang dilakukan oleh Tim Investigasi Aliran Sesat Forum Ulama Umat Indonesia (TIAS-FUUI) dan melalui internet yang menyatakan bahwa doktrin keagamaan kelompok ini bertentangan dengan ajaran Islam, yaitu: (1) Mendoktrinkan bahwa dosa bisa ditebus dengan uang; (2) Menganggap orang lain diluar kelompoknya sebagai kafir; (3) Menyetorkan 25% dari penghasilannya untuk jama’ah sebagai penebusan dosa; (4) Orang yang keluar dari kelompoknya dinyatakan telah murtad (kafir); (5) Salat dilakukan hanya satu kali dalam sehari semalam; (6) Kewajiban puasa bisa dikonversi dengan uang; (7) Zaman sekarang ini dipandang sebagai zaman belum futuh Makkah, sehingga belum diwajibkan salat, zakat, puasa ataupun ibadah haji.
Apabila dicermati doktrin-doktrin diatas tampaknya ada kecendrungan bahwa kewajiban-kewajiban keagamaan bisa gugur bila dikonversi dengan uang. Jika doktrin ini benar tentu berpengaruh terhadap perilaku pengikutnya. Oleh karena itu perlu diungkap tentang karakteristik organisasi ini dan bagaimana pula perilaku para anggotanya. Seberapa jauh organisasi ini telah menimbulkan keresahan dalam masyarakat dan apakah juga perilaku mereka itu pada hakekatnya bertentangan dengan agama?
Dari latar belakang diatas, maka masalah yang ingin diungkap adalah:
(1). Siapa tokoh utamanya? (2). Seperti apa faham keagamaannya? (3). Bagaimana bentuk organisasi dan pengelolaannya? (4). Jaringan organisasinya seperti apa dan meliputi organisasi apa saja? (5). Bagaimana sistem pendanaannya? (6). Bagaimana sistem perekrutan anggotanya? (7). Segmen masyarakat mana yang menjadi pendukungnya?
Melalui kajian ini diharapkan dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang kelompok Al-Haq yang berkaitan dengan (1) tokoh utamanya; (2) faham keagamaan; (3) bentuk organisasi; (4) jaringan organisasi; (5) sistem pendanaan; (6) rekrutmen anggota; (7) segmen masyarakat yang menjadi pendukung.
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif, yaitu mendeskripsikan hasil penelitian sesuai dengan tujuannya dan diikuti dengan analisis secara deskriptif.
Data dikumpulkan melalui wawancara dan studi dokumentasi. Berdasarkan informasi awal yang dipeoleh dari media massa dan internet tentang keberadaan kelompok Kesatuan Al-Haq, maka penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Dipilihnya daerah ini sebagai sasaran penelitian karena di daerah ini MUI Kota Pekanbaru telah mengeluarkan fatwa tentang keberadaan kelompok Kesatuan Al-Haq, selain itu beberapa pengikutnya telah ditangkap oleh Polsek Kecamatan Tampan, walaupun akhirnya dibebaskan.
II
TEMUAN PENELITIAN
Proses Munculnya Kasus.
Bermula dari seorang mahasiswi sebut saja namanya Wulan ( nama samaran) terjerat mengikuti kelompok ini. Tetapi tatkala ia sudah mengikuti beberapa kali pengajian kelompok ini, ia dituntut untuk membayar uang sebanyak Rp 400.000,-, ia nampaknya tidak mampu untuk membayar. Ia dikejar-kejar terus, merasa tertekan maka ia memberitahukan hal tersebut kepada orang tuanya. Berdasarkan pertimbangan tertentu, maka orang tuanya melaporkan hal tersebut kepada Kepolisian Sektor Kecamatan Tampan. Berdasarkan laporan tersebut maka pihak kepolisian mengadakan penggerebekan, dan berhasil menangkap mereka yang ketika itu tinggal mengontrak disebuah rumah yang beralamat di Jalan Al-Ikhlas RT 02/07 Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Pekanbaru.
Berdasarkan informasi dari mereka yang berhasil di periksa, kelompok mereka terdiri dari tujuh orang yaitu :
1.Tania, beralamat di Jl Al-Ikhlas RT 02 RW 07 Kelurahan Tua Karya Kecamatan Tampan Pekanbaru;
2.Fitri alias Cahaya, beralamat di Jl Al-Ikhlas RT 02 RW 07 Kelurahan Tuah Karya Pekanbaru;
3.Rika alias Ika umur 26 Tahun, beralamat di Jakarta;
4.Gunarsih alias Asih/Nina, umur 21 Tahun, alamat Desa Pesuningan RT 01/01 Kecamatan Prembun Kebumen;
5.Melli alias Milla, umur 21 Tahun, alamat Pasar Minggu Lebak RT 10/08 Kelurahan Pejaten Pasar Minggu Jakarta Selatan;
6.Disa Kurniawati alias Disa, umur 21 Tahun, alamat Jl KH Abdul Wahab, RT 04/06 Kelurahan Duri Kosambi Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat;
7.Turini alias Wita, umur 22 Tahun, alamat Kampung Bojong Koneng RT 001/002 Kelurahan Telaga Murni Kecamatan Cikarang Barat Bekasi;
Dari tujuh nama tersebut orang yang dianggap sebagai pimpinan mereka yaitu Tania, tidak ikut tertangkap, begitu juga dua orang lainnya. Sehingga yang berhasil ditangkap hanya 4 orang yaitu: Rini, Erika, Melli dan Disa.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Kepolisian Sektor Tampan, diperoleh informasi tentang kelompok Kesatuan Al-Haq sebagai berikut:
1.Ajaran yang dikembangkan diambil dari potongan ayat-ayat Al-Qur’an yang bertemakan tentang kewajiban berjihad. Apabila seseorang pengikut telah mampu mengajak dua orang untuk menjadi pengikut kelompok ini maka tidak diwajibkan lagi untuk mengerjakan salat.
2.Bila seseorang mau masuk kelompok ini harus mengucapkan ikrar yang berbunyi: “ Saya menyatakan janji kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri”.
3.Pengajaran dilakukan secara rahasia, dan setiap anggota diwajibkan untuk hijrah ke tempat-tempat yang dirahasiakan dengan cara menututp mata dengan kain hitam. Setiap anggota diwajibkan membayar sedekah sebesar Rp 200.000,- hingga Rp 1000.000,-
4.Ajaran yang dikembangkan antara lain para anggota Aliran Kesatuan Al-Haq dilarang keras berhubungan dengan keluarga, pihak luar, TNI/POLRI dan ulama/ustadz, dan mereka dibolehkan untuk melawan orang tua.
5.Pakaian yang digunakan berupa pakaian biasa dan berjilbab, akan tetapi pada saat mengikuti pengajian yang diadakan dua kali dalam seminggu, setiap anggota mengenakan pakaian jubah berwarna hitam.
6.Anggota kelompok Kesatuan Al-Haq pada umumnya wanita, berpendidikan SD hngga SMK yang putus sekolah, dilihat dari segi ekonomi tergolong ekonomi rendah, serta memiliki pengetahuan agama yang sangat minim.
7.Anggota Kesatuan Al-Haq tidak berinteraksi dengan masyarakat sekitar sehingga menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat dimana mereka tinggal.1
Terhadap Aliran Kesatuan Al-Haq ini Majelis Ulama Indonesia Kota Pekanbaru telah melakukan pengkajian. Berdasarkan kajian MUI, aliran Kesatuan Al-Haq dinyatakan sebagai aliran yang sesat berdasarkan Keputusan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Pekanbaru Nomor 20 Tahun 1428 H/2007 M, setelah mendengarkan hasil rapat Komisi Fatwa MUI Kota Pekanbaru pada hari Senin, 24 Syawal 1428 H/ 05 Nopember 2007 M.
Dalam keputusan Komisi Fatwa MUI Pekanbaru aliran ini dianggap sesat berdasarkan hal-hal sebagai berikut:
1.Kelompok ini mengkafirkan orang lain diluar kesatuan mereka, hal ini dianggap bertentangan dengan Al-Qur’an, akibatnya mereka memiliki doktrin bahwa orang selain mereka adalah musuh sekalipun kaum kerabat. Kaum Muslimin Indonesia adalah kafir bagi kesatuan mereka.
2.Pemahaman tentang Ahlul Kitab.Orang Yahudi dan Nasrani telah meninggalkan Taurat dan Injil maka mereka bukanlah Ahlul Kitab, sebagaimana umat Islam diluar kesatuan mereka telah meninggalkan Al-Qur’an maka mereka bukan lagi Ahlul Kitab. Oleh sebab itu mereka diidentifikasikan sebagai umat yang bukan memiliki kitab (Al-Qur’an).
3.Konsep mereka tentang hijrah (meninggalkan kampung/negeri) hal ini bertentangan dengan hadits Nabi ketika Fathul Makkah. Hijrah menurut mereka adalah masuk dalam kesatuan mereka.
4.Merahasiakan kegiatan mereka kepada siapapun ( sunnah rahasia).
5.Tujuan kesatuan Al-Haq adalah Iman, Hijrah dan Jihad. Inti semuanya adalah berjihad dan mereka menterjemahkan Tilawah dengan Jihad, pada hal tilawah dalam Islam artinya memperbanyak zikir, bukan berarti Jihad seperti yang mereka pahami.2
Menurut MUI, faham yang disebarkan oleh Kesatuan Al-Haq dapat memecah belah umat Islam, oleh sebab itu MUI meminta kepada Pemerintah untuk menindak lanjuti dan memproses secara hukum faham kesatuan Al-Haq.
Penanganan Kasus
Setelah MUI Pekanbaru mengeluarkan fatwa tentang sesatnya kelompok Kesatuan Al-Haq, Pemerintah Kota Pekanbaru mengadakan pertemuan dengan berbagai pihak yang terkait, termasuk Kepala Kandepag Kota Pekanbaru. Pertemuan tersebut antara lain mengambil keputusan agar pemerintah kota mengambil langkah tegas untuk segera melakukan razia. Razia ini diperlukan, guna membendung berbagai jenis aliran sesat yang terus menyebar di Indonesia tak terkecuali di Pekanbaru.3
Pihak Kepolisian Kota Besar Pekanbaru mengirim surat kepada Kepala Kejaksaan Negeri Pekanbaru, melalui surat No R/425/X/2007 tanggal 30 Oktober 2007. Isi surat itu menginformasikan tentang ajaran Kesatuan Al-Haq yang diduga menyebarkan ajaran sesat. Menjawab surat Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Riau Kota Besar Pekanbaru, Kepala Kejaksaan Negeri Pekanbaru mengirim surat No B-03/N.4.10/Dsp.3/11/2007 tanggal 12 Nopember 2007, yang menginformasikan bahwa Kejaksaan Negeri Pekanbaru telah menerima Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Pekanbaru yang menyatakan bahwa Aliran Al-Haq telah menyimpang dari ajaran Islam, oleh karenanya dianggap sebagai Islam sesat. Informasi dari sdr (Kepolisian) serta MUI Kota Pekanbaru telah diteruskan kepada Kejaksaan Tinggi Riau untuk selanjutnya diteruskan ke Kejaksaan Agung, sesuai ketentuan Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965, Pasal 2 bahwa Aliran tersebut haruslah dinyatakan terlarang terlebih dahulu oleh Jaksa Agung, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri.4
Dari pihak Kantor Departemen Agama Kota Pekanbaru setelah menerima hasil keputusan Komisi Fatwa MUI Kota Pekanbaru dan rapat kordinasi dengan Walikota Pekanbaru, mengundang tokoh-tokoh agama dan pimpinan ormas keagamaan untuk membicarakan jalan keluar dalam menghadapi perkembangan aliran Kesatuan Al-Haq di Pekanbaru.5
Profil Dan Ajaran Aliran Kesatuan Al-Haq
Kelompok ini menamakan dirinya Kesatuan Al-Haq, dinamakan demikian karena mereka memperjuangkan kebenaran (Al-Haq/ Al-Quran), sedangkan kesatuan berarti kumpulan atau kelompok. Kesatuan Al-Haq berarti kelompok atau perkumpulan orang-orang yang menegakkan agama Allah berdasarkan ajaran Al-Qur’an, sebagai lawan dari Kesatuan Bathil.
Pimpinan kelompok ini di Pekanbaru bernama Taniah berasal dari Jawa Tengah, sebagai pendamping untuk menyebarkan paham ini, terdapat enam orang yang semuanya wanita, dan dapat ditangkap hanya 4 orang, sedangkan yang tiga orang lagi termasuk pimpinannya tidak dapat ditemukan
Aliran ini berpusat di Jawa, tapi tidak jelas dimana keberadaan pimpinan mereka, karena mereka tidak tahu siapa pimpinan mereka yang paling tinggi. Mereka hanya tahu atasannya saja, yang disebut sebagai ketua jaringan. Jaringan membawahi anggota yang disebut TL
Anggota yang direkrut baru sebanyak dua orang, semuanya wanita dan berstatus sebagai mahasiswi. Tetapi kemudian dua orang ini keluar karena ajaran yang disampaikan dianggap kurang cocok bagi mereka, terutama tentang kewajiban membayar uang terhadap kesatuan yang jumlahnya sangat besar bagi ukuran seorang yang masih berstatus sebagai pelajar/mahasiswi. Bagi seseorang yang akan masuk (hijrah) ke kesatuan diharuskan mengucapkan janji setia dan membayar infaq (dana).
Bagi mereka yang baru hijrah diadakan pembinaan pemantapan kepahaman tentang Iman-Hijrah dan Jihad sebanyak 3 kali. Tujuannya adalah:
a.Menunjukkan bukti-bukti yang lebih dalam dari Qur’an, bahwa dengan melakukan Iman-Hijrah- Jihad saudara benar-benar berada pada jalan ”Yang Lurus”. Jalan yang benar disisi Allah, Rasul dan Qur’an.
b.Mengetahui lebih mendalam tentang JALAN IMAN-HIJRAH- JIHAD sebagai satu-satunya jalan keselamatan sebagaimana yang diajarkan oleh Allah dalam Qur’an melalui Rasul-Nya.
c.Mengetahui bagaimana status orang-orang yang MELAKUKAN Jalan Iman-Hijrah-Jihad di mata Allah, dan bagaimana pula status orang-orang yang TIDAK MELAKUKAN jalan Iman – Hijrah – Jihad dimata Allah.
Bertilawah
Diantara kewajiban yang dibebankan kepada anggotanya adalah bertilawah.. Tilawah berarti membacakan ayat-ayat Allah untuk memberi mereka kabar gembira akan rahmat yang besar serta ampunan dari Allah, dan supaya mereka mengenal Allah dengan pengenalan yang semestinya. Tujuannya adalah agar orang-orang yang dibacakan itu mengenal kehendak Allah, yaitu agar memahami bahwa tak seorangpun di muka bumi ini yang boleh memberi izin akan perbuatan-perbuatan yang diharamkan Allah, dengan kata lain, kita harus hidup dengan Qur’an sebagai standar segala aktifitas. Target dari setiap anggota adalah menghijrahkan sebanyak-banyaknya orang, sebagai wujud pertolongan saudara terhadap agama Allah. Dengan banyaknya orang yang hijrah maka kekuatan kita (KA) akan semakin besar.6
Dalam tatanan Kesatuan Al-Haq tilawah adalah salah satu unsur pembinaan teritorial yang mengarah kepada pertumbuhan jumlah - dengan pengertian makin banyak jumlah, akan semakin kuatlah kesatuan. Karena bertilawah termasuk amalan Lima Pembinaan, dengan bertilawah berarti seseorang menambahkan bagi dirinya syarat-syarat keselamatan.7
Dalam hal bertilawah kepada anggota diajarkan tentang manfaat bertilawah, aqidah bertilawah, orang yang melakukan tilawah berarti telah menolong agama Allah, model rekrutmen anggota, daftar nama dan kontak. Kemudian diuraikan bagaimana memulai kegiatan TL, tentang enam jurus bertilawah, cara melihat respon calon TL, aturan MN TL, dan beberapa nasehat bagi para pelaku TL. Dibicarakan juga materi – materi standar yang harus disampaikan dalam melakukan TL (Fungsi Al-Quran, Haq - Bathil, dan Iman-Hijrah–Jihad), setelah itu cara melakukan evaluasi dan membuat program.
Selanjutnya dibicarakan tentang Kepemimpinan dalam pandangan Al-Qur’an. Dalam diktat ini antara lain dibahas mengenai sub-bab sebagai berikut: (1) Hidup dibawah kepemimpinan itu adalah wajib; (2) Pemimpin harus menegakkan Kitab, (3) Kitab adalah petunjuk untuk mencapai kemenangan dunia & akhirat; (4) Kesalahkaprahan umat Islam secara umum; (5) larangan Allah mengambil Pemimpin yang Kafir kepada ayat-ayat Allah; juga dibahas tentang (6)Pemimpin yang Mengaburkan ajaran agama dan tidak menghendaki agama Allah tegak;
Sunnah Rahasia
’Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam GOA ITU niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu, (QS 18: 16).
Bicara GOA berarti bicara tempat yang ”jauh dan tersembunyi”. Maka dengan sangat mudah kita mengetahui mengapa ada perintah mencari tempat berlindung ke dalam GOA, yaitu supaya kita masuk ke dalam “tempat rahasia”. Dalam sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW, kita juga telah mengenal istilah “berjuang secara sembunyi-sembunyi”. Maka kerahasiaan itu adalah sunnah. Sedangkan istilah GOA ITU mengacu kepada “goa” yang khusus dan tertentu. Itulah Kesatuan yang merupakan penerapan dari pola perjuangan orang-orang terdahulu: Kesatuan Yang Haq.
Di dalam tempat rahasia (Kesatuan Al-Haq) inilah kita mendapatkan petunjuk-petunjuk yang membuat kita menjadi sangat paham dengan Qur’an, dan disanalah kita akan mendapatkan hal-hal yang akan memajukan kita dalam berpikir dan berbuat, secara luar biasa. Keberadaan kelompok ini tidak boleh diberitahukan kepada orang lain, sekalipun kepada teman akrab (QS 60/1).
Ahli Kitab
Ahli artinya pewaris, Kitab yaitu Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Di zaman Rasulullah, pewaris kitab adalah Yahudi dan Nasrani. Mereka semua telah meninggalkan Kitab. Umat Islampun hari ini sudah melupakan Qur’an.
Dengan demikian berlakulah perkataan terhadap umat Islam, sebagaimana yang berlaku terhadap Yahudi dan Nasrani. Perkatan itu adalah bahwa Allah mencabut rahmat kepewarisan (petunjuk, warisan bumi, kesejahteraan, kekuasaan, surga firdaus) dari mereka, kecuali yang bertaubat dengan memasuki pola orang-orang terdahulu (Iman-Hijrah- Jihad).
Dalam bagian ini juga dibicaraka tentang keingkaran Ahli Kitab terhadap perintah Allah yang sangat prinsip; kekeliruan/kesalahkaprahan Ahli Kitab. Dari uraian-uraian diatas nampak yang paling pokok dalam kelompok ini adalah penegakkan kitab Allah, mereka yang tidak mengikuti pemimpin yang menegakkan Kitab Allah amalnya akan sia-sia.8
Berhala
Berdasarklan pemahaman terhadap hal-hal yang dikemukakan sebelumnya maka didapatkan kesimpulan bahwa hidup yang benar adalah hanya berpedoman kepada Kitabullah, baru bisa disebut menyembah Allah. Berpedoman pada selain dari Kitabullah berarti menyembah berhala.(Lihat surat 5: 68).9
Pecahbelah
Orang Islam yang mengaku Islam belum tentu Islam dimata Allah, demikian pula mereka yang berbuat baik belum tentu baik dimata Allah. Mengapa demikian? Karena mereka mengakui aturan lain selain aturan Allah, yaitu aturan berhala. Padahal pemimpin-pemimpin berhala tidak mau membiarkan umat Islam bersatu, karena mereka tidak menginginkan umat Islam menjadi kuat.
”Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?” (QS 14:28).
Pedoman Pola Pikir Kesatuan AL-HAQ
Pedoman Pola Pikir Kesatuan Al-Haq mempunyai 5 hal yaitu Motivasi; Prioritas, Profesionalisme; Spiritualitas dan Konsistensi. Motivasinya karena Allah; Prioritasnya mendahulukan Allah, Rasul dan Jihad; Profesionalisme: dengar dan ta’at; Spritualitasnya :Ingin membersihkan dan mensucikan diri dan Konsistensinya adalah mempunyai kesabaran yang tinggi
Dalam bagian ini antara lain dijelaskan mengenai kesatuan sebagai wadah pemebelajaran; pentingnya pembelajaran; memahami perlawanan kelolaan; aktifitas Jihad sebagai proses belajar; Akhlak dan keberhasilan; Akhlak dan Profesionalisme; Peran pola pikir dalam menciptakan keseimbangan; mengapa harus pedoman pola pikir.
Dalam menguraikan tentang Kesatuan Sebagai Wadah Pembelajaran disebutkan bahwa aktifitas teritorial secara keseluruhan harus dipandang sebagai program pembelajaran: Kesatuan teritorial harus dipandang seperti sebuah wadah pembelajaran (lembaga pendidikan) yang mendidik dan melatih anggota mulai dari menanamkan materi-materi dasar/pengkondisian awal, pengenalan kepada sistem prospekting (pertilawahan)-DN, kontak, follow up, membawakan acara, membina dengan PPK/PL dst – mengelola jaringan menjadi P-TL, menjadi P-BN, REP, T-MH, KST dst.
Sedangkan mengapa para anggota harus mengikuti pedoman pola pikir? Karena Pola Pikir Kesatuan adalah sifat dan jati diri anggota Kesatuan yang dengan itu mereka bisa menjadi SDM yang mempunyai kekuatan malaikat, yaitu loyalitas yang sangat tinggi dan tidak mempunyai fokus lain selain dari kepentingan-kepentingan Kesatuan yang harus ia sempurnakan, sementara mereka menggantungkan seluruh harapan mereka kepada Allah melalui Kesatuan dan pencapaian-pencapaiannya.
Jihad
Pengertian Jihad merupakan inti dari jalan Iman – Hijrah - Jihad (IHJ), sebagaimana dicontohkan oleh orang-orang terdahulu, seperti Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad. Diungkapkan dalam Al-Qur’an Surat 2 ayat 218 ( Rahmat dan ampunan); 8: 74 (Benar-benar beriman); 8: 75 ( Golongan Allah dan Rasul); 9: 20 ( Tinggi derajatnya).
Kemenangan > Jihad > Menegakkan Agama Allah inti dari jalan IHJ.
Menurut QS 42: 13; “ Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad Menegakkan Agama Allah, dan jangan berpecah-pecah (bersatu).
QS 3: 142: Surga > Jihad > Sabar
QS 9: 24 : Harus lebih mengutamakan Allah, Rasul, Jihad.
Dalam bab ini diuraikan: mengapa kita harus Jihad; bagaiaman cara berjihad. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan : Hakekat menegakkan agama Allah adalah dalam Kesatuan Al-Haq (QS 41: 31; 28: 85). Saat ini yang kita lakukan adalah untuk membangun Kesatuan Al-Haq dengan penjabaran:
Allah pasti menolong (3/10); dimana kita berada disitu pasti ada Allah ( 4/78); lari dari Jihad tidak ada gunanya (2/12) Mengikuti keridhoan Allah merupakan karunia yang besar; takutlah kepada Allah (3/175).10
Pedoman Pengelolaan Kesatuan AL-HAQ
Dalam bagian ini diuraikan tentang apa yang harus dilakukan atasan dan apa yang harus dilakukan oleh anggota. Pimpinan tingkat bawah harus mencontohkan sopan santun &kerendahan hati terhadap atasan dihadapan bawaham, menunjukkan dukungan penuh terhadap perintah-perintah atasan dihadapan bawahan, intinya mendukung atasan tanpa reserve. Selain itu memandang struktur yang berlaku dalam Kesatuan adalah bagian dari ketetapan Allah yang harus disikapi dengan penerimaan yang ikhlas dimana sikap seperti ini harus dicontohkan terhadap bawahan. Sedangkan anggota harus menjaga nama baik atasan, pimpinan dan Kesatuan. Juga harus dipelihara persatuan, dan pimpinan dalam menerapkan kebijakan harus tegas disamping harus toleran.
III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya maka diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.Kelompok Kesatuan Al-Haq sudah tersebar di Pekanbaru, melalui beberapa orang penyebar yang datang dari Pulau Jawa. Meskipun demikian baru sedikit yang terpengaruh dengan ajaran kelompok ini, itupun akhirnya keluar karena merasa tidak cocok. Kelompok ini merupakan jaringan dari Kesatuan Al-Haq yang berada di Pulau Jawa sebagai Pusat.
2.Terhadap kelompok ini Komisi Fatwa MUI Pekanbaru telah mengeluarkan Fatwanya No 20 Tahun 1428 H/ 2007 M, tanggal 24 Syawal 1428H/ 5 Nopember 2007, yang menyatakan bahwa Faham Kesatuan Al-Haq adalah sesat.
3.Masyarakat yang menjadi sasaran untuk direkrut adalah para wanita, mahasiswi, teman (bukan keluarga), pemahaman agama yang masih kurang, berpendidikan rendah, status ekonominya rendah. Tempat yang dijadikan sasaran untuk merekrut anggota, pusat-pusat perbelanjaan, tempat-tempat kos, pusat-pusat keramaian, dan kampus.
4.Kelompok ini menamakan dirinya “Kesatuan Al-Haq.” Kesatuan Al-Haq adalah sebuah kelompok yang bersifat rahasia, bertujuan untuk menegakkan agama Allah berdasarkan Al-Qur’an. Konsep Al-Qur’an yang utama adalah Iman – Hijrah dan Jihad.
5.Iman dalam arti percaya mengikuti jalan keselamatan para rasul, yang berupa Iman-Hjirah dan Jihad. Hijrah berarti pindah dari jalan yang batil ke jalan yang Haq dalam arti masuk ke Kesatuan Al-Haq; sedangkan Jihad artinya berjuang dan berkurban dengan jiwa dan harta, yang dimaksud berjuang dengan jiwa, melakukan tilawah, yaitu mengajak orang untuk masuk ke Kesatuan, dan berjuang dengan harta memberikan dana untuk Kesatuan (Sodaqah/SDQ).
6.Organisasi ini bersifat rahasia, karena mengikuti sunnah rasul. Menurut mereka Rasul ketika menyebarkan ajarannya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Oleh sebab itu keberadaan Kesatuan ini tidak boleh diberitahukan kepada orang lain yang bukan anggota.
7.Untuk merekrut anggota baru dilakukan melalui Tilawah. Tilawah adalah membumikan Al-Qur’an atau membacakan ayat-ayat Allah kepada calon anggota. Apabila melalui Tilawah orang tersebut sudah tertarik, maka ia di hijrahkan. Hijrah dilakukan dengan mengucapkan janji setia dan membayar dana. Model perekrutan anggota memakai metode Multi Level Marketing (MLM), dimana setiap orang dikenakan kewajiban merekrut sejumlah orang, dan mereka yang berhasil direkrut itu, kemudian diwajibkan untuk merekrut sejumlah orang lagi, begitu seterusnya. Semakin banyak anggota semakin besar Kesatuan, dan semakin kaya (banyak uang).
8.Para pelaku Tilawah telah di kader melalui pengkaderan yang sangat intensip dan terencana dengan materi pembelajaran yang telah dipersiapkan secara lengkap. Kemudian para pelaku Tilawah dimotivasi dengan berbagai ayat Al-Qur’an agar mereka semangat melakukan Tilawah.
9.Ayat-Ayat Al-Qur’an yang dikutip, ditafsirkan dengan tafsiran yang sangat menguntungkan kelompok mereka, sehingga bagi orang-orang yang kurang memahami tafsir Al-Qur’an, akan mudah terpengaruh.
10.Orang-orang yang berada diluar Kesatuan Al-Haq dianggap musuh, kafir, dan amalnya sia-sia, karena keyakinannya dianggap berbeda dengan mereka dan masih memegang aturan lain selain Al-Qur’an.
Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang diungkapkan diatas maka direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:
1.Kelompok ini sudah tersebar di beberapa daerah, tapi nampaknya belum bisa dilacak keberadaan pimpinan pusatnya, pada hal kelompok ini ajarannya banyak yang bertentangan dengan ajaran Islam, yang dianut kelompok arus utama (mainstream). Oleh sebab itu disarankan agar pihak-pihak yang berwenang, melacak keberadaan Kesatuan ini.
2.Mengingat para kadernya telah dilatih secara intensip, bukan tidak mungkin banyak masyarakat yang akan terpengaruh dengan ajaran kelompok ini, oleh sebab itu diharapkan kepada para pimpinan ormas Islam dan pemuka agama lainnya agar selalu membentengi masyarakat dari pengaruh kelompok ini, dengan menjelaskan kesesatan ajaran mereka.
3.MUI Pusat agar segera mengeluarkan fatwanya, dan kepada Kejaksaan Agung agar segera melarang keberadaan kelompok ini.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Kesatuan Al-Haq, Diktat, TL Membumikan Al-Qur’an
---------------------, Kepemimpinan Dalam Pandangan Al-Qur’an
---------------------, Pedoman Pola Pikir Kesatuan Al-Haq
---------------------, Jihad
---------------------, Pedoman Pengelolaan Kesatuan Al-Haq,
---------------------, Ajaran-Ajaran Pokok Kesatuan Al-Haq
---------------------, Janji Setia
Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru, Kecamatan Tampan Dalam Angka 2004/2005.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekanbaru dan Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru, Pekanbaru Dalam Angka 2006.
Akbarizan Dr.H, Pengikut Al-Haq Dibekali 3 Buku, Tribun, Pekanbaru, 4-11-2007.
Ardi Januar, TB, Inilah Teks Baiat Al-Qur’an Suci, Okezone.com, Selasa, 6-11-2007
-------------------, Cerita Aliran Suci Mantan Pengikut Disumpah Gila, Okezone,com, 3 -11-2007.
-------------------, Okezone.com, Al-Haq, Nama Lain Dari Al-Qur’an Suci, 5-11-2007.
Chaidir Anwar Tanjung, Poltabes Pekanbaru Bantah Tahan 4 Anggota Al-Haq, Detikcom, 7-11-2007.
-------------------------------, Detikcom, Aliran Alhaq Diburu Polisi di Pekanbaru, 1-11-2007.
Ilyas Husti, Dr.H, Aliran Al-Haq Sesat, Tribun Pekanbaru, 7 November 2007 dan Pekanbaru Pos, 7 November 2007.
Tarmizi Tohor, Yang Berwenang Nyatakan Sesat Adalah MUI, Riau Pos, 7 November 2007.
Surat Kabar:
Riau Pos, 6 Nopember 2007
Riau Terkini.com, Jumlah Penyebar Ajaran Al-Haq Lebih Dari empat Orang, 2-11-2007.
MUI Keluarkan Fatwa Sesat Aliran Al-Haq, Suara Merdeka CyberNews, 7-11-2007.
Belum Berani Menuduh Sesat, Pekanbaru Pos, 27 Oktober 2007.
Boleh Shalat Tanpa Baju, Tribun Pekanbaru, 2 Novemebr 2007.
MUI Pekanbaru Segera Bersikap, Tribun Pekanbaru, 2 November 2007
Al-Haq Diindikasikan Sindikat Penipuan, Pekanbaru Pos, 4-11-2007.
Diajak Ngaji di Kos-kosan, Tribun, 4-11-2007.
Mahasiswi Pekanbaru Dibujuk Aliran Al-Haq, Riau Pos, 3 November 2007.
Fatwa MUI Tak Turun, Polsek Tampan Penasaran, Riau Pos, 6 November 2007
MUI: Al-Haq Aliran Sesat, Riau Pos, 7 November 2007I.
Dokumen-Dokumen:
Keputusan Fatwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Kota Pekanbaru No 20 Tahun 1428 H/2007 M tentang Aliran Kesatuan Al-haq.
Surat Kepala Kejaksaan Negeri Pekanbaru, kepada Kepala Kepolisian Kota Besar Pekanbaru, tentang Yayasan Al-Haq di duga menyebarkan Aliran Sesat,
Surat Kepala Kepolisian Kota Besar Pekanbaru kepada Kepala Kejaksaan Negeri Pekanbaru, tentang Yayasan Al-Haq Yang diduga menyebarkan Aliran Sesat.
Hasil Penyelidikan Kepolisian Kota Besar Pekanbaru terhadap anggota Kelompok Yayasan Al-Haq.
Sabtu, 11 April 2009
KELOMPOK DAKWAH SALAFI VERSUS NON SALAFI
DI KECAMATAN LEMBAR KABUPATEN LOMBOK BARAT
PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Oleh:
H.Nuhrison M.Nuh
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Agama besar yang berkembang di Indonesia telah mengalami dinamika yang cukup fenomenal, baik dalam aspek ideologi, ritual, intelektual, eksperensial maupun dalam gerakan sosialnya. Perkembangan tersebut disebabkan karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal itu diantaranya adalah adanya perbedaan penafsiran terhadap pokok-pokok ajaran agama, paradigma pemikiran yang dipergunakan dalam menafsirkan, penekanan pengamalan agama secara ekslusif yang hanya mengakui faham mereka saja yang benar, sedangkan faham lainnya dianggap kafir dan sesat. Sedangkan faktor eksternal adalah pengaruh pemikiran dari luar seperti pemikiran yang dianggap liberal atau literal dalam mamahami teks-teks agama, maupun cara merespon terhadap realitas kehidupan yang berkembang dewasa ini.
Di Kabupaten Lombok Barat Propinsi Nusa Tenggara Barat, belum lama ini muncul kelompok Salafi yang berkembang pesat. Kehadiran kelompok ini mendapat respon negatif karena dianggap mempunyai faham yang sesat. Masyarakat yang tidak dapat menrima kehadiran kelompok Salafi itu kemudian melakukan tindakan anarkis. Masjid dan Pondok Pesantrennya dirusak. Mereka diperingatkan akan diusir dari kampung halamannya jika tetap mengajarkan paham tersebut. Harian Kompas tanggal 18 Juni 2006 menurunkan berita dengan judul “2 Jama’ah Salafi Minta Perlindungan”. Mereka meminta perlindungan kepada aparat Kepolisian Resort Lombok Barat, NTB, karena warga menolak acara pengajian yang diadakan oleh Jama’ah Salafi di Dusun Beroro Desa Jembatan Kembar Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat.” Harian Koran Tempo tanggal 6 April 2006 melaporkan ratusan warga kembali merusak fasilitas Pondok Pesantren Ihya’-as-sunnah di lingkungan Dusun Repok Gapuk, Desa Sekotong Tengah, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, NTB. Alasannya pesantren ini dianggap meresahkan warga, karena membawa ajaran Salafiyah yang bertentangan dengan ajaran Islam.”
Kasus tersebut di atas mendorong Puslitbang Kehidupan Keagamaan melakukan penelitian untuk mengetahui lebih mendalam bagaimana persisnya konflik yang terjadi antara kelompok Jamaah Salafi dan Non Salafi di Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Masalah Penelitian
Sejalan dengan latar belakang di atas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:
1.Apa yang melatarbelakangi lahirnya kelompok Salafi di Lombok Barat;
2.Siapa tokoh pendiri dan bagaimana riwayat hidupnya;
3.Bagaimana kronologi munculnya konflik dan penanganannya;
4.Apa faham atau ajaran keagamaan yang dikembangkan;
5.Bagaimana respon pemerintah, pemuka agama dan masyarakat terhadap eksistensi faham/aliran Salafi di Lombok Barat.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menggali berbagai informasi yang berkaitan dengan kelompok Salafi di Lombok Barat Nusa Tenggara Barat untuk menjawab permasalah penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan berupa rekomendasi kepada pimpinan Departemen Agama dalam rangka membina kehidupan beragama masyarakat di masa mendatang.
Kerangka Teori
Menurut Imam Tholkhah dan Abdul Azis, asal usul munculnya gerakan keagamaan, setidaknya bersumber dari empat faktor laten.
Pertama, pandangan tentang pemurnian agama yang tidak hanya terbatas kepada praktek keagamaan, melainkan juga pemurnian atas sumber agama itu sendiri, yakni penolakan atas sumber selain Al Qur’an. Kedua, dorongan untuk mendobrak kemapanan paham keagamaan mainstream yang berkaitan dengan kebebasan setiap muslim untuk menjadi pemimpin bagi dirinya dalam memahami ajaran Islam dan tidak terikat kepada taklid buta dalam bentuk apapun. Ketiga pandangan tentang sistem kemasyarakatan yang diidealisasikan, seperti kepemimpinan tunggal di bawah seorang Amir, atau sistem ummah wahidah (satu ummat). Keempat, sikap terhadap pengaruh Barat seperti modernisme, sekularisme, kapitalisme, dan lain-lain. Dalam hal ini Islam ditempatkan sebagai alternatif yang mengungguli ideologi tersebut1.
Ahmad Amin mengajukan perspektif yang berbeda dengan pendapat yang dikemuakakan di atas. Menurut Ahmad Amin, timbulnya aliran-aliran dalam Islam disebabkan oleh dua faktor, yaitu internal dan faktor eksternal. Faktor internal diantaranya:
1.Al Qur’an selain mengandung seruan ke-Esa-an Allah (Tauhid) dan Nubuwat, juga mengandung perdebatan terhadap berbagai kepercayaan dan agama yang telah ada.
2.Perkembangan polfa berfikir para tokoh agama yang cenderung ke arah filsafat, mempertanyakan berbagai hal ihwal keagamaan yang mereka anut secara kritis. Keyakinan agama yang samar-samar digali tafsirnya.
3.Setelah Nabi wafat, timbul perbedaan pandangan politik mengenai khilafah dengan warna agama, sehingga mengambil bentuk perbedaan aliran.
Adapun sebab eksternal yang mendorong timbulnya aliran-aliran keagamaan antara lain:
1. Pemeluk Islam baru membawa tradisi lama mereka ke dalam kehidupan beragama.
2. Aliran-aliran dalam Islam yang dipelopori oleh Mu’tazilah, berusaha mengembangkan ajaran dengan kritis, dialog dan debat. Akibatnya mengundang aliran-aliran lain untuk melakukan hal yang sama dan membakukan ajaran masing-masing.2
Selain hal-hal yang dikemukakan di atas, ada satu konsep lagi yang perlu diperhatikan yaitu elective affinities. Konsep ini merujuk kepada kenyataan bahwa seringkali sesuatu agama itu mempunyai hubungan kedekatan dengan sesuatu budaya, struktur sosial, atau kelompok sosial atau kelompok etnik tertentu. Di Indonesia terdapat pula hubungan elective affinity antara agama dengan daerah tertentu atau etnik tertentu. Secara teoritik, hubungan itu dapat dipisahkan sehingga peran–peran seseorang dalam masyarakat juga dapat dipisahkan dalam statusnya sebagai pemeluk agama tertentu atau sebagai anggota etnik tertentu atau sebagai anggota kelas sosial ekonomi tertentu atau sebagai kelas pekerja tertentu. Di dalam kenyataannya pemisahan peran itu tidak mudah dilakukan bahkan terkadang mudah sekali terkacaukan. Sebagai akibatnya maka interaksi, konflik atau consensus dari berbagai pengelompokan sosial itu sedikit banyak, cepat atau lambat mempengaruhi interaksi, konflik atau konsensus antara komunitas-komunitas keagamaan yang ada.3
E. Metodologi
1. Bentuk studi
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat eksploratif/kualitatif dalam bentuk studi kasus. Peneliti merupakan instrument utama yang bergantung pada kemampuannya dalam menjalin hubungan baik dengan subjek yang diteliti. Interaksi antara peneliti dengan yang diteliti diusahakan berlangsung secara alamiah, tidak menonjol, tidak dipaksakan.4 Dalam memahami data yang ditemui di lapangan, peneliti lebih bertumpu pada pendekatan fenomenologis yang berusaha memahami subjek dari sudut pandang mereka sendiri, memaknai berbagai fenomena sebagaimana dipahami dan dimaknai oleh para pelaku.5
2. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan melalui triangulasi yaitu kajian pustaka, wawancara mendalam serta pengamatan lapangan. Kajian pustaka dilakukan baik sebelum maupun sesudah pengumpulan data lapangan. Kajian pustaka ditekankan pada usaha mengenal kasus yang hendak diteliti dan merumuskan permasalahan penelitian serta menentukan fokus penelitian. Sedangkan kajian pustaka dilakukan setelah penelitian adalah untuk menganalisis dokumen-dokumen yang dimiliki oleh pimpinan dan anggota kelompok faham tersebut pada temuan lapangan. Wawancara dilakukan dengan para tokoh dan para pengikutnya, pemuka agama setempat, tokoh masyarakat, masyarakat sekitar, Kepala Desa/Lurah, KUA, Camat dan Kepala Kandepag. Pengamatan dilakukan berkaitan dengan aktivitas sehari-hari faham/aliran Salafi dan interaksi antara pengikut dan bukan pengikutnya.
GAMBARAN UMUM KABUPATEN LOMBOK BARAT
A. Geografi dan Demografi
Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Luas wilayahnya adalah 1.672,15 km2.. Sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa dan sebelah selatan dengan terdapat Samudra Indonesia, sebelah barat Selat Lombok dan Kota Mataram dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Timur. Secara administratif Kabupaten Lombok Barat terdiri dari 15 kecamatan dengan 121 desa/kelurahan dan 937 dusun. Jumlah penduduk pada tahun 2005 tercatat sebanyak 743.484 jiwa dengan 223.527 KK, yang terdiri 359.506 (48%) laki-laki dan 383.978 (52%) perempuan. Penyebaran penduduk hampir merata di seluruh kecamatan. Penduduk bertempat tinggal seluruh pelosok hingga pingiran hutan dan pantai. Jumlah penduduk paling banyak terdapat di Kecamatan Narmada dan Gunungsari, sedangkan yang paling sedikit terdapat di Kecamatan Pemenang.
Keadaan Pendidikan, Ekonomi dan Sosial
Lingkungan sosial yang berkaitan dengan dunia pendidikan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, budi pekerti, ketrampilan dan semangat kebangsaan, sehingga dapat melahirkan sumberdaya manusia yang mampu membangun diri dan bangsanya. Sarana pendidikan baik negeri maupun swasta yang ada di Kabupaten Lombok Barat adalah: TK 93 buah, SD 450 buah, SLB 2 buah, SLTP 47 buah, SMA 24 buah, dan SMK 9 buah. (Lombok Barat Dalam Angka 2005). Mata pencaharian penduduk adalah di sektor pertanian, perkebunan/kehutanan, dan sub-sektor perikanan/kelautan. Sebagian kecil di bidang jasa, kerajinan dan pertambangan. Kehidupan perekonomian masyarakat Kabupaten Lombok Barat tergolong pra-sejahtera. Pelabuhan penyeberangan ke Pulau Bali berada di Kecamatan Lembar dirasakan dapat menopang perekonomian di sektor perikanan/kelautan dan jasa.
Masyarakat Lombok Barat merupakan penduduk pribumi keturunan asli dengan budaya Sasak. Mayoritas penduduk beragama Islam mejadikan ikatan dan interaksi sosial mereka sangat kental, dan menjadi unsur pemersatu dalam berkomunikasi dan berinteraksi sehari-hari, sehingga potensi tersebut dirasakan sangat menguntungkan untuk merajut kehidupan sosial dan menjaga kerukunan umat.
Kehidupan Keagamaan
Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (Kabupaten Lombok Barat Dalam Angka 2005) jumlah penduduk menurut pemeluk agama adalah sebagai berikut :
Agama
Pemeluk
Prosentase
Rumah Ibadah
Jumlah
Islam
679.206
92 %
Masjid
834
Mushola
510
Kristen
306
0,04 %
Gereja
-
Katholik
59
0,00 8%
Hindu
50.260
6,8 %
Pura
124
Budha
8.626
1,17 %
Vihara
25
Dari gambaran di atas diketahui bahwa mayoritas penduduk Kabupaten Lombok Barat beragama Islam. Sampai saat ini umat Kristen dan Katholik di Kabupaten Lombok Barat belum memiliki sarana tempat ibadah sehingga mereka pergi ke Kota Mataram untuk melaksanakan ritual keagamaan.
Nilai-nilai agama dan norma sosial adalah satu kesatuan yang kuat, yang berfungsi untuk mengatur kehidupan beragama di masyarakat. Latar belakang suku Sasak sangat kental dengan budaya dan adat yang menjadikan kondisi kehidupan yang harmonis dan kehidupan spiritualnya diwarnai oleh nilai-nilai lokal. Di Kabupaten Lombok Barat banyak dijumpai tokoh agama sekaligus tokoh adat. Jika dia pernah mukim di Arab selama 9 tahun akan mendapat predikat Tuan Guru Haji (TGH). Aktivitas keagamaan seperti ceramah agama, pondok pesantren, pengajian, tahlil dan yasinan, dan berbagai acara selamatan (maulidan, Isra’ Mi’raj dan ruwahan) dilaksanakan secara besar-besaran.
SEJARAH MNCULNYA FAHAM SALAFI
A.Sejarah dan Ajaran Salafi.6
Dalam ensiklopedi Islam dan Ensiklopedi Tematis Dunia Islam di jelaskan bahwa gerakan pemikiran Islam salafiyah adalah gerakan pemikiran yang berusaha menghidupkan kembali atau memurnikan ajaran Islam yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang telah diamalkan oleh para salaf (terdahulu). Tujuan dari gerakan pemikiran Islam salafiyah adalah agar umat Islam kembali kepada dua sumber utama pemikiran Islam, yakni kitab suci al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, serta meninggalkan pendapat ulama mazhab yang tidak berlandaskan pada dua sumber ajarann tersebut. Selain itu gerakan pemikiran salafiyah bertujuan untuk memurnikan ajaran Islam agar tidak bercampur dengan kepercayaan-kepercayaan lama yang menyesatkan dan terbebas dari ajaran tasawuf yang mengkultuskan para ulama, termasuk kegiatan-kegiatan memuja kuburan para wali atau tokoh agama tertentu.7
Gerakan Salafiyah pada awalnya biasa disebut dengan gerakan tajdid (pembaharuan), islah (perbaikan), dan gerakan reformasi. Diantara doktrin awal dari gerakan pemikiran salafiyah ini adalah pandangan bahwa pintu ijtihad tetap terbuka sepanjang masa, meskipun tetap perlu berhati-hati dalam berfatwa. Gerakan ini mengharamkan taklid buta dan menyerukan agar perdebatan teologis dihindarkan. Aliran ini mengkritik penggunaan logika dalam memahami teologi Islam dan menawarkan metodologi yang digunakan oleh ulama salaf , para sahabat dan tabi’in. Konsekuensinya, aliran ini mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang cendrung harfiah, tekstual. Pada abad ke 12 Hijrah, pemikiran salafiyah ini dikukuhkan dan dikembangkan oleh gerakan Wahabi, yang dipelopori oleh Muhammad Abdul Wahab (1703-1787). Tujuan dari gerakan Wahabi ini ingin memurnikan ajaran Islam, mengajak kembali kepada ajaran al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW, sebagaimana yang diamalkan oleh generasi awal Islam.8
Kemunculan aliran salafiyah di tangan Abdul Wahab ini mewarisi kecendrungan orang-orang sebelumnya dalam memahami teks-teks syari’at secara harfiah, mengenyampingkan kajian dengan beragam tujuan, makna, serta sebab-musabab yang melatarbelakangi hukum-hukum tersebut. Ini berbeda dengan dua imam aliran mereka: Syekh Ibn Taimiyah maupun Ibn al-Qoyyim.
Oleh karena itu, meskipun disangkal oleh kalangan Salafi, menurut About El-Fadl, Gerakan Salafi dan Gerakan Wahabi merupakan gerakan yang sama.9 Abdul Wahab berusaha membersihkan Islam dari kerusakan yang dipercayainya telah merasuk dalam agama. Dia menerapkan literalisme yang ketat yang menjadikan teks sebagai satu-satunya sumber otoritas yang syah dan menampilkan permusuhan eksterem kepada intelektualisme. mistisisme, dan semua perbedan faham yang ada dalam Islam. Menurut doktrin Wahabi,sangat penting kembali pada kemurnian, kesederhanaan, dan kelurusan Islam yang dapat sepenuhnya diperoleh kembali pada penerapan perintah Nabi secara harfiah dan dengan ketaatan penuh terhadap praktik ritual yang benar. Patut dicatat, bahwa Wahabisme menolak semua upaya untuk menafsirkan hukum Allah secara histories dan konstekstual dengan kemungkinan adanya penafsiran ulang ketika kondisi berubah. Wahabisme menganggap sebagian besar sejarah umat Islam merupakan perusakan terhadap Islam yang benar dan autentik. Selain itu Wahabisme mendefenisikan ortodoksi secara sempit dan sangat tidak toleran terhadap semua kepercayaan yang bertentangan dengan kepercayaannya.10
Ironisnya, sebagai sebuah gerakan, Salafisme justru didirikan pada awal abad ke -20 oleh Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Rida sebagai teologi yang berorientasi liberal. Untuk merespon tuntutan modernitas, kata mereka, kaum muslim perlu kembali pada sumber murni ajaran Islam al-Qur’an dan Sunnah (tradisi Nabi) dan mengaitkan diri dengan penafsiran teks. Motor utama gerakan Salafiyah, Muhamad Rasyid Rida (pendiri majalah Al_manar, penulis tafsir Al-Manar, serta berbagai buku reformis lainnya) banyak terwarnai oleh gurunya Muhammad Abduh yang sangat terbuka terhadap gagasan Barat. Hal ini membuat Rasyid Rida tidak terlalu dilirik oleh kaum Salafiyun Modern. Mereka tidak memanfaatkan aliran pembaruan Rasyid Rida, sebagaimana mestinya. Pada hal, ia adalah pimpinan sejati dari aliran Salafiyah yang tercerahkan.11
Pada awal 1970an Wahabisme telah berhasil mengubah Salafisme dari teologi berorientasi modernis liberal, menjadi teologi literalis, puritan, dan konservatif. Harga minyak yang menaik tajam pada 1975, menjadikan Arab Saudi penganjur utama Wahabisme, dapat menyebarkan doktrin wahabisme dengan wajahh Salafisme, yang dimaksudkan untuk kembali pada dasar-dasar outentik agama yang belum rusak oleh berbagai tambahan praktik sejarah.12
B. Gerakan Salafi Di Indonesia
Di Indoensia ide-ide gerakan pemikiran Salafiyah sudah berkembang di Indonesia sejak era Kolonial Belanda. Salah satu gerakan pemikiran salafiyah awal di Indonesia adalah di Minagkabau. Gerakan ini dipelopori oleh Tuanku Nantuo, orang Paderi dari Koto Tuo Ampek Angkek Candung (1784-1803), yang dalam perjalanannya melahirkan perang Paderi. Sumber kepustakaan menjelaskan bahwa gerekan Paderi ini dipengaruhi oleh gerakan keagamaan Wahabi (1703-1792) yang waktu itu memang cukup berpengaruh terhadap para haji yang belajar di Makkah.13
Gerakan pemikiran Salafiyah di Indonesia mengalami perkembangan seirama dengan munculnya tokoh-tokoh gerekan pemikiran Salafiyah di Timur Tengah seperti Syeikh Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897), Muhammad Abduh ( 1849-1905), dan Rasyid Rida (1865-1935) yang melakukan gerakan pembaharuan pemikiran Islam di Mesir. Para tokoh pembaharuan di Mesir ini, disamping mengajak umat Islam “kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW”, juga mengajak umat islam agar meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk menjacapaiu kemajuan, menghilangkan kebodohan dan mengatasi keterbelakangan. Orang-orang Indonesia yang menunaikan ibadah haji di Makkah kemudioan bermukim untuk belajar agama Islam pada masa itu, setelah pulang secara iondividu atau melalui organisasi melakukan gerakan pembaharuan Islam mengikuti aliran Salafiyah.14
Maka di Indonesia kemudian muncul organisasi-organisasi yang bercorak Salafiyah Modern seperti: Muhammadiyah (1912), Sarikat Islam (1912), Al-Irsyad (1914), Jong Islmiten Bond (1925-1942), Persatuan Islam (1923) dan Partai Islam Indonesia (1938).Upaya-upaya yang dilakukan oleh para tokoh gerakan keagamaan tersebut adalah mengajak umat islam meninggalkan praktek-praktek keagamaan yang bernuansa bid’ah, khurafat, taklid dan mendorong mereka melakukan ijtihad.15
Kehadiran gerakan pemikiran Salafiyah bukan tidak menimbulkan pertentanagan. Di mana-mana, baik di Timur Tengah maupun di Indonesia, gerakan pemikiran salafiyah akan berbenturan dengan kelompok Islam tradisonalis. Di Minagkabau, gerakan pemikiran Salafiyah telah melahirkan pertentangan antara Kaum Tua dan Kaum Muda. Kaum Tua mempertahankan pemahaman agama sesuai dengan tradisi yang sudah berjalan, sedangkan Kaum Muda terus mengembangkan pembaharuan pemikiran. Penganut Muhammadiyah dan Persis yang terus menerus melakukan gerakan pembaharuan pemikiran Islam mendapat tantangan dari umat Islam tradisionalis.
KASUS KONFLIKK ANTARA KELOMPOK SALAFI
DAN NON SALAFI
Menurut Imdadun Rahmat persentuhan awal para aktivis Gerakan salafi di Indonesia dengan pemikira salafiisme terjadi pada tahun 1980-an bersamaan dengan dibukanya Lembaga Pengajaran Basa Arab (LPBA) di Jakarta. Lembaga yang kemudian berganti nama menjadi LIPIA ini memberikan sarana bagi mereka untuk mengenal dan mendalami pemikiran-pemikiran para ulama Salafi. LIPIA adalah cabang dari Universitas Muhammad Ibnu Saud di Riyadh. Pada awal tahun 1980 Imam Muhammad bin Saud University di Riyadh memutuskan membuka cabang ketiga di Indonesia. Pembukaan cabang baru di Indonesia ini terkait dengan gerakan penyebaran ajaran Wahabi yang berwajah Salafi ke seluruh dunia Islam. Lembaga LIPIA telah menghasilkan ribuan alumni, yang umumnya berorientasi Wahabi Salafi dengan berbagai variannya. Sebagainmenjadi aktivis Partai Keadilan dan sebagian lain menjadi penganjur Dakwah Salafi.
Penyebaran Dakwah Salafi rupanya juga sampai di Lombok Barat, dimana di daerah ini terdapat banyak pondok pesantren. Tokoh Dakwah Salafi di daerah ini adalah Ahmad Khumaidi dan Mukti Ali. Ahmad Khumaidi pernah mondok di pondok pesantren Islahudin selama 9 tahun dari tahun 1974 – 1975. Selesai pendidikan ia mengajar disebuah madrasah di Kecamatan Kediri Lombok Barat. Pada tahun 1978 ia mengerjakan umrah. Setelah mengerjakan umrah ia tidak kembali ke Indonesia tapi mukim di Makkah selama 8 tahun dari tahun 1978 – 1986. Dari tahun 1986 sampai dengan 2004 di mengajar di Mushalla Nurul Yakin (Tarbiyah), sebuah mushalla milik seorang tuan guru di desa Glogor. Kemudian pada tahun 2004 ia berangkat ke Jakarta untuk belajar di LIPIA Jakarta.
Sepulangnya dari Jakarta pada tahun 2005 dia mulai membina masyarakat setempat dengan mengajarkan faham Salafi. Dalam dakwahnya dia banyak menyalahkan faham yang telah dianut oleh mayoritas masyarakat setempat. Diantaranya shalat tarawih hanya 8 rakaat bukan 20 rakaat, tidak melakukan zikir jahar dengan suara yang keras-keras, dilarang melakukan perayaan Maulid secara besar- besaran karena dianggap pemborosan dan mengakibatkan kemisikinan dalam masyarakat. Upacara nelung, mituh, nyiwah, yang diadakan untuk orang yang meninggal dunia, memakan makanan yang disediakan haram hukumnya. Mengirim bacaan zikir dan tahlil kepada orang yang meniggal dunia pahalanya tidak sampai kepada yang meninggal, karena alamtnya tidak jelas.
Menurut Ustadz Khumaidi yang dimaksud dengan zikir itu adalah membaca al-Qur’an, dan nasehat agama. Membaca zikir cukup sirron saja, dengan membaca “La ilaha illa Allah”, kalau zikir jahar kadang-kadang katanya tidak teratur, seperti yang dilakukan oleh kelompok tarekat. Menurutnya zikir dan do’a dilakukan secara perorangan, sebab maksud setiap orang itu berbeda-beda, kalau untuk kepentingan umu, maka do’a boleh dilakukan secara bersama-sama. Sedangkan perayaan “Maulid” itu merupakan mengadakan yang baru, yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabat, dan itu merupakan bid’ah. Kita harus mencontoh Nabi, dengan demikian agama menjadi murni tanpa bid’ah.
Ustadz Khumaidi membentuk majelis taklim yang diberi nama “As-Sunnah” pada sebuah mushalla yang merupakan peninggalan ayahnya, yang juga merupakan seorang tokoh agama di desa tersebut. Menurut keterangannya pengiklutnya sekarang ini berjumlah 270 orang, terdiri dari 137 orang laki-laki dan 1323 orang perempuan. Ciri khas dari kelompok ini antara lain berpakaian berwarna putih, kupiah putih, baju panjang, dan memelihara jenggot. Sumber hokum yangh diajdikan rujukan adalah al-Qur’an, As=sunnah dan ijma ulama. Kitab yang dibaca antara lain Riyadush-Sholihin, Bulughul Magham dan kitab-kitab aqidah. Ulama salafi antara lain Syafi’I, Abu Hanifah dan Ibn Taimiyah. Menurut Khumnaidi hokum yang dipakai oleh ulama tersebut adalah sunnah, itu yang disebut dengan salafi.
Dakwah yang disampaikan ustadz Khumaidi berhasil menarik minat masyarakat, sehingga pengikutnya terus bertambah, dan menyebar kebeberapa daerah, seperti di Kecamatan Lembar dan Kecamatan Sekotong. Hal ini nampknya menimbulkan kerisauan dikalangan Tuan Guru tertentu, maklum pengikut merupakan asset bagi tuan guru baik ditinjau dari segi poltik dan ekonomi. Untuk itu muncul berbagai konflik berupa pelarangan melakukan kegiatan sampai perusakan terhadap pondok pesantren.
Konflik mula-mula terjadi berupa pelarangan terhadap ustadz Khumaidi berkhutbah di masjid desa Glogor dan kegiatan pengajian yang diadakan dirumahnya. Kemudian konflik menyebar ke sekotong berupa perusakan pondok pesantren, pelarangan shalat jum’at di masjid milik kelompok salafi di Kecamatan Lembaran, dan pembubaran pengajian di dusun Broro Desa Jembatan Kembar.
Pada kesempatan ini akan digambarkan konflik yang terjadi di dusun Kebun Talo Desa Labuan Tereng Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat. Terjadi peruisakan terhadap mushalla milik kelompok Salafi karena dakwahnya dianggap menyinggung kelompok lainnya. Untuk memecahkan masalah tersebut. Diadakan pertemuan di Kantor KUA Kecamatan Lembar. Pertemuan diadakan pada tanggal 28 Juli 2005, dihadiri oleh para tokoh agama dan tokoh masyarakat Kebon Talo Desa Labuan Tereng yang terdiri dari TGH Badrun, Ustadz Munawar, Abdul Hafidz, H.Taufik Azhari (Kades) dan Abdul Karim (ketua Remas). Untuk mengatasi konflik tersebut diambil kesepakatan: Pengajian yang ada di lapisan bawah yaitu Mushalla Fahriah Amin Mertak, Mushalla Darussalam Langitan, di Ponpes AAl-Hamid di RT Tibu Timuk tetap berjalan dan dilanjutkan dengan materi yang telah ada yang dipimpin oleh TGH/Ustadz yang ada dari dalam. SEdangkan TGH/Ustadz yang berasal dari luar di istirahatkan. Membentuk Pembina-pembina pada masing-masing pengajian. Diadakan pengajian induk di Masjid yang di hadiri semua jama’ah Kebon Talo yang materi dan gurunya ditentukan dengan musyawarah.
Akibat konflik diatas, pada tanggal 19 Agustus 2005 kelompok Salafi di Dusun Kebon Talo m,endirikan shalat jum’at yang dihadiri oleh 55 orang bertempat di Mushllah Fahriah Amin. Pelaksanaan shalat Jum’at tersebu dilakukan karena kelompok Salafi/Wahabi merasa kescewa terhadap masyarakat Kebon Talo yang tiadk dapat menerima kehadiran mereka. Kegiatan tersebut menimbulkan protes dari masyarakat dan meminta Camat untuk memberikan keputusan apakah kegiatan tersebut di izinkan atau tidak. Untuk memecahkan kasus tersebut diadakan musyawarah yang hasilnya sebagai berikut: Ketua MUI, Kepala Kandepag Lobar dan Camat dan aparat lainnya akan turun kelapangan, untuk mengecek kondisi dan sistuasi sebagai bahan memberikan pertimbangan dan rekomendasi kepada Bupati Lombok Barat. Kegiatan shalat Jum’at dihentikan. Shalat Jum’at dapat dilaksanakan setelah ada pertimbangan dari Kepala Desa, Kecamatan, MUI dan kandepag Kab.Lobar danmendapat izin dari Bupati.
Pada tanggal 23 Agustus 2005 Ustadz Munawar Khalil selaku pengurus Mushallah Fahriah Amin, mengirim surat kepada Bupati agar dapat memberikan izin mendirikan shalat Jum’at dengan alas an: jama’ah telah memenuhi syarat secara syar’y dan kondisi Kamtibmas tetap dalam keadaan stabil dan terjamin.
Menyikapi keinginan kelompok Salafi untuk mendirikan shalat jum’at, maka pengurus BPD Desa Kebon Talo mengadakajn musyawarah; dalam musyawarah tersebut didengar alasan masing-masing pihak. Bagi yang menolak pendiriaan shalat Jum’at dengan alas an agar masyarakat tidak terpecah belah; dikhawatirkan akan terjadi gesekan-gesekan diantara kedua belah pihak; tidak menutup kemungkinan masyarakat Dusun Kebon Talo yang lain akanmeminta mendirikan Jum’atan ditempat yang lain; terlalu dekat jarak masjid induk dengan mushalla Fahriah Amin. Sedangkan alas an yang maumneidirkan Jum’atan: Merasa dilecehkan oleh sebab itu menanggung beban psikologis yang sangat berat, tidak nyaman berjum’atan di masjid induk; adanya jaminan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 dan 3.
Melalui suart tanggal 5 September 2005 Camat Lembar mengirim surat kepada Abdul Fatah, agar menghentikan pelaksanaan shalat jum’at sebelum mendapatkan izin dari Buapti Lombok Barat. Selanjutnya pada tangal 21 September 2005 Camat Lembar mengirim laporan kepada Bupati Lobar yang isinya antara lain:
Mendukung alasan-alasan yang dikemukakan oleh sebagian masyarakat Kebon Talo, selain itu jaraka Masjid Baitul Amin Dusun Kebon Talo masih dapat menampung jama’ah dan masyarakat berdomisilinya terpencar, dikhawatirkan terjadi benturan/gesekan pada saat melaksanakan ibadah maupun kegiatan-kegoatan lainnya. Meminta kepada jama’ah mushalla Fahriah Am,in tidak melaksanakan shalat jum’at sebelum mendapat izin dari Bupati. Dan meminta Bupati untuk secepatnya membuat keputusan.
Secara diam-diam kelompok ini masih melakukan kegiatannya, karena lambatnya pemerintah memberikan keputusan. Terlihat riak-riak kecil dalam masyarakat. Untuk itu pada tranggal 6 Januari 2006 KUA Kecamatan Lembar mengingatkan Jama’ah Pengajian Mushallah Fahriah Amin agar berpegang teguh pada hasil musyawarah tanggal 28 Juli 2005.
Pada tanggal 22 April 2006 jam 22.30 WITA terjadi pengrusakan/pembobolan tembok mushalla Jama’ah Fahriah Amin. Untuk mengatasi peristiwa tersebut dilakukan rapat Muspika, Kepala Desa dan Ketua/anggota BPD Desa Labuan Tereng dengan keputusan: memecat kadus Kebon Talo dan Ketua BPD karena merupakan penmgurus mushalla Fahriah Amin. Kemudian pada tanggal 29 April 206 Camat bersama anggota Muspika Kec Lembar mengadakan pertemuan dengan Kades Labuan Tereng, Jadus Kebon Talo, Kelompok Jama’ah Mushaallah Fahriah Amin, Toga, Tomas dan Pemuda, membahas tuntutan masyarakat agar shalat Jum’at yang dilaksanakan jama’ah mushallah Fahriah Amion dihentikan dan kembali bergabung dengan masyarakat lainnya yang dipusatkan di masjid Baitul Amin dusun Kebon Talo. Kembali Camat meminta Bupati untuk segera membuat keputusan terhadap tuntutan masyarakat tersebut.
TANGGAPAN MASYARAKAT
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Kanwil Departemen Agama Propinsi Nusda Tenggara Barat, Anggota DPRD Propinsi Nusa Tenggara barat, Kepala Kandepag Lombok Barat, umumnya mereka berpendapat bahwa sebenarnya ajaran yang disampaikan oleh kelompok Salafi tidak tergolong sesat, dan termasuk masalah khilafiah. Perbedaan tersebut tak ubahnya terjadi antara faham Muhammadiyah da NU ketika kedua organisasi ini baru berdiri. Hanya saja yang disayangkan oleh mereka kelompok Salafi ini bersifat eksklusif dan cendrung menyalahkan kelompok lain. Sedangkan bagi kelompok non Salafi ajaran ini dianggap sesat karena berbeda dengan ajaran yang mereka peroleh dari tuan gurunya. Selain itu perseteruan ini ada kemungkinan juga disebabkan bukan hanya factor ajaran tetapi juga berkaitan dengan masalah politik dalam arti perebutan pengaruh. Kelompok Salafi umumnya dikenal sebagai pendukung Partai Keadilan Sejahtera dan Kelompok lainnya kebanyakan sebagai pendudkung Golkar dan Partai Persatyuan Pembangunan (PPP).
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.
1.Faktor penyebab konflik yang muncul antara kelompok Salafi dan Non Salafi adalah adanya dakwah yang bersifat eksklusif dan menyalahkan faham orang lain dan disisi lain kurangnya menghargai perbedaan pendapat yang terdapat dalam masyarakat.
2.Konflik ini terus berlanjut karena Bupati tidak berani membuat keputusan. Bila memenuhi tuntutan masyarakat dikuatirkan dianggap melanggar HAM, sedangkan apabila memberikan izin kepada kelompok Salafi dikuatirkan menimbulkan perpecahan dalam masyarakat.
3.Solusi yang dibuat oleh Camat dan Kepala KUA, terlalu memihak pada kelompok tertentu, sehingga tidak dapat memuaskan semua pihak.
4.Dari segi ajaran, berbagai tokoh agama yang diwawancarai menganggap ajaran yang dikembangkan tidak tergolong sesat, tetapi merupakan masalah khilafiah.
B. Saran-Saran
1. Sebaiknya Bupati segera membuat keputusan, dengan memberikan kesempatan kepada kelompok ini untuk mengadakan aktifitasnya dengan diberikan persayaratan-persyaratan tertentu: seperti tidak boleh menyalahkan faham orang lain; ceramah tidak boleh memakai pengeras suara sehingga tidak didengar oleh oranglain.
2. MUI harus mengambil peran sebagai penengah, bukan memihak kepada kelompok tertentu. MUI mengeluarkan semacam fatwa bahwa ajaran yang dikembangkan kelompok Salafi tidak sesat.
3. Pejabat Departemen Agama hendaknya bertindak sebagai penengah/ mediator kedua belah fihak yang berkonflik. Jangan fihak Salafi saja yang dihimbau, tetapi kelompok lainnya juga dihimbau untuk menghormati kelompok lainnya.
DI KECAMATAN LEMBAR KABUPATEN LOMBOK BARAT
PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Oleh:
H.Nuhrison M.Nuh
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Agama besar yang berkembang di Indonesia telah mengalami dinamika yang cukup fenomenal, baik dalam aspek ideologi, ritual, intelektual, eksperensial maupun dalam gerakan sosialnya. Perkembangan tersebut disebabkan karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal itu diantaranya adalah adanya perbedaan penafsiran terhadap pokok-pokok ajaran agama, paradigma pemikiran yang dipergunakan dalam menafsirkan, penekanan pengamalan agama secara ekslusif yang hanya mengakui faham mereka saja yang benar, sedangkan faham lainnya dianggap kafir dan sesat. Sedangkan faktor eksternal adalah pengaruh pemikiran dari luar seperti pemikiran yang dianggap liberal atau literal dalam mamahami teks-teks agama, maupun cara merespon terhadap realitas kehidupan yang berkembang dewasa ini.
Di Kabupaten Lombok Barat Propinsi Nusa Tenggara Barat, belum lama ini muncul kelompok Salafi yang berkembang pesat. Kehadiran kelompok ini mendapat respon negatif karena dianggap mempunyai faham yang sesat. Masyarakat yang tidak dapat menrima kehadiran kelompok Salafi itu kemudian melakukan tindakan anarkis. Masjid dan Pondok Pesantrennya dirusak. Mereka diperingatkan akan diusir dari kampung halamannya jika tetap mengajarkan paham tersebut. Harian Kompas tanggal 18 Juni 2006 menurunkan berita dengan judul “2 Jama’ah Salafi Minta Perlindungan”. Mereka meminta perlindungan kepada aparat Kepolisian Resort Lombok Barat, NTB, karena warga menolak acara pengajian yang diadakan oleh Jama’ah Salafi di Dusun Beroro Desa Jembatan Kembar Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat.” Harian Koran Tempo tanggal 6 April 2006 melaporkan ratusan warga kembali merusak fasilitas Pondok Pesantren Ihya’-as-sunnah di lingkungan Dusun Repok Gapuk, Desa Sekotong Tengah, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, NTB. Alasannya pesantren ini dianggap meresahkan warga, karena membawa ajaran Salafiyah yang bertentangan dengan ajaran Islam.”
Kasus tersebut di atas mendorong Puslitbang Kehidupan Keagamaan melakukan penelitian untuk mengetahui lebih mendalam bagaimana persisnya konflik yang terjadi antara kelompok Jamaah Salafi dan Non Salafi di Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Masalah Penelitian
Sejalan dengan latar belakang di atas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:
1.Apa yang melatarbelakangi lahirnya kelompok Salafi di Lombok Barat;
2.Siapa tokoh pendiri dan bagaimana riwayat hidupnya;
3.Bagaimana kronologi munculnya konflik dan penanganannya;
4.Apa faham atau ajaran keagamaan yang dikembangkan;
5.Bagaimana respon pemerintah, pemuka agama dan masyarakat terhadap eksistensi faham/aliran Salafi di Lombok Barat.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menggali berbagai informasi yang berkaitan dengan kelompok Salafi di Lombok Barat Nusa Tenggara Barat untuk menjawab permasalah penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan berupa rekomendasi kepada pimpinan Departemen Agama dalam rangka membina kehidupan beragama masyarakat di masa mendatang.
Kerangka Teori
Menurut Imam Tholkhah dan Abdul Azis, asal usul munculnya gerakan keagamaan, setidaknya bersumber dari empat faktor laten.
Pertama, pandangan tentang pemurnian agama yang tidak hanya terbatas kepada praktek keagamaan, melainkan juga pemurnian atas sumber agama itu sendiri, yakni penolakan atas sumber selain Al Qur’an. Kedua, dorongan untuk mendobrak kemapanan paham keagamaan mainstream yang berkaitan dengan kebebasan setiap muslim untuk menjadi pemimpin bagi dirinya dalam memahami ajaran Islam dan tidak terikat kepada taklid buta dalam bentuk apapun. Ketiga pandangan tentang sistem kemasyarakatan yang diidealisasikan, seperti kepemimpinan tunggal di bawah seorang Amir, atau sistem ummah wahidah (satu ummat). Keempat, sikap terhadap pengaruh Barat seperti modernisme, sekularisme, kapitalisme, dan lain-lain. Dalam hal ini Islam ditempatkan sebagai alternatif yang mengungguli ideologi tersebut1.
Ahmad Amin mengajukan perspektif yang berbeda dengan pendapat yang dikemuakakan di atas. Menurut Ahmad Amin, timbulnya aliran-aliran dalam Islam disebabkan oleh dua faktor, yaitu internal dan faktor eksternal. Faktor internal diantaranya:
1.Al Qur’an selain mengandung seruan ke-Esa-an Allah (Tauhid) dan Nubuwat, juga mengandung perdebatan terhadap berbagai kepercayaan dan agama yang telah ada.
2.Perkembangan polfa berfikir para tokoh agama yang cenderung ke arah filsafat, mempertanyakan berbagai hal ihwal keagamaan yang mereka anut secara kritis. Keyakinan agama yang samar-samar digali tafsirnya.
3.Setelah Nabi wafat, timbul perbedaan pandangan politik mengenai khilafah dengan warna agama, sehingga mengambil bentuk perbedaan aliran.
Adapun sebab eksternal yang mendorong timbulnya aliran-aliran keagamaan antara lain:
1. Pemeluk Islam baru membawa tradisi lama mereka ke dalam kehidupan beragama.
2. Aliran-aliran dalam Islam yang dipelopori oleh Mu’tazilah, berusaha mengembangkan ajaran dengan kritis, dialog dan debat. Akibatnya mengundang aliran-aliran lain untuk melakukan hal yang sama dan membakukan ajaran masing-masing.2
Selain hal-hal yang dikemukakan di atas, ada satu konsep lagi yang perlu diperhatikan yaitu elective affinities. Konsep ini merujuk kepada kenyataan bahwa seringkali sesuatu agama itu mempunyai hubungan kedekatan dengan sesuatu budaya, struktur sosial, atau kelompok sosial atau kelompok etnik tertentu. Di Indonesia terdapat pula hubungan elective affinity antara agama dengan daerah tertentu atau etnik tertentu. Secara teoritik, hubungan itu dapat dipisahkan sehingga peran–peran seseorang dalam masyarakat juga dapat dipisahkan dalam statusnya sebagai pemeluk agama tertentu atau sebagai anggota etnik tertentu atau sebagai anggota kelas sosial ekonomi tertentu atau sebagai kelas pekerja tertentu. Di dalam kenyataannya pemisahan peran itu tidak mudah dilakukan bahkan terkadang mudah sekali terkacaukan. Sebagai akibatnya maka interaksi, konflik atau consensus dari berbagai pengelompokan sosial itu sedikit banyak, cepat atau lambat mempengaruhi interaksi, konflik atau konsensus antara komunitas-komunitas keagamaan yang ada.3
E. Metodologi
1. Bentuk studi
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat eksploratif/kualitatif dalam bentuk studi kasus. Peneliti merupakan instrument utama yang bergantung pada kemampuannya dalam menjalin hubungan baik dengan subjek yang diteliti. Interaksi antara peneliti dengan yang diteliti diusahakan berlangsung secara alamiah, tidak menonjol, tidak dipaksakan.4 Dalam memahami data yang ditemui di lapangan, peneliti lebih bertumpu pada pendekatan fenomenologis yang berusaha memahami subjek dari sudut pandang mereka sendiri, memaknai berbagai fenomena sebagaimana dipahami dan dimaknai oleh para pelaku.5
2. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan melalui triangulasi yaitu kajian pustaka, wawancara mendalam serta pengamatan lapangan. Kajian pustaka dilakukan baik sebelum maupun sesudah pengumpulan data lapangan. Kajian pustaka ditekankan pada usaha mengenal kasus yang hendak diteliti dan merumuskan permasalahan penelitian serta menentukan fokus penelitian. Sedangkan kajian pustaka dilakukan setelah penelitian adalah untuk menganalisis dokumen-dokumen yang dimiliki oleh pimpinan dan anggota kelompok faham tersebut pada temuan lapangan. Wawancara dilakukan dengan para tokoh dan para pengikutnya, pemuka agama setempat, tokoh masyarakat, masyarakat sekitar, Kepala Desa/Lurah, KUA, Camat dan Kepala Kandepag. Pengamatan dilakukan berkaitan dengan aktivitas sehari-hari faham/aliran Salafi dan interaksi antara pengikut dan bukan pengikutnya.
GAMBARAN UMUM KABUPATEN LOMBOK BARAT
A. Geografi dan Demografi
Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Luas wilayahnya adalah 1.672,15 km2.. Sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa dan sebelah selatan dengan terdapat Samudra Indonesia, sebelah barat Selat Lombok dan Kota Mataram dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Timur. Secara administratif Kabupaten Lombok Barat terdiri dari 15 kecamatan dengan 121 desa/kelurahan dan 937 dusun. Jumlah penduduk pada tahun 2005 tercatat sebanyak 743.484 jiwa dengan 223.527 KK, yang terdiri 359.506 (48%) laki-laki dan 383.978 (52%) perempuan. Penyebaran penduduk hampir merata di seluruh kecamatan. Penduduk bertempat tinggal seluruh pelosok hingga pingiran hutan dan pantai. Jumlah penduduk paling banyak terdapat di Kecamatan Narmada dan Gunungsari, sedangkan yang paling sedikit terdapat di Kecamatan Pemenang.
Keadaan Pendidikan, Ekonomi dan Sosial
Lingkungan sosial yang berkaitan dengan dunia pendidikan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, budi pekerti, ketrampilan dan semangat kebangsaan, sehingga dapat melahirkan sumberdaya manusia yang mampu membangun diri dan bangsanya. Sarana pendidikan baik negeri maupun swasta yang ada di Kabupaten Lombok Barat adalah: TK 93 buah, SD 450 buah, SLB 2 buah, SLTP 47 buah, SMA 24 buah, dan SMK 9 buah. (Lombok Barat Dalam Angka 2005). Mata pencaharian penduduk adalah di sektor pertanian, perkebunan/kehutanan, dan sub-sektor perikanan/kelautan. Sebagian kecil di bidang jasa, kerajinan dan pertambangan. Kehidupan perekonomian masyarakat Kabupaten Lombok Barat tergolong pra-sejahtera. Pelabuhan penyeberangan ke Pulau Bali berada di Kecamatan Lembar dirasakan dapat menopang perekonomian di sektor perikanan/kelautan dan jasa.
Masyarakat Lombok Barat merupakan penduduk pribumi keturunan asli dengan budaya Sasak. Mayoritas penduduk beragama Islam mejadikan ikatan dan interaksi sosial mereka sangat kental, dan menjadi unsur pemersatu dalam berkomunikasi dan berinteraksi sehari-hari, sehingga potensi tersebut dirasakan sangat menguntungkan untuk merajut kehidupan sosial dan menjaga kerukunan umat.
Kehidupan Keagamaan
Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (Kabupaten Lombok Barat Dalam Angka 2005) jumlah penduduk menurut pemeluk agama adalah sebagai berikut :
Agama
Pemeluk
Prosentase
Rumah Ibadah
Jumlah
Islam
679.206
92 %
Masjid
834
Mushola
510
Kristen
306
0,04 %
Gereja
-
Katholik
59
0,00 8%
Hindu
50.260
6,8 %
Pura
124
Budha
8.626
1,17 %
Vihara
25
Dari gambaran di atas diketahui bahwa mayoritas penduduk Kabupaten Lombok Barat beragama Islam. Sampai saat ini umat Kristen dan Katholik di Kabupaten Lombok Barat belum memiliki sarana tempat ibadah sehingga mereka pergi ke Kota Mataram untuk melaksanakan ritual keagamaan.
Nilai-nilai agama dan norma sosial adalah satu kesatuan yang kuat, yang berfungsi untuk mengatur kehidupan beragama di masyarakat. Latar belakang suku Sasak sangat kental dengan budaya dan adat yang menjadikan kondisi kehidupan yang harmonis dan kehidupan spiritualnya diwarnai oleh nilai-nilai lokal. Di Kabupaten Lombok Barat banyak dijumpai tokoh agama sekaligus tokoh adat. Jika dia pernah mukim di Arab selama 9 tahun akan mendapat predikat Tuan Guru Haji (TGH). Aktivitas keagamaan seperti ceramah agama, pondok pesantren, pengajian, tahlil dan yasinan, dan berbagai acara selamatan (maulidan, Isra’ Mi’raj dan ruwahan) dilaksanakan secara besar-besaran.
SEJARAH MNCULNYA FAHAM SALAFI
A.Sejarah dan Ajaran Salafi.6
Dalam ensiklopedi Islam dan Ensiklopedi Tematis Dunia Islam di jelaskan bahwa gerakan pemikiran Islam salafiyah adalah gerakan pemikiran yang berusaha menghidupkan kembali atau memurnikan ajaran Islam yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang telah diamalkan oleh para salaf (terdahulu). Tujuan dari gerakan pemikiran Islam salafiyah adalah agar umat Islam kembali kepada dua sumber utama pemikiran Islam, yakni kitab suci al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, serta meninggalkan pendapat ulama mazhab yang tidak berlandaskan pada dua sumber ajarann tersebut. Selain itu gerakan pemikiran salafiyah bertujuan untuk memurnikan ajaran Islam agar tidak bercampur dengan kepercayaan-kepercayaan lama yang menyesatkan dan terbebas dari ajaran tasawuf yang mengkultuskan para ulama, termasuk kegiatan-kegiatan memuja kuburan para wali atau tokoh agama tertentu.7
Gerakan Salafiyah pada awalnya biasa disebut dengan gerakan tajdid (pembaharuan), islah (perbaikan), dan gerakan reformasi. Diantara doktrin awal dari gerakan pemikiran salafiyah ini adalah pandangan bahwa pintu ijtihad tetap terbuka sepanjang masa, meskipun tetap perlu berhati-hati dalam berfatwa. Gerakan ini mengharamkan taklid buta dan menyerukan agar perdebatan teologis dihindarkan. Aliran ini mengkritik penggunaan logika dalam memahami teologi Islam dan menawarkan metodologi yang digunakan oleh ulama salaf , para sahabat dan tabi’in. Konsekuensinya, aliran ini mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang cendrung harfiah, tekstual. Pada abad ke 12 Hijrah, pemikiran salafiyah ini dikukuhkan dan dikembangkan oleh gerakan Wahabi, yang dipelopori oleh Muhammad Abdul Wahab (1703-1787). Tujuan dari gerakan Wahabi ini ingin memurnikan ajaran Islam, mengajak kembali kepada ajaran al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW, sebagaimana yang diamalkan oleh generasi awal Islam.8
Kemunculan aliran salafiyah di tangan Abdul Wahab ini mewarisi kecendrungan orang-orang sebelumnya dalam memahami teks-teks syari’at secara harfiah, mengenyampingkan kajian dengan beragam tujuan, makna, serta sebab-musabab yang melatarbelakangi hukum-hukum tersebut. Ini berbeda dengan dua imam aliran mereka: Syekh Ibn Taimiyah maupun Ibn al-Qoyyim.
Oleh karena itu, meskipun disangkal oleh kalangan Salafi, menurut About El-Fadl, Gerakan Salafi dan Gerakan Wahabi merupakan gerakan yang sama.9 Abdul Wahab berusaha membersihkan Islam dari kerusakan yang dipercayainya telah merasuk dalam agama. Dia menerapkan literalisme yang ketat yang menjadikan teks sebagai satu-satunya sumber otoritas yang syah dan menampilkan permusuhan eksterem kepada intelektualisme. mistisisme, dan semua perbedan faham yang ada dalam Islam. Menurut doktrin Wahabi,sangat penting kembali pada kemurnian, kesederhanaan, dan kelurusan Islam yang dapat sepenuhnya diperoleh kembali pada penerapan perintah Nabi secara harfiah dan dengan ketaatan penuh terhadap praktik ritual yang benar. Patut dicatat, bahwa Wahabisme menolak semua upaya untuk menafsirkan hukum Allah secara histories dan konstekstual dengan kemungkinan adanya penafsiran ulang ketika kondisi berubah. Wahabisme menganggap sebagian besar sejarah umat Islam merupakan perusakan terhadap Islam yang benar dan autentik. Selain itu Wahabisme mendefenisikan ortodoksi secara sempit dan sangat tidak toleran terhadap semua kepercayaan yang bertentangan dengan kepercayaannya.10
Ironisnya, sebagai sebuah gerakan, Salafisme justru didirikan pada awal abad ke -20 oleh Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Rida sebagai teologi yang berorientasi liberal. Untuk merespon tuntutan modernitas, kata mereka, kaum muslim perlu kembali pada sumber murni ajaran Islam al-Qur’an dan Sunnah (tradisi Nabi) dan mengaitkan diri dengan penafsiran teks. Motor utama gerakan Salafiyah, Muhamad Rasyid Rida (pendiri majalah Al_manar, penulis tafsir Al-Manar, serta berbagai buku reformis lainnya) banyak terwarnai oleh gurunya Muhammad Abduh yang sangat terbuka terhadap gagasan Barat. Hal ini membuat Rasyid Rida tidak terlalu dilirik oleh kaum Salafiyun Modern. Mereka tidak memanfaatkan aliran pembaruan Rasyid Rida, sebagaimana mestinya. Pada hal, ia adalah pimpinan sejati dari aliran Salafiyah yang tercerahkan.11
Pada awal 1970an Wahabisme telah berhasil mengubah Salafisme dari teologi berorientasi modernis liberal, menjadi teologi literalis, puritan, dan konservatif. Harga minyak yang menaik tajam pada 1975, menjadikan Arab Saudi penganjur utama Wahabisme, dapat menyebarkan doktrin wahabisme dengan wajahh Salafisme, yang dimaksudkan untuk kembali pada dasar-dasar outentik agama yang belum rusak oleh berbagai tambahan praktik sejarah.12
B. Gerakan Salafi Di Indonesia
Di Indoensia ide-ide gerakan pemikiran Salafiyah sudah berkembang di Indonesia sejak era Kolonial Belanda. Salah satu gerakan pemikiran salafiyah awal di Indonesia adalah di Minagkabau. Gerakan ini dipelopori oleh Tuanku Nantuo, orang Paderi dari Koto Tuo Ampek Angkek Candung (1784-1803), yang dalam perjalanannya melahirkan perang Paderi. Sumber kepustakaan menjelaskan bahwa gerekan Paderi ini dipengaruhi oleh gerakan keagamaan Wahabi (1703-1792) yang waktu itu memang cukup berpengaruh terhadap para haji yang belajar di Makkah.13
Gerakan pemikiran Salafiyah di Indonesia mengalami perkembangan seirama dengan munculnya tokoh-tokoh gerekan pemikiran Salafiyah di Timur Tengah seperti Syeikh Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897), Muhammad Abduh ( 1849-1905), dan Rasyid Rida (1865-1935) yang melakukan gerakan pembaharuan pemikiran Islam di Mesir. Para tokoh pembaharuan di Mesir ini, disamping mengajak umat Islam “kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW”, juga mengajak umat islam agar meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk menjacapaiu kemajuan, menghilangkan kebodohan dan mengatasi keterbelakangan. Orang-orang Indonesia yang menunaikan ibadah haji di Makkah kemudioan bermukim untuk belajar agama Islam pada masa itu, setelah pulang secara iondividu atau melalui organisasi melakukan gerakan pembaharuan Islam mengikuti aliran Salafiyah.14
Maka di Indonesia kemudian muncul organisasi-organisasi yang bercorak Salafiyah Modern seperti: Muhammadiyah (1912), Sarikat Islam (1912), Al-Irsyad (1914), Jong Islmiten Bond (1925-1942), Persatuan Islam (1923) dan Partai Islam Indonesia (1938).Upaya-upaya yang dilakukan oleh para tokoh gerakan keagamaan tersebut adalah mengajak umat islam meninggalkan praktek-praktek keagamaan yang bernuansa bid’ah, khurafat, taklid dan mendorong mereka melakukan ijtihad.15
Kehadiran gerakan pemikiran Salafiyah bukan tidak menimbulkan pertentanagan. Di mana-mana, baik di Timur Tengah maupun di Indonesia, gerakan pemikiran salafiyah akan berbenturan dengan kelompok Islam tradisonalis. Di Minagkabau, gerakan pemikiran Salafiyah telah melahirkan pertentangan antara Kaum Tua dan Kaum Muda. Kaum Tua mempertahankan pemahaman agama sesuai dengan tradisi yang sudah berjalan, sedangkan Kaum Muda terus mengembangkan pembaharuan pemikiran. Penganut Muhammadiyah dan Persis yang terus menerus melakukan gerakan pembaharuan pemikiran Islam mendapat tantangan dari umat Islam tradisionalis.
KASUS KONFLIKK ANTARA KELOMPOK SALAFI
DAN NON SALAFI
Menurut Imdadun Rahmat persentuhan awal para aktivis Gerakan salafi di Indonesia dengan pemikira salafiisme terjadi pada tahun 1980-an bersamaan dengan dibukanya Lembaga Pengajaran Basa Arab (LPBA) di Jakarta. Lembaga yang kemudian berganti nama menjadi LIPIA ini memberikan sarana bagi mereka untuk mengenal dan mendalami pemikiran-pemikiran para ulama Salafi. LIPIA adalah cabang dari Universitas Muhammad Ibnu Saud di Riyadh. Pada awal tahun 1980 Imam Muhammad bin Saud University di Riyadh memutuskan membuka cabang ketiga di Indonesia. Pembukaan cabang baru di Indonesia ini terkait dengan gerakan penyebaran ajaran Wahabi yang berwajah Salafi ke seluruh dunia Islam. Lembaga LIPIA telah menghasilkan ribuan alumni, yang umumnya berorientasi Wahabi Salafi dengan berbagai variannya. Sebagainmenjadi aktivis Partai Keadilan dan sebagian lain menjadi penganjur Dakwah Salafi.
Penyebaran Dakwah Salafi rupanya juga sampai di Lombok Barat, dimana di daerah ini terdapat banyak pondok pesantren. Tokoh Dakwah Salafi di daerah ini adalah Ahmad Khumaidi dan Mukti Ali. Ahmad Khumaidi pernah mondok di pondok pesantren Islahudin selama 9 tahun dari tahun 1974 – 1975. Selesai pendidikan ia mengajar disebuah madrasah di Kecamatan Kediri Lombok Barat. Pada tahun 1978 ia mengerjakan umrah. Setelah mengerjakan umrah ia tidak kembali ke Indonesia tapi mukim di Makkah selama 8 tahun dari tahun 1978 – 1986. Dari tahun 1986 sampai dengan 2004 di mengajar di Mushalla Nurul Yakin (Tarbiyah), sebuah mushalla milik seorang tuan guru di desa Glogor. Kemudian pada tahun 2004 ia berangkat ke Jakarta untuk belajar di LIPIA Jakarta.
Sepulangnya dari Jakarta pada tahun 2005 dia mulai membina masyarakat setempat dengan mengajarkan faham Salafi. Dalam dakwahnya dia banyak menyalahkan faham yang telah dianut oleh mayoritas masyarakat setempat. Diantaranya shalat tarawih hanya 8 rakaat bukan 20 rakaat, tidak melakukan zikir jahar dengan suara yang keras-keras, dilarang melakukan perayaan Maulid secara besar- besaran karena dianggap pemborosan dan mengakibatkan kemisikinan dalam masyarakat. Upacara nelung, mituh, nyiwah, yang diadakan untuk orang yang meninggal dunia, memakan makanan yang disediakan haram hukumnya. Mengirim bacaan zikir dan tahlil kepada orang yang meniggal dunia pahalanya tidak sampai kepada yang meninggal, karena alamtnya tidak jelas.
Menurut Ustadz Khumaidi yang dimaksud dengan zikir itu adalah membaca al-Qur’an, dan nasehat agama. Membaca zikir cukup sirron saja, dengan membaca “La ilaha illa Allah”, kalau zikir jahar kadang-kadang katanya tidak teratur, seperti yang dilakukan oleh kelompok tarekat. Menurutnya zikir dan do’a dilakukan secara perorangan, sebab maksud setiap orang itu berbeda-beda, kalau untuk kepentingan umu, maka do’a boleh dilakukan secara bersama-sama. Sedangkan perayaan “Maulid” itu merupakan mengadakan yang baru, yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabat, dan itu merupakan bid’ah. Kita harus mencontoh Nabi, dengan demikian agama menjadi murni tanpa bid’ah.
Ustadz Khumaidi membentuk majelis taklim yang diberi nama “As-Sunnah” pada sebuah mushalla yang merupakan peninggalan ayahnya, yang juga merupakan seorang tokoh agama di desa tersebut. Menurut keterangannya pengiklutnya sekarang ini berjumlah 270 orang, terdiri dari 137 orang laki-laki dan 1323 orang perempuan. Ciri khas dari kelompok ini antara lain berpakaian berwarna putih, kupiah putih, baju panjang, dan memelihara jenggot. Sumber hokum yangh diajdikan rujukan adalah al-Qur’an, As=sunnah dan ijma ulama. Kitab yang dibaca antara lain Riyadush-Sholihin, Bulughul Magham dan kitab-kitab aqidah. Ulama salafi antara lain Syafi’I, Abu Hanifah dan Ibn Taimiyah. Menurut Khumnaidi hokum yang dipakai oleh ulama tersebut adalah sunnah, itu yang disebut dengan salafi.
Dakwah yang disampaikan ustadz Khumaidi berhasil menarik minat masyarakat, sehingga pengikutnya terus bertambah, dan menyebar kebeberapa daerah, seperti di Kecamatan Lembar dan Kecamatan Sekotong. Hal ini nampknya menimbulkan kerisauan dikalangan Tuan Guru tertentu, maklum pengikut merupakan asset bagi tuan guru baik ditinjau dari segi poltik dan ekonomi. Untuk itu muncul berbagai konflik berupa pelarangan melakukan kegiatan sampai perusakan terhadap pondok pesantren.
Konflik mula-mula terjadi berupa pelarangan terhadap ustadz Khumaidi berkhutbah di masjid desa Glogor dan kegiatan pengajian yang diadakan dirumahnya. Kemudian konflik menyebar ke sekotong berupa perusakan pondok pesantren, pelarangan shalat jum’at di masjid milik kelompok salafi di Kecamatan Lembaran, dan pembubaran pengajian di dusun Broro Desa Jembatan Kembar.
Pada kesempatan ini akan digambarkan konflik yang terjadi di dusun Kebun Talo Desa Labuan Tereng Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat. Terjadi peruisakan terhadap mushalla milik kelompok Salafi karena dakwahnya dianggap menyinggung kelompok lainnya. Untuk memecahkan masalah tersebut. Diadakan pertemuan di Kantor KUA Kecamatan Lembar. Pertemuan diadakan pada tanggal 28 Juli 2005, dihadiri oleh para tokoh agama dan tokoh masyarakat Kebon Talo Desa Labuan Tereng yang terdiri dari TGH Badrun, Ustadz Munawar, Abdul Hafidz, H.Taufik Azhari (Kades) dan Abdul Karim (ketua Remas). Untuk mengatasi konflik tersebut diambil kesepakatan: Pengajian yang ada di lapisan bawah yaitu Mushalla Fahriah Amin Mertak, Mushalla Darussalam Langitan, di Ponpes AAl-Hamid di RT Tibu Timuk tetap berjalan dan dilanjutkan dengan materi yang telah ada yang dipimpin oleh TGH/Ustadz yang ada dari dalam. SEdangkan TGH/Ustadz yang berasal dari luar di istirahatkan. Membentuk Pembina-pembina pada masing-masing pengajian. Diadakan pengajian induk di Masjid yang di hadiri semua jama’ah Kebon Talo yang materi dan gurunya ditentukan dengan musyawarah.
Akibat konflik diatas, pada tanggal 19 Agustus 2005 kelompok Salafi di Dusun Kebon Talo m,endirikan shalat jum’at yang dihadiri oleh 55 orang bertempat di Mushllah Fahriah Amin. Pelaksanaan shalat Jum’at tersebu dilakukan karena kelompok Salafi/Wahabi merasa kescewa terhadap masyarakat Kebon Talo yang tiadk dapat menerima kehadiran mereka. Kegiatan tersebut menimbulkan protes dari masyarakat dan meminta Camat untuk memberikan keputusan apakah kegiatan tersebut di izinkan atau tidak. Untuk memecahkan kasus tersebut diadakan musyawarah yang hasilnya sebagai berikut: Ketua MUI, Kepala Kandepag Lobar dan Camat dan aparat lainnya akan turun kelapangan, untuk mengecek kondisi dan sistuasi sebagai bahan memberikan pertimbangan dan rekomendasi kepada Bupati Lombok Barat. Kegiatan shalat Jum’at dihentikan. Shalat Jum’at dapat dilaksanakan setelah ada pertimbangan dari Kepala Desa, Kecamatan, MUI dan kandepag Kab.Lobar danmendapat izin dari Bupati.
Pada tanggal 23 Agustus 2005 Ustadz Munawar Khalil selaku pengurus Mushallah Fahriah Amin, mengirim surat kepada Bupati agar dapat memberikan izin mendirikan shalat Jum’at dengan alas an: jama’ah telah memenuhi syarat secara syar’y dan kondisi Kamtibmas tetap dalam keadaan stabil dan terjamin.
Menyikapi keinginan kelompok Salafi untuk mendirikan shalat jum’at, maka pengurus BPD Desa Kebon Talo mengadakajn musyawarah; dalam musyawarah tersebut didengar alasan masing-masing pihak. Bagi yang menolak pendiriaan shalat Jum’at dengan alas an agar masyarakat tidak terpecah belah; dikhawatirkan akan terjadi gesekan-gesekan diantara kedua belah pihak; tidak menutup kemungkinan masyarakat Dusun Kebon Talo yang lain akanmeminta mendirikan Jum’atan ditempat yang lain; terlalu dekat jarak masjid induk dengan mushalla Fahriah Amin. Sedangkan alas an yang maumneidirkan Jum’atan: Merasa dilecehkan oleh sebab itu menanggung beban psikologis yang sangat berat, tidak nyaman berjum’atan di masjid induk; adanya jaminan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 dan 3.
Melalui suart tanggal 5 September 2005 Camat Lembar mengirim surat kepada Abdul Fatah, agar menghentikan pelaksanaan shalat jum’at sebelum mendapatkan izin dari Buapti Lombok Barat. Selanjutnya pada tangal 21 September 2005 Camat Lembar mengirim laporan kepada Bupati Lobar yang isinya antara lain:
Mendukung alasan-alasan yang dikemukakan oleh sebagian masyarakat Kebon Talo, selain itu jaraka Masjid Baitul Amin Dusun Kebon Talo masih dapat menampung jama’ah dan masyarakat berdomisilinya terpencar, dikhawatirkan terjadi benturan/gesekan pada saat melaksanakan ibadah maupun kegiatan-kegoatan lainnya. Meminta kepada jama’ah mushalla Fahriah Am,in tidak melaksanakan shalat jum’at sebelum mendapat izin dari Bupati. Dan meminta Bupati untuk secepatnya membuat keputusan.
Secara diam-diam kelompok ini masih melakukan kegiatannya, karena lambatnya pemerintah memberikan keputusan. Terlihat riak-riak kecil dalam masyarakat. Untuk itu pada tranggal 6 Januari 2006 KUA Kecamatan Lembar mengingatkan Jama’ah Pengajian Mushallah Fahriah Amin agar berpegang teguh pada hasil musyawarah tanggal 28 Juli 2005.
Pada tanggal 22 April 2006 jam 22.30 WITA terjadi pengrusakan/pembobolan tembok mushalla Jama’ah Fahriah Amin. Untuk mengatasi peristiwa tersebut dilakukan rapat Muspika, Kepala Desa dan Ketua/anggota BPD Desa Labuan Tereng dengan keputusan: memecat kadus Kebon Talo dan Ketua BPD karena merupakan penmgurus mushalla Fahriah Amin. Kemudian pada tanggal 29 April 206 Camat bersama anggota Muspika Kec Lembar mengadakan pertemuan dengan Kades Labuan Tereng, Jadus Kebon Talo, Kelompok Jama’ah Mushaallah Fahriah Amin, Toga, Tomas dan Pemuda, membahas tuntutan masyarakat agar shalat Jum’at yang dilaksanakan jama’ah mushallah Fahriah Amion dihentikan dan kembali bergabung dengan masyarakat lainnya yang dipusatkan di masjid Baitul Amin dusun Kebon Talo. Kembali Camat meminta Bupati untuk segera membuat keputusan terhadap tuntutan masyarakat tersebut.
TANGGAPAN MASYARAKAT
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Kanwil Departemen Agama Propinsi Nusda Tenggara Barat, Anggota DPRD Propinsi Nusa Tenggara barat, Kepala Kandepag Lombok Barat, umumnya mereka berpendapat bahwa sebenarnya ajaran yang disampaikan oleh kelompok Salafi tidak tergolong sesat, dan termasuk masalah khilafiah. Perbedaan tersebut tak ubahnya terjadi antara faham Muhammadiyah da NU ketika kedua organisasi ini baru berdiri. Hanya saja yang disayangkan oleh mereka kelompok Salafi ini bersifat eksklusif dan cendrung menyalahkan kelompok lain. Sedangkan bagi kelompok non Salafi ajaran ini dianggap sesat karena berbeda dengan ajaran yang mereka peroleh dari tuan gurunya. Selain itu perseteruan ini ada kemungkinan juga disebabkan bukan hanya factor ajaran tetapi juga berkaitan dengan masalah politik dalam arti perebutan pengaruh. Kelompok Salafi umumnya dikenal sebagai pendukung Partai Keadilan Sejahtera dan Kelompok lainnya kebanyakan sebagai pendudkung Golkar dan Partai Persatyuan Pembangunan (PPP).
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.
1.Faktor penyebab konflik yang muncul antara kelompok Salafi dan Non Salafi adalah adanya dakwah yang bersifat eksklusif dan menyalahkan faham orang lain dan disisi lain kurangnya menghargai perbedaan pendapat yang terdapat dalam masyarakat.
2.Konflik ini terus berlanjut karena Bupati tidak berani membuat keputusan. Bila memenuhi tuntutan masyarakat dikuatirkan dianggap melanggar HAM, sedangkan apabila memberikan izin kepada kelompok Salafi dikuatirkan menimbulkan perpecahan dalam masyarakat.
3.Solusi yang dibuat oleh Camat dan Kepala KUA, terlalu memihak pada kelompok tertentu, sehingga tidak dapat memuaskan semua pihak.
4.Dari segi ajaran, berbagai tokoh agama yang diwawancarai menganggap ajaran yang dikembangkan tidak tergolong sesat, tetapi merupakan masalah khilafiah.
B. Saran-Saran
1. Sebaiknya Bupati segera membuat keputusan, dengan memberikan kesempatan kepada kelompok ini untuk mengadakan aktifitasnya dengan diberikan persayaratan-persyaratan tertentu: seperti tidak boleh menyalahkan faham orang lain; ceramah tidak boleh memakai pengeras suara sehingga tidak didengar oleh oranglain.
2. MUI harus mengambil peran sebagai penengah, bukan memihak kepada kelompok tertentu. MUI mengeluarkan semacam fatwa bahwa ajaran yang dikembangkan kelompok Salafi tidak sesat.
3. Pejabat Departemen Agama hendaknya bertindak sebagai penengah/ mediator kedua belah fihak yang berkonflik. Jangan fihak Salafi saja yang dihimbau, tetapi kelompok lainnya juga dihimbau untuk menghormati kelompok lainnya.
RESPON PEMERINTAH, ORMAS DAN MASYARAKAT
TERHADAP ALIRAN KEAGAMAAN SEMPALAN DI SULAWESI UTARA
(Studi Kasus organisasi LDII dan Saksi-Saksi Yehuwa)
I
Pendahuluan.
Perubahan merupakan sunnatullah, sesuatu yang tidak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri. Dalam kehidupan beragama perubahan terjadi berkaitan dengan jumlah pemeluk dan penafsiran terhadap teks-teks keagamaan. Suatu wilayah pada mulanya hanya dihuni oleh penganut agama yang sama, tetapi oleh sebab adanya migrasi penduduk tiba-tiba berubah menjadi daerah yang multi agama. Demikian pula yang tadinya suatu wilayah dihuni oleh kelompok yang mempunyai faham yang sama, kemudian berubah menjadi daerah yang mempunyai faham yang beragam.
Berkembangnya faham baru di suatu daerah berlangsung secara bertahap. Ketika pengikutnya masih sedikit mereka masih berbaur dengan kelompok lainnya, tetapi ketika pengikutnya sudah cukup banyak mereka kemudian memisahkan diri dengan membentuk komunitas tersendiri dengan identitas tersendiri pula.
Munculnya faham baru yang berbeda dengan faham yang dianut oleh kelompok mayoritas, menimbulkan respon masyarakat yang beragam, dari respon yang bersifat rumors sampai respon yang bersifat benturan secara fisik Dilihat dari aspek doktrin atau faham keagamaan penyempalan tersebut bisa berkaitan dengan ajaran pokok keagamaan yang dianggap sacral dan fundamental, tetapi bisa juga hanya menyangkut perbedaan dalam memberikan tafsir terhadap teks kitab suci.
Dilihat dari segi antropologis dan sosiologis perubahan faham dan keyakinan keagamaan sangat memungkinkan. Perubahan tersebut disebabkan adanya perbedaan interpretasi dan cara pandang dalam memahami fenomena social yang terus berubah atau terdapat perkembangan ilmu pengetahuan, meskipun kitab sucinya tidak berubah (Parsudi Suparlan:1988). Perbedaan interpretasi terhadap teks kitab suci atau doktrin agama menimbulkan aliran atau faham keagamaan yang baru, meskipun tetap menginduk pada agama besarnya. Jadi secara teoritis dan praktis munculnya aliran baru yang dianggap oleh kelompok tertentu sebagai aliran sempalan tak bisa dihindarkan, terutama disebabkan adanya perbedaan tingkat pengetahuan, pemahaman, pengamalan dan perkembangan budaya masyarakat.
Sebenarnya dalam Islam perbedaan itu masih bisa ditolerir bahkan dianggap sebagai rahmat. Namun dalam kenyataan nampaknya perbedaan faham keagamaan masih merupakan masalah besar bagi kalangan tertentu, sehingga sering menimbulkan konflik dalam masyarakat.
Dikalangan Islam maupun Kristen terdapat berbagai aliran dan faham keagamaan, diantaranya Lembaga Dakwah Islam Indonesia (Islam) dan Saksi – Saksi Yehuwa (Kristen). Kedua aliran ini sering mendapat respon negative dari kalangan mainstream (arus utama), bahkan digolongkan sebagai aliran sesat yang perlu diberantas. Karena dianggap sesat maka ada upaya dari kelompok dominant, agar kelompok ini di larang oleh pemerintah. Untuk mengetahui respon masyarakat terhadap kedua aliran tersebut, maka perlu didakan penelitian.
Permasalahan yang diangkat melalui penelitian ini adalah: Bagaimana respon pemuka agama yang tergabung dalam organisasi keagamaan, pejabat pemerintah, dan anggota masyarakat terhadap faham dan aktivitas LDII dan Saksi-Saksi Yehuwa?; dan Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi munculnya berbagai bentuk respon tersebut baik dari aspek faham dan aktivitas yang dikembangkan, maupun dari aspek karakteristik masyarakat sekitar kelompok tersebut berada?
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan berbagai bentuk respon terhadap faham dan aktivitas LDII dan Saksi-Saksi Yehuwa di Sulawesi Utara, dan mengungkap factor-faktor baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi berbagai bentuk respon tersebut.
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi Departemen Agama dalam menentukan kebijakan yang tepat dalam mengatasi berbagai gejolak yang muncul dalam masyarakat akibat dari kehadiran kelompok tersebut ditengah-tengah masyarakat tertentu.
Untuk mengkaji kedua aliran keagamaan tersebut, digunakan kerangka berpikir sebagai berikut: Kehadiran LDII dan Saksi-Saksi Yehuwa ditengah masyarakat memberikan stimulus kepada masyarakat, pemuka agama dan pejabat pemerintah untuk memberikan respon. Stimulus tersebut memunculkan respon yang beragam baik positif maupun negatif. Respon tersebut bisa berbentuk sikap batin, pandangan atau sanksi, kebijakan dan tindakan yang ditujukan kepada kedua aliran tersebut. Respon masyarakat yang beragam tersebut, dipengaruhi oleh factor pendidikan, pengetahuan keagamaan, ketaatan pada pimpinan agama dan tingkat keterikatan pada kerabat dan keluarga besar. Keragaman bentuk respon juga dipengaruhi oleh sejauh mana penyimpangan ajaran yang dikembangkan oleh LDII dan Saksi-Saksi Yehuwa: yakni apakah ajarannya bertentangan secara paradoksal dengan ajaran pokok agama induknya, dianggap menodai atau melecehkan ajaran agama induknya, hanya perbedaan penafsiran, atau ajaran yang dikembangkan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi pemimpinnya. Keragaman bentuk respon juga bisa disebabkan oleh aktivitas yang berlebihan dari kedua aliran tersebut seperti: terlalu ofensif menyebarkan fahamnya, menjelekkan atau menyalahkan kelompok mayoritas, tidak mau beribadah dengan kelompok lainnya, dan tidak mau bergaul dengan kelompok mayoritas dan aktivitas keagamaannya mengganggu kelompok mayoritas.
Penelitian ini bersifat kualitatif. Untuk mengumpulkan data digunakan tehnik wawancara dan studi kepustakaan. Analisis data dilakukan melalui proses editing, kategorisasi, deskripsi, interpretasi dan kesimpulan. Yang menjadi sasaran penelitian ini adalah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di Kabupaten Bolaang Mongondow dan Saksi-saksi Yehuwa di Kota Manado Sulawesi Utara.
II
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di dua daerah yang berbeda, yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow dan Kota Manado. Untuk itu gambaran umum wilayah ini akan menggambarkan keadaan kedua darah tersebut.
Kelompok LDII terdapat di Kelurahan Mongkonai, Kecamatan Kotamobagu Barat Kabupaten Bolaang Mongondow. Kelurahan ini terletak dibagian pinggiran, arah menuju Desa Mopuya Kecamatan Dumoga Barat, yang dikenal sebagai daerah yang sangat rukun. Masjid LDII terletak di daerah terpencil yang dikiri dan kanannya masih terdiri dari sawah, masih sangat jarang sekali terdapat rumah penduduk. Disekeliling masjid terdapat 12 buah rumah yang kesemuanya anggota LDII.
Jumlah penduduk Kabupaten Bolaang Mongondow 469.075 jiwa, terdiri dari laki-laki 243.872 jiwa dan perempuan 225.203 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1,47% pertahun. Secara administratif Kabupaten Bolaang Mongondow terbagi dalam 20 wilayah kecamatan dan 275 desa/kelurahan. Sedangkan jumlah penduduk kelurahan Mongkonai 3.944 jiwa dengan mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Dilihat dari segi etnis, suku yang mendiami kebupaten ini selain suku Bolmon, juga terdapat etnis Arab, Minahasa, Gorontalo, Jawa, dan Bali.
Kota Manado merupakan ibukota provinsi Sulawesi Utara, dan merupakan kota terbesar di provinsi tersebut. Manado berasal dari bahasa Minahasa asli yaitu “ Mamarou” atau “ Mamadou” yang artinya “yang jauh”. Kota Manado mempunyai luas wilayah 157,88 Km2. Sedangkan kelompok Saksi-Saksi Yehuwa terdapat di Kelurahan Kima Atas Kecamatan Mapanget. Kelurahan Kima Atas dimana kelompok ini berada jauh dari keramaian kota. Sebelum memasuki Bandar Udara, belok ke arah kiri lebih kurang sejauh tiga kilometer, belok kearah kiri lagi, melewati sebuah kampung, kira-kira 200 meter dari kampung tersebut terdapat 26 buah rumah kopel milik anggota Saksi-Saksi Yehuwa dan Balai Kerajaan (tempat ibadah). Di kiri dan kanan Balai Kerajaan tersebut masih merupakan tanah kosong dan tidak berpenghuni.
Jumlah penduduk kota Manado 395.525 jiwa. Dilihat dari komposisi jumlah pemeluk berdasarkan agama, pemeluk agama Kristen berjumlah 207.692 jiwa, Islam 139.709 jiwa, Katolik 39.890 jiwa, Buddha 7.224 jiwa dan Hindu 1.010 jiwa. Sedangkan jumlah pemeluk agama di Kecamatan Mapanget sebagian besar memeluk agama Islam, dengan jumlah pemeluk sebanyak 20.486 jiwa, Katolik 12.989 jiwa, Kristen 8.456 jiwa, Buddha, 1.358 jiwa dan Hindu 792 jiwa. Dari segi etnis mayoritas penduduk kota Manado berasal dari suku Minahasa, kemudian Bolaang Mongondow, Gorontalo, Cina, Arab dan Jawa, disamping suku-suku lainnya yang jumlahnya tidak begitu banyak.
Dua daerah ini meupakan daerah yang majemuk dilihat dari segi agama dan suku bangsa. Kemajemukan tersebut merupakan dua sisi mata pisau yang sama. Disatu sisi bisa memunculkan kehidupan sosial yang positif tapi juga bisa memunculkan kehidpan sosial yang negatif. Untuk memunculkan kehidupan sosial yang positif perlu ditunjang oleh pendidikan yang cukup tinggi dan wawasan yang luas, sehingga mampu berkompetisi dan berintegarsi dengan pendatang, baik dari segi ekonomi, politik, budaya, dan agama dengan tetap mempertahankan prinsip persatuan dan kesatuan bangsa.
Dilihat dari segi pendidikan dan pekerjaan nampaknya di dua daerah ini cukup potensial untuk menciptakan masyarakat yang mempunyai hubungan social yang positif. Dari segi pendidikan sebagian besar penduduk mempunyai tingkat pendidikan SLTA keatas (45,03%) + 6,74%). Dilihat dari segi pekerjaan 21,23% bekerja di bidang jasa, 15,12% bekerja sebagai pagawai negeri, 7,97% bekerja dibidang pertanian baik pangan maupun perkebunan 41,21%. Dengan diperolehnya pendidikan yang cukup tinggi dan pekerjaan yang dimiliki sebagian besar diluar pertanian, maka hal tersebut cukup berpengaruh terhadap pandangan hidup dan cara berfikir masyarakat. Hal ini mungkin yang menjadi factor mengapa masyarakat Bolaang Mongondow dan Manado dapat hidup dengan rukun, tidak gampang terpancing issu-issu negative, yang dapat merugikan masyarakat secara keseluruhan.
Di Bolaang Mongondow terdapat oerganisasi dan aliran keagamaan Al-Khairat, Syarikat Islam, Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Lembaga Dakwah Islam Indonesia, Jama’ah Tabligh, dan Ahmadiyah. Organisasi yang terbanyak pengikutnya adalah Al-Khairat, kemudian Muhammadiyah, NU dan Syarikat Islam. Sedangkan aliran dalam agama Kristen, diantaranya Gereja Masehi Injili di Bolaang Mongondow (GMIBEM), GPdI, dan Advent.
Mengenai aliran keagamaan terutama Ahmadiyah pada umumnya masyarakat menolak keberadaannya, bahkan pada tahun 2005 setelah keluarnya fatwa MUI dan pengaruh tayangan televisi tentang aksi kerusuhan di Parung, NTB dan Kuningan, masyarakat akan menyerbu markas Ahmadiyah tapi dapat digagalkan oleh MUI, Kepala Kandepag dan aparat kepolisian. Mengenai LDII dan Jama’ah Tabligh sebagian bisa menerima kehadiran mereka, sebagian lagi tidak bisa menerima. Khususnya bagi Jama’ah Tabligh umumnya yang dipermasalahkan bukan ajarannya, tetapi aktivitasnya yang dianggap menodai kesucian tempat ibadah.
Masyarakat yang tingggal di Sulawesi Utara, umumnya memupunyai sifat yang toleran. Toleransi tersebut muncul karena di daerah ini sejak awal merupakan masyarakat yang heterogin baik dari suku maupun agama. Sikap tersebut nampaknya memberi warna terhadap masyarakat dalam menyikapi keberadaan suatu kelompok atau aliran keagamaan.
III
TEMUAN PENELITIAN
1.LDII di Bolaang Mongondow.
LDII berkembang pertama kali di Kelurahan Kagowan Kecamatan Sampana Kotamobagu bertempat di jalan H. Salam oleh H.Sambuna seorang pengusaha, pada tahun 1985. H.Sambuna dikalangan pengikut LDII dikenal sebagai seorang yang gigih memperjuangkan eksistensi LDII di Kabupaten Bolaang Mongondow, ia menggunakan harta yang dimilikinya untuk membiayai kegiatan LDII, termasuk membangun Masjid Ash-Shobirin yang cukup megah. Oleh sebab itu kepemimpinan LDII selama tiga periode dipegangnya secara terus menerus, baru pada tahun 2005 kepemimpinan diserahkan kepada Musa Tungkagi SPdI, seorang guru SD di Kotamobagu.
Sekarang LDII telah berkembang dibeberapa kecamatan di Kabupaten Bolaang Mongondow, dengan jumlah anggota 300 orang. Mengingat persebaran anggota LDII yang jaraknya berjauhan dari masjid Ash-Shobirin, ada keinginan dari pengurus LDII untuk membangun masjid, tetapi sampai sekarang keinginan itu belum bisa diwujudkan, karena ada penolakan dari masyarakat setempat. Mereka telah mengadakan pendekatan dengan pengurus MUI, namun belum memperoleh restu, dan disarankan untuk bersabar, sampai masyarakat setempat memberikan persetujuan.
Kepengurusan DPD LDII Kabupaten Bolaang Mongondow disahkan oleh DPD LDII Propinsi Sulawesi Utara tanggal 23 Oktober 2004 yang ditanda tangani oleh Dr.H.Ramli Sp Rad, selaku ketua dan Rahmat T.Hidayah sebagai sekretaris. Susunan Personalia kepengurusan DPD LDII Kabupaten Bolaang Mongondow terdiri dari ; Dewan Penasehat Drs.Said Ngurawan (ketua) dan Aswin Dantuma (anggota). Pengurus Harian: Ketua, Musa Tungkagi SpdI; Wakil Ketua, Suharjono dan Irwan Nurhamidin SE; Sekretaris Soebali Koesno, S,Sos; Wakil Sekretaris; Yani Lii, SPd; dan Bendahara; Asep Dunya Muchtar. Selain pengurus harian terdapat pula bagian-bagian yang terdiri dari: Bagian Organisasi, Keanggotaan dan Kaderisasi; Bagian Pendidikan Agama dan Dakwah; Bagian Pendidikan Umum dan Pelatihan; Bagian Hubungan Antar Lembaga; Bagian Pemuda, Olahraga dan Seni Budaya; Bagian Koperasi, Wirausaha dan Tenaga Kerja dan Bagian Peranan Wanita dan Kesejahteraan Keluarga. Organisasi ini dilaporkan kepada Kantor Kesbang Kabupaten Bolaang Mongondow baru pada tahun 2006, hal ini terjadi, karena mereka menganggap LDII sudah terdaftar di Departemen Dalam Negeri, tidak perlu lagi lapor di daerah.
Mengenai ajaran yang dikembangkan oleh LDII menurut penjelasan pengurus LDII bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Kitab Hadits yang dipegang adalah Shohih Bukhari, Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Turmudzi dan kitab lainnya yang umumnya dipakai oleh umat Islam lainnya, sehingga menurut mereka faham keagamaan yang mereka anut tidak jauh berbeda dengan faham yang dianut umat Islaml ainnya, meskipun dalam beberapa hal terdapat perbedaan dalam penafsiran. Mengenai tuduhan bahwa LDII mengkafirkan dan menganggap najis orang diluar LDII, tuduhan itu tidak benar, sebab menurutnya kalau seseorang sudah mengucapkan La Ilaha Illa Allah, dia tidak bisa disebut kafir. Semua manusia adalah suci, termasuk orang kafir, jadi tidak benar orang diluar LDII di golongkan bernajis, sehingga perlu dibasuh bekas duduknya.
Sedangkan dikalangan masyarakat tuduhan bahwa kelompok ini masih mengkafirkan dan menganggap najis kelompok diluar LDII, masih berjalan, hanya saja ketika ditanya apakah sdr melihat dan mendengar sendiri, umumnya menjawab tidak, bahkan kebanyakan mereka hanya membaca buku-buku yang umumnya menyudutkan kelompok ini, seperti buku yang dikarang oleh Amin Djamaluddin dan Hartono Ahmad Jaiz.
Pengertian amir dalam ajaran LDII adalah orang yang berkedudukan sebagai penasehat atau peñata agama di dalam jama’ah atau berfungsi sebagai pimpinan rohani. Mengenai konsep keamiran ini masih diajarkan dikalangan LDII, tetapi lembaga keamiran tersebut sudah tidak ada lagi di dalam struktur kepengurusan LDII. Konsep amir didasarkan pada surat as-Saba ayat 27. Tentang bai’at terhadap anggota menurut ‘Sukri” salah seorang pengikut LDII, sekarang ini sudah tidak diberlakukan lagi bai’at terhadap anggota, tetapi hal itu diajarkan sebab bai’at pada zaman Nabi memang ada. Yang ada sekarang ini adalah ketaatan anggota pada pimpinannya. Tetapi kalau pimpinan melakukan kesalahan maka wajib diingatkan dan dibenarkan.
Sistem pengajaran yang dikembangkan adalah bersifat manqul. Manqul berasal dari kata naqola yang artinya memindahkan. Yaitu memindahkan ilmu agama dari murid kepada guru, istilah ini disebut juga dengan “sorogan”, maksudnya guru membaca murid mendengar dengan mencatat pada Al-Qur’an dan Al-Hadits yang sedang dipelajari, sehingga kitab masing-masing santri penuh dengan tulisan dari keterangan gurunya. Adapun tujuannya untuk lebih memudahkan ingatan santri untuk dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah dijelaskan oleh gurunya. Selain system manqul dikenal pula system sanad, yaitu seseorang misalnya berguru pada si A, kemudian diteruskan oleh B, tanpa melalui ini maka ilmunya dianggap tidak sah. Seseorang yang telah memperoleh ilmu dari seorang guru tidak boleh diajarkan kepada orang lain, tanpa mendapat pengakuan dulu dari seorang guru. Meskipun demikian tidak ada seorangpun yang mempunyai otoritas dalam ilmu tertentu.
Khutbah jum’at mengunakan bahasa Arab, karena khutbah merupakan rangkaian ibadah shalat, sedangkan shalat menggunakan bahasa Arab. Laki-laki dan perempuan tidak boleh berjabatan tangan, hal ini dilakukan untuk menghindari fitnah. Dikalangan wanita LDII baik anak-anak maupu orang yang sudah sangat tua wajib memakai jilbab. Untuk laki-laki memakai celana diatas mata kaki, selain itu dilarang merokok.
Aktivitas yang dilakukan oleh LDII umumnya hanya bersifat pengajian. Pengajian untuk tingkat DPD diadakan satu kali dalam satu bulan. Sedangkan pengajian rutin yang bersifat umum diadakan dua kali dalam seminggu. Pengajian kelompok dilaksanakan setiap hari pada jam-jam tertentu di Masjid Ash-Shobirin. Pengajian kelompok tersebut ialah: Kelompok Cabe Rawit 2-3 kali seminggu, Kelompok Remaja 2-3 kali seminggu, kelompok dewasa 2-3 kali seminggu, kelompok mahasiswa 1 kali seminggu. Selain itu ada pertemuan sebulan sekali untuk tingkat cabang, enam bulan sekali untuk tingkat DPD, dan setahun sekali untuk tingkat Provinsi. Pertemuan tersebut dilakukan dalam rangka konsolidasi organisasi.
2.Saksi- Saksi Yehuwa di Kota Manado.
Saksi- Saksi Yehuwa hadir di Indonesia sekitar tahun 1950an, mendaftar pada Departemen Kehakiman pada tahun 1964, dengan nama Perkumpulan Siswa-siswa Alkitab, dan mendapat pengakuan sebagai organisasi keagamaan dengan nama Saksi Jehova dari Departemen Agama tahun 1968. Mereka mencari pengikut lewat kontak pribadi dan kunjungan kerumah-rumah. Setelah terkumpul sejumlah pengikut, maka melalui prosedur tertentu dibentuklah kelompok-kelompok penelaahan Alkitab dan Ibadah dibeberapa tempat/kota di Indonesia. Namun demikian sebagian warga gereja/orang Kristen maupun pengikut agama lain merasa terganggu, terutama oleh cara-cara pengikut saksi Jehova ini menyebarkan ajarannya, sehingga mengadukan Saksi Jehova kepada yang berwajib. Lalu keluarlah Surat Keputusan Jaksa Agung RI No 129/JA/12/1976 tanggal 7 Desember 1976 tentang larangan terhadap Saksi Jehova untuk melakukan kegiatan karena dianggap melanggar hokum, menimbulkan keresahan dalam masyarakat, tidak menghormati p[emerintah, dan tidak melaksanakan kewajiban sebagai warga negara yang baik.
TERHADAP ALIRAN KEAGAMAAN SEMPALAN DI SULAWESI UTARA
(Studi Kasus organisasi LDII dan Saksi-Saksi Yehuwa)
I
Pendahuluan.
Perubahan merupakan sunnatullah, sesuatu yang tidak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri. Dalam kehidupan beragama perubahan terjadi berkaitan dengan jumlah pemeluk dan penafsiran terhadap teks-teks keagamaan. Suatu wilayah pada mulanya hanya dihuni oleh penganut agama yang sama, tetapi oleh sebab adanya migrasi penduduk tiba-tiba berubah menjadi daerah yang multi agama. Demikian pula yang tadinya suatu wilayah dihuni oleh kelompok yang mempunyai faham yang sama, kemudian berubah menjadi daerah yang mempunyai faham yang beragam.
Berkembangnya faham baru di suatu daerah berlangsung secara bertahap. Ketika pengikutnya masih sedikit mereka masih berbaur dengan kelompok lainnya, tetapi ketika pengikutnya sudah cukup banyak mereka kemudian memisahkan diri dengan membentuk komunitas tersendiri dengan identitas tersendiri pula.
Munculnya faham baru yang berbeda dengan faham yang dianut oleh kelompok mayoritas, menimbulkan respon masyarakat yang beragam, dari respon yang bersifat rumors sampai respon yang bersifat benturan secara fisik Dilihat dari aspek doktrin atau faham keagamaan penyempalan tersebut bisa berkaitan dengan ajaran pokok keagamaan yang dianggap sacral dan fundamental, tetapi bisa juga hanya menyangkut perbedaan dalam memberikan tafsir terhadap teks kitab suci.
Dilihat dari segi antropologis dan sosiologis perubahan faham dan keyakinan keagamaan sangat memungkinkan. Perubahan tersebut disebabkan adanya perbedaan interpretasi dan cara pandang dalam memahami fenomena social yang terus berubah atau terdapat perkembangan ilmu pengetahuan, meskipun kitab sucinya tidak berubah (Parsudi Suparlan:1988). Perbedaan interpretasi terhadap teks kitab suci atau doktrin agama menimbulkan aliran atau faham keagamaan yang baru, meskipun tetap menginduk pada agama besarnya. Jadi secara teoritis dan praktis munculnya aliran baru yang dianggap oleh kelompok tertentu sebagai aliran sempalan tak bisa dihindarkan, terutama disebabkan adanya perbedaan tingkat pengetahuan, pemahaman, pengamalan dan perkembangan budaya masyarakat.
Sebenarnya dalam Islam perbedaan itu masih bisa ditolerir bahkan dianggap sebagai rahmat. Namun dalam kenyataan nampaknya perbedaan faham keagamaan masih merupakan masalah besar bagi kalangan tertentu, sehingga sering menimbulkan konflik dalam masyarakat.
Dikalangan Islam maupun Kristen terdapat berbagai aliran dan faham keagamaan, diantaranya Lembaga Dakwah Islam Indonesia (Islam) dan Saksi – Saksi Yehuwa (Kristen). Kedua aliran ini sering mendapat respon negative dari kalangan mainstream (arus utama), bahkan digolongkan sebagai aliran sesat yang perlu diberantas. Karena dianggap sesat maka ada upaya dari kelompok dominant, agar kelompok ini di larang oleh pemerintah. Untuk mengetahui respon masyarakat terhadap kedua aliran tersebut, maka perlu didakan penelitian.
Permasalahan yang diangkat melalui penelitian ini adalah: Bagaimana respon pemuka agama yang tergabung dalam organisasi keagamaan, pejabat pemerintah, dan anggota masyarakat terhadap faham dan aktivitas LDII dan Saksi-Saksi Yehuwa?; dan Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi munculnya berbagai bentuk respon tersebut baik dari aspek faham dan aktivitas yang dikembangkan, maupun dari aspek karakteristik masyarakat sekitar kelompok tersebut berada?
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan berbagai bentuk respon terhadap faham dan aktivitas LDII dan Saksi-Saksi Yehuwa di Sulawesi Utara, dan mengungkap factor-faktor baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi berbagai bentuk respon tersebut.
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi Departemen Agama dalam menentukan kebijakan yang tepat dalam mengatasi berbagai gejolak yang muncul dalam masyarakat akibat dari kehadiran kelompok tersebut ditengah-tengah masyarakat tertentu.
Untuk mengkaji kedua aliran keagamaan tersebut, digunakan kerangka berpikir sebagai berikut: Kehadiran LDII dan Saksi-Saksi Yehuwa ditengah masyarakat memberikan stimulus kepada masyarakat, pemuka agama dan pejabat pemerintah untuk memberikan respon. Stimulus tersebut memunculkan respon yang beragam baik positif maupun negatif. Respon tersebut bisa berbentuk sikap batin, pandangan atau sanksi, kebijakan dan tindakan yang ditujukan kepada kedua aliran tersebut. Respon masyarakat yang beragam tersebut, dipengaruhi oleh factor pendidikan, pengetahuan keagamaan, ketaatan pada pimpinan agama dan tingkat keterikatan pada kerabat dan keluarga besar. Keragaman bentuk respon juga dipengaruhi oleh sejauh mana penyimpangan ajaran yang dikembangkan oleh LDII dan Saksi-Saksi Yehuwa: yakni apakah ajarannya bertentangan secara paradoksal dengan ajaran pokok agama induknya, dianggap menodai atau melecehkan ajaran agama induknya, hanya perbedaan penafsiran, atau ajaran yang dikembangkan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi pemimpinnya. Keragaman bentuk respon juga bisa disebabkan oleh aktivitas yang berlebihan dari kedua aliran tersebut seperti: terlalu ofensif menyebarkan fahamnya, menjelekkan atau menyalahkan kelompok mayoritas, tidak mau beribadah dengan kelompok lainnya, dan tidak mau bergaul dengan kelompok mayoritas dan aktivitas keagamaannya mengganggu kelompok mayoritas.
Penelitian ini bersifat kualitatif. Untuk mengumpulkan data digunakan tehnik wawancara dan studi kepustakaan. Analisis data dilakukan melalui proses editing, kategorisasi, deskripsi, interpretasi dan kesimpulan. Yang menjadi sasaran penelitian ini adalah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di Kabupaten Bolaang Mongondow dan Saksi-saksi Yehuwa di Kota Manado Sulawesi Utara.
II
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di dua daerah yang berbeda, yaitu Kabupaten Bolaang Mongondow dan Kota Manado. Untuk itu gambaran umum wilayah ini akan menggambarkan keadaan kedua darah tersebut.
Kelompok LDII terdapat di Kelurahan Mongkonai, Kecamatan Kotamobagu Barat Kabupaten Bolaang Mongondow. Kelurahan ini terletak dibagian pinggiran, arah menuju Desa Mopuya Kecamatan Dumoga Barat, yang dikenal sebagai daerah yang sangat rukun. Masjid LDII terletak di daerah terpencil yang dikiri dan kanannya masih terdiri dari sawah, masih sangat jarang sekali terdapat rumah penduduk. Disekeliling masjid terdapat 12 buah rumah yang kesemuanya anggota LDII.
Jumlah penduduk Kabupaten Bolaang Mongondow 469.075 jiwa, terdiri dari laki-laki 243.872 jiwa dan perempuan 225.203 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1,47% pertahun. Secara administratif Kabupaten Bolaang Mongondow terbagi dalam 20 wilayah kecamatan dan 275 desa/kelurahan. Sedangkan jumlah penduduk kelurahan Mongkonai 3.944 jiwa dengan mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Dilihat dari segi etnis, suku yang mendiami kebupaten ini selain suku Bolmon, juga terdapat etnis Arab, Minahasa, Gorontalo, Jawa, dan Bali.
Kota Manado merupakan ibukota provinsi Sulawesi Utara, dan merupakan kota terbesar di provinsi tersebut. Manado berasal dari bahasa Minahasa asli yaitu “ Mamarou” atau “ Mamadou” yang artinya “yang jauh”. Kota Manado mempunyai luas wilayah 157,88 Km2. Sedangkan kelompok Saksi-Saksi Yehuwa terdapat di Kelurahan Kima Atas Kecamatan Mapanget. Kelurahan Kima Atas dimana kelompok ini berada jauh dari keramaian kota. Sebelum memasuki Bandar Udara, belok ke arah kiri lebih kurang sejauh tiga kilometer, belok kearah kiri lagi, melewati sebuah kampung, kira-kira 200 meter dari kampung tersebut terdapat 26 buah rumah kopel milik anggota Saksi-Saksi Yehuwa dan Balai Kerajaan (tempat ibadah). Di kiri dan kanan Balai Kerajaan tersebut masih merupakan tanah kosong dan tidak berpenghuni.
Jumlah penduduk kota Manado 395.525 jiwa. Dilihat dari komposisi jumlah pemeluk berdasarkan agama, pemeluk agama Kristen berjumlah 207.692 jiwa, Islam 139.709 jiwa, Katolik 39.890 jiwa, Buddha 7.224 jiwa dan Hindu 1.010 jiwa. Sedangkan jumlah pemeluk agama di Kecamatan Mapanget sebagian besar memeluk agama Islam, dengan jumlah pemeluk sebanyak 20.486 jiwa, Katolik 12.989 jiwa, Kristen 8.456 jiwa, Buddha, 1.358 jiwa dan Hindu 792 jiwa. Dari segi etnis mayoritas penduduk kota Manado berasal dari suku Minahasa, kemudian Bolaang Mongondow, Gorontalo, Cina, Arab dan Jawa, disamping suku-suku lainnya yang jumlahnya tidak begitu banyak.
Dua daerah ini meupakan daerah yang majemuk dilihat dari segi agama dan suku bangsa. Kemajemukan tersebut merupakan dua sisi mata pisau yang sama. Disatu sisi bisa memunculkan kehidupan sosial yang positif tapi juga bisa memunculkan kehidpan sosial yang negatif. Untuk memunculkan kehidupan sosial yang positif perlu ditunjang oleh pendidikan yang cukup tinggi dan wawasan yang luas, sehingga mampu berkompetisi dan berintegarsi dengan pendatang, baik dari segi ekonomi, politik, budaya, dan agama dengan tetap mempertahankan prinsip persatuan dan kesatuan bangsa.
Dilihat dari segi pendidikan dan pekerjaan nampaknya di dua daerah ini cukup potensial untuk menciptakan masyarakat yang mempunyai hubungan social yang positif. Dari segi pendidikan sebagian besar penduduk mempunyai tingkat pendidikan SLTA keatas (45,03%) + 6,74%). Dilihat dari segi pekerjaan 21,23% bekerja di bidang jasa, 15,12% bekerja sebagai pagawai negeri, 7,97% bekerja dibidang pertanian baik pangan maupun perkebunan 41,21%. Dengan diperolehnya pendidikan yang cukup tinggi dan pekerjaan yang dimiliki sebagian besar diluar pertanian, maka hal tersebut cukup berpengaruh terhadap pandangan hidup dan cara berfikir masyarakat. Hal ini mungkin yang menjadi factor mengapa masyarakat Bolaang Mongondow dan Manado dapat hidup dengan rukun, tidak gampang terpancing issu-issu negative, yang dapat merugikan masyarakat secara keseluruhan.
Di Bolaang Mongondow terdapat oerganisasi dan aliran keagamaan Al-Khairat, Syarikat Islam, Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Lembaga Dakwah Islam Indonesia, Jama’ah Tabligh, dan Ahmadiyah. Organisasi yang terbanyak pengikutnya adalah Al-Khairat, kemudian Muhammadiyah, NU dan Syarikat Islam. Sedangkan aliran dalam agama Kristen, diantaranya Gereja Masehi Injili di Bolaang Mongondow (GMIBEM), GPdI, dan Advent.
Mengenai aliran keagamaan terutama Ahmadiyah pada umumnya masyarakat menolak keberadaannya, bahkan pada tahun 2005 setelah keluarnya fatwa MUI dan pengaruh tayangan televisi tentang aksi kerusuhan di Parung, NTB dan Kuningan, masyarakat akan menyerbu markas Ahmadiyah tapi dapat digagalkan oleh MUI, Kepala Kandepag dan aparat kepolisian. Mengenai LDII dan Jama’ah Tabligh sebagian bisa menerima kehadiran mereka, sebagian lagi tidak bisa menerima. Khususnya bagi Jama’ah Tabligh umumnya yang dipermasalahkan bukan ajarannya, tetapi aktivitasnya yang dianggap menodai kesucian tempat ibadah.
Masyarakat yang tingggal di Sulawesi Utara, umumnya memupunyai sifat yang toleran. Toleransi tersebut muncul karena di daerah ini sejak awal merupakan masyarakat yang heterogin baik dari suku maupun agama. Sikap tersebut nampaknya memberi warna terhadap masyarakat dalam menyikapi keberadaan suatu kelompok atau aliran keagamaan.
III
TEMUAN PENELITIAN
1.LDII di Bolaang Mongondow.
LDII berkembang pertama kali di Kelurahan Kagowan Kecamatan Sampana Kotamobagu bertempat di jalan H. Salam oleh H.Sambuna seorang pengusaha, pada tahun 1985. H.Sambuna dikalangan pengikut LDII dikenal sebagai seorang yang gigih memperjuangkan eksistensi LDII di Kabupaten Bolaang Mongondow, ia menggunakan harta yang dimilikinya untuk membiayai kegiatan LDII, termasuk membangun Masjid Ash-Shobirin yang cukup megah. Oleh sebab itu kepemimpinan LDII selama tiga periode dipegangnya secara terus menerus, baru pada tahun 2005 kepemimpinan diserahkan kepada Musa Tungkagi SPdI, seorang guru SD di Kotamobagu.
Sekarang LDII telah berkembang dibeberapa kecamatan di Kabupaten Bolaang Mongondow, dengan jumlah anggota 300 orang. Mengingat persebaran anggota LDII yang jaraknya berjauhan dari masjid Ash-Shobirin, ada keinginan dari pengurus LDII untuk membangun masjid, tetapi sampai sekarang keinginan itu belum bisa diwujudkan, karena ada penolakan dari masyarakat setempat. Mereka telah mengadakan pendekatan dengan pengurus MUI, namun belum memperoleh restu, dan disarankan untuk bersabar, sampai masyarakat setempat memberikan persetujuan.
Kepengurusan DPD LDII Kabupaten Bolaang Mongondow disahkan oleh DPD LDII Propinsi Sulawesi Utara tanggal 23 Oktober 2004 yang ditanda tangani oleh Dr.H.Ramli Sp Rad, selaku ketua dan Rahmat T.Hidayah sebagai sekretaris. Susunan Personalia kepengurusan DPD LDII Kabupaten Bolaang Mongondow terdiri dari ; Dewan Penasehat Drs.Said Ngurawan (ketua) dan Aswin Dantuma (anggota). Pengurus Harian: Ketua, Musa Tungkagi SpdI; Wakil Ketua, Suharjono dan Irwan Nurhamidin SE; Sekretaris Soebali Koesno, S,Sos; Wakil Sekretaris; Yani Lii, SPd; dan Bendahara; Asep Dunya Muchtar. Selain pengurus harian terdapat pula bagian-bagian yang terdiri dari: Bagian Organisasi, Keanggotaan dan Kaderisasi; Bagian Pendidikan Agama dan Dakwah; Bagian Pendidikan Umum dan Pelatihan; Bagian Hubungan Antar Lembaga; Bagian Pemuda, Olahraga dan Seni Budaya; Bagian Koperasi, Wirausaha dan Tenaga Kerja dan Bagian Peranan Wanita dan Kesejahteraan Keluarga. Organisasi ini dilaporkan kepada Kantor Kesbang Kabupaten Bolaang Mongondow baru pada tahun 2006, hal ini terjadi, karena mereka menganggap LDII sudah terdaftar di Departemen Dalam Negeri, tidak perlu lagi lapor di daerah.
Mengenai ajaran yang dikembangkan oleh LDII menurut penjelasan pengurus LDII bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Kitab Hadits yang dipegang adalah Shohih Bukhari, Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Turmudzi dan kitab lainnya yang umumnya dipakai oleh umat Islam lainnya, sehingga menurut mereka faham keagamaan yang mereka anut tidak jauh berbeda dengan faham yang dianut umat Islaml ainnya, meskipun dalam beberapa hal terdapat perbedaan dalam penafsiran. Mengenai tuduhan bahwa LDII mengkafirkan dan menganggap najis orang diluar LDII, tuduhan itu tidak benar, sebab menurutnya kalau seseorang sudah mengucapkan La Ilaha Illa Allah, dia tidak bisa disebut kafir. Semua manusia adalah suci, termasuk orang kafir, jadi tidak benar orang diluar LDII di golongkan bernajis, sehingga perlu dibasuh bekas duduknya.
Sedangkan dikalangan masyarakat tuduhan bahwa kelompok ini masih mengkafirkan dan menganggap najis kelompok diluar LDII, masih berjalan, hanya saja ketika ditanya apakah sdr melihat dan mendengar sendiri, umumnya menjawab tidak, bahkan kebanyakan mereka hanya membaca buku-buku yang umumnya menyudutkan kelompok ini, seperti buku yang dikarang oleh Amin Djamaluddin dan Hartono Ahmad Jaiz.
Pengertian amir dalam ajaran LDII adalah orang yang berkedudukan sebagai penasehat atau peñata agama di dalam jama’ah atau berfungsi sebagai pimpinan rohani. Mengenai konsep keamiran ini masih diajarkan dikalangan LDII, tetapi lembaga keamiran tersebut sudah tidak ada lagi di dalam struktur kepengurusan LDII. Konsep amir didasarkan pada surat as-Saba ayat 27. Tentang bai’at terhadap anggota menurut ‘Sukri” salah seorang pengikut LDII, sekarang ini sudah tidak diberlakukan lagi bai’at terhadap anggota, tetapi hal itu diajarkan sebab bai’at pada zaman Nabi memang ada. Yang ada sekarang ini adalah ketaatan anggota pada pimpinannya. Tetapi kalau pimpinan melakukan kesalahan maka wajib diingatkan dan dibenarkan.
Sistem pengajaran yang dikembangkan adalah bersifat manqul. Manqul berasal dari kata naqola yang artinya memindahkan. Yaitu memindahkan ilmu agama dari murid kepada guru, istilah ini disebut juga dengan “sorogan”, maksudnya guru membaca murid mendengar dengan mencatat pada Al-Qur’an dan Al-Hadits yang sedang dipelajari, sehingga kitab masing-masing santri penuh dengan tulisan dari keterangan gurunya. Adapun tujuannya untuk lebih memudahkan ingatan santri untuk dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah dijelaskan oleh gurunya. Selain system manqul dikenal pula system sanad, yaitu seseorang misalnya berguru pada si A, kemudian diteruskan oleh B, tanpa melalui ini maka ilmunya dianggap tidak sah. Seseorang yang telah memperoleh ilmu dari seorang guru tidak boleh diajarkan kepada orang lain, tanpa mendapat pengakuan dulu dari seorang guru. Meskipun demikian tidak ada seorangpun yang mempunyai otoritas dalam ilmu tertentu.
Khutbah jum’at mengunakan bahasa Arab, karena khutbah merupakan rangkaian ibadah shalat, sedangkan shalat menggunakan bahasa Arab. Laki-laki dan perempuan tidak boleh berjabatan tangan, hal ini dilakukan untuk menghindari fitnah. Dikalangan wanita LDII baik anak-anak maupu orang yang sudah sangat tua wajib memakai jilbab. Untuk laki-laki memakai celana diatas mata kaki, selain itu dilarang merokok.
Aktivitas yang dilakukan oleh LDII umumnya hanya bersifat pengajian. Pengajian untuk tingkat DPD diadakan satu kali dalam satu bulan. Sedangkan pengajian rutin yang bersifat umum diadakan dua kali dalam seminggu. Pengajian kelompok dilaksanakan setiap hari pada jam-jam tertentu di Masjid Ash-Shobirin. Pengajian kelompok tersebut ialah: Kelompok Cabe Rawit 2-3 kali seminggu, Kelompok Remaja 2-3 kali seminggu, kelompok dewasa 2-3 kali seminggu, kelompok mahasiswa 1 kali seminggu. Selain itu ada pertemuan sebulan sekali untuk tingkat cabang, enam bulan sekali untuk tingkat DPD, dan setahun sekali untuk tingkat Provinsi. Pertemuan tersebut dilakukan dalam rangka konsolidasi organisasi.
2.Saksi- Saksi Yehuwa di Kota Manado.
Saksi- Saksi Yehuwa hadir di Indonesia sekitar tahun 1950an, mendaftar pada Departemen Kehakiman pada tahun 1964, dengan nama Perkumpulan Siswa-siswa Alkitab, dan mendapat pengakuan sebagai organisasi keagamaan dengan nama Saksi Jehova dari Departemen Agama tahun 1968. Mereka mencari pengikut lewat kontak pribadi dan kunjungan kerumah-rumah. Setelah terkumpul sejumlah pengikut, maka melalui prosedur tertentu dibentuklah kelompok-kelompok penelaahan Alkitab dan Ibadah dibeberapa tempat/kota di Indonesia. Namun demikian sebagian warga gereja/orang Kristen maupun pengikut agama lain merasa terganggu, terutama oleh cara-cara pengikut saksi Jehova ini menyebarkan ajarannya, sehingga mengadukan Saksi Jehova kepada yang berwajib. Lalu keluarlah Surat Keputusan Jaksa Agung RI No 129/JA/12/1976 tanggal 7 Desember 1976 tentang larangan terhadap Saksi Jehova untuk melakukan kegiatan karena dianggap melanggar hokum, menimbulkan keresahan dalam masyarakat, tidak menghormati p[emerintah, dan tidak melaksanakan kewajiban sebagai warga negara yang baik.
AHMADIYAH QADIAN DI PROVINSI
SULAWESI UTARA
Oleh: Nuhrison M. Nuh
A. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan beragama, tidak dapat dihindari adanya persepsi, interpretasi dan ekspresi keagamaan yang berbeda dari masing-masing umat beragama baik secara individual maupun kelompok. Perbedaan itu dipengaruhi oleh berbagai factor seperti tingkat pemahaman terhadap ajaran agama, latar belakang budaya masyarakat atau system nilai social yang ada. Atau mengamalkan suatu ajaran agama berbeda dengan ajaran, keyakinan atau doktrin keagamaan yang bersifat prinsip yang diakui dan berlaku umum dalam suatu komunitas keagamaan.
Salah satu kelompok yang sering dibicarakan dalam masyarakat, karena ajarannya dianggap menyimpang atau bertentang dengan paham yang dianut oleh mayoritas umat Islam Indonesia, adalah Ahmadiyah Qodian. Aktivitas kelompok ini sering menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Untuk melihat bagaimana ajaran dan aktivitas Ahmadiyah di Sulawesi Utara maka perlu diadakan penelitian lapangan.
Tujuan penelitian ini untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan ajaran dan aktivitas Ahmadiyah Qodian di Sulawesi Utara, yang digunakan sebagai bahan masukan bagi pejabat Departemen Agama dalam mengambil kebijakan dalam membina dan membimbing aliran/Pham yang dianggap menyimpang atau bertentangan dengan Pham yang dianut oleh kelompok mayoritas (sunni).
Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan pimpinan Ahmadiyah Qodian setempat, pejabat Departemen Agama, dan pemuka agama, selain itu dilakukan kajian terhadap berbagai dokumen, buku-buku dan hasil penelitian yang ada kaitannya dengan Ahmadiyah Qodian.
Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif, dengan melakukan kategorisasi, klasifikasi dan komparasi. Penelitian dilakukan di Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara.
B. TEMUAN HASIL PENELITIAN
Nama Aliran
Aliran ini bernama Ahmadiyah atau Jemaa’t Ahmadiyah. Nama ini dinisbahkan kepada pendirinya yang bernama Mirza Ghulam Ahmad. Nama ini diberikan sendiri oleh pendiri dan para pengikutnya, bukan pemberian dari orang yang bukan penganutnya.
Tokoh Pendirinya.
Ahmadiyah merupakan sebutan dari perkumpulan orang-orang yang menyatakan diri sebagai pengikut Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Ghulam Ahmad bin Mirza Ghulam Murtadha mengaku berasal dari orang-orang yang terhormat keturunan Persia dan Fatimah dari ahlul bait nabawi. Dia lahir di Kampung Islam, yang kemudian dikenal dengan Qadian, wilayah Punyab, India.
Mirza Ghulam Ahmad lahir pada hari Jum’at tanggal 13 Februari 1835 M/ 14 Syawal 1250 H dan meninggal tanggal 26 Mei 1908 M di Lahore dan dikuburkan di Qadian. Dia mendirikan Ahmadiyah di Qadian, India pada tahun 1889 M/1306 H.
Di kalangan Jema’at Ahmadiyah diyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi, al-Masih al-Mau’ud, Nabi dan Rasul. Kenabian dan Kerasulan Mirza tersebut tidak membawa syariat baru, tetapi mengikuti dan menjalankan syari’at Nabi Muhammad SAW.
Setelah Mirza Ghulam Ahmad meninggal dunia pada tahun 1908 M, kepemimpinan Ahmadiyah dilanjutkan oleh Hazrat Hafiz H. Hakim Nuruddin selaku Khalifah I hingga meninggal pada tahun 1914 M. Selanjutnya di pilih khalifah II H. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad yang memangku jabatan tersebut dari tahun 1914 hingga 1965 M. Kemudian ia digantikan oleh khalifah ke III Hazrat Hafiz Nasir Ahmad yang meninggal dunia tahun 1982. Selanjutnya kekhalifaan dijabat oleh Khalifah ke IV Hazrat Mirza Taher Ahmad hingga sekarang. Menurut Jema’at Ahmadiyah bahwa khalifah atau jabatan kekhalifaan harus tetap ada hingga hari kiamat.
Latar Belakang Berdirinya dan Perkembangannya.
Ahmadiyah adalah sebutan ringkas dari Jema’at Ahmadiyah. Jema’at berarti kumpulan individu yang bersatu pada dan bekerja untuk suatu program bersama. Ahmadiyah adalah nama yang berasal dari Islam. Jadi Jema’at Ahmadiyah merupakan kumpulan orang-orang Islam yang bersatu dan bekerja untuk satu program, yaitu Islam.
Faktor yang menjadi latar belakang berdirinya Jemaat Ahmadiyah adalah keadaan dunia menjelang lahirnya Ahmadiyah diliputi berbagai keburukan, immoralitas dan mementingkan urusan keduniawian dari pada agama. Selain itu karena didunia pada waktu itu tidak ada yang disebut satu Jemaat Islam.
Tujuan didirikannya Ahmadiyah adalah untuk memperbaiki kehidupan agama orang-orang Islam dan mempersatukan ummat Islam. Tujuan tersebut sejalan dengan tugas yang oleh Mirza Ghulam Ahmad dikatakan sebagai wahyu yang diterimanya, yaitu menghidupkan agama dan menegakkan syariat Islam.
Dalam periode Khalifah I Hazrat H. Hakim Nuruddin para pengikut Mirza Ghulam Ahmad terhimpun dalam sebuah organisasi yang dinamakan Jemaat Ahmadiyah. Adakalanya disebut orang-orang Ahmadi. Sepeninggalnya Khalifah tersebut pengikut Ahmadiyah terbagi dua, yang kemudian dikenal dengan Ahmadiyah Qadian dan Ahmadiyah Lahore.
Sebab utama perpecahan jemaat jemaat tersebut karena perbedaan pandangan. Menurut kalangan Ahmadiyah Qadian bahwa perpecahan Jemaat Ahmadiyah karena ketidak setujuan sementara tokoh Ahmadiyah terhadap pengangkatan Khalifah II, yaitu Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad. Diantaranya Maulvi Muhammad Ali dan Khawaja Kamaluddin. Mereka menghendaki Muhammad Ali menjadi Khalifah al Masih ke II. Namun dalam pemilihan Khalifah tersebut mereka hanya memperoleh dukugan suara sedikit (minoritas).
Menurut kalangan Ahmadiyah Lahore bahwa perpecahan Jemaat ahmadiyah adalah karena perbedaan pendapat tentang ketokohan Mirza Ghulam Ahmad. Dalam pandangan Ahmadiyah Lahore, Mirza Ghulam Ahmad adalah Mujaddid ( Pembaharu), bukan Nabi sebagaimana diyakini oleh Jemaat Ahmadiyah Qadian. Sekalipun demikian seperti yang dikatakan Syafi R Batutah bahwa sebelum tahun 1914 keyakinan Muhammad Ali dan Khawaja Kamaluddin sama dengan orang-orang Ahmadiyah lain tentang kenabian dan kerasulan Mirza Ghulam Ahmad.
Pada masa Khalifah II Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, Jemaat Ahmadiyah mulai mengembangkan fahamnya ke pelbagai negara, termasuk keIndonesia. Ahmadiyah Lahore adalah yang pertama masuk ke Indonesia, yang dibawa oleh seorang muballigh Khawajah Kamaluddin pada tahun 1922. Diantara hasil dakwahnya adalah Ahmad Nuruddin bersama beberapa orang dari Perguruan Sumatera Thawalib masuk Ahmadiyah. Mereka kemudian melanjutkan studi ke Lahore dan Qadian. Atas permohonan mereka, seorang muballigh Ahmadiyah bernama Maulana Rahmat Ali di utus ke Indonesia pada tahun 1925.
Pada awalnya, Jemaat Ahmadiyah di Indonesia diberi nama Anjuman Ahmadiyah Qadian Departemen Indonesia, kemudian diganti nama dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). JAI adalah bagian Jemaat Ahmadiyah yang semula berpusat di Qadian India, tetapi sesudah tahun 1947 berpusat di Rabwah, Pakistan. Kini Ahmadiyah dibawah pimpinan Khalifah IV Hazrat Mirza Thahir Ahmad menggantikan Khalifah III Hazrat Mirza Nasir Ahmad yang meninggal dunia tahun 1982. Kedudukan pimpinan pusat Jemaat Ahmadiyah adalah di London Inggris.
Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) beridiri tahun 1925. Jemaat Ahmadiyah Indonesia terdaftar sebagai Badan Hukum di Departemen Kehakiman RI dengan surat NO J.A5/23/137 tangal 3 Maret 1953 dan dimuat dalam tambahan berita negara RI No 26 tangal 31 Maret 1953. Pusat Jemaat Ahmadiyah Indonesia terletak di Parung Jawa Barat. Sekarang ini di Indonesia terdapat 186 cabang. Di tingkat Propinsi terdapat pengurus wilayah yang membawahi beberapa cabang. Pimpinan Pusat Jemaat Ahmadiyah sekarang ini adalah Kolonel (Pur) M.L. Maala. Sebelumnya pimpinan dipegang oleh Syafi R Batuah.
Pimpinan Dan Struktur Kepengurusan.
Pimpinan Jemaat Ahmadiyah terdir dari Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang.
Pengurus Pusat membawahi seluruh pengurus waliayah yang tersebar diseluruh Indonesia. Pengurus Wilayah terdapat disetiap propinsi dan membawahi cabang-cabang diwilayahnya. Sedangkan pengurus cabang membawahi penganut Ahmadiyah ditingkat Kabupaten atau Kecamatan.
Struktur kepengurusan Cabang terdiri dari : Ketua (Presiden); Wakil Presiden; Sekretaris Khas; Sekretaris Tabligh; Sekretaris Ta’lim; Sekretaris Tarbiyat; Sekretaris Mal; Sekretaris Um Khar; Sekretaris Um Ammah; Sekretaris Zifayat; Sekretais Isyaat; Sekretais Al-Wasiyat; Sekretaris T. Jadid OPL; Sekretaris Jaidad; Sekretaris Ziraat; Sekretaris Zanat Tijarat; Sekretaris Rishta Nata; Auditor Lokal. Sedangkan untuk pengurus wilayah terdiri dari Ketua; Sekretaris dan Bendahara.
Pokok-Pokok Ajaran.
1. Tentang Ketokohan Mirza Ghulam Ahmad Sebagai Nabi Dan Rasul.
Di kalangan Ahmadiyah (pengikut Mirza Ghulam Ahmad) terdapat kepercayaan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang nabi. Kepercayaan ini berdasarkan pernyataan Mirza Ghulam Ahmad sebagai berikut:
a. Mengenai diriku dapat aku katakan bahwa Tuhan telah mengangkatku sebagai rasul dan nabi.
b. Tuhan yang sesungguhnya adalah Dia yang telah mengirimkan rasulNya di qadian.
c. Untuk ummat masa kini aku telah dipilih dan dinamai nabi, dan tidak ada orang lain yang berhak atas kedudukan itu.
d. Aku umumkan bahwa aku adalah nabi dan Rasul.
Menjelang akhir hayatnya, Mirza Ghulam Ahmad menulis surat untuk diumumkan didalam surat kabar “Akhbar I “Aam. Kebetulan surat tersebut disiarkan dalam terbitannya tanggal 26-5-1908, yaitu pada hari kematiannya sebagai berikut:
“ Sesuai perintah Tuhan, aku adalah Nabi, aku akan berdosa jika aku menolaknya. Bagaimana mungkin aku berani menolaknya pada hal Tuhan memanggilku dengan sebutan Nabi. Aku akan tetap pada pendirian itu sampai aku meninggalkan dunia ini”.
Pengertian nabi menurut Ahmadiyah mempunyai perbedaan dengan faham yang dianut kalangan sunni. Menurut muballigh Syaiful Uyun nabi menurut faham Ahmadiyah terbagi dua bagian yaitu Nabi Tasyri’ dan Nabi Ghairi Tasyri’. Nabi Tasyri’ yaitu Nabi yang membawa syari’at; diantara nabi yang membawa syari’at ada 5 orang yaitu nabi Adam, nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itulah kelima nabi ini diberi gelar Ulul Azmi (orang-orang yang memiliki kelebihan). Nabi ghairi tasyri’ terbagi dua yaitu Nabi Mustaqil dan Nabi Ghairi Mustaqil. Nabi Mustaqil yaitu nabi yang beridiri sendiri, yaitu semua nabi yang datang sebelum Rasulullah SAW, selain nabi Adam, Nuh, Ibrahim dan Musa AS. Sedangkan nabi ghairi mustaqil ialah nabi yang tidak berdiri sendiri dan mengikuti nabi sebelumnya. Nabi ghairi Mustaqil ini terbagi lagi kepada nabi Zilli, Nabi Buruzi, Nabi Majasi, Nabi Ummati dan Nabi Tabi’. Diantara mereka yang tergolong nabi ghairi mustaqil, kelompok nabi ummati yaitu Nabi Isa AS dan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad AS (lihat QS: 4:70; 62:4 ; 61:6). Yang dimaksud dengan nabi ummati yaitu nabi yang mengikuti nabi sebelumnya dan tidak membawa syari’at. Nabi Isa mengikuti Nabi Musa AS, sedangkan Mirza Ghulam Ahmad mengikuti Nabi Muhammad SAW.
Menurut Syaiful Uyun dalam tafsir al-Azhar katrangan Prof DR Hamka, ketika menjelaskan tafsir surat al-A’raf ayat 35 menyatakan bahwa selama ummat manusia masih ada akan selalu datang seorang nabi.
Karena Ahmadiyah berpendapat bahwa Nabi yang tidak membawa syari’at itu masih terbuka sampai akhir zaman maka dalam menafsirkan ayat “khataman nabiyyin” tidak diartikan dengan penutup para nabi; tetapi nabi yang paling sempurna, paling afdhal. Sedangkan di kalangan sunni ayat itu diartikan penutup para nabi, sehingga sesudah nabi Muhammad tidak ada lagi nabi, baik yang membawa syari’at atau yang tidak membawa syari’at.
2. Mirza Ghulam Ahmad Menerima Wahyu.
“Pintu wahyu tetap terbuka. Aku berkata dengan sesungguhnya, bahwa segala pintu untuk turunnya Ruhul kudus tidak tertutup untuk selamanya.
R.Ahmad Anwar dan Sayyid Shah Muhammad selaku tokoh Ahmadiyah Indonesia menyatakan bahwa wahyu tidak berakhir, karena merupakan jiwa agama yang sejati. Suatu agama yang didalammnya kelangsungan wahyu terputus, agama itu akan mati dan Tuhan tidak besertanya.
Mirza Ghulam Ahmad mengaku menerima wahyu. Diantaranya Allah menugaskannya untuk “ menghidupkan agama dan menegakkan syari’at Islam”. Mirza Ghulam Ahmad dalam buku wasiyat berkata : Allah SWT, akan mengumpulkan semua hamba-hambaNya dalam agama yang satu. Inilah maksud Allah SWT yang untuk perwujudan ini aku di utus ke dunia.
Pada taun 1817, Ghulam Ahmad menerima wahyu yang pertama. Selanjutnya pada tahun 1876, Ghulam Ahmad menerima ilham yang menerangkan bahwa Ghulam Murtadha ayahnya akan meninggal dunia. Ghulam Ahmad yang tinggal di Lahore segera ke Qadian. Di Qadian ia menerima khabar dari Allah SWT bahwa orang tuanya akan meninggal sesudah matahari terbenanm. Dalam suasana sedih turunlah wahyu Allah yang berbunyi : Apakah Allah tidak cukup bagi hambaNya” (Alaisa Allahu bi Kaafin abdahu). Sesudah menerima wahyu tersebut, ayahnya meninggal dunia.
Sejak tahun 1876, Ghulam Ahmad menerima wahyu hingga meninggal di Lahore tanggal 26 Mei 1908 dan dimakamkan di Qadian. Semasa hidupnya Ghulam Ahmad menulis buku lebih dari 86 buah dalam bahasa Urdu, Arab dan Parsi.
Menurut Jemaat Ahmadiyah bahwa Mirza Ghulam Ahmad berpegang teguh pada al-Qur’an suci 30 juz dan sunnah Rasulullah SAW. Kitab syari’at Mirza Ghulam Ahmad adalah kitab syari’at Nabi Muhammad SAW, yaitu al-Qur’an suci berisi 114 surat terbagi 30 juz. Ahmadiyah tidak mempunyai kitab lain selain al-Qur’an al-Karim. Namun selain wahyu yang telah dibukukan (al-Qur’an) juga diakui masih banyak turun wahyu kepada Mirza Ghulam Ahmad, yang kemudian di tuliskan dalam berbagai buku karyanya yang berjumlah lebih 86 buah buku dalam bahasa Urdu, Arab dan Parsi
Tuhan menghubungi manusia dengan perantaraan wahyu. Hubungan itu bermacamp-macam menurut keadaan dan menurut si penerimanya. Dari semua hubungan yang suci itu yang paling sempurna, yang paling melingkupi ialah al-Qur’an Suci. Menurut Ahmadiyah bahwa al-Qur’an suci telah ditakdirkan untuk selama-lamanya dan tadak dapat di ungguli oleh wahyu-wahyu terdahulu dan sesudahnya.
Menurut Syaiful Uyun wahyu mempunyai arti bisikan halus dari Tuhan atau dapat diartikan firman Tuhan atau cara Tuhan untuk berkomunikasi dengan hambanya (makhluknya), maka oleh sebab itu dalam al-Qur’an disebutkan bahwa lebah juga menerima wahyu dari Tuhan. Berdasarkan pengertian ini maka menurut Ahmadiyah pengertian wahyu terbagi dua bagian :
a). Wahyu syari’at yaitu wahyu yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi yang membawa syari;at, salah satu kumpulan wahyu syari’at itu adalah Al-Qur’an.
b). Wahyu mubasysyirat; yaitu wahyu yang tidak hanya diterima oleh para nabi tetapi manusia pada umumnya.
Bagi setap orang yang beriman dan bertaqwa (an-Nisa:69) dapat menerima wahyu mubasysyirat. Hanya saja siapa yang layak dapat menerima wahyu mubasysyirat tersebut hanya Allah yang menentukannya. Bagi Ahmadiyah tidak ada perbedaan bobot dan isi antara wahyu, ilham dan kasysyaf. Semuanya itu hanya metode saja bagi Tuhan dalam berkomunikasi dengan hamba-Nya.
Berdasarkan pendapat ini maka menurut Ahmadiyah wajar saja kalau Mirza Ghulam Ahmad dapat menerima wahyu mubasysyirat sebagaimana manusia lainnya. Kumpulan wahyu Mirza Ghulam Ahmad tersebut dikumpulkan dalam kitab Tazkirah. Kitab Tazkirah merupakan buku kumpulan wahyu,mimpi, ilham dan kasysyaf yang diterima oleh Mirza Ghulam Ahmad. Selain buku tersebut yang juga memuat wahyu dan ilham Mirza Ghulam Ahmad antara lain buku Haqiqatul dan Al-Istifta. Di kalangan sunni jelas ada perbedaan bobot antara wahyu, kasysyaf dan ilham. Wahyu hanya diterima oleh para nabi; kasysyaf diterima oleh para wali-wali Allah dan ilham untuk orang biasa. Nampaknya hal inilah yang menyebabkan timbulnya perbedan faham antara kelompok sunni dengan Ahmadi (pengikut Ahmadiyah).
3. Mirza Ghulam Ahmad Sebagai Mahdi, Masih Mau’ud.
Menurut keyakinan Jemaat Ahmadiyah bahwa pada zaman ini Allah SWT telah membangkitkan seorang utusan atau rasul untuk kemajuan rohani ummat manusia di seluruh dunia, yaitu Hazrat Mirza Gulam Ahmad sebagai Masih Mau’ud.
Menurut keyakinan Jemaat Amadiyah Allah SWT telah mengangkat Mirza Ghulam Ahmad sebagai Masih Mau’ud dan Imam Mahdi. Kepercayaan ini di dasarkan kepada Hadits Nabi yang mengatakan bahwa pada akhir zaman akan datang nabi Isa al-Masih. Untuk menghancurkan salib-salib dan gereja, dan datangnya Imam Mahdi untuk melawan dajjal.
Hadits ini diartikan secara simbolik. Menurut Ahmadiyah Isa tidak mati di salib, tetapi wafat beberapa tahun kemudian setelah mengembara. Kuburannya terdapat di Sri Nagar Kashmir. Berdasarkan bukti-bukti yang dikemukakan oleh jemaat Ahmadiyah, ternyata Isa tidak mati di salib, oleh sebab itu kepercayaan Kristen itu menjadi hancur. Dan karena Isa sudah mati, tidak sebagaimana keyakinan orang sunni yang mengatakan Isa tidak mati tapi diangkat ke langit, maka Isa tidak mungkin bangkit lagi pada akhir zaman. Maka yang dimaksud dengan datangnya nabi Isa pada akhir zaman yaitu orang yang tugasnya seperti Isa yaitu Mirza Ghulam Ahmad.
Mengenai kepercayaan Imam Mahdi, bahwa setiap masa tatkala agama telah mulai di tinggalkan manusia, dan agama dalam keadaan krisis maka Allah mengirim hambanya untuk membangkitkan kembali sinar Allah, dengan memberikan petunjuk kepada manusia. Menurut Jemaat Ahmadiyah pada waktu itu di dunia telah muncul dajjal-dajjal yang merongrong agama Allah, sehingga Allah mengirim Imam Mahdi yaitu Mirza Ghulam Ahmad.
Menurut Syaiful Uyun kepercayaan tentang akan datangnya Nabi Isa AS dan Imam Mahdi di yakini juga oleh orang-orang Nahdhatul Ulama (NU). Bedanya, kalau orang-orang NU beranggapan bahwa Nabi Isa AS dan Imam Mahdi akan datang pada akhir zaman, sedangkan menurut Ahmadiyah sekarang sudah datang, yaitu Mirza Ghulam Ahmad.
“Dan Dia telah membangkitkan al-Masih-Nya untuk melenyapkan kebatilan dan Mahdi-Nya untuk kebaikan ummat manusia”.
Jemaat Ahmadiyah mengakui bahwa adanya Imam Mahdi di akhir zaman merupakan janji Rasulullah SAW. Imam Mahdi yang di maksud adalah Mirza Ghulam Ahmad. Oleh karena itu orang- orang Islam harus taat kepada Mirza Ghulam Ahmad. Kalau tidak begitu, maka mereka tidak mengindahkan pesan Nabi Muhammad SAW.
3.1. Latar belakang munculnya faham Mahdi.
India pada saat itu di jajah oleh Inggris, sikap ummat Islam yang anti pati dan non koperatif terhadap Inggris menyebabkan posisi mereka sendiri terpojok dibandingkan ummat Hindu yang bersifat lebih koperatif. Ummat Islam semakin tenggelam dalam keterbelakangan dan perselisihan dengan sesama muslim karena masalah khilafiyah, perbedaan faham yang klecil saja telah dipandang sebagai penghujatan terhadap Islam yang paling besar dan menghukum muslim lainnya sebagai kafir, intelektual dan ulama Islam telah tenggelam sampai ketingkat yang paling bawah. Dalam situasi inilah munculnya gerakan mahdiisme Ahmadiyah yang berorientasikan pada pembaharuan pemikiran. Di sini Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku telah diangkat sebagai al-Mahdi dan al-Masih oleh Tuhan, merasa mempunyai tanggung jawab moral untuk memajukan Islam dan ummat muslim dengan memberi interpretasi baru terhadap ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tuntunan zamannya, sebagaimana yang di ilhamkan Tuhan kepadanya.
3.2. Arti kata al-Mahdi.
Kata al-Mahdi secara harfiah berarti orang yang telah diberi petunjuk. Karena semua petunjuk itu berasal dari Tuhan, maka arti tersebut menjadi “seorang yang telah diberi petunjuk Tuhan” dengan cara yang mena’jubkan dan sangat pribadi. Orang yang disebut Mahdi atau al-Mahdi, benar-benar telah mendapat bimbingan Allah.
Al-Mahdi menurut istilah adalah tokoh laki-laki dari keturunan Ahl al-Bait yang akan muncul di akhir zaman, dia akan menegakkan agama dan keadilan dan diikuti oleh ummat muslim, ia akan membantu Isa al-Masih yang turun ke dunia untuk membunuh Dajjal, dan akan menjadi imam sewaktu shalat bersama-sama. Nabi Isa al-Masih AS. Inilah pengertian al-Mahdi yang dikenal secara umum di kalangan umat Islam.
Al-Mahdi menurut faham Ahmadiyah ialah seorang (Mirza Ghulam Ahmad) yang merupakan penjelmaan atau pengejawantahan dari al-Mahdi dan al-Masih As dan diangkat oleh Tuhan, Mirza Ghulam Ahmad disamping menjadi al-Mahdi juga adalah Nabi.
Kepercayaan kaum Ahmadiyah terhadap al-Mahdi bermula dari pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sesudah ia menyelidiki sebuah makam yang ditemukannya di Srinagar, Punjab India. Menurut penyelidikan mereka, makam tersebut adalah makam Yusaaf yang diyakini sebagai Isa al-Masih, sesudah penegmbaraanya yang panjang di Palestina ke Kashmir, India. Sesudah penemuan makam tersebut, barulah dicari hadits-hadits mahdiyah yang relevan sebagai dasar keyakinan aliran ini.
AKTIVITAS
Aktivitas Jemaat Ahmadiyah terbagi dalam dua kegiatan, yaitu kegiatan di bidang kerohanian dan kegiatan sosial.
1. Kegiatan Kerohanian.
Orientasi kegiatan Ahmadiyah lebih menekankan pada masalah kerohanian, kecuali pada daerah-daerah yang sangat membutuhkan seperti di Afrika baru dibangun rumah sakit dan sekolah. Diantara kegiatan kerohanian yaitu diadakan pengajian setiap minggu sekali. Pengajian ini bisa berbentuk ceramah dan diskusi. Topik yang dibahas adalah masalah-masalah yang sedang hangat dihadapi oleh jemaat. Topik ceramah atau diskusi bisa berdasarkan usul dari jemaat, bisa juga dari sekretaris ta’lim. Penceramah biasanya dilakukan oleh muballigh, tapi untuk topik-topok tertentu umpamanya masalah ekonomi, pertanian, bisa mengundang penceramah dari luar.
Disetiap cabang biasanya ditempatkan seorang muballigh. Muballigh ini biasanya bertugas selama tiga tahun, setelah itu di mutasi kedaerah lain. Sebelum diangkat sebagai muballigh, mereka dididik dahulu selama tiga tahun di Parung. Calon muballigh berasal dari tamatan SMA, dan sejak tahun 1997 menerima tenaga muballigh dari sarjana. Pendidikan muballigh secara kontinyu diadakan sejak tahiun 1980. Sekarang ini peserta pendidikan berasal dari masing-masing propinsi. Biaya pendidikan di tanggung pengurus pusat (Amir Nasional).
Menurut informasi tenaga da’i untuk Asia Tengah kebanyakan berasal dari Indonesia, karena Jemaat Ahmadiyah di Indonesia merupakan jemaat terbanyak kedua di dunia.
Selain ceramah agama, ada kegiatan daras al-Qur’an, belajar membaca huruf al-qur’an bagi anak-anak yang berumur di bawah lima tahun. Kegiatan ini diadakan di mushalla atau masjid. Setahun sekali diadakan Kursus Pendidikan Agama (KPA) untuk para pelajar, tatkala mereka sedang liburan panjang (seperti pesantren kilat).
Para muballigh memperoleh gaji tetap, seperti pegawai negeri. Gajinya disesuaikan dengan gaji pegawai negeri dengan standarnya di naikkan sedikit, seorang muballigh dengan golongan II/a menerima gaji sebesar Rp 400.000,-. Muballigh disediakan rumah tipe 70, yang dibangun oleh jemaat.
2. Kegiatan Sosial.
Jemaat Ahmadiyah seperti dijelaskan sebelumnya lebih banyak menekankan kepada kegiatan kerohanian dari pada kegiatan sosial seperti sekolah, rumah yatim piatu, dan panti jompo. Menurut mereka kegiatan semacam itu sudah di lakukan oleh organisasi-organisasi keagamaan lainnya sperti NU dan Muhammadiyah.
Aktivitas sosial lebih banyak untuk para anggota jemaat, itupun tidak banyak yang dapat dilakukan, karena memang anggota yang masih sedikit, dan tempat tinggalnya yang berjauhan.
Untuk memperkuat solidaritas diantara anggota jemaat diadakan arisan kelompok ibu-ibu dan kelompok bapak-bapak. Kalau ada anggota jemaat yang ditimpa kesusahan, para anggota lainnya berusaha untuk membantu meringankan beban mereka yang ditimpa musibah. Ada pertemuan kaum ibu sekali dalam sebulan, pertemuan ini disebut “mua’wanah”. Tempat pertemuan di adakan di rumah anggota dilakukan secara bergiliran.
Dalam waktu-waktu tertentu di adakan wirakarya amal ( kerja bakti) di lingkungan masyarakat sekitar mushallah atau masjid. Hal ini dilakukan untuk menjalin komunikasi dengan masyarakat sekitar.
Untuk membiayai kegiatan Ahmadiyah baik internasional, Pusat dan lokal, di pungut dari anggota secara sukarela. Di antara anggota, jumlah dana yang diberikan berbeda antara anggota yang satu dengan anggota lainnya, sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Dana ini ada yang di setor ke pusat, ada yang digunakan untuk kegiatan lokal. Mengenai canda wajib ‘am di tetapkan 1/16 dari penghasilan anggota.
Karakteristik Faham Keagamaan.
Secara fisik kelompok ini tidak mempunayai ciri khas baik dari segi berpakaian, cara makan maupun memelihara jenggot dan kumis. Namun dari segi ajaran mereka berbeda dalam beberapa hal dengan ummat Islam lainnya, mereka masih mengakui adanya nabi setelah nabi Muhammad, tokohnya mengaku dirinya sebagai al-masih al-mau’ud dan seorang Mahdi. Mereka bersifat ekslusif dalam beribadah dan perkawinan. Mereka hanya beribadah di masjid-masjid milik mereka. Dan jemaatanya di anjurkan supaya menikah dengan orang yang sealiran dengan mereka. Mereka sering berdebat dengan orang Kristen tentang kematian Yesus Kristus. Menurut mereka Yesus tidak mati di tiang salib, tetapi sehabis di salib dia mengembara dari Palestina ke Kashmir India,, dan beberapa tahun kemudian dia meninggal dan dikuburkan di Srinagar, Punjab India.
Anggota dan Persebaran Anggota.
Untuk menjadi anggota jemaat Ahmadiyah harus memenuhi syarat-syarat antara lain :
a. Mengajukan permohonan kepada khalifah;
b. Mengucapkan Bai’at;
c. Mengucapkan janji sepuluh.
Berdasarkan AD Bab V pasa 5 anggota Jema’at Ahmadiyah terdiri dari :
a. Pria dan wanita yang telah beriman dan mengaku serta ikrar lisan atau tulisan (bai’at), bahwa segala dakwah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Alaihi Salam dari Qadian, Masih Mau’ud itu benar dan bai’at pula kepada para khalifahnya.
b. Anak-anak anggota Ahmadiyah yang telah akil baligh, kecuali yang secara tegas menyatakan tidak bersedia menjadi anggota.
Pada bulan Desember 1888M, Mirza Ghulam Ahmad mengeluarkan pengumuman perlunya bai’at. Bai’at pertama dilakukan di kota Ludhiana tanggal 23 Maret 1889. Orang yang pertama berbai’at adalah haji Maulvi Hakim Nuruddin, yang kemudian menjadi khalifah I. Bai’at yang pertama di ikuti oleh lebih kurang 40 orang.
Bai’at dilakukan di tangan pimpinan Jemaat Ahmadiyah pada masanya atau melalui orang-orang yang ditugaskan yaitu para muballigh atau para pengurus Ahmadiyah. Bai’at di lakukan dengan lisan dan tulisan dihadapan orang yang berwenang.
Isi Bai’at antara lain : Hari ini saya bai’at di tangan Tahir dan masuk kedalam Jemaat Ahmadiyah dalam Islam. Saya mengakui Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani sebagai Imam Akhir Zaman, Mahdi dan Masih Yang Di Janjikan, sesuai dengan nubuatan-nubuatan junjungan kita Muhammad Rasulullah SAW.
Saya bertobat dari segala dosa saya yang sudah-sudah dan berjanji untuk sedapat mungkin menjauhkan diri dari segala macam dosa. Saya sejauh mungkin berusaha mematuhi kesepuluh butir syarat bai’at yang telah ditetapkan oleh Hazrat Masih Mau’ud A S. Saya akan mendahulukan kepentingan agama di atas kepentingan dunia. Saya akan memelihara dengan teguh hubungan ketaatan serta kesetiaan kepada khilafat di dalam segala pekerjaan yang baik.
Sebelum berbai’at orang harus berjanji untuk menerapkan dan menjalankan syarat-syarat bai’at yang berupa 10 hal-hal yang harus dikerjakan dan di tinggalkan oleh seoarang “Ahmadi” (pengikut Ahmadiyah.
Anggota Ahmadiyah sudah tersebar hampir diseluruh propinsi di Indonesia, sekarang ini telah berdiri 186 cabang di seluruh Indonesia. Cabang adalah kelompok Jemaah Ahmadiyah setempat, bisa satu kabupaten bisa juga hanya satu kecamatan. Pusat Jemaat Ahmadiyah di Indonesia adalah di Parung Jawa Barat.
Tanggapan Masyarakat dan Pemerintah
1. Tanggapan Masyarakat.
Karena sumber tulisan ini merupakan hasil penelitian di Sulawesi Utara ,maka tanggapan disini di wakili oleh Majelis Ulama Propinsi Sulawesi Utara. Ketua MUI Propinsi DATI I Sulawesi Utara Bapak H.Abdul Kadir Abraham mengemukakan pendapatnya tentang keberadaan Ahmadiyah :
a. Dalam menghadpai Ahmadiyah MUI bersifat persuasif tidak bersifat konfrontatif.
b. Berdasarkan fatwa Rabithah bahwa Ahmadiyah di luar Islam dan dilarang naik haji.
c. Orang Ahmadiyah tergolong maghdlub dan dzalim.
d. Surat Asf-Shaf aya 6 digunakan sebagai dasar tentang kenabian Mirza, pada hal kata Ahmad disitu sinonim dengan kata Muhammad.
e. Kata Khotam atau khotim sama saja artinya penutup.
f. Mengenai akan datangnya Imam Mahdi dan turunnya Nabi Isa AS, dimuat dalam hadits Ahad, sehingga tidak bisa dipegangi sebagai dalil. Kalaupun kita akan mempercayainya harus diartikan dengan kedatangan Nabi Isa yang sebenarnya, bukan dalam arti simbolik
g. Ajaran Ahmadiyah telah menyimpang dari ajaran Islam dan mereka termasuk kelompok yang dimurkai oleh Allah dan tersesat. Oleh sebab itu, sebaiknya Ahmadiyah di larang. Pemerintah kita harus tegas seperti di Pakistan Ahmadiyah sudah di larang.
2. Pandangan Pemerintah.
Pemerintah Indonesia dalam masalah Ahmadiyah belum mempunyai pendapat yang jelas. Meskipun Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa tentang sesatnya faham Ahmadiyah, pemerintah belum berani untuk melarangnya, hal ini mungkin karena kuatnya lobi Ahmadiyah di tingkat Internasional. Disamping itu dibeberapa daerah yang masyarakatnya minoritas muslim, menganggap Ahmadiyah sebagai partner dalam menghadapi tantangan dari missi non Islam. Meskipun demikian di beberapa daerah Ahmadiyah telah dilarang oleh Kejaksaan Negeri Setempat, terakhir (2001) di salah satu Kabupaten di Sumatera Barat, Ahmadiyah di larang. Pelarangan itu sendiri dilakukan karena terjadi kerusuhan dalam masyarakat setempat.
Menindak lanjuti fatwa dari Rabithah Alam Islami yang melarang orang Ahmadiyah untuk pergi haji, Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji telah mengirim surat edaran ke seluruh Kanwil Departemen Agama, untuk tidak menerima pendaftaran jemaat Ahmadiyah yang akan menunaikan ibadah Haji.
C. KESIMPULAN
Ahmadiyah dating ke Sulawesi Utara tahun 1974, dibawa oleh seorang anggota ABRI yang ditugaskan di daerah tersebut. Perkembangan jema’at Ahmadiyah termasuk lamban, pertambahan anggota hanya dari kelahiran dan mutasi pegawai dari daerah lain.
Ajaran yang dianggap controversial antara lain mengneai kenabian Mirza Ghulam Ahmad, belum tertutupnya pintu wahyu, dan diangkatnya Mirza sebagai Imam Mahdi dan Maih Mau’ud. Pengertian-pengertian tentang nabi, wahyu dan sebagainya berbeda dengan Pham yang dikembangkan oleh umumnya kelompok sunni.
Pemerintah setempat cendrung tidak mempermasalahkan keberadaan Ahmadiyah, sepanjang tidak menimbulkan keresahan dalam masayarakat. Sedangkan dikalangan pemuka agama khususnya MUI, terdapat anggapan bahwa Ahmadiyah telah menyimpnag dari ajaran Islam, sehingga dianggap sesat. Untuk itulah diharapkan agar pemerintah melarang keberadaan Ahmadiyah di seluruh Indonesia.
AHMADIYAH QADIAN DI PROVINSI
SULAWESI UTARA
Oleh: Nuhrison M. Nuh
A. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan beragama, tidak dapat dihindari adanya persepsi, interpretasi dan ekspresi keagamaan yang berbeda dari masing-masing umat beragama baik secara individual maupun kelompok. Perbedaan itu dipengaruhi oleh berbagai factor seperti tingkat pemahaman terhadap ajaran agama, latar belakang budaya masyarakat atau system nilai social yang ada. Atau mengamalkan suatu ajaran agama berbeda dengan ajaran, keyakinan atau doktrin keagamaan yang bersifat prinsip yang diakui dan berlaku umum dalam suatu komunitas keagamaan.
Salah satu kelompok yang sering dibicarakan dalam masyarakat, karena ajarannya dianggap menyimpang atau bertentang dengan paham yang dianut oleh mayoritas umat Islam Indonesia, adalah Ahmadiyah Qodian. Aktivitas kelompok ini sering menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Untuk melihat bagaimana ajaran dan aktivitas Ahmadiyah di Sulawesi Utara maka perlu diadakan penelitian lapangan.
Tujuan penelitian ini untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan ajaran dan aktivitas Ahmadiyah Qodian di Sulawesi Utara, yang digunakan sebagai bahan masukan bagi pejabat Departemen Agama dalam mengambil kebijakan dalam membina dan membimbing aliran/Pham yang dianggap menyimpang atau bertentangan dengan Pham yang dianut oleh kelompok mayoritas (sunni).
Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan pimpinan Ahmadiyah Qodian setempat, pejabat Departemen Agama, dan pemuka agama, selain itu dilakukan kajian terhadap berbagai dokumen, buku-buku dan hasil penelitian yang ada kaitannya dengan Ahmadiyah Qodian.
Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif, dengan melakukan kategorisasi, klasifikasi dan komparasi. Penelitian dilakukan di Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara.
B. TEMUAN HASIL PENELITIAN
Nama Aliran
Aliran ini bernama Ahmadiyah atau Jemaa’t Ahmadiyah. Nama ini dinisbahkan kepada pendirinya yang bernama Mirza Ghulam Ahmad. Nama ini diberikan sendiri oleh pendiri dan para pengikutnya, bukan pemberian dari orang yang bukan penganutnya.
Tokoh Pendirinya.
Ahmadiyah merupakan sebutan dari perkumpulan orang-orang yang menyatakan diri sebagai pengikut Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Ghulam Ahmad bin Mirza Ghulam Murtadha mengaku berasal dari orang-orang yang terhormat keturunan Persia dan Fatimah dari ahlul bait nabawi. Dia lahir di Kampung Islam, yang kemudian dikenal dengan Qadian, wilayah Punyab, India.
Mirza Ghulam Ahmad lahir pada hari Jum’at tanggal 13 Februari 1835 M/ 14 Syawal 1250 H dan meninggal tanggal 26 Mei 1908 M di Lahore dan dikuburkan di Qadian. Dia mendirikan Ahmadiyah di Qadian, India pada tahun 1889 M/1306 H.
Di kalangan Jema’at Ahmadiyah diyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi, al-Masih al-Mau’ud, Nabi dan Rasul. Kenabian dan Kerasulan Mirza tersebut tidak membawa syariat baru, tetapi mengikuti dan menjalankan syari’at Nabi Muhammad SAW.
Setelah Mirza Ghulam Ahmad meninggal dunia pada tahun 1908 M, kepemimpinan Ahmadiyah dilanjutkan oleh Hazrat Hafiz H. Hakim Nuruddin selaku Khalifah I hingga meninggal pada tahun 1914 M. Selanjutnya di pilih khalifah II H. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad yang memangku jabatan tersebut dari tahun 1914 hingga 1965 M. Kemudian ia digantikan oleh khalifah ke III Hazrat Hafiz Nasir Ahmad yang meninggal dunia tahun 1982. Selanjutnya kekhalifaan dijabat oleh Khalifah ke IV Hazrat Mirza Taher Ahmad hingga sekarang. Menurut Jema’at Ahmadiyah bahwa khalifah atau jabatan kekhalifaan harus tetap ada hingga hari kiamat.
Latar Belakang Berdirinya dan Perkembangannya.
Ahmadiyah adalah sebutan ringkas dari Jema’at Ahmadiyah. Jema’at berarti kumpulan individu yang bersatu pada dan bekerja untuk suatu program bersama. Ahmadiyah adalah nama yang berasal dari Islam. Jadi Jema’at Ahmadiyah merupakan kumpulan orang-orang Islam yang bersatu dan bekerja untuk satu program, yaitu Islam.
Faktor yang menjadi latar belakang berdirinya Jemaat Ahmadiyah adalah keadaan dunia menjelang lahirnya Ahmadiyah diliputi berbagai keburukan, immoralitas dan mementingkan urusan keduniawian dari pada agama. Selain itu karena didunia pada waktu itu tidak ada yang disebut satu Jemaat Islam.
Tujuan didirikannya Ahmadiyah adalah untuk memperbaiki kehidupan agama orang-orang Islam dan mempersatukan ummat Islam. Tujuan tersebut sejalan dengan tugas yang oleh Mirza Ghulam Ahmad dikatakan sebagai wahyu yang diterimanya, yaitu menghidupkan agama dan menegakkan syariat Islam.
Dalam periode Khalifah I Hazrat H. Hakim Nuruddin para pengikut Mirza Ghulam Ahmad terhimpun dalam sebuah organisasi yang dinamakan Jemaat Ahmadiyah. Adakalanya disebut orang-orang Ahmadi. Sepeninggalnya Khalifah tersebut pengikut Ahmadiyah terbagi dua, yang kemudian dikenal dengan Ahmadiyah Qadian dan Ahmadiyah Lahore.
Sebab utama perpecahan jemaat jemaat tersebut karena perbedaan pandangan. Menurut kalangan Ahmadiyah Qadian bahwa perpecahan Jemaat Ahmadiyah karena ketidak setujuan sementara tokoh Ahmadiyah terhadap pengangkatan Khalifah II, yaitu Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad. Diantaranya Maulvi Muhammad Ali dan Khawaja Kamaluddin. Mereka menghendaki Muhammad Ali menjadi Khalifah al Masih ke II. Namun dalam pemilihan Khalifah tersebut mereka hanya memperoleh dukugan suara sedikit (minoritas).
Menurut kalangan Ahmadiyah Lahore bahwa perpecahan Jemaat ahmadiyah adalah karena perbedaan pendapat tentang ketokohan Mirza Ghulam Ahmad. Dalam pandangan Ahmadiyah Lahore, Mirza Ghulam Ahmad adalah Mujaddid ( Pembaharu), bukan Nabi sebagaimana diyakini oleh Jemaat Ahmadiyah Qadian. Sekalipun demikian seperti yang dikatakan Syafi R Batutah bahwa sebelum tahun 1914 keyakinan Muhammad Ali dan Khawaja Kamaluddin sama dengan orang-orang Ahmadiyah lain tentang kenabian dan kerasulan Mirza Ghulam Ahmad.
Pada masa Khalifah II Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, Jemaat Ahmadiyah mulai mengembangkan fahamnya ke pelbagai negara, termasuk keIndonesia. Ahmadiyah Lahore adalah yang pertama masuk ke Indonesia, yang dibawa oleh seorang muballigh Khawajah Kamaluddin pada tahun 1922. Diantara hasil dakwahnya adalah Ahmad Nuruddin bersama beberapa orang dari Perguruan Sumatera Thawalib masuk Ahmadiyah. Mereka kemudian melanjutkan studi ke Lahore dan Qadian. Atas permohonan mereka, seorang muballigh Ahmadiyah bernama Maulana Rahmat Ali di utus ke Indonesia pada tahun 1925.
Pada awalnya, Jemaat Ahmadiyah di Indonesia diberi nama Anjuman Ahmadiyah Qadian Departemen Indonesia, kemudian diganti nama dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). JAI adalah bagian Jemaat Ahmadiyah yang semula berpusat di Qadian India, tetapi sesudah tahun 1947 berpusat di Rabwah, Pakistan. Kini Ahmadiyah dibawah pimpinan Khalifah IV Hazrat Mirza Thahir Ahmad menggantikan Khalifah III Hazrat Mirza Nasir Ahmad yang meninggal dunia tahun 1982. Kedudukan pimpinan pusat Jemaat Ahmadiyah adalah di London Inggris.
Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) beridiri tahun 1925. Jemaat Ahmadiyah Indonesia terdaftar sebagai Badan Hukum di Departemen Kehakiman RI dengan surat NO J.A5/23/137 tangal 3 Maret 1953 dan dimuat dalam tambahan berita negara RI No 26 tangal 31 Maret 1953. Pusat Jemaat Ahmadiyah Indonesia terletak di Parung Jawa Barat. Sekarang ini di Indonesia terdapat 186 cabang. Di tingkat Propinsi terdapat pengurus wilayah yang membawahi beberapa cabang. Pimpinan Pusat Jemaat Ahmadiyah sekarang ini adalah Kolonel (Pur) M.L. Maala. Sebelumnya pimpinan dipegang oleh Syafi R Batuah.
Pimpinan Dan Struktur Kepengurusan.
Pimpinan Jemaat Ahmadiyah terdir dari Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang.
Pengurus Pusat membawahi seluruh pengurus waliayah yang tersebar diseluruh Indonesia. Pengurus Wilayah terdapat disetiap propinsi dan membawahi cabang-cabang diwilayahnya. Sedangkan pengurus cabang membawahi penganut Ahmadiyah ditingkat Kabupaten atau Kecamatan.
Struktur kepengurusan Cabang terdiri dari : Ketua (Presiden); Wakil Presiden; Sekretaris Khas; Sekretaris Tabligh; Sekretaris Ta’lim; Sekretaris Tarbiyat; Sekretaris Mal; Sekretaris Um Khar; Sekretaris Um Ammah; Sekretaris Zifayat; Sekretais Isyaat; Sekretais Al-Wasiyat; Sekretaris T. Jadid OPL; Sekretaris Jaidad; Sekretaris Ziraat; Sekretaris Zanat Tijarat; Sekretaris Rishta Nata; Auditor Lokal. Sedangkan untuk pengurus wilayah terdiri dari Ketua; Sekretaris dan Bendahara.
Pokok-Pokok Ajaran.
1. Tentang Ketokohan Mirza Ghulam Ahmad Sebagai Nabi Dan Rasul.
Di kalangan Ahmadiyah (pengikut Mirza Ghulam Ahmad) terdapat kepercayaan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang nabi. Kepercayaan ini berdasarkan pernyataan Mirza Ghulam Ahmad sebagai berikut:
a. Mengenai diriku dapat aku katakan bahwa Tuhan telah mengangkatku sebagai rasul dan nabi.
b. Tuhan yang sesungguhnya adalah Dia yang telah mengirimkan rasulNya di qadian.
c. Untuk ummat masa kini aku telah dipilih dan dinamai nabi, dan tidak ada orang lain yang berhak atas kedudukan itu.
d. Aku umumkan bahwa aku adalah nabi dan Rasul.
Menjelang akhir hayatnya, Mirza Ghulam Ahmad menulis surat untuk diumumkan didalam surat kabar “Akhbar I “Aam. Kebetulan surat tersebut disiarkan dalam terbitannya tanggal 26-5-1908, yaitu pada hari kematiannya sebagai berikut:
“ Sesuai perintah Tuhan, aku adalah Nabi, aku akan berdosa jika aku menolaknya. Bagaimana mungkin aku berani menolaknya pada hal Tuhan memanggilku dengan sebutan Nabi. Aku akan tetap pada pendirian itu sampai aku meninggalkan dunia ini”.
Pengertian nabi menurut Ahmadiyah mempunyai perbedaan dengan faham yang dianut kalangan sunni. Menurut muballigh Syaiful Uyun nabi menurut faham Ahmadiyah terbagi dua bagian yaitu Nabi Tasyri’ dan Nabi Ghairi Tasyri’. Nabi Tasyri’ yaitu Nabi yang membawa syari’at; diantara nabi yang membawa syari’at ada 5 orang yaitu nabi Adam, nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itulah kelima nabi ini diberi gelar Ulul Azmi (orang-orang yang memiliki kelebihan). Nabi ghairi tasyri’ terbagi dua yaitu Nabi Mustaqil dan Nabi Ghairi Mustaqil. Nabi Mustaqil yaitu nabi yang beridiri sendiri, yaitu semua nabi yang datang sebelum Rasulullah SAW, selain nabi Adam, Nuh, Ibrahim dan Musa AS. Sedangkan nabi ghairi mustaqil ialah nabi yang tidak berdiri sendiri dan mengikuti nabi sebelumnya. Nabi ghairi Mustaqil ini terbagi lagi kepada nabi Zilli, Nabi Buruzi, Nabi Majasi, Nabi Ummati dan Nabi Tabi’. Diantara mereka yang tergolong nabi ghairi mustaqil, kelompok nabi ummati yaitu Nabi Isa AS dan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad AS (lihat QS: 4:70; 62:4 ; 61:6). Yang dimaksud dengan nabi ummati yaitu nabi yang mengikuti nabi sebelumnya dan tidak membawa syari’at. Nabi Isa mengikuti Nabi Musa AS, sedangkan Mirza Ghulam Ahmad mengikuti Nabi Muhammad SAW.
Menurut Syaiful Uyun dalam tafsir al-Azhar katrangan Prof DR Hamka, ketika menjelaskan tafsir surat al-A’raf ayat 35 menyatakan bahwa selama ummat manusia masih ada akan selalu datang seorang nabi.
Karena Ahmadiyah berpendapat bahwa Nabi yang tidak membawa syari’at itu masih terbuka sampai akhir zaman maka dalam menafsirkan ayat “khataman nabiyyin” tidak diartikan dengan penutup para nabi; tetapi nabi yang paling sempurna, paling afdhal. Sedangkan di kalangan sunni ayat itu diartikan penutup para nabi, sehingga sesudah nabi Muhammad tidak ada lagi nabi, baik yang membawa syari’at atau yang tidak membawa syari’at.
2. Mirza Ghulam Ahmad Menerima Wahyu.
“Pintu wahyu tetap terbuka. Aku berkata dengan sesungguhnya, bahwa segala pintu untuk turunnya Ruhul kudus tidak tertutup untuk selamanya.
R.Ahmad Anwar dan Sayyid Shah Muhammad selaku tokoh Ahmadiyah Indonesia menyatakan bahwa wahyu tidak berakhir, karena merupakan jiwa agama yang sejati. Suatu agama yang didalammnya kelangsungan wahyu terputus, agama itu akan mati dan Tuhan tidak besertanya.
Mirza Ghulam Ahmad mengaku menerima wahyu. Diantaranya Allah menugaskannya untuk “ menghidupkan agama dan menegakkan syari’at Islam”. Mirza Ghulam Ahmad dalam buku wasiyat berkata : Allah SWT, akan mengumpulkan semua hamba-hambaNya dalam agama yang satu. Inilah maksud Allah SWT yang untuk perwujudan ini aku di utus ke dunia.
Pada taun 1817, Ghulam Ahmad menerima wahyu yang pertama. Selanjutnya pada tahun 1876, Ghulam Ahmad menerima ilham yang menerangkan bahwa Ghulam Murtadha ayahnya akan meninggal dunia. Ghulam Ahmad yang tinggal di Lahore segera ke Qadian. Di Qadian ia menerima khabar dari Allah SWT bahwa orang tuanya akan meninggal sesudah matahari terbenanm. Dalam suasana sedih turunlah wahyu Allah yang berbunyi : Apakah Allah tidak cukup bagi hambaNya” (Alaisa Allahu bi Kaafin abdahu). Sesudah menerima wahyu tersebut, ayahnya meninggal dunia.
Sejak tahun 1876, Ghulam Ahmad menerima wahyu hingga meninggal di Lahore tanggal 26 Mei 1908 dan dimakamkan di Qadian. Semasa hidupnya Ghulam Ahmad menulis buku lebih dari 86 buah dalam bahasa Urdu, Arab dan Parsi.
Menurut Jemaat Ahmadiyah bahwa Mirza Ghulam Ahmad berpegang teguh pada al-Qur’an suci 30 juz dan sunnah Rasulullah SAW. Kitab syari’at Mirza Ghulam Ahmad adalah kitab syari’at Nabi Muhammad SAW, yaitu al-Qur’an suci berisi 114 surat terbagi 30 juz. Ahmadiyah tidak mempunyai kitab lain selain al-Qur’an al-Karim. Namun selain wahyu yang telah dibukukan (al-Qur’an) juga diakui masih banyak turun wahyu kepada Mirza Ghulam Ahmad, yang kemudian di tuliskan dalam berbagai buku karyanya yang berjumlah lebih 86 buah buku dalam bahasa Urdu, Arab dan Parsi
Tuhan menghubungi manusia dengan perantaraan wahyu. Hubungan itu bermacamp-macam menurut keadaan dan menurut si penerimanya. Dari semua hubungan yang suci itu yang paling sempurna, yang paling melingkupi ialah al-Qur’an Suci. Menurut Ahmadiyah bahwa al-Qur’an suci telah ditakdirkan untuk selama-lamanya dan tadak dapat di ungguli oleh wahyu-wahyu terdahulu dan sesudahnya.
Menurut Syaiful Uyun wahyu mempunyai arti bisikan halus dari Tuhan atau dapat diartikan firman Tuhan atau cara Tuhan untuk berkomunikasi dengan hambanya (makhluknya), maka oleh sebab itu dalam al-Qur’an disebutkan bahwa lebah juga menerima wahyu dari Tuhan. Berdasarkan pengertian ini maka menurut Ahmadiyah pengertian wahyu terbagi dua bagian :
a). Wahyu syari’at yaitu wahyu yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi yang membawa syari;at, salah satu kumpulan wahyu syari’at itu adalah Al-Qur’an.
b). Wahyu mubasysyirat; yaitu wahyu yang tidak hanya diterima oleh para nabi tetapi manusia pada umumnya.
Bagi setap orang yang beriman dan bertaqwa (an-Nisa:69) dapat menerima wahyu mubasysyirat. Hanya saja siapa yang layak dapat menerima wahyu mubasysyirat tersebut hanya Allah yang menentukannya. Bagi Ahmadiyah tidak ada perbedaan bobot dan isi antara wahyu, ilham dan kasysyaf. Semuanya itu hanya metode saja bagi Tuhan dalam berkomunikasi dengan hamba-Nya.
Berdasarkan pendapat ini maka menurut Ahmadiyah wajar saja kalau Mirza Ghulam Ahmad dapat menerima wahyu mubasysyirat sebagaimana manusia lainnya. Kumpulan wahyu Mirza Ghulam Ahmad tersebut dikumpulkan dalam kitab Tazkirah. Kitab Tazkirah merupakan buku kumpulan wahyu,mimpi, ilham dan kasysyaf yang diterima oleh Mirza Ghulam Ahmad. Selain buku tersebut yang juga memuat wahyu dan ilham Mirza Ghulam Ahmad antara lain buku Haqiqatul dan Al-Istifta. Di kalangan sunni jelas ada perbedaan bobot antara wahyu, kasysyaf dan ilham. Wahyu hanya diterima oleh para nabi; kasysyaf diterima oleh para wali-wali Allah dan ilham untuk orang biasa. Nampaknya hal inilah yang menyebabkan timbulnya perbedan faham antara kelompok sunni dengan Ahmadi (pengikut Ahmadiyah).
3. Mirza Ghulam Ahmad Sebagai Mahdi, Masih Mau’ud.
Menurut keyakinan Jemaat Ahmadiyah bahwa pada zaman ini Allah SWT telah membangkitkan seorang utusan atau rasul untuk kemajuan rohani ummat manusia di seluruh dunia, yaitu Hazrat Mirza Gulam Ahmad sebagai Masih Mau’ud.
Menurut keyakinan Jemaat Amadiyah Allah SWT telah mengangkat Mirza Ghulam Ahmad sebagai Masih Mau’ud dan Imam Mahdi. Kepercayaan ini di dasarkan kepada Hadits Nabi yang mengatakan bahwa pada akhir zaman akan datang nabi Isa al-Masih. Untuk menghancurkan salib-salib dan gereja, dan datangnya Imam Mahdi untuk melawan dajjal.
Hadits ini diartikan secara simbolik. Menurut Ahmadiyah Isa tidak mati di salib, tetapi wafat beberapa tahun kemudian setelah mengembara. Kuburannya terdapat di Sri Nagar Kashmir. Berdasarkan bukti-bukti yang dikemukakan oleh jemaat Ahmadiyah, ternyata Isa tidak mati di salib, oleh sebab itu kepercayaan Kristen itu menjadi hancur. Dan karena Isa sudah mati, tidak sebagaimana keyakinan orang sunni yang mengatakan Isa tidak mati tapi diangkat ke langit, maka Isa tidak mungkin bangkit lagi pada akhir zaman. Maka yang dimaksud dengan datangnya nabi Isa pada akhir zaman yaitu orang yang tugasnya seperti Isa yaitu Mirza Ghulam Ahmad.
Mengenai kepercayaan Imam Mahdi, bahwa setiap masa tatkala agama telah mulai di tinggalkan manusia, dan agama dalam keadaan krisis maka Allah mengirim hambanya untuk membangkitkan kembali sinar Allah, dengan memberikan petunjuk kepada manusia. Menurut Jemaat Ahmadiyah pada waktu itu di dunia telah muncul dajjal-dajjal yang merongrong agama Allah, sehingga Allah mengirim Imam Mahdi yaitu Mirza Ghulam Ahmad.
Menurut Syaiful Uyun kepercayaan tentang akan datangnya Nabi Isa AS dan Imam Mahdi di yakini juga oleh orang-orang Nahdhatul Ulama (NU). Bedanya, kalau orang-orang NU beranggapan bahwa Nabi Isa AS dan Imam Mahdi akan datang pada akhir zaman, sedangkan menurut Ahmadiyah sekarang sudah datang, yaitu Mirza Ghulam Ahmad.
“Dan Dia telah membangkitkan al-Masih-Nya untuk melenyapkan kebatilan dan Mahdi-Nya untuk kebaikan ummat manusia”.
Jemaat Ahmadiyah mengakui bahwa adanya Imam Mahdi di akhir zaman merupakan janji Rasulullah SAW. Imam Mahdi yang di maksud adalah Mirza Ghulam Ahmad. Oleh karena itu orang- orang Islam harus taat kepada Mirza Ghulam Ahmad. Kalau tidak begitu, maka mereka tidak mengindahkan pesan Nabi Muhammad SAW.
3.1. Latar belakang munculnya faham Mahdi.
India pada saat itu di jajah oleh Inggris, sikap ummat Islam yang anti pati dan non koperatif terhadap Inggris menyebabkan posisi mereka sendiri terpojok dibandingkan ummat Hindu yang bersifat lebih koperatif. Ummat Islam semakin tenggelam dalam keterbelakangan dan perselisihan dengan sesama muslim karena masalah khilafiyah, perbedaan faham yang klecil saja telah dipandang sebagai penghujatan terhadap Islam yang paling besar dan menghukum muslim lainnya sebagai kafir, intelektual dan ulama Islam telah tenggelam sampai ketingkat yang paling bawah. Dalam situasi inilah munculnya gerakan mahdiisme Ahmadiyah yang berorientasikan pada pembaharuan pemikiran. Di sini Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku telah diangkat sebagai al-Mahdi dan al-Masih oleh Tuhan, merasa mempunyai tanggung jawab moral untuk memajukan Islam dan ummat muslim dengan memberi interpretasi baru terhadap ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tuntunan zamannya, sebagaimana yang di ilhamkan Tuhan kepadanya.
3.2. Arti kata al-Mahdi.
Kata al-Mahdi secara harfiah berarti orang yang telah diberi petunjuk. Karena semua petunjuk itu berasal dari Tuhan, maka arti tersebut menjadi “seorang yang telah diberi petunjuk Tuhan” dengan cara yang mena’jubkan dan sangat pribadi. Orang yang disebut Mahdi atau al-Mahdi, benar-benar telah mendapat bimbingan Allah.
Al-Mahdi menurut istilah adalah tokoh laki-laki dari keturunan Ahl al-Bait yang akan muncul di akhir zaman, dia akan menegakkan agama dan keadilan dan diikuti oleh ummat muslim, ia akan membantu Isa al-Masih yang turun ke dunia untuk membunuh Dajjal, dan akan menjadi imam sewaktu shalat bersama-sama. Nabi Isa al-Masih AS. Inilah pengertian al-Mahdi yang dikenal secara umum di kalangan umat Islam.
Al-Mahdi menurut faham Ahmadiyah ialah seorang (Mirza Ghulam Ahmad) yang merupakan penjelmaan atau pengejawantahan dari al-Mahdi dan al-Masih As dan diangkat oleh Tuhan, Mirza Ghulam Ahmad disamping menjadi al-Mahdi juga adalah Nabi.
Kepercayaan kaum Ahmadiyah terhadap al-Mahdi bermula dari pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sesudah ia menyelidiki sebuah makam yang ditemukannya di Srinagar, Punjab India. Menurut penyelidikan mereka, makam tersebut adalah makam Yusaaf yang diyakini sebagai Isa al-Masih, sesudah penegmbaraanya yang panjang di Palestina ke Kashmir, India. Sesudah penemuan makam tersebut, barulah dicari hadits-hadits mahdiyah yang relevan sebagai dasar keyakinan aliran ini.
AKTIVITAS
Aktivitas Jemaat Ahmadiyah terbagi dalam dua kegiatan, yaitu kegiatan di bidang kerohanian dan kegiatan sosial.
1. Kegiatan Kerohanian.
Orientasi kegiatan Ahmadiyah lebih menekankan pada masalah kerohanian, kecuali pada daerah-daerah yang sangat membutuhkan seperti di Afrika baru dibangun rumah sakit dan sekolah. Diantara kegiatan kerohanian yaitu diadakan pengajian setiap minggu sekali. Pengajian ini bisa berbentuk ceramah dan diskusi. Topik yang dibahas adalah masalah-masalah yang sedang hangat dihadapi oleh jemaat. Topik ceramah atau diskusi bisa berdasarkan usul dari jemaat, bisa juga dari sekretaris ta’lim. Penceramah biasanya dilakukan oleh muballigh, tapi untuk topik-topok tertentu umpamanya masalah ekonomi, pertanian, bisa mengundang penceramah dari luar.
Disetiap cabang biasanya ditempatkan seorang muballigh. Muballigh ini biasanya bertugas selama tiga tahun, setelah itu di mutasi kedaerah lain. Sebelum diangkat sebagai muballigh, mereka dididik dahulu selama tiga tahun di Parung. Calon muballigh berasal dari tamatan SMA, dan sejak tahun 1997 menerima tenaga muballigh dari sarjana. Pendidikan muballigh secara kontinyu diadakan sejak tahiun 1980. Sekarang ini peserta pendidikan berasal dari masing-masing propinsi. Biaya pendidikan di tanggung pengurus pusat (Amir Nasional).
Menurut informasi tenaga da’i untuk Asia Tengah kebanyakan berasal dari Indonesia, karena Jemaat Ahmadiyah di Indonesia merupakan jemaat terbanyak kedua di dunia.
Selain ceramah agama, ada kegiatan daras al-Qur’an, belajar membaca huruf al-qur’an bagi anak-anak yang berumur di bawah lima tahun. Kegiatan ini diadakan di mushalla atau masjid. Setahun sekali diadakan Kursus Pendidikan Agama (KPA) untuk para pelajar, tatkala mereka sedang liburan panjang (seperti pesantren kilat).
Para muballigh memperoleh gaji tetap, seperti pegawai negeri. Gajinya disesuaikan dengan gaji pegawai negeri dengan standarnya di naikkan sedikit, seorang muballigh dengan golongan II/a menerima gaji sebesar Rp 400.000,-. Muballigh disediakan rumah tipe 70, yang dibangun oleh jemaat.
2. Kegiatan Sosial.
Jemaat Ahmadiyah seperti dijelaskan sebelumnya lebih banyak menekankan kepada kegiatan kerohanian dari pada kegiatan sosial seperti sekolah, rumah yatim piatu, dan panti jompo. Menurut mereka kegiatan semacam itu sudah di lakukan oleh organisasi-organisasi keagamaan lainnya sperti NU dan Muhammadiyah.
Aktivitas sosial lebih banyak untuk para anggota jemaat, itupun tidak banyak yang dapat dilakukan, karena memang anggota yang masih sedikit, dan tempat tinggalnya yang berjauhan.
Untuk memperkuat solidaritas diantara anggota jemaat diadakan arisan kelompok ibu-ibu dan kelompok bapak-bapak. Kalau ada anggota jemaat yang ditimpa kesusahan, para anggota lainnya berusaha untuk membantu meringankan beban mereka yang ditimpa musibah. Ada pertemuan kaum ibu sekali dalam sebulan, pertemuan ini disebut “mua’wanah”. Tempat pertemuan di adakan di rumah anggota dilakukan secara bergiliran.
Dalam waktu-waktu tertentu di adakan wirakarya amal ( kerja bakti) di lingkungan masyarakat sekitar mushallah atau masjid. Hal ini dilakukan untuk menjalin komunikasi dengan masyarakat sekitar.
Untuk membiayai kegiatan Ahmadiyah baik internasional, Pusat dan lokal, di pungut dari anggota secara sukarela. Di antara anggota, jumlah dana yang diberikan berbeda antara anggota yang satu dengan anggota lainnya, sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Dana ini ada yang di setor ke pusat, ada yang digunakan untuk kegiatan lokal. Mengenai canda wajib ‘am di tetapkan 1/16 dari penghasilan anggota.
Karakteristik Faham Keagamaan.
Secara fisik kelompok ini tidak mempunayai ciri khas baik dari segi berpakaian, cara makan maupun memelihara jenggot dan kumis. Namun dari segi ajaran mereka berbeda dalam beberapa hal dengan ummat Islam lainnya, mereka masih mengakui adanya nabi setelah nabi Muhammad, tokohnya mengaku dirinya sebagai al-masih al-mau’ud dan seorang Mahdi. Mereka bersifat ekslusif dalam beribadah dan perkawinan. Mereka hanya beribadah di masjid-masjid milik mereka. Dan jemaatanya di anjurkan supaya menikah dengan orang yang sealiran dengan mereka. Mereka sering berdebat dengan orang Kristen tentang kematian Yesus Kristus. Menurut mereka Yesus tidak mati di tiang salib, tetapi sehabis di salib dia mengembara dari Palestina ke Kashmir India,, dan beberapa tahun kemudian dia meninggal dan dikuburkan di Srinagar, Punjab India.
Anggota dan Persebaran Anggota.
Untuk menjadi anggota jemaat Ahmadiyah harus memenuhi syarat-syarat antara lain :
a. Mengajukan permohonan kepada khalifah;
b. Mengucapkan Bai’at;
c. Mengucapkan janji sepuluh.
Berdasarkan AD Bab V pasa 5 anggota Jema’at Ahmadiyah terdiri dari :
a. Pria dan wanita yang telah beriman dan mengaku serta ikrar lisan atau tulisan (bai’at), bahwa segala dakwah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Alaihi Salam dari Qadian, Masih Mau’ud itu benar dan bai’at pula kepada para khalifahnya.
b. Anak-anak anggota Ahmadiyah yang telah akil baligh, kecuali yang secara tegas menyatakan tidak bersedia menjadi anggota.
Pada bulan Desember 1888M, Mirza Ghulam Ahmad mengeluarkan pengumuman perlunya bai’at. Bai’at pertama dilakukan di kota Ludhiana tanggal 23 Maret 1889. Orang yang pertama berbai’at adalah haji Maulvi Hakim Nuruddin, yang kemudian menjadi khalifah I. Bai’at yang pertama di ikuti oleh lebih kurang 40 orang.
Bai’at dilakukan di tangan pimpinan Jemaat Ahmadiyah pada masanya atau melalui orang-orang yang ditugaskan yaitu para muballigh atau para pengurus Ahmadiyah. Bai’at di lakukan dengan lisan dan tulisan dihadapan orang yang berwenang.
Isi Bai’at antara lain : Hari ini saya bai’at di tangan Tahir dan masuk kedalam Jemaat Ahmadiyah dalam Islam. Saya mengakui Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani sebagai Imam Akhir Zaman, Mahdi dan Masih Yang Di Janjikan, sesuai dengan nubuatan-nubuatan junjungan kita Muhammad Rasulullah SAW.
Saya bertobat dari segala dosa saya yang sudah-sudah dan berjanji untuk sedapat mungkin menjauhkan diri dari segala macam dosa. Saya sejauh mungkin berusaha mematuhi kesepuluh butir syarat bai’at yang telah ditetapkan oleh Hazrat Masih Mau’ud A S. Saya akan mendahulukan kepentingan agama di atas kepentingan dunia. Saya akan memelihara dengan teguh hubungan ketaatan serta kesetiaan kepada khilafat di dalam segala pekerjaan yang baik.
Sebelum berbai’at orang harus berjanji untuk menerapkan dan menjalankan syarat-syarat bai’at yang berupa 10 hal-hal yang harus dikerjakan dan di tinggalkan oleh seoarang “Ahmadi” (pengikut Ahmadiyah.
Anggota Ahmadiyah sudah tersebar hampir diseluruh propinsi di Indonesia, sekarang ini telah berdiri 186 cabang di seluruh Indonesia. Cabang adalah kelompok Jemaah Ahmadiyah setempat, bisa satu kabupaten bisa juga hanya satu kecamatan. Pusat Jemaat Ahmadiyah di Indonesia adalah di Parung Jawa Barat.
Tanggapan Masyarakat dan Pemerintah
1. Tanggapan Masyarakat.
Karena sumber tulisan ini merupakan hasil penelitian di Sulawesi Utara ,maka tanggapan disini di wakili oleh Majelis Ulama Propinsi Sulawesi Utara. Ketua MUI Propinsi DATI I Sulawesi Utara Bapak H.Abdul Kadir Abraham mengemukakan pendapatnya tentang keberadaan Ahmadiyah :
a. Dalam menghadpai Ahmadiyah MUI bersifat persuasif tidak bersifat konfrontatif.
b. Berdasarkan fatwa Rabithah bahwa Ahmadiyah di luar Islam dan dilarang naik haji.
c. Orang Ahmadiyah tergolong maghdlub dan dzalim.
d. Surat Asf-Shaf aya 6 digunakan sebagai dasar tentang kenabian Mirza, pada hal kata Ahmad disitu sinonim dengan kata Muhammad.
e. Kata Khotam atau khotim sama saja artinya penutup.
f. Mengenai akan datangnya Imam Mahdi dan turunnya Nabi Isa AS, dimuat dalam hadits Ahad, sehingga tidak bisa dipegangi sebagai dalil. Kalaupun kita akan mempercayainya harus diartikan dengan kedatangan Nabi Isa yang sebenarnya, bukan dalam arti simbolik
g. Ajaran Ahmadiyah telah menyimpang dari ajaran Islam dan mereka termasuk kelompok yang dimurkai oleh Allah dan tersesat. Oleh sebab itu, sebaiknya Ahmadiyah di larang. Pemerintah kita harus tegas seperti di Pakistan Ahmadiyah sudah di larang.
2. Pandangan Pemerintah.
Pemerintah Indonesia dalam masalah Ahmadiyah belum mempunyai pendapat yang jelas. Meskipun Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa tentang sesatnya faham Ahmadiyah, pemerintah belum berani untuk melarangnya, hal ini mungkin karena kuatnya lobi Ahmadiyah di tingkat Internasional. Disamping itu dibeberapa daerah yang masyarakatnya minoritas muslim, menganggap Ahmadiyah sebagai partner dalam menghadapi tantangan dari missi non Islam. Meskipun demikian di beberapa daerah Ahmadiyah telah dilarang oleh Kejaksaan Negeri Setempat, terakhir (2001) di salah satu Kabupaten di Sumatera Barat, Ahmadiyah di larang. Pelarangan itu sendiri dilakukan karena terjadi kerusuhan dalam masyarakat setempat.
Menindak lanjuti fatwa dari Rabithah Alam Islami yang melarang orang Ahmadiyah untuk pergi haji, Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji telah mengirim surat edaran ke seluruh Kanwil Departemen Agama, untuk tidak menerima pendaftaran jemaat Ahmadiyah yang akan menunaikan ibadah Haji.
C. KESIMPULAN
Ahmadiyah dating ke Sulawesi Utara tahun 1974, dibawa oleh seorang anggota ABRI yang ditugaskan di daerah tersebut. Perkembangan jema’at Ahmadiyah termasuk lamban, pertambahan anggota hanya dari kelahiran dan mutasi pegawai dari daerah lain.
Ajaran yang dianggap controversial antara lain mengneai kenabian Mirza Ghulam Ahmad, belum tertutupnya pintu wahyu, dan diangkatnya Mirza sebagai Imam Mahdi dan Maih Mau’ud. Pengertian-pengertian tentang nabi, wahyu dan sebagainya berbeda dengan Pham yang dikembangkan oleh umumnya kelompok sunni.
Pemerintah setempat cendrung tidak mempermasalahkan keberadaan Ahmadiyah, sepanjang tidak menimbulkan keresahan dalam masayarakat. Sedangkan dikalangan pemuka agama khususnya MUI, terdapat anggapan bahwa Ahmadiyah telah menyimpnag dari ajaran Islam, sehingga dianggap sesat. Untuk itulah diharapkan agar pemerintah melarang keberadaan Ahmadiyah di seluruh Indonesia.
.
.
SULAWESI UTARA
Oleh: Nuhrison M. Nuh
A. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan beragama, tidak dapat dihindari adanya persepsi, interpretasi dan ekspresi keagamaan yang berbeda dari masing-masing umat beragama baik secara individual maupun kelompok. Perbedaan itu dipengaruhi oleh berbagai factor seperti tingkat pemahaman terhadap ajaran agama, latar belakang budaya masyarakat atau system nilai social yang ada. Atau mengamalkan suatu ajaran agama berbeda dengan ajaran, keyakinan atau doktrin keagamaan yang bersifat prinsip yang diakui dan berlaku umum dalam suatu komunitas keagamaan.
Salah satu kelompok yang sering dibicarakan dalam masyarakat, karena ajarannya dianggap menyimpang atau bertentang dengan paham yang dianut oleh mayoritas umat Islam Indonesia, adalah Ahmadiyah Qodian. Aktivitas kelompok ini sering menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Untuk melihat bagaimana ajaran dan aktivitas Ahmadiyah di Sulawesi Utara maka perlu diadakan penelitian lapangan.
Tujuan penelitian ini untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan ajaran dan aktivitas Ahmadiyah Qodian di Sulawesi Utara, yang digunakan sebagai bahan masukan bagi pejabat Departemen Agama dalam mengambil kebijakan dalam membina dan membimbing aliran/Pham yang dianggap menyimpang atau bertentangan dengan Pham yang dianut oleh kelompok mayoritas (sunni).
Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan pimpinan Ahmadiyah Qodian setempat, pejabat Departemen Agama, dan pemuka agama, selain itu dilakukan kajian terhadap berbagai dokumen, buku-buku dan hasil penelitian yang ada kaitannya dengan Ahmadiyah Qodian.
Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif, dengan melakukan kategorisasi, klasifikasi dan komparasi. Penelitian dilakukan di Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara.
B. TEMUAN HASIL PENELITIAN
Nama Aliran
Aliran ini bernama Ahmadiyah atau Jemaa’t Ahmadiyah. Nama ini dinisbahkan kepada pendirinya yang bernama Mirza Ghulam Ahmad. Nama ini diberikan sendiri oleh pendiri dan para pengikutnya, bukan pemberian dari orang yang bukan penganutnya.
Tokoh Pendirinya.
Ahmadiyah merupakan sebutan dari perkumpulan orang-orang yang menyatakan diri sebagai pengikut Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Ghulam Ahmad bin Mirza Ghulam Murtadha mengaku berasal dari orang-orang yang terhormat keturunan Persia dan Fatimah dari ahlul bait nabawi. Dia lahir di Kampung Islam, yang kemudian dikenal dengan Qadian, wilayah Punyab, India.
Mirza Ghulam Ahmad lahir pada hari Jum’at tanggal 13 Februari 1835 M/ 14 Syawal 1250 H dan meninggal tanggal 26 Mei 1908 M di Lahore dan dikuburkan di Qadian. Dia mendirikan Ahmadiyah di Qadian, India pada tahun 1889 M/1306 H.
Di kalangan Jema’at Ahmadiyah diyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi, al-Masih al-Mau’ud, Nabi dan Rasul. Kenabian dan Kerasulan Mirza tersebut tidak membawa syariat baru, tetapi mengikuti dan menjalankan syari’at Nabi Muhammad SAW.
Setelah Mirza Ghulam Ahmad meninggal dunia pada tahun 1908 M, kepemimpinan Ahmadiyah dilanjutkan oleh Hazrat Hafiz H. Hakim Nuruddin selaku Khalifah I hingga meninggal pada tahun 1914 M. Selanjutnya di pilih khalifah II H. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad yang memangku jabatan tersebut dari tahun 1914 hingga 1965 M. Kemudian ia digantikan oleh khalifah ke III Hazrat Hafiz Nasir Ahmad yang meninggal dunia tahun 1982. Selanjutnya kekhalifaan dijabat oleh Khalifah ke IV Hazrat Mirza Taher Ahmad hingga sekarang. Menurut Jema’at Ahmadiyah bahwa khalifah atau jabatan kekhalifaan harus tetap ada hingga hari kiamat.
Latar Belakang Berdirinya dan Perkembangannya.
Ahmadiyah adalah sebutan ringkas dari Jema’at Ahmadiyah. Jema’at berarti kumpulan individu yang bersatu pada dan bekerja untuk suatu program bersama. Ahmadiyah adalah nama yang berasal dari Islam. Jadi Jema’at Ahmadiyah merupakan kumpulan orang-orang Islam yang bersatu dan bekerja untuk satu program, yaitu Islam.
Faktor yang menjadi latar belakang berdirinya Jemaat Ahmadiyah adalah keadaan dunia menjelang lahirnya Ahmadiyah diliputi berbagai keburukan, immoralitas dan mementingkan urusan keduniawian dari pada agama. Selain itu karena didunia pada waktu itu tidak ada yang disebut satu Jemaat Islam.
Tujuan didirikannya Ahmadiyah adalah untuk memperbaiki kehidupan agama orang-orang Islam dan mempersatukan ummat Islam. Tujuan tersebut sejalan dengan tugas yang oleh Mirza Ghulam Ahmad dikatakan sebagai wahyu yang diterimanya, yaitu menghidupkan agama dan menegakkan syariat Islam.
Dalam periode Khalifah I Hazrat H. Hakim Nuruddin para pengikut Mirza Ghulam Ahmad terhimpun dalam sebuah organisasi yang dinamakan Jemaat Ahmadiyah. Adakalanya disebut orang-orang Ahmadi. Sepeninggalnya Khalifah tersebut pengikut Ahmadiyah terbagi dua, yang kemudian dikenal dengan Ahmadiyah Qadian dan Ahmadiyah Lahore.
Sebab utama perpecahan jemaat jemaat tersebut karena perbedaan pandangan. Menurut kalangan Ahmadiyah Qadian bahwa perpecahan Jemaat Ahmadiyah karena ketidak setujuan sementara tokoh Ahmadiyah terhadap pengangkatan Khalifah II, yaitu Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad. Diantaranya Maulvi Muhammad Ali dan Khawaja Kamaluddin. Mereka menghendaki Muhammad Ali menjadi Khalifah al Masih ke II. Namun dalam pemilihan Khalifah tersebut mereka hanya memperoleh dukugan suara sedikit (minoritas).
Menurut kalangan Ahmadiyah Lahore bahwa perpecahan Jemaat ahmadiyah adalah karena perbedaan pendapat tentang ketokohan Mirza Ghulam Ahmad. Dalam pandangan Ahmadiyah Lahore, Mirza Ghulam Ahmad adalah Mujaddid ( Pembaharu), bukan Nabi sebagaimana diyakini oleh Jemaat Ahmadiyah Qadian. Sekalipun demikian seperti yang dikatakan Syafi R Batutah bahwa sebelum tahun 1914 keyakinan Muhammad Ali dan Khawaja Kamaluddin sama dengan orang-orang Ahmadiyah lain tentang kenabian dan kerasulan Mirza Ghulam Ahmad.
Pada masa Khalifah II Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, Jemaat Ahmadiyah mulai mengembangkan fahamnya ke pelbagai negara, termasuk keIndonesia. Ahmadiyah Lahore adalah yang pertama masuk ke Indonesia, yang dibawa oleh seorang muballigh Khawajah Kamaluddin pada tahun 1922. Diantara hasil dakwahnya adalah Ahmad Nuruddin bersama beberapa orang dari Perguruan Sumatera Thawalib masuk Ahmadiyah. Mereka kemudian melanjutkan studi ke Lahore dan Qadian. Atas permohonan mereka, seorang muballigh Ahmadiyah bernama Maulana Rahmat Ali di utus ke Indonesia pada tahun 1925.
Pada awalnya, Jemaat Ahmadiyah di Indonesia diberi nama Anjuman Ahmadiyah Qadian Departemen Indonesia, kemudian diganti nama dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). JAI adalah bagian Jemaat Ahmadiyah yang semula berpusat di Qadian India, tetapi sesudah tahun 1947 berpusat di Rabwah, Pakistan. Kini Ahmadiyah dibawah pimpinan Khalifah IV Hazrat Mirza Thahir Ahmad menggantikan Khalifah III Hazrat Mirza Nasir Ahmad yang meninggal dunia tahun 1982. Kedudukan pimpinan pusat Jemaat Ahmadiyah adalah di London Inggris.
Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) beridiri tahun 1925. Jemaat Ahmadiyah Indonesia terdaftar sebagai Badan Hukum di Departemen Kehakiman RI dengan surat NO J.A5/23/137 tangal 3 Maret 1953 dan dimuat dalam tambahan berita negara RI No 26 tangal 31 Maret 1953. Pusat Jemaat Ahmadiyah Indonesia terletak di Parung Jawa Barat. Sekarang ini di Indonesia terdapat 186 cabang. Di tingkat Propinsi terdapat pengurus wilayah yang membawahi beberapa cabang. Pimpinan Pusat Jemaat Ahmadiyah sekarang ini adalah Kolonel (Pur) M.L. Maala. Sebelumnya pimpinan dipegang oleh Syafi R Batuah.
Pimpinan Dan Struktur Kepengurusan.
Pimpinan Jemaat Ahmadiyah terdir dari Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang.
Pengurus Pusat membawahi seluruh pengurus waliayah yang tersebar diseluruh Indonesia. Pengurus Wilayah terdapat disetiap propinsi dan membawahi cabang-cabang diwilayahnya. Sedangkan pengurus cabang membawahi penganut Ahmadiyah ditingkat Kabupaten atau Kecamatan.
Struktur kepengurusan Cabang terdiri dari : Ketua (Presiden); Wakil Presiden; Sekretaris Khas; Sekretaris Tabligh; Sekretaris Ta’lim; Sekretaris Tarbiyat; Sekretaris Mal; Sekretaris Um Khar; Sekretaris Um Ammah; Sekretaris Zifayat; Sekretais Isyaat; Sekretais Al-Wasiyat; Sekretaris T. Jadid OPL; Sekretaris Jaidad; Sekretaris Ziraat; Sekretaris Zanat Tijarat; Sekretaris Rishta Nata; Auditor Lokal. Sedangkan untuk pengurus wilayah terdiri dari Ketua; Sekretaris dan Bendahara.
Pokok-Pokok Ajaran.
1. Tentang Ketokohan Mirza Ghulam Ahmad Sebagai Nabi Dan Rasul.
Di kalangan Ahmadiyah (pengikut Mirza Ghulam Ahmad) terdapat kepercayaan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang nabi. Kepercayaan ini berdasarkan pernyataan Mirza Ghulam Ahmad sebagai berikut:
a. Mengenai diriku dapat aku katakan bahwa Tuhan telah mengangkatku sebagai rasul dan nabi.
b. Tuhan yang sesungguhnya adalah Dia yang telah mengirimkan rasulNya di qadian.
c. Untuk ummat masa kini aku telah dipilih dan dinamai nabi, dan tidak ada orang lain yang berhak atas kedudukan itu.
d. Aku umumkan bahwa aku adalah nabi dan Rasul.
Menjelang akhir hayatnya, Mirza Ghulam Ahmad menulis surat untuk diumumkan didalam surat kabar “Akhbar I “Aam. Kebetulan surat tersebut disiarkan dalam terbitannya tanggal 26-5-1908, yaitu pada hari kematiannya sebagai berikut:
“ Sesuai perintah Tuhan, aku adalah Nabi, aku akan berdosa jika aku menolaknya. Bagaimana mungkin aku berani menolaknya pada hal Tuhan memanggilku dengan sebutan Nabi. Aku akan tetap pada pendirian itu sampai aku meninggalkan dunia ini”.
Pengertian nabi menurut Ahmadiyah mempunyai perbedaan dengan faham yang dianut kalangan sunni. Menurut muballigh Syaiful Uyun nabi menurut faham Ahmadiyah terbagi dua bagian yaitu Nabi Tasyri’ dan Nabi Ghairi Tasyri’. Nabi Tasyri’ yaitu Nabi yang membawa syari’at; diantara nabi yang membawa syari’at ada 5 orang yaitu nabi Adam, nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itulah kelima nabi ini diberi gelar Ulul Azmi (orang-orang yang memiliki kelebihan). Nabi ghairi tasyri’ terbagi dua yaitu Nabi Mustaqil dan Nabi Ghairi Mustaqil. Nabi Mustaqil yaitu nabi yang beridiri sendiri, yaitu semua nabi yang datang sebelum Rasulullah SAW, selain nabi Adam, Nuh, Ibrahim dan Musa AS. Sedangkan nabi ghairi mustaqil ialah nabi yang tidak berdiri sendiri dan mengikuti nabi sebelumnya. Nabi ghairi Mustaqil ini terbagi lagi kepada nabi Zilli, Nabi Buruzi, Nabi Majasi, Nabi Ummati dan Nabi Tabi’. Diantara mereka yang tergolong nabi ghairi mustaqil, kelompok nabi ummati yaitu Nabi Isa AS dan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad AS (lihat QS: 4:70; 62:4 ; 61:6). Yang dimaksud dengan nabi ummati yaitu nabi yang mengikuti nabi sebelumnya dan tidak membawa syari’at. Nabi Isa mengikuti Nabi Musa AS, sedangkan Mirza Ghulam Ahmad mengikuti Nabi Muhammad SAW.
Menurut Syaiful Uyun dalam tafsir al-Azhar katrangan Prof DR Hamka, ketika menjelaskan tafsir surat al-A’raf ayat 35 menyatakan bahwa selama ummat manusia masih ada akan selalu datang seorang nabi.
Karena Ahmadiyah berpendapat bahwa Nabi yang tidak membawa syari’at itu masih terbuka sampai akhir zaman maka dalam menafsirkan ayat “khataman nabiyyin” tidak diartikan dengan penutup para nabi; tetapi nabi yang paling sempurna, paling afdhal. Sedangkan di kalangan sunni ayat itu diartikan penutup para nabi, sehingga sesudah nabi Muhammad tidak ada lagi nabi, baik yang membawa syari’at atau yang tidak membawa syari’at.
2. Mirza Ghulam Ahmad Menerima Wahyu.
“Pintu wahyu tetap terbuka. Aku berkata dengan sesungguhnya, bahwa segala pintu untuk turunnya Ruhul kudus tidak tertutup untuk selamanya.
R.Ahmad Anwar dan Sayyid Shah Muhammad selaku tokoh Ahmadiyah Indonesia menyatakan bahwa wahyu tidak berakhir, karena merupakan jiwa agama yang sejati. Suatu agama yang didalammnya kelangsungan wahyu terputus, agama itu akan mati dan Tuhan tidak besertanya.
Mirza Ghulam Ahmad mengaku menerima wahyu. Diantaranya Allah menugaskannya untuk “ menghidupkan agama dan menegakkan syari’at Islam”. Mirza Ghulam Ahmad dalam buku wasiyat berkata : Allah SWT, akan mengumpulkan semua hamba-hambaNya dalam agama yang satu. Inilah maksud Allah SWT yang untuk perwujudan ini aku di utus ke dunia.
Pada taun 1817, Ghulam Ahmad menerima wahyu yang pertama. Selanjutnya pada tahun 1876, Ghulam Ahmad menerima ilham yang menerangkan bahwa Ghulam Murtadha ayahnya akan meninggal dunia. Ghulam Ahmad yang tinggal di Lahore segera ke Qadian. Di Qadian ia menerima khabar dari Allah SWT bahwa orang tuanya akan meninggal sesudah matahari terbenanm. Dalam suasana sedih turunlah wahyu Allah yang berbunyi : Apakah Allah tidak cukup bagi hambaNya” (Alaisa Allahu bi Kaafin abdahu). Sesudah menerima wahyu tersebut, ayahnya meninggal dunia.
Sejak tahun 1876, Ghulam Ahmad menerima wahyu hingga meninggal di Lahore tanggal 26 Mei 1908 dan dimakamkan di Qadian. Semasa hidupnya Ghulam Ahmad menulis buku lebih dari 86 buah dalam bahasa Urdu, Arab dan Parsi.
Menurut Jemaat Ahmadiyah bahwa Mirza Ghulam Ahmad berpegang teguh pada al-Qur’an suci 30 juz dan sunnah Rasulullah SAW. Kitab syari’at Mirza Ghulam Ahmad adalah kitab syari’at Nabi Muhammad SAW, yaitu al-Qur’an suci berisi 114 surat terbagi 30 juz. Ahmadiyah tidak mempunyai kitab lain selain al-Qur’an al-Karim. Namun selain wahyu yang telah dibukukan (al-Qur’an) juga diakui masih banyak turun wahyu kepada Mirza Ghulam Ahmad, yang kemudian di tuliskan dalam berbagai buku karyanya yang berjumlah lebih 86 buah buku dalam bahasa Urdu, Arab dan Parsi
Tuhan menghubungi manusia dengan perantaraan wahyu. Hubungan itu bermacamp-macam menurut keadaan dan menurut si penerimanya. Dari semua hubungan yang suci itu yang paling sempurna, yang paling melingkupi ialah al-Qur’an Suci. Menurut Ahmadiyah bahwa al-Qur’an suci telah ditakdirkan untuk selama-lamanya dan tadak dapat di ungguli oleh wahyu-wahyu terdahulu dan sesudahnya.
Menurut Syaiful Uyun wahyu mempunyai arti bisikan halus dari Tuhan atau dapat diartikan firman Tuhan atau cara Tuhan untuk berkomunikasi dengan hambanya (makhluknya), maka oleh sebab itu dalam al-Qur’an disebutkan bahwa lebah juga menerima wahyu dari Tuhan. Berdasarkan pengertian ini maka menurut Ahmadiyah pengertian wahyu terbagi dua bagian :
a). Wahyu syari’at yaitu wahyu yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi yang membawa syari;at, salah satu kumpulan wahyu syari’at itu adalah Al-Qur’an.
b). Wahyu mubasysyirat; yaitu wahyu yang tidak hanya diterima oleh para nabi tetapi manusia pada umumnya.
Bagi setap orang yang beriman dan bertaqwa (an-Nisa:69) dapat menerima wahyu mubasysyirat. Hanya saja siapa yang layak dapat menerima wahyu mubasysyirat tersebut hanya Allah yang menentukannya. Bagi Ahmadiyah tidak ada perbedaan bobot dan isi antara wahyu, ilham dan kasysyaf. Semuanya itu hanya metode saja bagi Tuhan dalam berkomunikasi dengan hamba-Nya.
Berdasarkan pendapat ini maka menurut Ahmadiyah wajar saja kalau Mirza Ghulam Ahmad dapat menerima wahyu mubasysyirat sebagaimana manusia lainnya. Kumpulan wahyu Mirza Ghulam Ahmad tersebut dikumpulkan dalam kitab Tazkirah. Kitab Tazkirah merupakan buku kumpulan wahyu,mimpi, ilham dan kasysyaf yang diterima oleh Mirza Ghulam Ahmad. Selain buku tersebut yang juga memuat wahyu dan ilham Mirza Ghulam Ahmad antara lain buku Haqiqatul dan Al-Istifta. Di kalangan sunni jelas ada perbedaan bobot antara wahyu, kasysyaf dan ilham. Wahyu hanya diterima oleh para nabi; kasysyaf diterima oleh para wali-wali Allah dan ilham untuk orang biasa. Nampaknya hal inilah yang menyebabkan timbulnya perbedan faham antara kelompok sunni dengan Ahmadi (pengikut Ahmadiyah).
3. Mirza Ghulam Ahmad Sebagai Mahdi, Masih Mau’ud.
Menurut keyakinan Jemaat Ahmadiyah bahwa pada zaman ini Allah SWT telah membangkitkan seorang utusan atau rasul untuk kemajuan rohani ummat manusia di seluruh dunia, yaitu Hazrat Mirza Gulam Ahmad sebagai Masih Mau’ud.
Menurut keyakinan Jemaat Amadiyah Allah SWT telah mengangkat Mirza Ghulam Ahmad sebagai Masih Mau’ud dan Imam Mahdi. Kepercayaan ini di dasarkan kepada Hadits Nabi yang mengatakan bahwa pada akhir zaman akan datang nabi Isa al-Masih. Untuk menghancurkan salib-salib dan gereja, dan datangnya Imam Mahdi untuk melawan dajjal.
Hadits ini diartikan secara simbolik. Menurut Ahmadiyah Isa tidak mati di salib, tetapi wafat beberapa tahun kemudian setelah mengembara. Kuburannya terdapat di Sri Nagar Kashmir. Berdasarkan bukti-bukti yang dikemukakan oleh jemaat Ahmadiyah, ternyata Isa tidak mati di salib, oleh sebab itu kepercayaan Kristen itu menjadi hancur. Dan karena Isa sudah mati, tidak sebagaimana keyakinan orang sunni yang mengatakan Isa tidak mati tapi diangkat ke langit, maka Isa tidak mungkin bangkit lagi pada akhir zaman. Maka yang dimaksud dengan datangnya nabi Isa pada akhir zaman yaitu orang yang tugasnya seperti Isa yaitu Mirza Ghulam Ahmad.
Mengenai kepercayaan Imam Mahdi, bahwa setiap masa tatkala agama telah mulai di tinggalkan manusia, dan agama dalam keadaan krisis maka Allah mengirim hambanya untuk membangkitkan kembali sinar Allah, dengan memberikan petunjuk kepada manusia. Menurut Jemaat Ahmadiyah pada waktu itu di dunia telah muncul dajjal-dajjal yang merongrong agama Allah, sehingga Allah mengirim Imam Mahdi yaitu Mirza Ghulam Ahmad.
Menurut Syaiful Uyun kepercayaan tentang akan datangnya Nabi Isa AS dan Imam Mahdi di yakini juga oleh orang-orang Nahdhatul Ulama (NU). Bedanya, kalau orang-orang NU beranggapan bahwa Nabi Isa AS dan Imam Mahdi akan datang pada akhir zaman, sedangkan menurut Ahmadiyah sekarang sudah datang, yaitu Mirza Ghulam Ahmad.
“Dan Dia telah membangkitkan al-Masih-Nya untuk melenyapkan kebatilan dan Mahdi-Nya untuk kebaikan ummat manusia”.
Jemaat Ahmadiyah mengakui bahwa adanya Imam Mahdi di akhir zaman merupakan janji Rasulullah SAW. Imam Mahdi yang di maksud adalah Mirza Ghulam Ahmad. Oleh karena itu orang- orang Islam harus taat kepada Mirza Ghulam Ahmad. Kalau tidak begitu, maka mereka tidak mengindahkan pesan Nabi Muhammad SAW.
3.1. Latar belakang munculnya faham Mahdi.
India pada saat itu di jajah oleh Inggris, sikap ummat Islam yang anti pati dan non koperatif terhadap Inggris menyebabkan posisi mereka sendiri terpojok dibandingkan ummat Hindu yang bersifat lebih koperatif. Ummat Islam semakin tenggelam dalam keterbelakangan dan perselisihan dengan sesama muslim karena masalah khilafiyah, perbedaan faham yang klecil saja telah dipandang sebagai penghujatan terhadap Islam yang paling besar dan menghukum muslim lainnya sebagai kafir, intelektual dan ulama Islam telah tenggelam sampai ketingkat yang paling bawah. Dalam situasi inilah munculnya gerakan mahdiisme Ahmadiyah yang berorientasikan pada pembaharuan pemikiran. Di sini Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku telah diangkat sebagai al-Mahdi dan al-Masih oleh Tuhan, merasa mempunyai tanggung jawab moral untuk memajukan Islam dan ummat muslim dengan memberi interpretasi baru terhadap ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tuntunan zamannya, sebagaimana yang di ilhamkan Tuhan kepadanya.
3.2. Arti kata al-Mahdi.
Kata al-Mahdi secara harfiah berarti orang yang telah diberi petunjuk. Karena semua petunjuk itu berasal dari Tuhan, maka arti tersebut menjadi “seorang yang telah diberi petunjuk Tuhan” dengan cara yang mena’jubkan dan sangat pribadi. Orang yang disebut Mahdi atau al-Mahdi, benar-benar telah mendapat bimbingan Allah.
Al-Mahdi menurut istilah adalah tokoh laki-laki dari keturunan Ahl al-Bait yang akan muncul di akhir zaman, dia akan menegakkan agama dan keadilan dan diikuti oleh ummat muslim, ia akan membantu Isa al-Masih yang turun ke dunia untuk membunuh Dajjal, dan akan menjadi imam sewaktu shalat bersama-sama. Nabi Isa al-Masih AS. Inilah pengertian al-Mahdi yang dikenal secara umum di kalangan umat Islam.
Al-Mahdi menurut faham Ahmadiyah ialah seorang (Mirza Ghulam Ahmad) yang merupakan penjelmaan atau pengejawantahan dari al-Mahdi dan al-Masih As dan diangkat oleh Tuhan, Mirza Ghulam Ahmad disamping menjadi al-Mahdi juga adalah Nabi.
Kepercayaan kaum Ahmadiyah terhadap al-Mahdi bermula dari pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sesudah ia menyelidiki sebuah makam yang ditemukannya di Srinagar, Punjab India. Menurut penyelidikan mereka, makam tersebut adalah makam Yusaaf yang diyakini sebagai Isa al-Masih, sesudah penegmbaraanya yang panjang di Palestina ke Kashmir, India. Sesudah penemuan makam tersebut, barulah dicari hadits-hadits mahdiyah yang relevan sebagai dasar keyakinan aliran ini.
AKTIVITAS
Aktivitas Jemaat Ahmadiyah terbagi dalam dua kegiatan, yaitu kegiatan di bidang kerohanian dan kegiatan sosial.
1. Kegiatan Kerohanian.
Orientasi kegiatan Ahmadiyah lebih menekankan pada masalah kerohanian, kecuali pada daerah-daerah yang sangat membutuhkan seperti di Afrika baru dibangun rumah sakit dan sekolah. Diantara kegiatan kerohanian yaitu diadakan pengajian setiap minggu sekali. Pengajian ini bisa berbentuk ceramah dan diskusi. Topik yang dibahas adalah masalah-masalah yang sedang hangat dihadapi oleh jemaat. Topik ceramah atau diskusi bisa berdasarkan usul dari jemaat, bisa juga dari sekretaris ta’lim. Penceramah biasanya dilakukan oleh muballigh, tapi untuk topik-topok tertentu umpamanya masalah ekonomi, pertanian, bisa mengundang penceramah dari luar.
Disetiap cabang biasanya ditempatkan seorang muballigh. Muballigh ini biasanya bertugas selama tiga tahun, setelah itu di mutasi kedaerah lain. Sebelum diangkat sebagai muballigh, mereka dididik dahulu selama tiga tahun di Parung. Calon muballigh berasal dari tamatan SMA, dan sejak tahun 1997 menerima tenaga muballigh dari sarjana. Pendidikan muballigh secara kontinyu diadakan sejak tahiun 1980. Sekarang ini peserta pendidikan berasal dari masing-masing propinsi. Biaya pendidikan di tanggung pengurus pusat (Amir Nasional).
Menurut informasi tenaga da’i untuk Asia Tengah kebanyakan berasal dari Indonesia, karena Jemaat Ahmadiyah di Indonesia merupakan jemaat terbanyak kedua di dunia.
Selain ceramah agama, ada kegiatan daras al-Qur’an, belajar membaca huruf al-qur’an bagi anak-anak yang berumur di bawah lima tahun. Kegiatan ini diadakan di mushalla atau masjid. Setahun sekali diadakan Kursus Pendidikan Agama (KPA) untuk para pelajar, tatkala mereka sedang liburan panjang (seperti pesantren kilat).
Para muballigh memperoleh gaji tetap, seperti pegawai negeri. Gajinya disesuaikan dengan gaji pegawai negeri dengan standarnya di naikkan sedikit, seorang muballigh dengan golongan II/a menerima gaji sebesar Rp 400.000,-. Muballigh disediakan rumah tipe 70, yang dibangun oleh jemaat.
2. Kegiatan Sosial.
Jemaat Ahmadiyah seperti dijelaskan sebelumnya lebih banyak menekankan kepada kegiatan kerohanian dari pada kegiatan sosial seperti sekolah, rumah yatim piatu, dan panti jompo. Menurut mereka kegiatan semacam itu sudah di lakukan oleh organisasi-organisasi keagamaan lainnya sperti NU dan Muhammadiyah.
Aktivitas sosial lebih banyak untuk para anggota jemaat, itupun tidak banyak yang dapat dilakukan, karena memang anggota yang masih sedikit, dan tempat tinggalnya yang berjauhan.
Untuk memperkuat solidaritas diantara anggota jemaat diadakan arisan kelompok ibu-ibu dan kelompok bapak-bapak. Kalau ada anggota jemaat yang ditimpa kesusahan, para anggota lainnya berusaha untuk membantu meringankan beban mereka yang ditimpa musibah. Ada pertemuan kaum ibu sekali dalam sebulan, pertemuan ini disebut “mua’wanah”. Tempat pertemuan di adakan di rumah anggota dilakukan secara bergiliran.
Dalam waktu-waktu tertentu di adakan wirakarya amal ( kerja bakti) di lingkungan masyarakat sekitar mushallah atau masjid. Hal ini dilakukan untuk menjalin komunikasi dengan masyarakat sekitar.
Untuk membiayai kegiatan Ahmadiyah baik internasional, Pusat dan lokal, di pungut dari anggota secara sukarela. Di antara anggota, jumlah dana yang diberikan berbeda antara anggota yang satu dengan anggota lainnya, sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Dana ini ada yang di setor ke pusat, ada yang digunakan untuk kegiatan lokal. Mengenai canda wajib ‘am di tetapkan 1/16 dari penghasilan anggota.
Karakteristik Faham Keagamaan.
Secara fisik kelompok ini tidak mempunayai ciri khas baik dari segi berpakaian, cara makan maupun memelihara jenggot dan kumis. Namun dari segi ajaran mereka berbeda dalam beberapa hal dengan ummat Islam lainnya, mereka masih mengakui adanya nabi setelah nabi Muhammad, tokohnya mengaku dirinya sebagai al-masih al-mau’ud dan seorang Mahdi. Mereka bersifat ekslusif dalam beribadah dan perkawinan. Mereka hanya beribadah di masjid-masjid milik mereka. Dan jemaatanya di anjurkan supaya menikah dengan orang yang sealiran dengan mereka. Mereka sering berdebat dengan orang Kristen tentang kematian Yesus Kristus. Menurut mereka Yesus tidak mati di tiang salib, tetapi sehabis di salib dia mengembara dari Palestina ke Kashmir India,, dan beberapa tahun kemudian dia meninggal dan dikuburkan di Srinagar, Punjab India.
Anggota dan Persebaran Anggota.
Untuk menjadi anggota jemaat Ahmadiyah harus memenuhi syarat-syarat antara lain :
a. Mengajukan permohonan kepada khalifah;
b. Mengucapkan Bai’at;
c. Mengucapkan janji sepuluh.
Berdasarkan AD Bab V pasa 5 anggota Jema’at Ahmadiyah terdiri dari :
a. Pria dan wanita yang telah beriman dan mengaku serta ikrar lisan atau tulisan (bai’at), bahwa segala dakwah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Alaihi Salam dari Qadian, Masih Mau’ud itu benar dan bai’at pula kepada para khalifahnya.
b. Anak-anak anggota Ahmadiyah yang telah akil baligh, kecuali yang secara tegas menyatakan tidak bersedia menjadi anggota.
Pada bulan Desember 1888M, Mirza Ghulam Ahmad mengeluarkan pengumuman perlunya bai’at. Bai’at pertama dilakukan di kota Ludhiana tanggal 23 Maret 1889. Orang yang pertama berbai’at adalah haji Maulvi Hakim Nuruddin, yang kemudian menjadi khalifah I. Bai’at yang pertama di ikuti oleh lebih kurang 40 orang.
Bai’at dilakukan di tangan pimpinan Jemaat Ahmadiyah pada masanya atau melalui orang-orang yang ditugaskan yaitu para muballigh atau para pengurus Ahmadiyah. Bai’at di lakukan dengan lisan dan tulisan dihadapan orang yang berwenang.
Isi Bai’at antara lain : Hari ini saya bai’at di tangan Tahir dan masuk kedalam Jemaat Ahmadiyah dalam Islam. Saya mengakui Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani sebagai Imam Akhir Zaman, Mahdi dan Masih Yang Di Janjikan, sesuai dengan nubuatan-nubuatan junjungan kita Muhammad Rasulullah SAW.
Saya bertobat dari segala dosa saya yang sudah-sudah dan berjanji untuk sedapat mungkin menjauhkan diri dari segala macam dosa. Saya sejauh mungkin berusaha mematuhi kesepuluh butir syarat bai’at yang telah ditetapkan oleh Hazrat Masih Mau’ud A S. Saya akan mendahulukan kepentingan agama di atas kepentingan dunia. Saya akan memelihara dengan teguh hubungan ketaatan serta kesetiaan kepada khilafat di dalam segala pekerjaan yang baik.
Sebelum berbai’at orang harus berjanji untuk menerapkan dan menjalankan syarat-syarat bai’at yang berupa 10 hal-hal yang harus dikerjakan dan di tinggalkan oleh seoarang “Ahmadi” (pengikut Ahmadiyah.
Anggota Ahmadiyah sudah tersebar hampir diseluruh propinsi di Indonesia, sekarang ini telah berdiri 186 cabang di seluruh Indonesia. Cabang adalah kelompok Jemaah Ahmadiyah setempat, bisa satu kabupaten bisa juga hanya satu kecamatan. Pusat Jemaat Ahmadiyah di Indonesia adalah di Parung Jawa Barat.
Tanggapan Masyarakat dan Pemerintah
1. Tanggapan Masyarakat.
Karena sumber tulisan ini merupakan hasil penelitian di Sulawesi Utara ,maka tanggapan disini di wakili oleh Majelis Ulama Propinsi Sulawesi Utara. Ketua MUI Propinsi DATI I Sulawesi Utara Bapak H.Abdul Kadir Abraham mengemukakan pendapatnya tentang keberadaan Ahmadiyah :
a. Dalam menghadpai Ahmadiyah MUI bersifat persuasif tidak bersifat konfrontatif.
b. Berdasarkan fatwa Rabithah bahwa Ahmadiyah di luar Islam dan dilarang naik haji.
c. Orang Ahmadiyah tergolong maghdlub dan dzalim.
d. Surat Asf-Shaf aya 6 digunakan sebagai dasar tentang kenabian Mirza, pada hal kata Ahmad disitu sinonim dengan kata Muhammad.
e. Kata Khotam atau khotim sama saja artinya penutup.
f. Mengenai akan datangnya Imam Mahdi dan turunnya Nabi Isa AS, dimuat dalam hadits Ahad, sehingga tidak bisa dipegangi sebagai dalil. Kalaupun kita akan mempercayainya harus diartikan dengan kedatangan Nabi Isa yang sebenarnya, bukan dalam arti simbolik
g. Ajaran Ahmadiyah telah menyimpang dari ajaran Islam dan mereka termasuk kelompok yang dimurkai oleh Allah dan tersesat. Oleh sebab itu, sebaiknya Ahmadiyah di larang. Pemerintah kita harus tegas seperti di Pakistan Ahmadiyah sudah di larang.
2. Pandangan Pemerintah.
Pemerintah Indonesia dalam masalah Ahmadiyah belum mempunyai pendapat yang jelas. Meskipun Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa tentang sesatnya faham Ahmadiyah, pemerintah belum berani untuk melarangnya, hal ini mungkin karena kuatnya lobi Ahmadiyah di tingkat Internasional. Disamping itu dibeberapa daerah yang masyarakatnya minoritas muslim, menganggap Ahmadiyah sebagai partner dalam menghadapi tantangan dari missi non Islam. Meskipun demikian di beberapa daerah Ahmadiyah telah dilarang oleh Kejaksaan Negeri Setempat, terakhir (2001) di salah satu Kabupaten di Sumatera Barat, Ahmadiyah di larang. Pelarangan itu sendiri dilakukan karena terjadi kerusuhan dalam masyarakat setempat.
Menindak lanjuti fatwa dari Rabithah Alam Islami yang melarang orang Ahmadiyah untuk pergi haji, Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji telah mengirim surat edaran ke seluruh Kanwil Departemen Agama, untuk tidak menerima pendaftaran jemaat Ahmadiyah yang akan menunaikan ibadah Haji.
C. KESIMPULAN
Ahmadiyah dating ke Sulawesi Utara tahun 1974, dibawa oleh seorang anggota ABRI yang ditugaskan di daerah tersebut. Perkembangan jema’at Ahmadiyah termasuk lamban, pertambahan anggota hanya dari kelahiran dan mutasi pegawai dari daerah lain.
Ajaran yang dianggap controversial antara lain mengneai kenabian Mirza Ghulam Ahmad, belum tertutupnya pintu wahyu, dan diangkatnya Mirza sebagai Imam Mahdi dan Maih Mau’ud. Pengertian-pengertian tentang nabi, wahyu dan sebagainya berbeda dengan Pham yang dikembangkan oleh umumnya kelompok sunni.
Pemerintah setempat cendrung tidak mempermasalahkan keberadaan Ahmadiyah, sepanjang tidak menimbulkan keresahan dalam masayarakat. Sedangkan dikalangan pemuka agama khususnya MUI, terdapat anggapan bahwa Ahmadiyah telah menyimpnag dari ajaran Islam, sehingga dianggap sesat. Untuk itulah diharapkan agar pemerintah melarang keberadaan Ahmadiyah di seluruh Indonesia.
AHMADIYAH QADIAN DI PROVINSI
SULAWESI UTARA
Oleh: Nuhrison M. Nuh
A. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan beragama, tidak dapat dihindari adanya persepsi, interpretasi dan ekspresi keagamaan yang berbeda dari masing-masing umat beragama baik secara individual maupun kelompok. Perbedaan itu dipengaruhi oleh berbagai factor seperti tingkat pemahaman terhadap ajaran agama, latar belakang budaya masyarakat atau system nilai social yang ada. Atau mengamalkan suatu ajaran agama berbeda dengan ajaran, keyakinan atau doktrin keagamaan yang bersifat prinsip yang diakui dan berlaku umum dalam suatu komunitas keagamaan.
Salah satu kelompok yang sering dibicarakan dalam masyarakat, karena ajarannya dianggap menyimpang atau bertentang dengan paham yang dianut oleh mayoritas umat Islam Indonesia, adalah Ahmadiyah Qodian. Aktivitas kelompok ini sering menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Untuk melihat bagaimana ajaran dan aktivitas Ahmadiyah di Sulawesi Utara maka perlu diadakan penelitian lapangan.
Tujuan penelitian ini untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan ajaran dan aktivitas Ahmadiyah Qodian di Sulawesi Utara, yang digunakan sebagai bahan masukan bagi pejabat Departemen Agama dalam mengambil kebijakan dalam membina dan membimbing aliran/Pham yang dianggap menyimpang atau bertentangan dengan Pham yang dianut oleh kelompok mayoritas (sunni).
Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan pimpinan Ahmadiyah Qodian setempat, pejabat Departemen Agama, dan pemuka agama, selain itu dilakukan kajian terhadap berbagai dokumen, buku-buku dan hasil penelitian yang ada kaitannya dengan Ahmadiyah Qodian.
Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif, dengan melakukan kategorisasi, klasifikasi dan komparasi. Penelitian dilakukan di Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara.
B. TEMUAN HASIL PENELITIAN
Nama Aliran
Aliran ini bernama Ahmadiyah atau Jemaa’t Ahmadiyah. Nama ini dinisbahkan kepada pendirinya yang bernama Mirza Ghulam Ahmad. Nama ini diberikan sendiri oleh pendiri dan para pengikutnya, bukan pemberian dari orang yang bukan penganutnya.
Tokoh Pendirinya.
Ahmadiyah merupakan sebutan dari perkumpulan orang-orang yang menyatakan diri sebagai pengikut Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Ghulam Ahmad bin Mirza Ghulam Murtadha mengaku berasal dari orang-orang yang terhormat keturunan Persia dan Fatimah dari ahlul bait nabawi. Dia lahir di Kampung Islam, yang kemudian dikenal dengan Qadian, wilayah Punyab, India.
Mirza Ghulam Ahmad lahir pada hari Jum’at tanggal 13 Februari 1835 M/ 14 Syawal 1250 H dan meninggal tanggal 26 Mei 1908 M di Lahore dan dikuburkan di Qadian. Dia mendirikan Ahmadiyah di Qadian, India pada tahun 1889 M/1306 H.
Di kalangan Jema’at Ahmadiyah diyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi, al-Masih al-Mau’ud, Nabi dan Rasul. Kenabian dan Kerasulan Mirza tersebut tidak membawa syariat baru, tetapi mengikuti dan menjalankan syari’at Nabi Muhammad SAW.
Setelah Mirza Ghulam Ahmad meninggal dunia pada tahun 1908 M, kepemimpinan Ahmadiyah dilanjutkan oleh Hazrat Hafiz H. Hakim Nuruddin selaku Khalifah I hingga meninggal pada tahun 1914 M. Selanjutnya di pilih khalifah II H. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad yang memangku jabatan tersebut dari tahun 1914 hingga 1965 M. Kemudian ia digantikan oleh khalifah ke III Hazrat Hafiz Nasir Ahmad yang meninggal dunia tahun 1982. Selanjutnya kekhalifaan dijabat oleh Khalifah ke IV Hazrat Mirza Taher Ahmad hingga sekarang. Menurut Jema’at Ahmadiyah bahwa khalifah atau jabatan kekhalifaan harus tetap ada hingga hari kiamat.
Latar Belakang Berdirinya dan Perkembangannya.
Ahmadiyah adalah sebutan ringkas dari Jema’at Ahmadiyah. Jema’at berarti kumpulan individu yang bersatu pada dan bekerja untuk suatu program bersama. Ahmadiyah adalah nama yang berasal dari Islam. Jadi Jema’at Ahmadiyah merupakan kumpulan orang-orang Islam yang bersatu dan bekerja untuk satu program, yaitu Islam.
Faktor yang menjadi latar belakang berdirinya Jemaat Ahmadiyah adalah keadaan dunia menjelang lahirnya Ahmadiyah diliputi berbagai keburukan, immoralitas dan mementingkan urusan keduniawian dari pada agama. Selain itu karena didunia pada waktu itu tidak ada yang disebut satu Jemaat Islam.
Tujuan didirikannya Ahmadiyah adalah untuk memperbaiki kehidupan agama orang-orang Islam dan mempersatukan ummat Islam. Tujuan tersebut sejalan dengan tugas yang oleh Mirza Ghulam Ahmad dikatakan sebagai wahyu yang diterimanya, yaitu menghidupkan agama dan menegakkan syariat Islam.
Dalam periode Khalifah I Hazrat H. Hakim Nuruddin para pengikut Mirza Ghulam Ahmad terhimpun dalam sebuah organisasi yang dinamakan Jemaat Ahmadiyah. Adakalanya disebut orang-orang Ahmadi. Sepeninggalnya Khalifah tersebut pengikut Ahmadiyah terbagi dua, yang kemudian dikenal dengan Ahmadiyah Qadian dan Ahmadiyah Lahore.
Sebab utama perpecahan jemaat jemaat tersebut karena perbedaan pandangan. Menurut kalangan Ahmadiyah Qadian bahwa perpecahan Jemaat Ahmadiyah karena ketidak setujuan sementara tokoh Ahmadiyah terhadap pengangkatan Khalifah II, yaitu Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad. Diantaranya Maulvi Muhammad Ali dan Khawaja Kamaluddin. Mereka menghendaki Muhammad Ali menjadi Khalifah al Masih ke II. Namun dalam pemilihan Khalifah tersebut mereka hanya memperoleh dukugan suara sedikit (minoritas).
Menurut kalangan Ahmadiyah Lahore bahwa perpecahan Jemaat ahmadiyah adalah karena perbedaan pendapat tentang ketokohan Mirza Ghulam Ahmad. Dalam pandangan Ahmadiyah Lahore, Mirza Ghulam Ahmad adalah Mujaddid ( Pembaharu), bukan Nabi sebagaimana diyakini oleh Jemaat Ahmadiyah Qadian. Sekalipun demikian seperti yang dikatakan Syafi R Batutah bahwa sebelum tahun 1914 keyakinan Muhammad Ali dan Khawaja Kamaluddin sama dengan orang-orang Ahmadiyah lain tentang kenabian dan kerasulan Mirza Ghulam Ahmad.
Pada masa Khalifah II Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, Jemaat Ahmadiyah mulai mengembangkan fahamnya ke pelbagai negara, termasuk keIndonesia. Ahmadiyah Lahore adalah yang pertama masuk ke Indonesia, yang dibawa oleh seorang muballigh Khawajah Kamaluddin pada tahun 1922. Diantara hasil dakwahnya adalah Ahmad Nuruddin bersama beberapa orang dari Perguruan Sumatera Thawalib masuk Ahmadiyah. Mereka kemudian melanjutkan studi ke Lahore dan Qadian. Atas permohonan mereka, seorang muballigh Ahmadiyah bernama Maulana Rahmat Ali di utus ke Indonesia pada tahun 1925.
Pada awalnya, Jemaat Ahmadiyah di Indonesia diberi nama Anjuman Ahmadiyah Qadian Departemen Indonesia, kemudian diganti nama dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). JAI adalah bagian Jemaat Ahmadiyah yang semula berpusat di Qadian India, tetapi sesudah tahun 1947 berpusat di Rabwah, Pakistan. Kini Ahmadiyah dibawah pimpinan Khalifah IV Hazrat Mirza Thahir Ahmad menggantikan Khalifah III Hazrat Mirza Nasir Ahmad yang meninggal dunia tahun 1982. Kedudukan pimpinan pusat Jemaat Ahmadiyah adalah di London Inggris.
Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) beridiri tahun 1925. Jemaat Ahmadiyah Indonesia terdaftar sebagai Badan Hukum di Departemen Kehakiman RI dengan surat NO J.A5/23/137 tangal 3 Maret 1953 dan dimuat dalam tambahan berita negara RI No 26 tangal 31 Maret 1953. Pusat Jemaat Ahmadiyah Indonesia terletak di Parung Jawa Barat. Sekarang ini di Indonesia terdapat 186 cabang. Di tingkat Propinsi terdapat pengurus wilayah yang membawahi beberapa cabang. Pimpinan Pusat Jemaat Ahmadiyah sekarang ini adalah Kolonel (Pur) M.L. Maala. Sebelumnya pimpinan dipegang oleh Syafi R Batuah.
Pimpinan Dan Struktur Kepengurusan.
Pimpinan Jemaat Ahmadiyah terdir dari Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang.
Pengurus Pusat membawahi seluruh pengurus waliayah yang tersebar diseluruh Indonesia. Pengurus Wilayah terdapat disetiap propinsi dan membawahi cabang-cabang diwilayahnya. Sedangkan pengurus cabang membawahi penganut Ahmadiyah ditingkat Kabupaten atau Kecamatan.
Struktur kepengurusan Cabang terdiri dari : Ketua (Presiden); Wakil Presiden; Sekretaris Khas; Sekretaris Tabligh; Sekretaris Ta’lim; Sekretaris Tarbiyat; Sekretaris Mal; Sekretaris Um Khar; Sekretaris Um Ammah; Sekretaris Zifayat; Sekretais Isyaat; Sekretais Al-Wasiyat; Sekretaris T. Jadid OPL; Sekretaris Jaidad; Sekretaris Ziraat; Sekretaris Zanat Tijarat; Sekretaris Rishta Nata; Auditor Lokal. Sedangkan untuk pengurus wilayah terdiri dari Ketua; Sekretaris dan Bendahara.
Pokok-Pokok Ajaran.
1. Tentang Ketokohan Mirza Ghulam Ahmad Sebagai Nabi Dan Rasul.
Di kalangan Ahmadiyah (pengikut Mirza Ghulam Ahmad) terdapat kepercayaan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang nabi. Kepercayaan ini berdasarkan pernyataan Mirza Ghulam Ahmad sebagai berikut:
a. Mengenai diriku dapat aku katakan bahwa Tuhan telah mengangkatku sebagai rasul dan nabi.
b. Tuhan yang sesungguhnya adalah Dia yang telah mengirimkan rasulNya di qadian.
c. Untuk ummat masa kini aku telah dipilih dan dinamai nabi, dan tidak ada orang lain yang berhak atas kedudukan itu.
d. Aku umumkan bahwa aku adalah nabi dan Rasul.
Menjelang akhir hayatnya, Mirza Ghulam Ahmad menulis surat untuk diumumkan didalam surat kabar “Akhbar I “Aam. Kebetulan surat tersebut disiarkan dalam terbitannya tanggal 26-5-1908, yaitu pada hari kematiannya sebagai berikut:
“ Sesuai perintah Tuhan, aku adalah Nabi, aku akan berdosa jika aku menolaknya. Bagaimana mungkin aku berani menolaknya pada hal Tuhan memanggilku dengan sebutan Nabi. Aku akan tetap pada pendirian itu sampai aku meninggalkan dunia ini”.
Pengertian nabi menurut Ahmadiyah mempunyai perbedaan dengan faham yang dianut kalangan sunni. Menurut muballigh Syaiful Uyun nabi menurut faham Ahmadiyah terbagi dua bagian yaitu Nabi Tasyri’ dan Nabi Ghairi Tasyri’. Nabi Tasyri’ yaitu Nabi yang membawa syari’at; diantara nabi yang membawa syari’at ada 5 orang yaitu nabi Adam, nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itulah kelima nabi ini diberi gelar Ulul Azmi (orang-orang yang memiliki kelebihan). Nabi ghairi tasyri’ terbagi dua yaitu Nabi Mustaqil dan Nabi Ghairi Mustaqil. Nabi Mustaqil yaitu nabi yang beridiri sendiri, yaitu semua nabi yang datang sebelum Rasulullah SAW, selain nabi Adam, Nuh, Ibrahim dan Musa AS. Sedangkan nabi ghairi mustaqil ialah nabi yang tidak berdiri sendiri dan mengikuti nabi sebelumnya. Nabi ghairi Mustaqil ini terbagi lagi kepada nabi Zilli, Nabi Buruzi, Nabi Majasi, Nabi Ummati dan Nabi Tabi’. Diantara mereka yang tergolong nabi ghairi mustaqil, kelompok nabi ummati yaitu Nabi Isa AS dan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad AS (lihat QS: 4:70; 62:4 ; 61:6). Yang dimaksud dengan nabi ummati yaitu nabi yang mengikuti nabi sebelumnya dan tidak membawa syari’at. Nabi Isa mengikuti Nabi Musa AS, sedangkan Mirza Ghulam Ahmad mengikuti Nabi Muhammad SAW.
Menurut Syaiful Uyun dalam tafsir al-Azhar katrangan Prof DR Hamka, ketika menjelaskan tafsir surat al-A’raf ayat 35 menyatakan bahwa selama ummat manusia masih ada akan selalu datang seorang nabi.
Karena Ahmadiyah berpendapat bahwa Nabi yang tidak membawa syari’at itu masih terbuka sampai akhir zaman maka dalam menafsirkan ayat “khataman nabiyyin” tidak diartikan dengan penutup para nabi; tetapi nabi yang paling sempurna, paling afdhal. Sedangkan di kalangan sunni ayat itu diartikan penutup para nabi, sehingga sesudah nabi Muhammad tidak ada lagi nabi, baik yang membawa syari’at atau yang tidak membawa syari’at.
2. Mirza Ghulam Ahmad Menerima Wahyu.
“Pintu wahyu tetap terbuka. Aku berkata dengan sesungguhnya, bahwa segala pintu untuk turunnya Ruhul kudus tidak tertutup untuk selamanya.
R.Ahmad Anwar dan Sayyid Shah Muhammad selaku tokoh Ahmadiyah Indonesia menyatakan bahwa wahyu tidak berakhir, karena merupakan jiwa agama yang sejati. Suatu agama yang didalammnya kelangsungan wahyu terputus, agama itu akan mati dan Tuhan tidak besertanya.
Mirza Ghulam Ahmad mengaku menerima wahyu. Diantaranya Allah menugaskannya untuk “ menghidupkan agama dan menegakkan syari’at Islam”. Mirza Ghulam Ahmad dalam buku wasiyat berkata : Allah SWT, akan mengumpulkan semua hamba-hambaNya dalam agama yang satu. Inilah maksud Allah SWT yang untuk perwujudan ini aku di utus ke dunia.
Pada taun 1817, Ghulam Ahmad menerima wahyu yang pertama. Selanjutnya pada tahun 1876, Ghulam Ahmad menerima ilham yang menerangkan bahwa Ghulam Murtadha ayahnya akan meninggal dunia. Ghulam Ahmad yang tinggal di Lahore segera ke Qadian. Di Qadian ia menerima khabar dari Allah SWT bahwa orang tuanya akan meninggal sesudah matahari terbenanm. Dalam suasana sedih turunlah wahyu Allah yang berbunyi : Apakah Allah tidak cukup bagi hambaNya” (Alaisa Allahu bi Kaafin abdahu). Sesudah menerima wahyu tersebut, ayahnya meninggal dunia.
Sejak tahun 1876, Ghulam Ahmad menerima wahyu hingga meninggal di Lahore tanggal 26 Mei 1908 dan dimakamkan di Qadian. Semasa hidupnya Ghulam Ahmad menulis buku lebih dari 86 buah dalam bahasa Urdu, Arab dan Parsi.
Menurut Jemaat Ahmadiyah bahwa Mirza Ghulam Ahmad berpegang teguh pada al-Qur’an suci 30 juz dan sunnah Rasulullah SAW. Kitab syari’at Mirza Ghulam Ahmad adalah kitab syari’at Nabi Muhammad SAW, yaitu al-Qur’an suci berisi 114 surat terbagi 30 juz. Ahmadiyah tidak mempunyai kitab lain selain al-Qur’an al-Karim. Namun selain wahyu yang telah dibukukan (al-Qur’an) juga diakui masih banyak turun wahyu kepada Mirza Ghulam Ahmad, yang kemudian di tuliskan dalam berbagai buku karyanya yang berjumlah lebih 86 buah buku dalam bahasa Urdu, Arab dan Parsi
Tuhan menghubungi manusia dengan perantaraan wahyu. Hubungan itu bermacamp-macam menurut keadaan dan menurut si penerimanya. Dari semua hubungan yang suci itu yang paling sempurna, yang paling melingkupi ialah al-Qur’an Suci. Menurut Ahmadiyah bahwa al-Qur’an suci telah ditakdirkan untuk selama-lamanya dan tadak dapat di ungguli oleh wahyu-wahyu terdahulu dan sesudahnya.
Menurut Syaiful Uyun wahyu mempunyai arti bisikan halus dari Tuhan atau dapat diartikan firman Tuhan atau cara Tuhan untuk berkomunikasi dengan hambanya (makhluknya), maka oleh sebab itu dalam al-Qur’an disebutkan bahwa lebah juga menerima wahyu dari Tuhan. Berdasarkan pengertian ini maka menurut Ahmadiyah pengertian wahyu terbagi dua bagian :
a). Wahyu syari’at yaitu wahyu yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi yang membawa syari;at, salah satu kumpulan wahyu syari’at itu adalah Al-Qur’an.
b). Wahyu mubasysyirat; yaitu wahyu yang tidak hanya diterima oleh para nabi tetapi manusia pada umumnya.
Bagi setap orang yang beriman dan bertaqwa (an-Nisa:69) dapat menerima wahyu mubasysyirat. Hanya saja siapa yang layak dapat menerima wahyu mubasysyirat tersebut hanya Allah yang menentukannya. Bagi Ahmadiyah tidak ada perbedaan bobot dan isi antara wahyu, ilham dan kasysyaf. Semuanya itu hanya metode saja bagi Tuhan dalam berkomunikasi dengan hamba-Nya.
Berdasarkan pendapat ini maka menurut Ahmadiyah wajar saja kalau Mirza Ghulam Ahmad dapat menerima wahyu mubasysyirat sebagaimana manusia lainnya. Kumpulan wahyu Mirza Ghulam Ahmad tersebut dikumpulkan dalam kitab Tazkirah. Kitab Tazkirah merupakan buku kumpulan wahyu,mimpi, ilham dan kasysyaf yang diterima oleh Mirza Ghulam Ahmad. Selain buku tersebut yang juga memuat wahyu dan ilham Mirza Ghulam Ahmad antara lain buku Haqiqatul dan Al-Istifta. Di kalangan sunni jelas ada perbedaan bobot antara wahyu, kasysyaf dan ilham. Wahyu hanya diterima oleh para nabi; kasysyaf diterima oleh para wali-wali Allah dan ilham untuk orang biasa. Nampaknya hal inilah yang menyebabkan timbulnya perbedan faham antara kelompok sunni dengan Ahmadi (pengikut Ahmadiyah).
3. Mirza Ghulam Ahmad Sebagai Mahdi, Masih Mau’ud.
Menurut keyakinan Jemaat Ahmadiyah bahwa pada zaman ini Allah SWT telah membangkitkan seorang utusan atau rasul untuk kemajuan rohani ummat manusia di seluruh dunia, yaitu Hazrat Mirza Gulam Ahmad sebagai Masih Mau’ud.
Menurut keyakinan Jemaat Amadiyah Allah SWT telah mengangkat Mirza Ghulam Ahmad sebagai Masih Mau’ud dan Imam Mahdi. Kepercayaan ini di dasarkan kepada Hadits Nabi yang mengatakan bahwa pada akhir zaman akan datang nabi Isa al-Masih. Untuk menghancurkan salib-salib dan gereja, dan datangnya Imam Mahdi untuk melawan dajjal.
Hadits ini diartikan secara simbolik. Menurut Ahmadiyah Isa tidak mati di salib, tetapi wafat beberapa tahun kemudian setelah mengembara. Kuburannya terdapat di Sri Nagar Kashmir. Berdasarkan bukti-bukti yang dikemukakan oleh jemaat Ahmadiyah, ternyata Isa tidak mati di salib, oleh sebab itu kepercayaan Kristen itu menjadi hancur. Dan karena Isa sudah mati, tidak sebagaimana keyakinan orang sunni yang mengatakan Isa tidak mati tapi diangkat ke langit, maka Isa tidak mungkin bangkit lagi pada akhir zaman. Maka yang dimaksud dengan datangnya nabi Isa pada akhir zaman yaitu orang yang tugasnya seperti Isa yaitu Mirza Ghulam Ahmad.
Mengenai kepercayaan Imam Mahdi, bahwa setiap masa tatkala agama telah mulai di tinggalkan manusia, dan agama dalam keadaan krisis maka Allah mengirim hambanya untuk membangkitkan kembali sinar Allah, dengan memberikan petunjuk kepada manusia. Menurut Jemaat Ahmadiyah pada waktu itu di dunia telah muncul dajjal-dajjal yang merongrong agama Allah, sehingga Allah mengirim Imam Mahdi yaitu Mirza Ghulam Ahmad.
Menurut Syaiful Uyun kepercayaan tentang akan datangnya Nabi Isa AS dan Imam Mahdi di yakini juga oleh orang-orang Nahdhatul Ulama (NU). Bedanya, kalau orang-orang NU beranggapan bahwa Nabi Isa AS dan Imam Mahdi akan datang pada akhir zaman, sedangkan menurut Ahmadiyah sekarang sudah datang, yaitu Mirza Ghulam Ahmad.
“Dan Dia telah membangkitkan al-Masih-Nya untuk melenyapkan kebatilan dan Mahdi-Nya untuk kebaikan ummat manusia”.
Jemaat Ahmadiyah mengakui bahwa adanya Imam Mahdi di akhir zaman merupakan janji Rasulullah SAW. Imam Mahdi yang di maksud adalah Mirza Ghulam Ahmad. Oleh karena itu orang- orang Islam harus taat kepada Mirza Ghulam Ahmad. Kalau tidak begitu, maka mereka tidak mengindahkan pesan Nabi Muhammad SAW.
3.1. Latar belakang munculnya faham Mahdi.
India pada saat itu di jajah oleh Inggris, sikap ummat Islam yang anti pati dan non koperatif terhadap Inggris menyebabkan posisi mereka sendiri terpojok dibandingkan ummat Hindu yang bersifat lebih koperatif. Ummat Islam semakin tenggelam dalam keterbelakangan dan perselisihan dengan sesama muslim karena masalah khilafiyah, perbedaan faham yang klecil saja telah dipandang sebagai penghujatan terhadap Islam yang paling besar dan menghukum muslim lainnya sebagai kafir, intelektual dan ulama Islam telah tenggelam sampai ketingkat yang paling bawah. Dalam situasi inilah munculnya gerakan mahdiisme Ahmadiyah yang berorientasikan pada pembaharuan pemikiran. Di sini Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku telah diangkat sebagai al-Mahdi dan al-Masih oleh Tuhan, merasa mempunyai tanggung jawab moral untuk memajukan Islam dan ummat muslim dengan memberi interpretasi baru terhadap ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tuntunan zamannya, sebagaimana yang di ilhamkan Tuhan kepadanya.
3.2. Arti kata al-Mahdi.
Kata al-Mahdi secara harfiah berarti orang yang telah diberi petunjuk. Karena semua petunjuk itu berasal dari Tuhan, maka arti tersebut menjadi “seorang yang telah diberi petunjuk Tuhan” dengan cara yang mena’jubkan dan sangat pribadi. Orang yang disebut Mahdi atau al-Mahdi, benar-benar telah mendapat bimbingan Allah.
Al-Mahdi menurut istilah adalah tokoh laki-laki dari keturunan Ahl al-Bait yang akan muncul di akhir zaman, dia akan menegakkan agama dan keadilan dan diikuti oleh ummat muslim, ia akan membantu Isa al-Masih yang turun ke dunia untuk membunuh Dajjal, dan akan menjadi imam sewaktu shalat bersama-sama. Nabi Isa al-Masih AS. Inilah pengertian al-Mahdi yang dikenal secara umum di kalangan umat Islam.
Al-Mahdi menurut faham Ahmadiyah ialah seorang (Mirza Ghulam Ahmad) yang merupakan penjelmaan atau pengejawantahan dari al-Mahdi dan al-Masih As dan diangkat oleh Tuhan, Mirza Ghulam Ahmad disamping menjadi al-Mahdi juga adalah Nabi.
Kepercayaan kaum Ahmadiyah terhadap al-Mahdi bermula dari pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sesudah ia menyelidiki sebuah makam yang ditemukannya di Srinagar, Punjab India. Menurut penyelidikan mereka, makam tersebut adalah makam Yusaaf yang diyakini sebagai Isa al-Masih, sesudah penegmbaraanya yang panjang di Palestina ke Kashmir, India. Sesudah penemuan makam tersebut, barulah dicari hadits-hadits mahdiyah yang relevan sebagai dasar keyakinan aliran ini.
AKTIVITAS
Aktivitas Jemaat Ahmadiyah terbagi dalam dua kegiatan, yaitu kegiatan di bidang kerohanian dan kegiatan sosial.
1. Kegiatan Kerohanian.
Orientasi kegiatan Ahmadiyah lebih menekankan pada masalah kerohanian, kecuali pada daerah-daerah yang sangat membutuhkan seperti di Afrika baru dibangun rumah sakit dan sekolah. Diantara kegiatan kerohanian yaitu diadakan pengajian setiap minggu sekali. Pengajian ini bisa berbentuk ceramah dan diskusi. Topik yang dibahas adalah masalah-masalah yang sedang hangat dihadapi oleh jemaat. Topik ceramah atau diskusi bisa berdasarkan usul dari jemaat, bisa juga dari sekretaris ta’lim. Penceramah biasanya dilakukan oleh muballigh, tapi untuk topik-topok tertentu umpamanya masalah ekonomi, pertanian, bisa mengundang penceramah dari luar.
Disetiap cabang biasanya ditempatkan seorang muballigh. Muballigh ini biasanya bertugas selama tiga tahun, setelah itu di mutasi kedaerah lain. Sebelum diangkat sebagai muballigh, mereka dididik dahulu selama tiga tahun di Parung. Calon muballigh berasal dari tamatan SMA, dan sejak tahun 1997 menerima tenaga muballigh dari sarjana. Pendidikan muballigh secara kontinyu diadakan sejak tahiun 1980. Sekarang ini peserta pendidikan berasal dari masing-masing propinsi. Biaya pendidikan di tanggung pengurus pusat (Amir Nasional).
Menurut informasi tenaga da’i untuk Asia Tengah kebanyakan berasal dari Indonesia, karena Jemaat Ahmadiyah di Indonesia merupakan jemaat terbanyak kedua di dunia.
Selain ceramah agama, ada kegiatan daras al-Qur’an, belajar membaca huruf al-qur’an bagi anak-anak yang berumur di bawah lima tahun. Kegiatan ini diadakan di mushalla atau masjid. Setahun sekali diadakan Kursus Pendidikan Agama (KPA) untuk para pelajar, tatkala mereka sedang liburan panjang (seperti pesantren kilat).
Para muballigh memperoleh gaji tetap, seperti pegawai negeri. Gajinya disesuaikan dengan gaji pegawai negeri dengan standarnya di naikkan sedikit, seorang muballigh dengan golongan II/a menerima gaji sebesar Rp 400.000,-. Muballigh disediakan rumah tipe 70, yang dibangun oleh jemaat.
2. Kegiatan Sosial.
Jemaat Ahmadiyah seperti dijelaskan sebelumnya lebih banyak menekankan kepada kegiatan kerohanian dari pada kegiatan sosial seperti sekolah, rumah yatim piatu, dan panti jompo. Menurut mereka kegiatan semacam itu sudah di lakukan oleh organisasi-organisasi keagamaan lainnya sperti NU dan Muhammadiyah.
Aktivitas sosial lebih banyak untuk para anggota jemaat, itupun tidak banyak yang dapat dilakukan, karena memang anggota yang masih sedikit, dan tempat tinggalnya yang berjauhan.
Untuk memperkuat solidaritas diantara anggota jemaat diadakan arisan kelompok ibu-ibu dan kelompok bapak-bapak. Kalau ada anggota jemaat yang ditimpa kesusahan, para anggota lainnya berusaha untuk membantu meringankan beban mereka yang ditimpa musibah. Ada pertemuan kaum ibu sekali dalam sebulan, pertemuan ini disebut “mua’wanah”. Tempat pertemuan di adakan di rumah anggota dilakukan secara bergiliran.
Dalam waktu-waktu tertentu di adakan wirakarya amal ( kerja bakti) di lingkungan masyarakat sekitar mushallah atau masjid. Hal ini dilakukan untuk menjalin komunikasi dengan masyarakat sekitar.
Untuk membiayai kegiatan Ahmadiyah baik internasional, Pusat dan lokal, di pungut dari anggota secara sukarela. Di antara anggota, jumlah dana yang diberikan berbeda antara anggota yang satu dengan anggota lainnya, sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Dana ini ada yang di setor ke pusat, ada yang digunakan untuk kegiatan lokal. Mengenai canda wajib ‘am di tetapkan 1/16 dari penghasilan anggota.
Karakteristik Faham Keagamaan.
Secara fisik kelompok ini tidak mempunayai ciri khas baik dari segi berpakaian, cara makan maupun memelihara jenggot dan kumis. Namun dari segi ajaran mereka berbeda dalam beberapa hal dengan ummat Islam lainnya, mereka masih mengakui adanya nabi setelah nabi Muhammad, tokohnya mengaku dirinya sebagai al-masih al-mau’ud dan seorang Mahdi. Mereka bersifat ekslusif dalam beribadah dan perkawinan. Mereka hanya beribadah di masjid-masjid milik mereka. Dan jemaatanya di anjurkan supaya menikah dengan orang yang sealiran dengan mereka. Mereka sering berdebat dengan orang Kristen tentang kematian Yesus Kristus. Menurut mereka Yesus tidak mati di tiang salib, tetapi sehabis di salib dia mengembara dari Palestina ke Kashmir India,, dan beberapa tahun kemudian dia meninggal dan dikuburkan di Srinagar, Punjab India.
Anggota dan Persebaran Anggota.
Untuk menjadi anggota jemaat Ahmadiyah harus memenuhi syarat-syarat antara lain :
a. Mengajukan permohonan kepada khalifah;
b. Mengucapkan Bai’at;
c. Mengucapkan janji sepuluh.
Berdasarkan AD Bab V pasa 5 anggota Jema’at Ahmadiyah terdiri dari :
a. Pria dan wanita yang telah beriman dan mengaku serta ikrar lisan atau tulisan (bai’at), bahwa segala dakwah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Alaihi Salam dari Qadian, Masih Mau’ud itu benar dan bai’at pula kepada para khalifahnya.
b. Anak-anak anggota Ahmadiyah yang telah akil baligh, kecuali yang secara tegas menyatakan tidak bersedia menjadi anggota.
Pada bulan Desember 1888M, Mirza Ghulam Ahmad mengeluarkan pengumuman perlunya bai’at. Bai’at pertama dilakukan di kota Ludhiana tanggal 23 Maret 1889. Orang yang pertama berbai’at adalah haji Maulvi Hakim Nuruddin, yang kemudian menjadi khalifah I. Bai’at yang pertama di ikuti oleh lebih kurang 40 orang.
Bai’at dilakukan di tangan pimpinan Jemaat Ahmadiyah pada masanya atau melalui orang-orang yang ditugaskan yaitu para muballigh atau para pengurus Ahmadiyah. Bai’at di lakukan dengan lisan dan tulisan dihadapan orang yang berwenang.
Isi Bai’at antara lain : Hari ini saya bai’at di tangan Tahir dan masuk kedalam Jemaat Ahmadiyah dalam Islam. Saya mengakui Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani sebagai Imam Akhir Zaman, Mahdi dan Masih Yang Di Janjikan, sesuai dengan nubuatan-nubuatan junjungan kita Muhammad Rasulullah SAW.
Saya bertobat dari segala dosa saya yang sudah-sudah dan berjanji untuk sedapat mungkin menjauhkan diri dari segala macam dosa. Saya sejauh mungkin berusaha mematuhi kesepuluh butir syarat bai’at yang telah ditetapkan oleh Hazrat Masih Mau’ud A S. Saya akan mendahulukan kepentingan agama di atas kepentingan dunia. Saya akan memelihara dengan teguh hubungan ketaatan serta kesetiaan kepada khilafat di dalam segala pekerjaan yang baik.
Sebelum berbai’at orang harus berjanji untuk menerapkan dan menjalankan syarat-syarat bai’at yang berupa 10 hal-hal yang harus dikerjakan dan di tinggalkan oleh seoarang “Ahmadi” (pengikut Ahmadiyah.
Anggota Ahmadiyah sudah tersebar hampir diseluruh propinsi di Indonesia, sekarang ini telah berdiri 186 cabang di seluruh Indonesia. Cabang adalah kelompok Jemaah Ahmadiyah setempat, bisa satu kabupaten bisa juga hanya satu kecamatan. Pusat Jemaat Ahmadiyah di Indonesia adalah di Parung Jawa Barat.
Tanggapan Masyarakat dan Pemerintah
1. Tanggapan Masyarakat.
Karena sumber tulisan ini merupakan hasil penelitian di Sulawesi Utara ,maka tanggapan disini di wakili oleh Majelis Ulama Propinsi Sulawesi Utara. Ketua MUI Propinsi DATI I Sulawesi Utara Bapak H.Abdul Kadir Abraham mengemukakan pendapatnya tentang keberadaan Ahmadiyah :
a. Dalam menghadpai Ahmadiyah MUI bersifat persuasif tidak bersifat konfrontatif.
b. Berdasarkan fatwa Rabithah bahwa Ahmadiyah di luar Islam dan dilarang naik haji.
c. Orang Ahmadiyah tergolong maghdlub dan dzalim.
d. Surat Asf-Shaf aya 6 digunakan sebagai dasar tentang kenabian Mirza, pada hal kata Ahmad disitu sinonim dengan kata Muhammad.
e. Kata Khotam atau khotim sama saja artinya penutup.
f. Mengenai akan datangnya Imam Mahdi dan turunnya Nabi Isa AS, dimuat dalam hadits Ahad, sehingga tidak bisa dipegangi sebagai dalil. Kalaupun kita akan mempercayainya harus diartikan dengan kedatangan Nabi Isa yang sebenarnya, bukan dalam arti simbolik
g. Ajaran Ahmadiyah telah menyimpang dari ajaran Islam dan mereka termasuk kelompok yang dimurkai oleh Allah dan tersesat. Oleh sebab itu, sebaiknya Ahmadiyah di larang. Pemerintah kita harus tegas seperti di Pakistan Ahmadiyah sudah di larang.
2. Pandangan Pemerintah.
Pemerintah Indonesia dalam masalah Ahmadiyah belum mempunyai pendapat yang jelas. Meskipun Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa tentang sesatnya faham Ahmadiyah, pemerintah belum berani untuk melarangnya, hal ini mungkin karena kuatnya lobi Ahmadiyah di tingkat Internasional. Disamping itu dibeberapa daerah yang masyarakatnya minoritas muslim, menganggap Ahmadiyah sebagai partner dalam menghadapi tantangan dari missi non Islam. Meskipun demikian di beberapa daerah Ahmadiyah telah dilarang oleh Kejaksaan Negeri Setempat, terakhir (2001) di salah satu Kabupaten di Sumatera Barat, Ahmadiyah di larang. Pelarangan itu sendiri dilakukan karena terjadi kerusuhan dalam masyarakat setempat.
Menindak lanjuti fatwa dari Rabithah Alam Islami yang melarang orang Ahmadiyah untuk pergi haji, Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji telah mengirim surat edaran ke seluruh Kanwil Departemen Agama, untuk tidak menerima pendaftaran jemaat Ahmadiyah yang akan menunaikan ibadah Haji.
C. KESIMPULAN
Ahmadiyah dating ke Sulawesi Utara tahun 1974, dibawa oleh seorang anggota ABRI yang ditugaskan di daerah tersebut. Perkembangan jema’at Ahmadiyah termasuk lamban, pertambahan anggota hanya dari kelahiran dan mutasi pegawai dari daerah lain.
Ajaran yang dianggap controversial antara lain mengneai kenabian Mirza Ghulam Ahmad, belum tertutupnya pintu wahyu, dan diangkatnya Mirza sebagai Imam Mahdi dan Maih Mau’ud. Pengertian-pengertian tentang nabi, wahyu dan sebagainya berbeda dengan Pham yang dikembangkan oleh umumnya kelompok sunni.
Pemerintah setempat cendrung tidak mempermasalahkan keberadaan Ahmadiyah, sepanjang tidak menimbulkan keresahan dalam masayarakat. Sedangkan dikalangan pemuka agama khususnya MUI, terdapat anggapan bahwa Ahmadiyah telah menyimpnag dari ajaran Islam, sehingga dianggap sesat. Untuk itulah diharapkan agar pemerintah melarang keberadaan Ahmadiyah di seluruh Indonesia.
.
.
Langganan:
Postingan (Atom)